Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL

TEORI SOSIAL INDONESIA REFLEKSI PEMIKIRAN SELO


SUMARDJAN

A. Biografi Selo Soemardjan

Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan adalah seorang tokoh
pendidikan dan pemerintahan Indonesia. Penerima Bintang Mahaputra Utama dari
pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan
Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi
dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). Beliau
merupakan sosok yang sangat disiplin dan selalu memberi teladan yang nyata.
Berkat sosoknya, masyarakat mendapatkan bekal banyak ilmu pengetahuan.
Berdasarkan batasan usia, seharusnya ia sudah purnatugas di Universitas
Indonesia (UI), namun ia tetap mengajar dengan semangat tinggi karena masih
dibutuhkan, . Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial
yang tinggi dan sulit untuk diam. Tidak hanya suka memerintah namun ia juga
memberikan teladan kepada orang di sekitarnya. Bisa dibilang, hidupnya lurus,
bersih, dan sederhana ( https://id.wikipedia.org/wiki/Selo_Soemardjan ).

Pada masa hidupnya, beliau dikenal sebagai orang yang tidak suka
memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana.
Beliau juga seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling
teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan
keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan
sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi
dalam mengabdi kepada masyarakat( http://arsip.infoakademika.com/profil-
akademisi/07/prof.-dr.-selo-soemardjan.html ) .
Selo Sumardjan dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan
Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro,
adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek,
Soemardjan- begitu nama aslinya- mendapat pendidikan Belanda. Nama Selo dia
peroleh setelah menjadi camat di Kabupaten Kulonprogo. Ini memang cara
khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-
masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai
sosiolog. Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang
mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu.
Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain. (
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2296-
bapaksosiologi-indonesia ).

Sebagai ilmuwan, Selo memiliki beberapa karya yang sudah


dipublikasikan di antaranya Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10
Mei 1963 di Sukabumi (1963), dan Desentralisasi Pemerintahan (Beliau
merupakan sosok yang sangat disiplin dan selalu memberi teladan yang nyata.
Berkat sosoknya, masyarakat mendapatkan bekal banyak ilmu pengetahuan.
Berdasarkan batasan usia, seharusnya ia sudah purnatugas di Universitas
Indonesia (UI), namun ia tetap mengajar dengan semangat tinggi karena masih
dibutuhkan, . Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial
yang tinggi dan sulit untuk diam. Tidak hanya suka memerintah namun ia juga
memberikan teladan kepada orang di sekitarnya. Bisa dibilang, hidupnya lurus,
bersih, dan sederhana (https://id.wikipedia.org/wiki/Selo_Soemardjan ).

Sebagai ilmuwan, Selo memiliki beberapa karya yang sudah dipublikasikan di


antaranya Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di
Sukabumi (1963), dan Desentralisasi Pemerintahan.

 ( https://id.wikipedia.org/wiki/Selo_Soemardjan ).
B. Konsep Perubahan Sosial Selo Soemardjan

Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam
hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan
perubahan. Adanya perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita
melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa
tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada
waktu yang lampau. Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, pada
dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap
masyarakat kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan. Tetapi
perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lain tidak selalu sama. Hal ini di karenakan adanya suatu masyarakat yang
mengalami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat
lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menonjol atau
tidak menampakkan adanya suatu perubahan yang terjadi di masyarakat. Juga
terdapat adanya perubahan yang memiliki Setiap masyarakat manusia selama
hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, yang dapat berupa perubahan
yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Adapula perubahan-
perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta adapula
perubahan - perubahan yang lambat sekali, tetapi adapula yang berjalan
dengan cepat.

Perubahan-perubahan hanya  akan ditemukan oleh seseorang yang


sempat meneliti susunan dan kehidupan dari suatu masyarakat pada suatu
waktu yang membandingkanya dengan susunan dan kehidupan masyarakat
tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak sempat menelaah
susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia misalnya akan
berpendapat bahwa masyarakat tersebut akan statis atau tidak maju dan tidak
berubah. orang - orang desa sudah mengenal perdagangan, alat-alat
transportasi modern bahkan dapat mengikuti berita mengenai daerah lain
melaui radio dan televisi.(file:///C:/Users/ASUS/Downloads/368810764-
Refleksi-Pemikiran-Selo-Soemardjan-Terhadap-Perubahan-Sosial-Di-
Indonesia.pdf ).

Menurut Selo Soemardjan ( dalam Soerjono Soekanto,2006 : 263 ),


berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada
lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi
sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola
perilaku di antara kelompok dalam masyarakat.

Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi: Sosiologi adalah ilmu


kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial
termasuk perubahan social ( https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_Sosiologi ).

Perubahan sosial yang merupakan pemikiran dari Selo Sumardjan


merupakan bagian dari ilmu sosiologi yang mencoba memotret dinamika
sosial masyarakat. Perubahan sosial dalam konsep pemikiran Selo
Sumardjan adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai
sosial, sikap dan pola tingkah laku antar kelompok dalam masyarakat
( dalam Nasiwan dan Wahyuni. 2016 : 182 ).
Perubahan sosial disini berasal dari perubahan-perubahan ideology politik
dalam masyarakat Jawa terutama di Yogyakarta. Untuk mendalami proses
perubahan sosial perlu mengetahui siapa pelopor perubahan (agent of change).
Pelopor perubahan adalah seseorang atau sekelompok orang yang dipercayai oleh
masyarakat sebagai pemimpin dalam salah satu atau beberapa lembaga sosial.
Kelompok ini berkontribusi untuk menetapkan kaidah sistem sosial baru atau
yang diperbarui ( https://guruips12.blogspot.com/2015/10/teori-perubahan-sosial-
selo-soemardjan.html ),

Dalam karya Selo Sumardjan, (2009) perubahan politik dan pemerintahan


di Yogyakarta diprakarsai oleh Sultan Hamengkubuwono atau oleh pemerintah
propinsi di bawahnya. Dalam konteks ini perubahan sosial memunculkan dua
aspek penting tentang dugaan bahwa perubahan sosial ini disengaja atau tidak
disengaja. Perubahan sosial yang disengaja adalah perubahan yang telah diketahui
dan direncanakan sebelumnya oleh anggota masyarakat yang berperan sebagai
pelopor perubahan. Adapun perubahan yang tidak disengaja adalah perubahan
yang terjadi tanpa diketahui atau direncanakan sebelumnya oleh anggota
masyarakat. Dalam perubahan sosial di Yogyakarta, perubahan sosial yang
disengaja adalah perubahan pemerintahan, sedangkan perubahan yang tidak
disengaja adalah pola semakin kuatnya masyarakat padukuhan, termasuk pula
hilangnya kaum bangsawan secara berangsur-angsur dari kedudukan kelas atas
dalam masyarakat. Perubahan ini yang disengaja di dalam proses pemerintahan
dimulai dari yang sangat sentralisir dan otokratis menjadi pemerintahan yang
didesentralisir dan demokratis ( https://guruips12.blogspot.com/2015/10/teori-
perubahan-sosial-selo-soemardjan.html ),

Menurut Selo Sumardjan ( dalam Nasiwan dan Wahyuni. 2016 : 183 ) ,


pada tahun 1957 pemerintah propinsi mengeluarkan keputusan untuk
memberi para pemilik tanah di pedesaan hak waris dalam memiliki
tanah. Keputusan ini tidak lebih dari suatu keberlanjutan logis dari
perubahan yang disengaja yaitu untuk memberi kaum tani hak waris
untuk menggarap sawah. Perubahan ini mendorong demokratisasi dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pemikiran
ini justru bersumber dari permasalahan di masyarakat akibat
kurangnya hak atas tanah yang kemudian diselesaikan melalui
pemikiran yang demokratis dan kontekstual pad masanya.
Konteks tersebut diatas sebenarnya merupakan gagasan yang sangat tepat yang
pada awal tahun 2000, pada era reformasi diterapkan di Indonesia dalam bentuk
otonomi daerah, dimana tiap - tiap daerah memiliki kemungkinan porsi untuk
pengelolaan yang lebih mandiri. Harapannya dengan otonomi daerah, proses
pemerintahan akan lebih dekat ke rakyat dengan hasil kesejahteraan rakyat akan
meningkat karena hasil bumi yang ada di suatu wilayah akan diolah dan
digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Menurut Sumardjan ( dalam Nasiwan dan Wahyuni. 2016 : 183 )
menyatakan Pemikiran ini menunjukkan bahwa demokrasi sebenarnya sudah ada
dalam pikiran Selo Sumardjan dan berasal dari kearifan lokal seorang raja di
Yogyakarta yang mendorong perubahan sosial di tataran masyarakat yang
hasilnya luar biasa bagi perkembangan dan dinamika masyarakat khususnya di
Yogyakarta. Proses perubahan sosial yang terjadi di Yogyakarta, ketika itu
memunculkan dalil-dalil umum yang merupakan karakteristik perubahan sosial
sebagai berikut:

1. Kalau ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi hambatan-


hambatan yang merintangi tahap permulaan proses perubahan, maka
hasrat akan perubahan sosial bisa berubah menjadi tindakan untuk
mengubah.
2. Orang-orang yang mengalami tekanan kuat dari luar cenderung
mengalihkan agresi balasan mereka dari sumber tekanan yang sebenarnya
ke sasaran-sasaran materiil yang ada sangkut pautnya dengan sumber itu.
3. Rakyat yang tertekan oleh kekuatan luar cenderung untuk berkerjasama
dengan kekuatan luar, tetapi hanya untuk mempertahankan ketentraman
jiwa mereka.
4. Orang-orang yang tertekan cenderung untuk menjadi lebih agresif. Hal ini
disebabkan mereka semakin menyadari adanya kesenjangan antara
keadaan hidup sekarang dengan keadaan yang diinginkan.
5. Proses perubahan social di kalangan para pelopor-pelopornya bermula
dari pemikiran ke sesuatu di luar (eksternal). Di kalangan para warga
masyarakat lainnya, proses itu berlangsung dari sesuatu di luar (eksternal)
ke sesuatu yang bersifat kelembagaan.
6. Harta kekayaan yang diinginkan, tetapi tidak bisa lagi diperoleh karena
jalan itu tertutup oleh kekuatan-kekuatan luar sehingga telah kehilangan
nilai sosialnya oleh rasionalisasi. Dalam hal yang ekstrim, harta kekayaan
itu tidak dihargai.
7. Rakyat menolak perubahan karena berbagai alasan, antara lain:
a. Mereka tak memahaminya,
b. Perubahan itu bertentangan dengan nilai-nilai serta normanorma
yang ada,
c. Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan
yang ada (vested interest) cukup kuat menolak perubahan,
d. Resiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar dari
pada jaminan sosial dan ekonomi yang bisa diusahakan,
e. Pelopor perubahan ditolak.
8. Perubahan-perubahan yang tidak merata pada berbagai sektor kebudayaan
masyarakat cenderung menimbulkan ketegangan - ketegangan yang
mengganggu keseimbangan sosial,
9. Dalam proses perubahan social, kebiasaan-kebiasaan lama dipertahankan
dan diterapkan pada inovasi sehingga tiba saatnya kebiasaan-kebiasaan
baru yang lebih menguntungkan menggantikan yang lama,
10. Kalau rakyat terus menerus tidak diberi kesempatan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan sosialnya, mereka cenderung beralih merenungkan
hal bukan keduniawian untuk mendapatkan ketentraman jiwa. Dalam hal
sebaliknya, mereka cenderung untuk menjadi lebih sekuler dalam sistem
kepercayaannya,
11. Suatu perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pelopor
yang berlawanan dengan kepentingan-kepentingan pribadi (vested
interests) cenderung untuk berhasil,
12. Perubahan yang dimulai dengan pertukaran pikiran secara bebas diantara
para warga masyarakat yang terlibat, cenderung mencapai sukses yang
lebih lama daripada perubahan yang dipaksakan dengan dekrit pada
mereka,
13. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka akan disertai dengan
perubahan dari sistem komunikasi vertical satu arah ke arah sistem
komunikasi vertikal dua arah,
14. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka cenderung untuk
mengalihkan orientasi rakyat dari tradisi. Maka, mereka menjadi lebih
mudah menerima perubahan - perubahan yang lainnya,
15. Semakin lama dan semakin berat penderitaan yang telah dialami oleh
rakyat karena berbagai ketegangan psikologis dan frustasi, maka semakin
tersebar luas dan cepat kecenderungan perubahan yang akan menuju pada
kelegaan.

Contoh: Perubahan dalam struktur adalah perubahan jumlah penduduk, perubahan


status sosial, perubahan pelapisan sosial, sedangkan perubahan dalam fungsi
sosial antara lain ayah di rumah dan ibu bekerja. Di sini terjadi perubahan fungsi
ayah dengan fungsi ibu.

Ada dua teori utama mengenai perubahan social, yaitu teori siklus dan
teori perkembangan. Kedua teori perubahan sosial itu akan dijelaskan dalam
(https://guruips12.blogspot.com/2015/10/ ) sebagai berikut :

a. Teori Siklus

Teori siklus menjelaskan bahwa perubahan sosial bersifat siklus


artinya berputar melingkar. Menurut teori siklus, perubahan social
merupakan sesuatu yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu
titik tertentu, tetapi berputar-putar menurut pola melingkar.  Pandangan
teori siklus ini, yaitu perubahan sosial sebagai suatu hal yang berulang-
ulang. Apa yang terjadi sekarang akan memiliki kesamaan atau kemiripan
dengan apa yang ada di zaman dahulu. Di dalam pola perubahan ini tidak
ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas
antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas.
Pandangan teori siklus sebenarnya telah dianut oleh bangsa
Yunani, Romawi, dan Cina Kuno jauh sebelum ilmu sosial modern lahir.
Mereka membayangkan perjalanan hidup manusia pada dasarnya
terperangkap dalam lingkaran sejarah yang tidak menentu.

b. Teori Perkembangan atau Teori Linier

Menurut teori ini perubahan sosial bersifat linier atau berkembang


menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Penganut teori ini percaya bahwa
perubahan sosial bisa direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan
tertentu. Masyarakat berkembang dari tradisional menuju masyarakat
kompleks modern.

Pandangan tentang teori linier dikembangkan oleh para ahli social


sejak abad ke-18, bersamaan dengan munculnya zaman pencerahan di
Eropa yang berkeinginan masyarakat lebih maju. Teori linier dapat dibagi
menjadi dua, yaitu teori evolusi dan teori revolusi. Teori evolusi melihat
perubahan secara lambat, sedangkan teori revolusi melihat perubahan
secara sangat drastis. Menurut teori evolusi bahwa masyarakat secara
bertahap berkembang dari primitif, tradisional, dan bersahaja menuju
masyarakat modern.

Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan


pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial
adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat, yang  Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar,
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-
sikap dan pola-pola diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya
mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah
unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui
norma. 

perubahan-perubahan dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-


norma sosial, pola-pola organisasi prilaku, susunan lembaga
kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya karena luasnya
bidang dimana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebutbila
seseorang hendak membuat penelitian, perlulah terlebih dahulu ditentukan
secara tegas perubahan apa yang dimaksudnya, dasar penelitianya
mungkin tak akan jelas apabila hal tersebut tidak dikemukakan terlebih
dahulu. Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat banyak
sosiologi modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah
perubahan sosial dalam kebudayaan dalam masyarakat. 

C. Perubahan Sosial di Yogyakarta


Pemikiran utama dari Selo Sumardjan bersumber dari karya beliau
yang dibukukan dengan judul “Perubahan Sosial di Yogyakarta”. Buku ini
mengkaji dan menjelaskan perubahan sosial masyarakat Jawa di Yogyakarta.
Perubahan sosial yang dikupas di buku ini tidak melihat pada proses
perubahan masyarakat yang diakibatkan oleh berbagai proses perkembangan
biologis, seperti pertumbuhan penduduk dan pergantian generasi. Perubahan
sosial yang digagas Selo Sumardjan justru berfokus pada perubahan di dalam
lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, yang di
dalamnya termasuk nilai, norma, sikap dan tingkah laku.
Selo Sumardjan memusatkan studinya tentang perubahan sosial di
lembaga-lembaga politik yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada
kurun waktu masa penjajahan Belanda (1775-1942), masa pendudukan Jepang
(1942-1945) dan perjuangan kemerdekaan nasional yang berlangsung selama
empat tahun. Perubahan-perubahan dalam tata pemerintahan DIY dari tingkat
atas hingga tingkat pedesaan dilaksanakan oleh penguasa daerah, yaitu sultan.
Sultan Hamengkubuwono IX mendahului kebijakan desentralisasi yang
diharapkan dari pemerintah nasional Indonesia. Perubahan yang sama itu
terjadi pada lembaga-lembaga ekonomi, pendidikan serta dalam sistem kelas
di masyarakat. Perubahan sosial di Yogyakarta menarik karena Yogyakarta
memiliki subkultur yang berbeda dengan masyarakat Jawa lainnya dimana
Yogyakarta merupakan daerah swaparaja (Kesultanan) yang tetap
mempertahankan banyak tatanan feodal (Sumardjan, 2009). Menurut Sunyoto
Usman (Gunawan, 2010), faktor penting dalam perubahan masyarakat Jawa
terutama di Yogyakarta adalah ideologi politik. Ideologi politik dalam
perspektif sosiologi bisa dilihat dari 2 hal. Pertama, status dan peran
masyarakat sipil dalam hubungannya dengan negara, dari dalam posisi
subordinasi (didominasi, diabaikan) dalam proses perumusan dan eksekusi
keputusan yang

D. Pengaruh Perubahan Sosial

Penyebab Perubahan Sosial Prof.Dr.Soerjono  Soekanto menyebutkan, ada


dua faktor yang menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu

1. Faktor Intern
a. Bertambah dan berkurangnya penduduk
b. Adanya penemuan-penemuan baru yang meliputi berbagai proses,
seperti di bawah ini :
1) Discovery, penemuan unsur kebudayaan baru
2) Invention, pengembangan dari discovery
3) Inovasi, proses pembaharuan
c. Konflik dalam masyarakat Konflik (pertentangan) yang dimaksud adalah
konflik antara  individu dalam masyarakatnya, antara kelompok dan lain-
lain.
d. Pemberontakan dalam tubuh masyarakat

Revolusi Indonesia 17 Agustus 1945 mengubah struktur pemerintahan


colonial menjadi pemerintah nasional dan berbagai perubahan struktur
yang mengikutinya.

2. Faktor Ekstern
a) Faktor alam yang ada di sekitar masyarakat yang berubah, seperti
bencana alam
b) Pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan
antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki kebudayaan yang
berbeda. Akulturasi dan asimilasi kebudayaan.

E. Kebudayaan

Kebudayaan menurut Selo adalah apabila diambil dari definisi


kebudayaan dari taylor yang mengatakan bahwa kebudayaan adalah suatu
kompeks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian
(https://guruips12.blogspot.com/2015/10/ ).

Moral, hukum dan adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan
manusia sebagai warga masyarakat, perubahan - perubahan kebudayaan
merupakan setiap perubahan dari unsure - unsur tersebut
(https://guruips12.blogspot.com/2015/10/ ).

Faktor yang menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan.


Apabila di teliti lebih mendalam mengenai sebab terjadinya suatu perubahan
masyarakat mungkin dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak
memuaskan, mungkin saja perubahan terjadi karena ada faktor baru yang
lebih memuaskan masyarakat, mungkin saja masyarakat mengadakan
perubahan itu dengan terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu faktor dengan
faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu. Sebab-sebab
yang bersumber dakam masyarakat itu sendiri antara lain adalan bertambah
atau berkurangnya penduduk, adanya penemua-penemuan baru, dan terjadinya
pemberontakan atau revolusi (https://guruips12.blogspot.com/2015/10/teori-
perubahan-sosial-selo-soemardjan.html ).
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi terbaru. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Nasiwan dan Wahyuni. 2016. Seri Teori – Teori Sosial Indonesia. Yogyakarta :
UNY Press.

https://guruips12.blogspot.com/2015/10/teori-perubahan-sosial-selo-
soemardjan.html ( Diakses pada 10 November 2019 )

https://id.wikipedia.org/wiki/Selo_Soemardjan ( Diakses pada 10 November


2019).

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2296-
bapaksosiologi-indonesia. ( Diakses pada 12 November 2019 ).

Anda mungkin juga menyukai