Anda di halaman 1dari 14

PERSEMBAHAN YANG HIDUP

Ayat Inti Rom 12 : 1

Ayat Resp Rom 12:1-8

Pendahuluan

Persembahan arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


(KBBI) adalah: hadiah pemberian (kepada orang yang terhormat).
Dapat juga diartikan persembahan adalah suatu pemberian sebagai
wujud tanda kasih kita kepada seseorang yang kita kasihi.
Menurut biasanya orang banyak memberikan persembahan
ketika hari Raya Nyepi (agama hindu), hari raya Imlek (pesta rakyat
Tionghoa) dirayakan selama 15 hari. Hari raya idulfitri (agama Islam),
hari Natal dan Tahun baru (umat Kristiani). Ketika hari-hari besar
tersebut biasanya berbagai golongan tersebut memberikan
persembahannya lebih banyak dari yang biasanya.

Isi Khotbah

Apakah makna persembahan yang hidup? Roma 12: 1

1. Yang kudus dan berkenan kepada Allah

2. Ibadahmu yang sejati

1. Yang Kudus Dan Berkenan Kepada Allah


Apakah pesan Paulus kepada Jemaat di Roma berdasarkan
ayat tersebut? Adapun pesan Paulus berdasarkan ayat
tersebut adalah supaya mereka mempersembahkan diri
mereka kepada Allah, bukan sebagai persembahan hewan
kurban di altar, sebagai syarat oleh hukum Musa, melainkan
sebagai persembahan yang hidup?
Ilustrasi

• Persembahan Kain dan Habel (Kejadian 4:1-8)


4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, isterinya,
dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain;
maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak
laki-laki dengan pertolongan TUHAN."
4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel
menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.
4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain
mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada
TUHAN sebagai korban persembahan; 4:4 Habel juga
mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung
kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN
mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu,
4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-
Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya
muram. 4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu
panas dan mukamu muram? 4:7 Apakah mukamu tidak akan
berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak
berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat
menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
4:8 Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke
padang." Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul
Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.
Dalam pena Inspirasi menuliskan bahwa Kain dan
habel, anak-anak Adam, berada sekali dalam tabiat mereka.
Habel memiliki roh kesetiaan kepada Tuhan, sedangkan Kain
memanjakan roh pemberontakan dan bersungut-sungut
terhadap Allah oleh sebab kutuk yasng telah dijatuhkan ke
atas bumi ini dan kepada umat manusia karena dosa Adam.
Kedua bersaudara ini telah diuji, sebagaiman Adam diuji
sebelumnya, untuk membuktikan apakah mereka mau percaya
dan menurut firman Allah. Mereka mengetahui akan
persediaan yang telah diadakan untuk keselamatan manusia,
dan mengerti tata cara persembahan yang telah ditetapkan
oleh Allah. mereka harus menyatakan iman di dalam
Juruselamat yang dilambangkan oleh persembahan itu, dan
pada saat yang sama untuk mengetahui bahwa mereka
bergantung sepenuhnya kepada Dia untuk mendapatkan
pengampunan; dan mereka mengetahui bahwa dengan
mengikuti rencana Ilahi bagi penebusan mereka, mereka
membuktikan penurutan mereka kepada Allah. Tanpa
tercurahnya darah tidak aka nada peengampunan dosa; dan
mereka harus menunjukkan iman mereka di dalam darah
Kristus sebagai penebusan yang dijanjikan dengan cara
mempersembahkan anak sulung domba mereka sebagai
korban.
Kedua bersaudara ini sama-sama mendirikan mezbah
mereka dan masing-masing membawa persembahan. Habel
membawa satu korban dari antara kawanan dombanya sesuai
dengan petunjuk Tuhan. “Maka Tuhan mengindahkan Habel
dan korban persembahannya.” Api memancar dari surge
membakar korban itu. Tetapi kain telah melanggar petunjuk
dan perintah Tuhan yang jelas itu, dengan hanya membawa
persembahan buah-buahan. Tidak ada tanda-tanda dari surge
bahwa persembahannya diterima. Habel mengajak
saudaranya untuk menghampiri Allah dengan cara seperti
yang dijelaskan Tuhan tetapi bujukan Habel itu hanya
membuat kain lebih nekad untuk mengikuti kemauannya.
Sebagai anak sulung ia merasa terlalu tinggi untuk menerima
nasihat saudaranya, dan iapun menolaknya.
Kain datang kepada Allah disertai persungutan dan
tidak percaya di dalam hatinyasehubungan dengan korban
yang dijanjikan itu dan perlunya persembahan korban itu.
Pemberiannya tidak dinyatakan adanya pertobatan akan
dosanya.
“Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada
Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan
jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar,
karena Allah berkenan akan persembahan itu dank arena iman
ia masih berbicara, sesudah ia mati” Ibrani 11:4. Habel dapat
memahami prinsip-prinsip yang agung itu. Ia melihat dirinya
sebagai seorang yang berdosa dan ia melihat dosa serta
hukumannya yaitu kematian, beridiri diantara jiwanya dan
perhubungannya dengan Tuhan. Ia membawa korban yang
tersembelih itu kehidupan yang dikorbankan, dengan demikian
mengakui tuntutan-tuntutan hukum yang telah dilanggar.
Melalui darah yang tertumpah ia memandang kepada
korban yang akan dating, Kristusd yang mati di atas Salib
Golgota; dan sambal berharap kepada penebusan yang
diadakan di sana, ia mempunyai bukti bahwa ia benar dan
persembahannya diterima. (Alfa dan Omega jilid 1:5
• Persembahan Abraham (Kejadian 22)
Tulisan Roh Nubuat dalam buku Alfa dan omega jilid
1:13 menjelaskan bahwa; Tuhan telah memanggil Abraham
untuk menjadi bapa dari orang yang percaya, dan
kehidupannya harus nyata sebagai satu teladan iman kepada
generasi-generasi mendatang. Tetapi imannya tidaklah
sempurna. Ia telah menunjukkan Roh tidak percaya akan Allah
dengan menyembunyikan kenyataan bahwa Sarah adalah
istrinya, dan lagi dalam pernikahannya dengan Hagar. Agar ia
dapat mencapai ukuran yang tertinggi, Allah telah
menghadapkannya kepada satu ujian yang lain, yang terberat
yang pernah dihadapi manusia. Dalam satu khayal pada waktu
malam ia diperintahkan untuk pergi kebukit Moria, dan di sana
mempersembahkan anaknya sebagai korban bakaran di atas
satu gunung yang telah ditunjukkan kepadanya.
Perintah itu dinyatakan dengan kata-kata yang pasti
telah menyayat-nyayat hati bapa itu; “Ambillah anakmu yang
tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak… dan
persembahkan dia di sana sebagai korban bakaran,” Ishak
adalah terang rumah tangganya, penghibur dimasa tuanya, di
atas segala sesuatunya ahli waris daripada berkat yang
dijanjikan itu. Kehilangan seorang anak laki-laki seperti itu oleh
kecelakaan ataupun penyakit, akan menghancurkan hati bapa
yang berbahagia itu; itu akan membebani kepalanya yang
sudah memutih itu dengan kedukaan; tetapi ia telah
diperintahkan untuk mencurahkan darah anakitu oleh
tangannya sendiri. Banginya seolah-olah hal itu merupakan
sesuatu yang mustahil dan mengerikan.
Setan ada di samping untuk membisikkan kepadanya
bahwa ia pasti tertipu, karena hukum Allah perintahkan “jangan
membunuh,” dan Allah tidak akan menuntut sesuatu hal yang
pernah dilarangnya. Ia pergi ke luar dari kemahnya dan
menengadah ke langit yang terang dan cerah tak berawan,
dan mengingat kembali akan janji yang telah diadakan hampir
lima puluh tahun sebelumnya, bahwa benihnya (keturunannya)
akan menjadi seperti bintang-bintang yang tak terhitung
jumlahnya. Jikalau penjanjian ini akan digenapi melalui Ishak,
bagaimana mungkin ia harus dibunuh? Abraham tergoda,
begitu rupa seperti yang belum pernah dilakukannya
sebelumnya, ia meminta beberapa hal untuk meneguhkan
perintah itu jikalau memang ia harus laksanakan tugas yang
mengerikan itu. Ia mengingat malaikat-malikat yang diutus
untuk menyatakan kepadanya maksud Allah untum
membinasakan Sodom, dan menyampaikan kepadanya janji
akan diperoleh Ishak anaknya, dan ia perrgi ke tempat di mana
ia beberapa kali ia telah bertemu dengan pesuruh-pesuruh
surga itu, dengan pengharapan akan bertemu lagi dengan
mereka itu serta menerima petunjuk-petunjuk lebih jauh; tetapi
tidak seorangpun yang dating untuk menolongnya. Kegelapan
seolah-olah menyelubunginya; tetapi perintah Allah
berdengung ditelinganya; “Ambillah anakmu yang tunggal itu,
yang engkau kasihi, yakni Ishak.” Perintah itu harus diturut dan
ia tidak berlambat-lamabatan. Harinya semakin dekat, dan ia
harus memulai perjalanannya.
Waktu kembali ke kemahnya, ia pergi ke tempat di
mana Ishak sedang tertidur dengan nyenyaknya, anak muda
itu tertidur dengan tenangnya dan pada wajahnya seolah-olah
tidak ada tanda-tanda dosa. Sejenak lamanya bapa
memandang kepada wajah anak yang dikasihinya itu,
kemudian dengan gemetar ia meninggaalkan anak itu. Ia pergi
ke sisi Sarah istrinya juga sedang tertidur. Haruskah dia
membangunkan dia, agar sekali lagi memeluk anaknya?
Haruskah ia menceritakan kepadanya akan tuntutan Allah itu?
Ia rindu mencurahkan segenap beban batinnya kepada istrinya
itu, dan memberitahukan kepadanya tanggung jawab yang
menegerikan itu; tetapi ia dicegah oleh rasa takut jangan-
jangan ia akan menghalanginya. Ishak adalah anak
kebanggaan dan kesukaannya; kehidupan Sarah terikat di
dalam hidupnya, dan kasih ibu boleh jadi akan menolak
pengorbanan seperti itu.
Akhirnya Abraham membagunkan anaknya itu, dan
menceritakan kepadanya tentang perintah untuk
mempersembahkan korban di atas sebuah gunung yang jauh.
Ishak sudah sering pergi dengan bapanya untuk berbakti
dibeberapa dari antara mezbah yang menjadi tanda
pengembaraan bapanya, dan ajakan bapanya ini tidak
menimbulkan rasa heran kepadanya. Persiapan untuk
perjalanan itu dengan cepat diselesaikan. Kayau-kayu
dipersiapkan dan diletakkan di atas keledainya, dan disertai
dengan dua orang hambanya mereka pun berangkatlah.
Dengan berdampingan bapa dan anak itu menempuh
perjalanan tanpa berkata-kata. Bapa itu, sambal merenung-
renungkan rahasia yang menekan hatinya, tidak mempunyai
hasrat untuk berkata-kata. Pikirannya tetap tertuju kepada ibu
yang bangga dan berbahagia itu, dan kepada hari bilamana ia
akan pulang ke rumah seorang diri. Ia tahu dengan baik bahwa
pisau itu akan menikam jantung ibunya apabila itu akan
mencabut nyawa anaknya.
Hari itu- hari terpanjang dalam pengalaman hidup
Abraham dengan pelahan-lahan mendekati akhirnya.
Sementara anaknya dan orang muda itu tidur, ia
menggunakan malam itu untuk berdoa, masih mengharapkan
bahwa beberapa pesuruh surge akan dating, dan mengatakan
bahwa ujian itu sudah cukup, bahwa anak muda itu boleh
kembali dengan selamat, kembali kepada ibunya. Tetapi tidak
ada yang dating untuk meringankan beban yang menindih
jiwanya itu. Setan ada dekat untuk membisikkan kebimbangan
dan tidak percaya, tetapi Abraham menolak anjuran-anjuran
Iblis itu. Apabila mereka hendak memulaikan perjalanan
mereka pada hari yang ketiga, bapa itu sambil memandang ke
sebelah utara, melihat tanda yang dijanjikan, segumpal awan
kemuliaan menaungi Gunung Moria, dan ia mengetahui bahwa
suara yang berkata-kata itu berasal dari dari Surga.
Hingga sekarang ini ia tidak bersungut-sungut kepada
Allah, tetapi menguatkan jiwanya dengan merenung-
renungkan bukti-bukti tentang kebajikan dan kesetiaan Tuhan.
Putranya ini telah diberikan dengan tidak diduga-duga; dan
bukanlah Dia yang telah memberikan pemberian indah ini
mempunyai hak untuk mengambil kembali milik-Nya sendiri?
Kemudian iapun mengulangi janjinya itu, “yang akan disebut
keturunanmu ialah yang berasal dri Ishak” – satu benih yang
jumlahnya tak terhitung seperti butir-butir pasir ditepi laut.
Ishak adalah anak Mukzijat dan tidak dapatkah kuasa yang
telah memberikan hidup kepadanya itu memulihkan dia
kembali? Memandang jauh dibalik apa yang dapat dilihat,
Abraham memahami kata-kata Ilahi, “karena ia berpikir, bahwa
Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari
antara orang mati.” Ibrani 11:19.
Tetapi tidak seorangpun kecuali Tuhan yang dapat
mengerti betapa besarnya pengorbanan seorang bapa dalam
menyreahkan anaknya kepada kematian; Abraham
menghendaki agar jangan seorangpun kecuali Allah yang
menyaksikan perpisahan itu. Ia memerintahkan agar hamba-
hambanya menunggu di belakang, sambal berkata, “Aku
beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang,
sesudah itu kami kembali kepadamu.” Kayu – kayu itu
diletakkan di atas punda Ishak, seorang yang akan
dipersembahkan, bapa membawa pisau dana pi, dan
bersama-sama mereka naik ke puncak gunung, anak muda itu
dengan diam-diam bertanya-tanya dari manakah, ditempat
yang begitu jauh dari kandang dan dari kawanan domba,
korban itu akan datang. Akhirnya ia berbicara, “Bapa” “ di sini
sudah ada api dan kayu, tapi di manakah anak domba untuk
korban bakaran?” O, betapa satu ujian! Betapa kata mesra
“bapaku” itu menembus jantung Abraham! Belum - ia belum
dapat menceritakannya sekarang ini. “Anakku,” katanya, Allah
akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-
Nya.”
Di tempat yang telah ditetapkan mereka mendirikan
sebuah mezbah dan meletakkan kayu itu di atasnya.
Kemudian dengan suara yang gemetar, Abraham
memaparkan kepada anaknya tentang pekabaran Ilahi itu.
Adalah dengan disertai rasa gentar dan heran, Ishak
mengetahui akan nasibnya, tetapi ia tidak menolak.
Sebanarnya ia dapat melarikan diri dari kematiannya itu, kalau
saja ia mau berbuat demikian; orang tua yang dipenuhi
kesediahan itu, yang telah merasa kepayahan setelah
bergumuk dengan hebatnya selama tiga hari, tidak dapat
menolak keinginan orang muda yang masih kuat itu. Tetapi
Ishak telah dilatih sejak kecilnya untuk selalu siap menurut,
dan apabila maksud-maksud Allah dinyatakan kepadanya, ia
menunjukkan satu penyerahan yang sukarela. Ia adalah
seorang yang ikut ambil bagian dalam iman Abraham dan ia
merasa satu kehormatan untuk dipanggil menyerahkan
hidupnya sebagai satu persembahan kepada Allah. Dengan
lemah lembut ia berusaha ia berusaha meringankan kesedihan
bapanya, dan menolong tangan bapanya yang lemah
mengikatkan tali yang mengikat tubuhnya ke mezbah itu.
Dan sekarang kata-kata kasih yang terakhir diucapkan,
tetesan air mata berderai, pelukan yang terakhir dilakukan.
Bapanya mengangkat pisau itu untuk menyembelih anaknya,
dan tiba-tiba tangannya tertahan. Seorang malaikat berseru
dari surge kepadanya, “Abraham, Abraham.” Dengan cepat ia
menjawab, Ya Tuhan! Dan kembali suara itu terdengar:
“Jangan bunuh anak itu dan jangan kau apa-apakan dia,
sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan
Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan
anakmu yang tunggal kepada-Ku.”
Kemudian Abraham melihat “ seokor domba jantan di
belakangnya,yang tanduknya tersangkut dalam belukar,” dan
dengan cepat ia mengambil korban yang baru itu, dan ia
mempersembahkannya sebagai “pengganti anaknya” di dalam
kegembiraan dan rasa syukurnya, Abraham memberikan satu
nama yang baru bagi tempat yang suci itu “ TUHAN
menyediakan”.
Perbuatan iman Abraham yang besar itu berdiri sebagai
satu menara terang, yang menerangi jalan hamba-hamba
Allah di sepanjang zaman yang berikutnya.

Seperti apakah wujud praktis persembahan yang hidup?


Wujud praktis persembahan yang hidup:

Jawabannya Roma 12: 2 yaitu: kita hidup sebagai persembahan bagi


Allah dengan tidak menyesuaikan diri pada nilai-nilai duniawi. Istilah
dunia telah dibahas di dalam 1 Yohanes 2:1-16

Bagaimanakah caranya supaya orang percaya tidak


menyesuaikan diri kepada dunia?
• Jawabannya : Roma 12 : 2 => “Berubahlah oleh pembaruan
budimu.”
Langkah-Langkah dalam perubahan:
1. Kita perlu mendengarnya (Roma 10:17)
2. Membaca (Wahyu 1: 3)
3. Mempelajarinya (Kis 17:11)
4. Menghafalnya (Maznur 119-9-11
5. Merenungkannya (Mazmur 1:2-3)
6. Diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik (2 Timoteus 3:16)

2. 2. Ibadahmu Yang Sejati


Jawabannya Roma 12:3-8
Ilustrasi : Daniel, Hanaya, Misael dan Azarya
Bagaimana penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari
Ibadahmu Yang Sejati?
• Sering kita berkata Tuhan saya tidak pintar berbicara, alasan
kita sama spt Musa ketika Tuhan memanggil dan
mengutusnya utk menyelamatkan bangsanya dari Mesir. Lupa
bahwa ada sang Khalik pencipta yang dapat memberikan
kesanggupan kepadanya. Kita pun demikian kita lupa bahwa
ada masing-masing karunia Tuhan berikan kepada kita yaitu
Roma 12:4-8.

Kesimpulan

Pelajaran bagi kita dalam Roma 12:1-8 adalah :

1. Menjadi Persembahan yang hidup


2. Yang kudus dan berkenan kepada Allah
Dari yang dua ini disimpulkan itulah ibadahmu yang sejati.
• Konteks “ibadahmu yang sejati” menurut Roma 12:1
konsepnya adalah selain cara beribadah, tetapi bagaimana
cara kita untuk menerapkan (mempraktekkan) bhs batak
Mamparangehon Parangeni Yesus Kristus. (Matius 20:28)
itulah sebabnya Tuhan memberikan masing-masing kita
Karunia Roh utk melayani (Roma 12:4-8) lebih jelas apa itu
karunia –karunia Roh baca 1 Korintus 12:1-11.
• Ingat ilustrasi Kain dan Habel, Abraham, Daniel, Hananya,
Misael dan Azaria.
• Marilah kita pulang dari rumah Tuhan ini dengan membawa
penuh berkat dan Sukacita selamat Sabat, Tuhan Yesus
Memberkati kita semua Amin.!

Anda mungkin juga menyukai