Anda di halaman 1dari 18

LITERATUR REVIEW

TERAPI SPIRITUAL UNTUK DEPRESI LANSIA

Oleh
ATIKA RIZKIA
NPM. 214117009

Untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah keperawatan jiwa


Guna memperoleh gelar Ners Program Studi Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Literature Review yang berjudul “Terapi Spiritual Untuk Depresi Lansia”
Dalam penyususnan Literature Review yang berjudul “Terapi Spiritual
Untuk Depresi Lansia” ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ns.
Khrisna Wisnusakti, S.Kep. M.Kep. selaku dosen pembimbing lapangan di stase
Keperawatan Jiwa.
Penulis menyadari bahwa penulisan Literature Review ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi pihak
yang memerlukan dan bagi siapa aja yang membacanya amiin.

Penulis

2
BAB 1
PENDAHUUAN

1. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih, secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi
penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7 % dari total populasi
dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukkan pada tahun
2000 usia harapan hidup orang di dunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012
naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun (WHO,
2015).
Tahapan usia lanjut menurut teori Erik Erikson tahun 1963 dalam
(Prasetya, 2010) merupakan tahap integrity versus despair, yakni individu
yang sukses dalam melampaui tahap ini akan dapat beradaptasi dengan
keterbatasan yang dimilikinya, bertambah bijak menyikapi pross
kehidupan yang dialaminya, sebaliknya mereka yang gagal maka akan
melewati tahap ini dengan penuh stress, rasa penolakan, marah dan putus
asa terhadap kenyataan yang dialaminya.
Menurut World Health Organization (WHO) (2012) depresi adalah
gangguan mental yang umum , ditandai dengan kesedihan, kehilangan
minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau harga diri yang rendah,
susah tidur atau nafsu makan, perasaan kelelahan, dan kurang konsentrasi.
Depresi menyerang hampir semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi,
ras, dan budaya. Depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang
serius pada lansia meskipun pemahaman kita tentang penyebab dan
perkembangan pengobatan farmakologis dan psikoterai sudah sedemikian
maju (Stanley & Gauntlett, 2007).

3
Gangguan depresi sering ditemui pada lansia prevalensi selama
kehidupan, pada wanita 10%-25% dan pada laki-laki 5%-12% dan sekitar
15% penderita depresi melakukan usaha bunuh diri. walaupun depresi
paling sering pada wanita, kejadia bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-
laki usia muda dan tua. Prevalensi depresi yang dialami lansia bervariasi
bergantung pada situasi, mengenai lebih dari 20% lansia yang tinggal
didaerah komunitas, 25% lansia berada di rumah sakit dan 40% lansia
penghuni panti werdha. Gejala biologis depresi pada lanjut usia adalah
perubahan pola tidur ( terutama penurunan jumlah tidur dan bangun pada
dini hari), penurunan nafsu makan dan berat badan, perubahan mood yang
bervariasi dalam sehari (terutama memburuk pada pagi hari) (Mustiadi,
2014)

2. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi lansia
b. Untuk mengetahui apa itu depresi pada lansia
c. Untuk mengetahui pengaruh terapi spiritual untuk depresi pada lansia

3. Manfaat
a. Mengetahui definisi lansia
b. Mengetahui apa itu depresi pada lansia
c. Mengetahui pengaruh terapi spiritual untuk depresi pada lansia

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Lansia
a. Pengertian Lansia
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan
yang mengalami perubahan anatomi, fisiologi, dan biokimia pada jaringan
atau organ yang akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan
secara keseluruhan (Fatimah, 2010). Lanjut usia adalah seseorang yang
karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial.
Perubahan ini akan memberi pengaruh pada seluruh aspek kehidupan,
termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut perlu
mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan
agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembangunan (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1 dalam
Fatimah, 2010).

b. Klasifikasi Lansia
Menurut Mariam dkk (2012), dalam bukunya “Mengenal Lanjut
Usia Dan Perawatannya” menyebutkan bahwa klasifikasi lansia sebagai
berikut ini:
1) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia risiko tinggi
Seseorang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

5
4) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa
5) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain

c. Perubahan-Perubahan Pada Lansia


Menurut Stanley dan Gauntlett (2007) lansia mengalami penuaan
pada semua sistem tubuh lansia seperti pada sensori, integumen,
muskuloskeletal, neurologis, kardiovaskular, pulmonal, endokrin, renal
dan urinari, gastrointestinal, dan pada reproduksi.
1) Penurunan pada sistem sensoris
perubahan dalam penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal
dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk
melakukan akomodasi, kontriksi pupil akibat penuaan, dan perubahan
warna serta kekeruhan lensa mata (katarak).
2) Penuaan pada sistem integumen
Secara struktural kulit terdiri dari epidermis, dermis dan subkutis.
Penuaan pada kulit terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit
yang kendur. Perubahan kulit pada lapisan epidermis seperti waktu
penggantian sel meningkat yang mengakibatkan waktu penyembuhan
luka lambat, penurunan malnosit mengakibatkan perlindungan dari
sinar ultraviolet berkurang, penurunan sel langerhans mengakibatkan
respon terhadap pemeriksaan kulit berkurang.
3) Penuaan Pada Sistem Muskuloskeletal
Perubahan pada sistemmuskuloskeletal pada dilihat dari penurunan
tinggi badan yang progresif yang disebabkan oleh penyempitan diskus
intervertebrata sehingga postur tubuh lansia bungkuk dengan
penampilan barrel-chest.

6
4) Penuaan pada Sistem Neurologis
Perubahan struktural yang paling terlihat pada otak itu sendiri,
walaupun bagian lain dari SSP juga terpengaruh. Perubahan ukuran
otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan
ventrikel otak.
5) Penuaan pada Sistem Kardiovaskular
Meningkatnya usia, jantung dan pembuuh darah mengalami perubahan
baik struktural maupun fungsional. Penurunan yang terjadi berangsur-
angsur ini sering terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas,
yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi
6) Penuaan pada Sistem Pulmonal
perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan
terhadap perubahan fungsional pulmonal
7) Penuaan pada Sistem Endrokin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LHM, aktivitas tiroid,
basal metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron,
serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan
testosteron.
8) Penuaan pada Sistem Renal dan Urinaria
Sejumlah perubahan dalam penuaan nefron dan sistem sirkulasi yang
mempengaruhi proses pertukaran telah diketahui. Dalam nefron,
perubahan terjadi dalam glomerulus dan sistem tubular
9) Penuaan Sistem Gastrointestinal
enuaan terlihat pada rongga mulut dimana gigi yang mulai tanggal
akibat hilangnya tulang penyokong pada permukaan periosteal dan
peridontal.

7
2. Religiusitas
a. Pengertian Religiusitas
Religiusitas adalah keberagamaan yaitu suatu keadaan yang ada
didalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatanya terhadap agama (Jalaludin, 2003 dalam Rifqi,
2011). Menurut Daradjat (1991) dalam Rifqi (2011), religiusitas
merupakan satu sistem yang kompleks dari kepercayaan keyakinan dan
sikap-sikap dan upacara-upacara yang menghubungkan individu dengan
satu keberadaan atau kepada sesuatu yang bersifat ketuhanan.

b. Fungsi Religiusitas
1) Berfungsi sebagai edukatif
2) Berfungsi sebagai penyelamat
3) Berfungsi sebagai pendamaian
4) Berfungsi sebagai sosial kontrol
5) Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6) Fungsi transformatif
7) Fungsi kreatif
8) Fungsi sublimatif

c. Faktor yang mempengaruhi religius


menurut Thouless (1992) dalam Widiana, (2013) faktor-faktor
yang mempengaruhi sikap keagamaan adalah:
1) Pengaruh pendidikan atau engajaran dan sebagai tekanan sosial
(faktor sosial) ini mencakup semua pengaruh sosial dalam
perkembangan sikap keagamaan.
2) Bernagai pengalaman yang dialamioleh seseorang dalam membentuk
sikap keagamaan terutama pengalaman-pengalaman.
3) Faktor-Faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi

8
4) Berbagai proses pemikiran verbal atau proses intelektual dimana
faktor ini juga dapat mempengaruhi religiusitas individu.

3. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai kesedihan yang
sangat, perasaan bersalah dan tidak berharga, menarik diri dari orang lain,
serta kehilangan minat untuk tidur dan melakukan hubungan seks dan hal-
hal lain (Nasir dan Muhith, 2011). Depresi merupakan keadaan mental
yang dicirikan dengan terganggunya fungsi normal tubuh, suasana alam
perasaan yang sedih disertai dengan gejala perubahan pada pola tidur,
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, tidak dapat menikmati kesenangan
(anhedonia), kelelahan, tidak berdaya, rasa putus asa, dan ide bunuh diri
(Hadianto, dkk. 2014).

b. Etiologi depresi
Depresi tidak memiliki penyebab tunggal. Sebaliknya tamaknya
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, biologi, lingkungan, dan
psikologis

c. Faktor-Faktor Pencetus Terjadinya Depresi Pada Lansia


Ada beberapa faktor pencetus depresi pada lansia dalam stanley
dan gauntlett (2007)
1) Menurut Erickson tentang perkembangan psikososial, lansia yang
tidak berhasil menyelesaikan tahap-tahap perkembangan yang
diperlukan dan tidak berada pada tingkat kohesi, kedamaian di dalam
diri, dan kepuasan hidup beresiko mengalami keputusasaan.
2) Bagi lansia yang menghadai banyak stressor, sering kali kumulatif,
yang dapat mencetuskan depresi.
3) kehilangan objek, agresi ke dalam, dan kehilangan harga diri
merupakan faktor kritis dalam awitan gejala depresif.

9
4) Teori-teori kognitif mengemukakan bahwa pengaturan kognitif
negatif lansia dan distorsi interpretasi terhadap diri dan lingkungan
menyebabkan dan memperkuat depresi
5) Ketidakberdayaaan akibat stimuli yang tidak menyenangkan dan yang
menyebabkan hukuman merupakan dasar terjadinya depresi.
6) Neurotransmiter keempat dan disregulasi dan malfungsi
neuroendokrin merupakan penyebab depresi
7) Beberapa penyakit fisik yang sering terjadi pada lansia dapat
menyebabkan gejala-gejala depresi.

d. Dampak Depresi Pada Lansia


Depresi pada lansia dapat membawa dampak sebagai berikut (Blazer,
1982 dalam Arjadi, 2012):
1) Bunuh diri
2) Penurunan fungsi keseharian yang dapat mempercepat kematian
3) Peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan

e. Penatalaksanaan depresi pada lansia


Menurut Stanley dan Gauntlett (2007) lansia banyak menghadapi
depresi karena berbagai stresor. Intervensi yang tepat untuk mengatasi
depresi pada lansia dengan mengarahkan kembali minat-minat mereka,
mendorong aktivitas-aktivitas, termasuk melakukan aktivitas keagamaan
dan hubungan baru yang penuh makna. Selain itu intervensi lain juga
dapat dilakukan yaitu:
1) Mengkomunikasi perhatian
Perawat harus terus sensitif terhadap perasaan lansia yang
mengalami depresi dan mengetahui stigma yang melekat pada
berbagai bentuk penyakit mental. Klien harus diberitahu bahwa
perawat peduli terhadap mereka. Ada banyak cara mudah untuk
mengkomunikasikan penerimaan terhdap lansia depresi dan
permasalahannya, seperti bersikap tidak menghakimi dan tidak

10
menghukum, menyampaikan ketertarikan, dan mengizinkan merak
mengungkapkan emosi-emosi yang kuat.

2) Membantu klien menyadari bahwa mereka mengalami kesedihan


yang tidak wajar
Perawat membantu klien depresi menyadari bahwa mereka
mengalami kesedihan yang tidak wajar mengidentifikasi hal-hal
yang mereka sedihkan, seperti kehilangan dan duka cita yang mereka
alami. Mengungkapkan kenangan dan tinjauan hidup terbimbing
yang berfokus terhadap pada kejadian-kejadian di masa lalu (mis,
kunjungan keluarga, hobi dan aktivitas-aktivitas yang
menyenangkan) juga membantu orang depresi melihat hal-hal terjadi
tidak sedemikian buruk. Seringkali perawat perlu menunjukan hal-
hal positif yang mereka lihat pada diri klien depresi yang
memperkuat pemikiran bahwa mereka masih berarti.

3) Memberikan informasi tentang depresi


Klien berhak mendapatkan informasi yang akurat tentang depresi,
termasuk fakta bahwa depresi dapat terjadi di semua golongan usia.
Lansia depresi perlu mengetahui bahwa gejala-gejala adalah bagian
dari depresi dan dapat hilang jika teratasi.

4) Memodifikasi lingkungan fisik dan sosial


Sejumlah strategi lingkungan dapat digunakan untuk lansia depresi.
Contohnya antara lain meningkatkan input sensori dengan
menyalakan lampu, meningkatkan sentuhan dan pijatan.
Memberikan struktur, keamanan, dan konsistensi dengan
menjelaskan rutinitas institusi degan jelas meningkatkan rasa aman
pada diri klien. Perawat harus mendorong partisipasti klien depresi
dalam perawatan diri dan aktivitas-aktivitas lain serta meningkatkan

11
konsep dirinya dengan memberikan kesempatan kepada klien untuk
melakukan sesuatu dan melakukan dengan benar.

5) Penatalaksanaan pengobatan
Menggunakan obat antidepresi dan perawat harus mendorong lansia
minum obat sesuai resep, mengingatkan mereka.

6) Modalitas kelompok
Terapi kelompok sering berhasil digunakan diantara lansia karena
bersama dengan orang lain merupakan hal yang penting dalam
proses asuhan dan rehabilitasi depresi berkelanjutan. Berbagai jenis
terapi rehabilitatif sosial mungkin dilakukan : terapi yang berfokus
pada aktivitas dan meningkatkan rasa keterkaitan dengan orang lain,
terapi yang mendorong ingatan atau tinjauan hidup dan oleh karena
itu membantu penyelesaian masalah-masalah yang sama dan
meningkatkan identifikasi dengan pencapaian dimasa lalu, terapi
yang mengajarkan tentang penatalaksanaan kesehatan dan stres,
terapi yang menstimulusi rasa dan perbaikan respon terhadap
lingkungan, terapi yang membantu memenuhi kebutuhan akan
mencintai dan dicintai.

4. Literatur Review
a. Literatur Review 1
Penulis jurnal Parulian Gultom, Hendra Bidjuni, dan Vandri Kallo
judul jurnal Hubungan Aktivitas Spiritual Dengan Tingkat Depresi Pada
Lansia Di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Kota Manado. e-
jurnal Keperawatan (e-Kp) Volume 4 nomor 2, Agustus 2016. Metode
penelitian menggunakan metode survey analitik dengan pendekaan cross
sectional. Penelitian aktivitas spiritual menunjukkan bahwa terdapat 68%

12
responden di Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) Senja Cerah
Manado memiliki aktivitas spiritual tinggi yaitu sebanyak 34 responden.
Depresi pada lansia dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya
kehidupan ekonomi mereka yang tidak dijamin oleh keluarga sehingga
mereka harus tetap bekerja, ketakutan mereka untuk diasingkan oleh
keluarga, ketakutan tidak diperdulikan oleh anak-anaknya (Mustiadi,
2014).
Dari hasil yang didapat diatas terlihat bahwa aktivitas spiritual
mempengaruhi tingkat depresi pada lansia menurut Rahman (2010)
dikutip dalam Cahyono (2013) apabila seseorang semakin tumbuh dan
semakin dewasa maka pengalaman dan pengetahuan spiritual tersebut
semakin berkembang karena spiritual berkaitan erat dengan kehidupan
sehari-hari seorang individu.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di BPLU Senja Cerah Manado
dapat di Tarik kesimpulan sebagai berikut: terdapat responden dengan
kategori aktivitas spiritual tinggi pada lansia di BPLU Senja Cerah
Manado. Lansia di BPLU Senja Cerah Manado memiliki tingkat dpresi
ringan. Adanya hubungan aktivitas spiritual dengan tingkat depresi pada
lansia di BPLU Senja Cerah Manado.

b. Literatur Review 2
Penulis jurnal Saseno dan Siti Arifah, judul jurnal Efektivitas
Terapi Psikoreligius Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Lansia Di
Panti Sosial Tresna Werdha Abiyoso Sleman Yogyakarta. Jurnal
keperawatan jiwa volume 2 no.1, Mei 2014; 80-85. Metode penelitian
yang digunakan quasi eksperiment (experiment design) dengan rancangan
penelitian menggunakan non equivalent control group design. Hasil
penelitian yang dilakukan menggambarkan bahwa kelompok eksperimen
dengan analisis data menggunakan uji wilcoxon didapatkan skor Z
sebesar -4,638 dengan nilai p 0.001. Hal ini dapat diartikan bahwa terapi
psikoreligius efektif terhadap penurunan depresi.

13
Karakteristik depresi lansia dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
keaktifan dalam mengikuti kegiatan panti serta faktor internal dari lansia
itu sendiri yang mana diketahui bahwa penghuni panti berasal dari latar
belakang sosial budaya dan ekonomi serta spiritual yang berbeda-beda.
Perbedaan tingkat depresi lansia sebelum diberikan perlakuan dan setelah
mendapat perlakuan dapat digambarkan pada tabel berikut:

Tabel1. nilai mean pretest dan posttest

Kelompok Eksperimen Mean Standar Devisi

Pretest 11.000 5.465

Posttest 5.325 4.782

Berdasarkan tabel diatass dapat diketahui derajat depresi lansia di


PTSW Abiyoso sebelum diberikan erlakuan dengan nilai mean 11.000
setelah mendapatkan perlakuan berupa terapi psikoreligius depresi lansia
mengalami penurunan yang mana diketahui dari nilai mean sebesar 5.352.
Dari data tersebut diketahui adanya pengaruh yang signifikan dari terapi
psikoreligius terhadap penurunan tingkat depresi. Hal ini dapat diartikan
bahw aterapi psikoreligius efektif terhadap penurunan tingkat depresi.

c. Literatur Review
Penulis jurnal Arif Nurma Etika, judul jurnal Intervensi Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT) Menurunkan Depresi Pada Lansia.
NurseLine Journal vol. 1 no. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937. Jenis
penelitian adalah quasi eksperimental dengan menggunakan rancangan
pretest dan posttest design. Pemilihan sampel dalam penelitian adalah
dengan teknik purposive sampling. Pada penelitian didap rerata pretest
kedua kelomok menunjukkan depresi ringan dengan nilai geriatric

14
depression scale (GDS) kelompok kontrol 7,07 dan kelompok intervensi
7,20.
Pada posttest rerata kelompok intervensi nilai GDS 2,67
menunjukkan penurunan dari depresi ringan menjadi tidak depresi (87%),
sedangkan rerata kelompok kontrol 6,93 yaitu tetap pada depresi ringan.
Hasil uji t berpasangan didapatkan nilai p <0,05 yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan nilai GDS sebelum dan sesudah pemberian
terapi SEFT pada lansia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa SEFT
berpengaruh menurunkan depresi pada lansia. Oleh karena itu SEFT dapat
digunakan sebagai terapi komplementer dalam keperawatan untuk
menurunkan tingkat depresi pada lansia.

d. Literatur Review 4
Penulis jurnal Runingga Andami Nafa, judul Hubungan Tingkat
Religiusitas Dengan Tingkat Depresi Lansia Beragama Islam Di Panti
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk tingkat religiusitas 11.0% termasuk ke dalam
kategori baik, 65.5% kategori sedang dan 16,4% kategori buruk.
Sedangkan untuk tingkat depresi 60,7% termasuk ke dalam normal,
27,9% depresi ringan, dan 11,5% depresi berat. Ada hubungan antara
tingkat religiusitas dengan tingkat depresi lansia di PTSW Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan (p value = 0.000 r =0.558).
Analisa Bivariat didapatkan ada Hubungan Tingkat Religiusitas
Dengan Tingkat Depresi terlihat lansia yang rajin dalam melaksanakan
sholat, sholat berjamaan, mengikuti ceramah agama, mengikuti pengajian
lebih tenang dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Mereka lebih rajin
mengikuti kegiatan sehari-hari. Hubungan yang kuat antara tingkat
religiusitas dengan tingkat depresi sejalan dengan teori, dimana fungsi
religiusitas menurut Jalaludin (2004) yaitu fungsi edukatif, fungsi
penyelamat, fungsi perdamaian, fungsi sosial kontrol, fungsi solidaritas,
fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.

15
e. Literatur Review 5
Hasil pretest pada kelompok yang diberikan intervensi yang
mengalami stres ringan 17 lansia (94,4%) dan stress sedang 1 lansia
(5,6%). Pada kelompok kontrol semua dinyatakan mengalami stres
ringan sebanyak 18 lansia (100%). Kondisi stres pada mayoritas
responden baik kelompok intervensi dipengaruhi oleh masalah ekonomi
keluarga dan kepergian anak, menyebabkan responden gelisah dan
berpikir terlalu berat, terutama yang peran ganda yaitu sebagai kepala
keluarga dan tulang punggung keluarga yang harus memenuhi kebutuhan
sendiri dan rumah tangga tanpa kehadiran suami, sehingga memicu
responden harus berusaha menghadapi masalah sendirian, maka akan
timbul stres.
Mayoritas responden mengalami stress ringan dan terdapat
penurunan tingkat stress pada kelompok intervensi dengan jumlah
penurunan lebih besar dari pada penurunan pada kelompok kontrol.
Terapi religi khususnya zikir dan doa efektif terhadap penurunan tingkat
stres pada lansia janda di Posyandu Choirunisa desa Buntalan Klaten
Tengah, Klaten.

16
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Depresi merupakan keadaan mental yang dicirikan dengan
terganggunya fungsi normal tubuh, suasana alam perasaan yang sedih disertai
dengan gejala perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, tidak dapat menikmati kesenangan (anhedonia), kelelahan, tidak
berdaya, rasa putus asa, dan ide bunuh diri.
Depresi tidak memiliki penyebab tunggal. Sebaliknya tamaknya
disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, biologi, lingkungan, dan
psikologis.

2. Saran

Untuk semua pembaca yang sudah membaca Literatur Review yang


berjudul “Terapi Spiritual Untuk Depresi Lansia” ataupun yang menjadikan
referensi, penulis berharap dapat membuat literatur yang jauh lebih baik lagi
dikarenakan penulis menyadari banyak sekali kekurangan dari Literatur
Review yang berjudul “Terapi Spiritual Untuk Depresi Lansia” ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Etika, Arif Nurma. 2016. Intervensi Spiriitual Emotional Freedom Technique


(SEFT) Menurunkan Depresi Pada Lansia. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kediri NurseLine Journal Vol. 1 No.1 Mei 2016 ISSN 2540-
7937

Gultom, Parulian, dkk. 2016. Hubungan Efektifitas Spiritual Dengan Tingkat


Depresi Pada Lansia Di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Kota
Manado. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado 2016

Handayani, Sri. 2012. Efektivitas Terapi Religi Terhadap Penurunan Tingkat


Stress Pada Lansia Janda. Jurnal Dosen Keperawatan Stikes
Muhammadiyah Klaten 2012

Nafa, Runingga Andani. 2015. Hubungan Tingkat Religiusitas Dengan Tingkat


Depresi Lansia Beragama Islam Di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2015

Saseno, Siti Arifah. 2014. Efektivitas Terapi Psikoreligius Terhadap Penurunan


Tingkat Depresi Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Abiyoso Sleman
Yogyakarta. Jurnal Dosen Poltekkes Kemenkes Semarang Jurusan
Keperawatan 2014

18

Anda mungkin juga menyukai