Anda di halaman 1dari 112

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

KONDISI FROZEN SHOULDER e.c POST OP 1/3


FRAKTUR CLAVICULA DENGAN MODALITAS
INFRA RED (IR), TENS DAN PNF dengan TEKNIK
HOLD RELAX

HALAMAN JUDUL LUAR


PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Tugas dan Memenuhi Persyaratan


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh :

Nurul Fajar Sakinah

NPM. 1017001921

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020

i
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
KONDISI FROZEN SHOULDER e.c POST OP 1/3
FRAKTUR CLAVICULA DENGAN MODALITAS
INFRA RED (IR), TENS DAN PNF dengan TEKNIK
HOLD RELAX

HALAMAN JUDUL DALAM


PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Tugas dan Memenuhi Persyaratan


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh :

Nurul Fajar Sakinah

NPM. 1017001921

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN
2020

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di depan Tim Penguji


Proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PENATALAKSANAAN
FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER e.c POST OP 1/3
FRAKTUR CLAVICULA DENGAN MODALITAS INFRA RED (IR), TENS
DAN PNF dengan TEKNIK HOLD RELAX” Program Studi Diploma III
Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan

Diajukan Oleh :

Nama: Nurul Fajar Sakinah

NPM : 1017001921

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing

Ade Irma Nahdliyyah.SSt.FT.,M.Fis


NPP. 111009195
HALAMAN PENGESAHAN

Dipersembahkan Didepan Dosen Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah

Mahasiswa Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalomgan

dan diterima untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dan

menyelesaikan program pendidikan Diploma III Fisioterapi.

Hari :

Tanggal : 2020

Tim Penguji Proposal Karya Tulis Ilmiah

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua Ade Irma Nahdliyyah,SSt.Ft, M.Fis ( )

Anggota I Andung Maheswara Rakasiwi,SST.FT.M.Fis ( )

Disahkan Oleh

Dekan Fakultas Ilmu Pekalongan

Unversitas Pekalongan

(Drs. Imam Purnomo, M.Kes)


NPP.111019373
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini merupakan Karya saya sendiri (ASLI), dan isi dalam Proposal Karya

Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain atau

kelompok lain untuk memperoleh gelar akademisi suatu institusi pendidikan, dan

sepanjang pengetahuan kami juga tidak terdapat karya atau terdapat yang pernah

ditulis dan atau diterbitkan oleh orang lain atau kelompok lain, kecuali yang

secara tertulis diakui dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pekalongan : 2020

Nama : Nurul Fajar Sakinah

NPM : 1017001921

Penulis

Nurul Fajar Sakinah


HALAMAN PERSEMBAHAN

Sujud syukurku kudambahkan kepadaMu ya Allah, Tuhan Yang Maha

Agung dan Maha Tinggi. Atas kehadiranMu saya bias mnjadi pribadi yang

berpikir, berilmu beriman dan bersabar. Smoga keberhasilan ini menjadi satu

langkah awal untuk masa depanku dalam meraih cita-cta saya.

Dengan ini saya persembahkan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini kepada :

1. Bapak dan Ibu tercicinta, terkasih, tersayang yang telah memberikan

segala dukungan baik moral maupun material, semoga saya bisa

membahagiakan kedua orangtua saya, terimakasih atas cinta dan kasih

sayang serta semangat yang telah diberikan yang tak kenal waktu.

2. Untuk kedua kakak saya, Mba Anis dan Mas Yuda tersayang yang telah

memberikan segala dukungan baik moral maupun material, terimakasih

atas cinta dan kasih sayang serta semangat yang telah diberikan.

3. Untuk Dia yang telah berjuang untuk saya.

4. Untuk sahabat-sahabat saya Era, Leni, Rido, Bayu, Iyan yang telah

menemani saya baik senang maupun susah.

5. Untuk saudara, sahabat-sahabat yang menemaniku dalam susah maupun

senang.

6. Dosen yang telah mengajari serta membimbingku banyak hal hingga saat

ini.

Teman seperjuangan Diploma III Fisioterapi Ilmu Kesehatan Universitas


Pekalongan 2017 yang telah selalu menemani sehari-hariku dengan suka cita dan
untuk almamaterku tercinta sebagai tanda terima kasih.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya atas kemudahan, kelancaran, serta semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN


1
SHOULDER e.c POST OP /3 FRAKTUR CLAVICULA DENGAN

MODALITAS INFRA RED (IR), TENS DAN PNF dengan TEKNIK HOLD

RELAX” ini dengan baik. Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka

persyaratan menyelesaikan Program Studi Diploma III Fisioterapi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Pekalongan. Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, pada kesempatan ini kami

ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak H. Suryani, SH.M.HUM selaku rektor Universitas Pekalongan.

2. Bapak Drs. Imam Purnomo, M.Kes selaku dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pekalongan.

3. Bapak Andung Maheswara Rakasiwi, SST.FT.,M.Fis selaku ketua

Program Studi Diploma III Fisioterapi Unikal.

4. Ibu Ade Irma Nahdliyyah, SST.Ft.,M.Fis selaku dosen pembimbing

Proposal Karya Tulis Ilmiah Program Diploma III Fisioterapi Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan, terima kasih atas bimbingan yang

telah diberikan kepada saya.

5. Bapak dan ibu dosen program Studi Diploma III Fisioterapi Unikal.

vii
6. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan semangat, nasihat, dukungan,

pengorbanan, doa, bimbingan, serta ketulusan kasih sayang. Terima kasih

atas semua yang kalian berikan padaku.

7. Untuk teman-teman fisioterapi seperjuangan yang selalu mendampingi dan

member semangat pada saya, semoga waktu kebersamaan kita selama ini

dapat bermanfaat dan persahabatan kita tak lekang oleh waktu. Semoga

kita semua sukses.

Dengan banyaknya kekurangan serta keterbatasan pengetahuan dan bacaan

sebagai literature penyusunan dari penulis, maka penulis menyadari Proposal

Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna, harapan penulis semoga apa yang telah

penulis tuangkan dalam Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberi manfaat

bagi saya sendiri sebagai penulis, institusi, mahasiswa ilmu kesehatan, masyarakat

umum maupun pihak-pihak yang membutuhkan. Amin.

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Table of Contents
HALAMAN JUDUL LUAR...................................................................................i
HALAMAN JUDUL DALAM..............................................................................2
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
SURAT PERNYATAAN.......................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................6
KATA PENGANTAR.............................................................................................7
DAFTAR ISI............................................................................................................9
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................11
DAFTAR TABEL..................................................................................................12
DAFTAR ISTILAH...............................................................................................13
DAFTAR SINGKATAN.......................................................................................14
LAMPIRAN...........................................................................................................15
BAB I.....................................................................................................................17
PENDAHULUAN.................................................................................................17
A. Latar Belakang.......................................................................................17
B. Rumusan Masalah..................................................................................22
C. Tujuan Penelitian...................................................................................23
D. Manfaat Penelitian.................................................................................24
BAB II....................................................................................................................27
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................27
A. Deskripsi Kasus.......................................................................................27
1. Definisi................................................................................................27
2. Etiologi................................................................................................28
3. Anatomi...............................................................................................29
4. Patologi...............................................................................................36
5. Tanda dan Gejala................................................................................38

ix
6. Catatan klinis......................................................................................39
7. Diagnosis banding..............................................................................40
8. Komplikasi..........................................................................................40
9. Pemeriksaan Obyektif........................................................................41
10. Diagnosa fisioterapi...........................................................................52
11. Prognosis.............................................................................................53
12. Tujuan fisioterapi...............................................................................54
13. Teknologi intervensi fisioterapi........................................................55
B. Objek Yang Dibahas..............................................................................66
1. Nyeri....................................................................................................66
2. Lingkup gerak sendi atau ROM........................................................67
3. Spasme Otot........................................................................................69
4. Kekuatan Otot.....................................................................................70
5. Aktivitas Fungsional..........................................................................71
C. Kerangka Berpikir................................................................................74
BAB III..................................................................................................................75
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................75
A. Desain Penelitian...................................................................................75
B. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................75
C. Subjek Peneltian....................................................................................76
D. Variabel Penelitian................................................................................76
E. Instrumen Penelitian.............................................................................77
F. Teknik Analisis Data.............................................................................78
G. Metode Pengumpulan Data dan Analisis data....................................80
H. Jalannya Penelitian...............................................................................81
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................82

x
DAFTAR GAMBAR

xi
DAFTAR TABEL

xii
DAFTAR ISTILAH

Freezing Phase : fase beku


Eksorotasi : memutar ke luar
Idiopatik : belum diketahui penyebabnya
Stiffness or Frozen Phase : fase kaku
Thawing Phase : fase mencair
Pasif : gerakan yang dibantu
Lesi : lumpuh

xiii
DAFTAR SINGKATAN

AC : Adhesive capsulitis
FS : Frozen Shoulder
OS : Osteologi

xiv
LAMPIRAN

xv
xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggota gerak atas memiliki keterlibatan yang sangat tinggi

dalam semua aktifitas. Tangan dan lengan sebagai peran utama,

sehingga bila ada gangguan tentu akan mengganggu mobilitas dan

kegiatan manusia. Kegiatan dasar berupa gerak adalah kebutuhan dan

tuntukan manusia terutama dalam era globalisasi seperti sekarang.

Seluruh aktifitas yang dilakukan sehari-hari banyak bergantung

terutama pada fungsi anggota gerak atas. American Shoulder dan

Elbow Surgeons mendefinisikan frozen shoulder sebagai kondisi

etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak

aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam.

Banyak fisioterapis percaya frozen shoulder termasuk kondisi yang

sulit untuk dipecahkan.(Varcin, L: 2013).

Adhesive capsulitis (AC), juga dikenal sebagai frozen shoulder,

kondisi menyakitkan pada bahu yang berjangka lebih dari 3 bulan.

Kondisi peradangan yang menyebabkan fibrosis kapsul sendi

glenohumeral ini disertai dengan kekakuan yang progresif secara

bertahap dan pembatasan rentang gerak yang signifikan (biasanya

rotasi eksternal). Namun, pasien dapat mengalami gejala secara tiba-

1
2

tiba dan memiliki fase pemulihan yang lambat. Pemulihan memuaskan

di sebagian besar kasus, meskipun ini bisa memakan waktu hingga 2

hingga 3 tahun (Kamal Mezian; 2018).

Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu

menjadi terbatas. Frozen shoulder memiliki tingkatan kepararahan

yang bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan tingkatan

keterbatasan seberapa besar terhadap gerakan sendi glenohumeral

(Mound: 2012).

Frozen shoulder terdiri dari 4 fase meliputi; Fase nyeri

(painful) berlangsung 0-3 bulan; fase beku (freezing phase)

berlangsung 3-9 bulan; fase kaku (stiffness or frozen phase)

berlangsung 9-15 bulan; fase mencair (thawing phase) berlangsung

15-24 bulan. (johannes, 2014).

Frozen shoulder menyerang 2% dari polulasi antara usia 40-60

tahun, dan perbandingan jumlah kasus pada wanita lebih banyak.

Prevalensi dari kasus frozen shoulder diperkirakan 2-5% dari populasi

general dan resiko meningkat pada bahu yang tidak dominan. Studi

mengatakan 40% pasien mengalami nyeri sedang selama kurang lebih

2-3 tahun dan 15% dari kasus tersebut memiliki disabilitas jangka

panjang (C, Hand et al, 2008).

Banyak pasien frozen shoulder dijumpai di klinik-klinik

Orthopaedi dan di praktek fisioterapi. Frozen Shoulder timbul secara

2
3

spontan tanpa penyebab yang jelas, berhubungan dengan bermacam

penyakit immun atau penyakit sistemik atau frozen shoulder primer

(idiopatik) dan frozen shoulder sekunder. Diagnosa fisioterapi

penderita frozen shoulder adalah nyeri pada keterbatasan gerak ke

segala arah, terutama pada gerakan pasif eksorotasi. Diperkirakan

penderita frozen shoulder 2% orang dewasa. Kebanyakan pada umur

diantara 40 sampai dengan 60 tahun, lebih banyak pada wanita

(johannes, 2014).

Menurut Kaushik Guha 2019, mengatakan beberapa peneliti

menyimpulkan bahwa teknik mobilisasi bahu tidak boleh dilanjutkan

selama lebih dari empat minggu. Dalam beberapa penelitian, para

peneliti mendapat hasil positif setelah menggunakan teknik mobilisasi

bahu seperti teknik mobilisasi tingkat tinggi & teknik mobilisasi sendi

terarah posterior pada bahu yang beku.

Menurut Saputri D.Oktaviana. 2016, InfraRed (IR) adalah alat

fisioterapi yang memanfaatkan efek panas dari sinar merah yang di

pancarkan untuk melancarkan peredaran darah dan menurunkan

ketegangan pada otot. Infra Red mempunyai panjang gelombang 1,5-

5,6 mikron dan mempunyai radiasi mencapai 5,6-1000 mikron dan

penetrasi 3,75 cm yang memberikan efek pemanasan pada jaringan

yang lebih dalam di daerah otot yang cedera akan lebih efektif. Salah

satu untuk mengatasi masalah nyeri adalah dengan terapi fisik yang

merupakan bagian dari rehabilitasi medis. Menurut Ojeniweh,et al,

3
4

2015, Sinar Infra red mengeluarkan efek panas ketika diserap oleh

kulit, Infra red memiliki panjang gelombang antara 4x10 Hz dan

7,5x10 Hz efek panas. yang dipancarkan oleh Infra red telah

terbukti meningkatkan perluasan jaringan, memperbaiki sendi

berbagai gerak, mengurangi rasa sakit dan meningkatkan

penyembuhan jaringan lunak lesions.

Menurut Mukesh Tiwari 2015, menyimpulkan dengan

menerima hipotesis alternatif yaitu penerapan pengobatan TENS

bersama dengan terapi latihan akan meningkatkan fungsi dan

menghilangkan rasa sakit dibandingkan dengan terapi SWD.

Sedangkan hasil fungsional jangka panjang lebih baik dengan SWD.

TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf

berdiameter besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan

memberikan informasi sensoris ke saraf pusat. TENS menghilangkan

nyeri dikaitkan melalui sistem reseptor nosiseptif dan mekanoreseptor.

Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan

fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan

pembuluh darah. Pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS

dapat juga meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktivitas

αmotor neuron sehingga otot dapat berkontraksi secara maksimal, dan

berkurangnya “refleks exitability” dari beberapa otot antagonis gelang

bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakan, dan karena

stabilitas terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal tersebut

4
5

meningkatkan mobilitas sendi bahu (Ganong, 2003,Susanto Hardhono

2007).

American Academy of Orthopedic Surgeons tahun 1993

mendefinisikan yaitu : "Suatu kondisi dengan tingkat keparahan yang

berbeda-beda yang ditandai dengan perkembangan bertahap dari

keterbatasan global gerakan bahu aktif dan pasif di mana tidak ada

temuan radiografi selain osteopenia. Kehilangan Range Of Motion

(ROM) merupakan elemen penting dalam menegakkan diagnosis bahu

beku yang sebenarnya. Meskipun kondisi seperti sub acromialbursitis,

tendinitis kalsifikasi, dan manset air mata parrot dapat dikaitkan

dengan rasa sakit yang signifikan dan hilangnya ROM aktif, ROM

pasif dipertahankan.

Menurut Dr. Dravya M. Mistry 2019, Scapular Proprioceptive

Neuromuscular Facilitation (PNF) and Scapular Mobilization With

Movement (MWM), sama-sama efektif dalam mengurangi Nyeri,

meningkatkan ROM dan Aktivitas Fungsional shoulder, pada pasien

yang memiliki Adhesive-Capsulitis.

Menurut Hindle KB Whitcomb 2012, menyataan bahwa Hold

Relax merupakan salah satu teknik yang perlakuannya terdiri atas

fasilitasi aktif, resisted static contraction, relaxation, forced passive

movement dan traksi yang bermanfaat dalam peningkatan ROM, dan

menyatakan bahwa reaksi kontraksi dan relaksasi tersebut ketika

5
6

diberikan PNF teknik hold relax khususnya pasif di akhir gerakan

akan terjadi penguluran serabut otot dan ketika diakhiri dengan

gerakan passive extra forced maka serabut otot tersebut akan semakin

bertambah panjang, sehingga terjadilah penambahan jarak gerak

abduksi sendi bahu karena penguluran otot baik secara aktif maupun

pasif sesuai sifat fleksibilitas otot. Sedangkan, menurut penelitian

Maini (2013), hold relax dapat menurunkan spasme, meningkatkan

lingkup gerak sendi dari sendi yang mengalami keterbatasan dan

mampu mengurangi nyeri.

Berdasarkan uraian diatas penulis mempunyai keinginan untuk

memperoleh gambaran mengenai modalitas fisioterapi dalam

mengatasi permasalahan yang timbul akibat asma dengan mengangkat

judul Proposal Karya Tulis Ilmiah Penatalaksanaan Fisioterapi Pada

Kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3 Fraktur Clavicula Dengan

Modalitas Infra Red (Ir), TENS Dan PNF Dengan Teknik Hold Relax

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah penggunaan modalitas Infrared dapat mengurangi nyeri

pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula ?

6
7

2. Apakah pemberian PNF (hold relax) dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi atau Range Of Motion pada kondisi Frozen Shoulder

E.C Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula?

3. Apakah pemberian PNF (hold relax) dapat mengurangi spasme

pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula?

4. Apakah pemberian TENS dapat meningkatkan Kekuatan Otot pada

kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3 Fraktur Clavicula?

5. Apakah pemberian TENS dan PNF (hold relax) dapat meningkatkan

aktifitas fungsional pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/ 3

Fraktur Clavicula?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai adalah untuk

mengetahui pengaruh Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi

Frozen Shoulder E.C Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula Dengan

Modalitas Infra Red (Ir), TENS Dan PNF Dengan Teknik Hold

Relax

2. Tujuan Khusus

7
8

a. Untuk mengetahui penggunaan modalitas Infrared dapat

mengurangi nyeri pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post

Op 1/ 3 Fraktur Clavicula.

b. Untuk mengetahui pemberian PNF (hold relax) dapat

meningkatkan lingkup gerak sendi atau Range Of Motion


1
pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op /3 Fraktur

Clavicula.

c. Untuk mengetahui pemberian PNF (hold relax) dapat

mengurangi spasme pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post

Op 1/ 3 Fraktur Clavicula.

d. Untuk mengetahui pemberian TENS dapat meningkatkan

kekuatan otot pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3

Fraktur Clavicula.

e. Untuk mengetahui pemberian TENS dan PNF dapat

meningkatkan aktifitas fungsional pada kondisi Frozen

Shoulder E.C Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam

mengembangkan diri dan mengabdikan diri pada dunia kesehatan

khususnya dibidang fisioterapi dimasa yang akan datang serta

memberikan solusi pemecahan masalah mengenai hal-hal yang

8
9

berhubungan dengan penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi

Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3 Fraktur Clavicula.

2. Bagi Pengetahuan dan Teknologi Fisioterapi

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di

bidang kesehatan dalam menangani kondisi Frozen Shoulder E.C

Post Op 1/ 3 Fraktur Clavicula.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga

dan masyarakat sehingga dapat mengenal dan lebih mengetahui

gambaran kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3 Fraktur

Clavicula dalam pendekatan fisioterapi.

4. Bagi Rumah Sakit

Bermanfaat sebagai salah satu metode pelayanan fisioterapi

yang dapat diaplikasikan kepada pasien dengan Frozen Shoulder

E.C Post Op 1/3 Fraktur Clavicula, sehingga dapat ditangani

secara optimal.

5. BagiUniversitas Pekalongan

Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan di Universitas

Pekalongan tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi

Frozen Shoulder E.C Post Op 1/3 Fraktur Clavicula.

6. BagiPembaca

9
10

Memberikan pengetahuan lebih dan memahami lebih dalam

tentang kondisi serta mengeatahui cara penatalaksanaan

fisioterapi pada kondisi Frozen Shoulder E.C Post Op 1/ 3 Fraktur

Clavicula.

10
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Adhesive capsulitis (AC), juga dikenal sebagai frozen shoulder,

kondisi menyakitkan bahu yang menetap lebih dari 3 bulan. Kondisi

peradangan yang menyebabkan fibrosis kapsul sendi glenohumeral ini

disertai dengan kekakuan yang progresif secara bertahap dan

pembatasan rentang gerak yang signifikan (biasanya rotasi eksternal).

Namun, pasien dapat mengalami gejala secara tiba-tiba dan memiliki

fase pemulihan yang lambat. Pemulihan memuaskan di sebagian besar

kasus, meskipun ini bisa memakan waktu hingga 2 hingga 3 tahun.

(Kamal Mezian; 2018).

Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu

menjadi terbatas. Frozen shoulder memiliki tingkatan kepararahan

yang bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan tingkatan

keterbatasan seberapa besar terhadap gerakan sendi glenohumeral

(Mound: 2012).

11
12

2. Etiologi

Menurut Kamal Mezian 2018, Etiologi pada frozen shoulder

belum sepenuhnya dipahami. Namun, beberapa faktor risiko yang

masuk akal telah diidentifikasi:

a. Diabetes mellitus (dengan prevalensi hingga 20%)

b. Stroke

c. Gangguan tiroid

d. Cidera bahu

e. Penyakit dupuytren

f. Penyakit Parkinson

g. Kanker

h. Sindrom nyeri regional yang kompleks

FS primer atau idiopatik terjadi ketika tidak ada penyebab

eksogen atau kondisi yang sudah ada sebelumnya atau mungkin terkait

dengan penyakit sistemik lainnya. Hubungan yang paling umum

adalah diabetes mellitus dan insidensinya dilaporkan 10% -36%.

Penyakit tiroid, penyakit adrenal, penyakit mobil-diopulmoner, dan

hiperlipidemia juga diketahui berhubungan. FS dengan identifikasi

traumatis (fraktur, dislokasi, dan cedera jaringan lunak) atau

nontraumatic (osteo-arthritis, rotator cuff tendinopathy, dan calcific

tendinitis) patologi bahu dikategorikan sebagai FS sekunder.

(Robinson CM, 2012).


13

3. Anatomi

Bahu adalah sendi sinovial bola dan soket yang kompleks,

terdiri atas humerus, skapula, dan klavikula. Labrum adalah tulang

rawan cincin yang mengelilingi dan memperdalam rongga glenoid

skapula. Posisi istirahat sendi glenohumeral adalah 550 abduksi dan 300

adduksi horizontal. Apa yang membuat bahu unik di antara semua

sendi tubuh adalah bahwa dukungan, stabilitas, dan integritasnya

bergantung pada otot dari pada tulang dan ligamen. Namun penelitian

terbaru menunjukkan bahwa itu adalah kelompok otot yang dikenal

sebagai rotator cuff yang paling umum terlibat dalam patologi

myofascial bahu. Kelompok otot rotator cuff terdiri dari otot

supraspinatus, infraspinatus, teres minor, dan subscapularis. Terdiri

dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan biomekanik. Tulang

scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada aspek dorsal

thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang belakang,

akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekat beberapa

otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat

otot rotator cuff yang berorigo pada skapula (S, Lynn.: 2013).

Otot-otot tersebut adalah supraspinatus, infraspinatus, teres minor

dan subskapularis (K, Stephen: 2015).

a. Sistem Tulang

1) Os Humerus
14

Os Humerus adalah tulang yang terpanjang dan besar dari

ekstremitas atas, dengan bagian proksimal terdiri dari

permukaan atau kepala artikulasi setengah spheroid,

tuberositas upper, alur bicipital, tuberositas lower, dan poros

humerus proksimal. Kepala cenderung relatif terhadap poros

pada leher anatomis pada sudut 1300 hingga 150 ° dan terbalik

26 ° ke 310 dari epikondil planar medial dan lateral.

Tuberositas yang lebih besar memiliki 3 sisi di mana tendon

supraspinatus, infraspinatus, dan teres minor insert.

Tuberositas yang lebih rendah adalah tempat penyisipan

subscapularis, melengkapi manset rotator. Faset terdapat

penyisipan ring insersio dari rotator cuff dari posterior-inferior

ke anterior-inferior pada leher humerus. Insersio ini hanya

terputus oleh alur bicipital, di mana kepala biceps brachii

melewati lateral dan distal dari bibir superior glenoid.

Substansial yang diaplikasikan pada bahu (seperti yang pada

olahragawan) sering mengakibatkan dislokasi gleno humerus,

dengan atau tanpa fraktur humerus proksimal yang terkait.

Ketika patah memang terjadi, mereka biasanya di volve 1 atau

lebih dari tuberositas, yang kemudian dipindahkan sejalan

dengan kekuatan yang dihasilkan oleh bagian dari manset

rotator yang melekat pada tuberositas itu. (GlennC. 2000)


15

Ujung proximal Os humerus memiliki bentuk kepala bulat

yang disebut caput humeri yang bersendi dengan cavitas

glenoidalis dari scapula yang akan membentuk articulatio

glenohumeral joint. Pada bagian distal dari caput humeri


A
terdapat collum humeri yang terlihat sebagai sebuah lekukan B

berbentuk oblique.

Tuberculum mayor merupakan sebuah tonjolan lateral pada

bagian distal dari collum humeri sebagai tempat perlekatan

m.supraspinatus, m.infraspinatus, dan m.teres minor. Di bagian

medialnya terdapat tonjolan yang lebih kecil.

C
16

Gambar 2.1 Os Humerus (a) Anterior view, (b)Posterior View, (c)Lateral View
(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)
17

Keterangan gambar 2.1 (a

) Os Humerus Anterior view 5. Sulcus nervi radialis


6. Corpus humeri, facies posterior
1. Tuberculum mayor
7. Margo lateralis
2. Sulcus intertubercularis
8. Margo medialis
3. Tuberculum minor
9. Crista supracondylar medialis
4. Caput humeri
10. Crista supracondylar lateralis
5. Collum anatomicum
11. Epicondylus lateralis
6. Collum chirurgicum
12. Throclea humeri
7. Crista tuberculi minoris
13. Fossa olecrani
8. Crista tuberculi majoris
14. Sulcus nervi ulnaris
9. Tuberositas deltoidea
15. Epicondylus medialis
10. Facies anterolateralis
11. Facies anteromedialis Keterangan Gambar (c) Os Humerus
12. Crista supracondylar lateral Lateral view
13. Crista supracondylar medial
1. Caput humeri
14. Fossa coronoidea
2. Collum anatomicum
15. Fossa radialis
3. Tuberculum mayus
16. Epicondylus medialis
4. Sulcus intertubercularis
17. Epicondylus lateralis
5. Tuberculum minus
18. Capitulum humeri
6. Collum chirurgicum
19. Trochlea humeri
7. Sulcus nervi radialis
Keterangan Gambar (b) Os Humerus 8. Corpus humeri, facies
Posterior view anterolateral
9. Margo lateralis
1. Tuberculum majus
10. Crista supracondylaris lateralis
2. Caput humeri
11. Fossa radialis
3. Collum anatomicum
12. Capitulum humeri
4. Collum chirurgicum
13. Epicondylus lateralis
18

1)
19

2) Os Clavicula

Merupakan tulang panjang sedikit bengkok dan

bentuknya hampir menyerupai huruf S. Bagian yang

berhubungan dengan Os.sternum disebut ekstremitas sternalis

dan bagian yang berhubungan dengan Os.acromialis disebut

dengan ekstremitas acromialis. Os.clavicula memiliki dua

permukaan yaitu dataran atas disebut facies superior yang

berbentuk licin, dan dataran bawah disebut facies inferior yang

permukaannya kasar sebagai tempat perlekatan m.pectoralis

mayor dan m.deltoideus anterior. Klavikula berfungsi sebagai

penyangga tulang tunggal yang menghubungkan belalai

dengan ikat pinggang bahu melalui sendi klavikula sterno

secara medial dan sendi akromioklavikula secara lateral.

Klavikula memiliki kurva ganda sepanjang sumbu panjang dan

subkutan secara penuh. Sepertiga terluar datar berfungsi

sebagai titik perlekatan untuk otot dan ligamen, di mana

sepertiga medial tubulus menerima pembebanan aksial

(GlennC. 2000).
20

Gambar 2.2 Os Clavicula (a) superior view (b) inferior view

(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)


21

Keterangan Gambar 2.2 Os 1)

Clavicula (a) superior view

1. Extremitas acromialis

2. Tuberculum conoideum

3. Corpus claviculae

4. Facies articularis sternalis

5. Extremitas sternalis

Os Clavicula (b) inferior view


1. Facies articularis acromialis

2. Extremitas acromialis

3. Tuberculum conoideum

4. Sulcus musculi subclavii

5. Impressio ligament

costoclavicularis

6. Extremitas sternalis

2) Os Scapula

Skapula adalah tulang yang besar, tipis, dan segitiga yang

terletak pada aspek posterolateral toraks, menutupi tulang rusuk 2

sampai 7, yang berfungsi terutama sebagai tambahan perlekatan otot.

Pada facies dorsalis dibagi dua bagian oleh peninggian tulang yang
22

disebut spinascapula. Bagian atas dari spinascapula terdapat dataran

yang melekuk yaitu fossa suprascapula sebagai tempat melekatnya

m.supraspinatus dan bagian bawah dari spinascapula terdapat fossa

infrascapula sebagai tempat melekatnya m.infraspinatus. Ujung dari

spinascapula di bagian bahu yang membentuk tonjolan disebut

acromion yang akan berhubungan dengan clavicula. Di sebelah bawah

medial dari acromion terdapat sebuah tonjolan yang menyerupai paruh

burung gagak yang disebut prossesus coracoideus. Di sebelah

bawahnya terdapat lekukan tempat kepala sendi yang disebut cavitas

glenoidalis yang akan bersendi dengan os humerus. Scapula melekat

pada (coracoid, tulang belakang, akromion, dan glenoid). Proses

superior, atau spine, memisahkan otot supraspinatus dari infraspinatus

dan meluas secara superior dan lateral untuk membentuk dasar

akromion. Tulang belakang berfungsi sebagai bagian dari penyisipan

otot trapezius, serta asal otot otot deltoid posterior. Acromion

berfungsi sebagai lengan tuas untuk fungsi deltoid dan berartikulasi

dengan ujung distal klavikula, membentuk sendi acromioclavicular.

Akromion membentuk bagian dari atap kecepatan untuk rotatorcuff,

dan variasi dalam bentuk acromial dapat mempengaruhi kontak dan

keausan pada cuff. Tendinitis dan bursitis adalah terletak pada kepala

humerus dan pada rotatorcuff yang melekat pada coracoacromial. ,

yang terdiri dari akromion, ligamentum koracoakromial, dan proses

coracoid (GlennC. 2000).


23

A
B

Gambar 2.3 (a) Os Scapula Anterior view, (b)Posterior View, (c)Lateral View
(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)

Keterangan gambar 2.3 (a) Os 4. Margo superior


Scapula Anterior view 5. Angulus superior
6. Fossa subscapularis
1. Acromion
7. Margo medialis
2. Processus coracoideus
8. Tuberculum supraglenoidale
3. Incisura scapula
9. Angulus lateralis
24

10. Cavitis glenoidalis 6. Tuberculum


11. Tuberculum infraglenoidale infraglenoidale
12. Collum scapula 7. Margo lateralis
13. Margo lateralis 8. Facies costalis
14. Angulus inferior 9. Facies posterior
10. Angulus inferior
Keterangan gambar (b) Os Scapula
Posterior view

1. Angulus superior
2. Margo superior
3. Incisura scapulae
4. Spina scapula
5. Processus coracoideus
6. Acromion
7. Angulus acromii
8. Cavitis glenoidalis
9. Tuberculum infraglenoidale
10. Fossa infraspinata
11. Margo lateralis
12. Angulus inferior
13. Margo medialis
14. Fossa supraspinata

Keterangan Gambar (c) Os Scapula


Lateral view

1. Acromion
2. Angulus superior
3. Processus coracoideus
4. Tuberculum
supraglenoidale
5. Cavitas glenoidale
25

a. Sistem Otot

Otot yang berhubungan dengan shoulder yaitu:

m.deltoideus, m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.subscapularis,

m.teres minor, m.lattisimus dorsi, m.teres mayor, m.

corocobrachialis, dan m. pectoralis mayor.

Dari kesembilan otot tersebut, yang merupakan otot

penggerak utama pada sendi shoulder adalah m. deltoideus dan

otot-otot yang termasuk dalam rotator cuff. Otot rotator cuff

adalah otot stabilisator dinamis dan penggerak shoulder .Otot

yang membentuk rotator cuff yaitu m. supraspinatus, m.

infraspinatus, m. subscapularis dan m. teres minor.

Tabel 2.1 Otot-Otot Penggerak Shoulder

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


Grup Otot Fleksor -Clavicula
A. Crista Nervus Adduksi,
(setengah sternal)
1. M.Pectoralis tuberculi pectoralis internal
Major -Manubrium sterni majoris medialis et rotasi,
dan corpus sterni, humeri lateralis fleksi
cartilago costalis dan
2-7 ekstensi
shoulder
-Aponeurosis
musculi
abdominalis
-1/3 acromio-
2 M. Deltoid Tubero- Nervus Adduksi,
clavicularis
sitas axillary internal
-acromion deltoidea (C5-C6) rotasi
shoulder,
-Spina scapula abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
26

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


3 -tuberculum
M. Biceps Tubero- Nervus Abduksi,
supraglenoidale
brachii sitas radii musculo- anteversi
-ujung cutaneus ,internal
proc.coracoideus (C5,C6) rotasi,
adduksi

4 M.Coraco Processus Facies Nervus Adduksi


brachialis coracoideus anterior musculocu shoulder,
humeri taneus internal
(medial (C5-C7) rotasi
dan distal
dari
crista
tuberculi
minoris
humeri)
Grup Otot Ekstensor -proc.spinosus
B. Crista Nerve Adduksi
pada enam
1 M. Latissimus tuberculi thoracodor dan
vertebra bagian
Dorsi minoris sal (C6- internal
bawah dan
humeri C8) rotasi
lumbalis
shoulder
-fasis dorsalis
ossis sacrum
-labium
eksternal crista
illiaca
-angulus inferior
scapulae
Angulus inferior
2 M. Teres Crista Nervus Adduksi
Major tuberculi subscapula dan
minoris -ris internal
sebelah rotasi
medial
m.lattisi-
mus
dorsi
-1/3
3 M. Deltoid Tubero- Nervus Adduksi,
acromioclavicula
sitas axillary internal
ris
deltoidea (C5-C6) rotasi,
-acromion abduksi
shoulder,
-Spina scapula eksternal
rotasi
shoulder
27

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


4 -Clavicula
M. Pectoralis Crista Nervus Adduksi,
(setengah
major tuberculi pectoralis internal
sternal)
majoris medialis et rotasi,
-Manubrium humeri lateralis fleksi
sterni dan corpus dan
sterni, cartilago ekstensi
costalis 2-7 shoulder

-Aponeurosis
musculi
abdominalis

-tuberculum
5 M. Triceps Olecra- Nervus Adduksi,
infraglenoidale
non radialis ekstensi
-facies posterior shoulder
humeri (medial,
distal dari sulcus
nervi radialis)
-facies posterior
humeri (lateral,
proksimal dari
sulcus nervi
radialis)
C. Grup Otot Abduktor -Fossa Nervus
Permuka Abduksi
supraspinata Supra
1. M. Supra an atas shoulder
scapularis
spinatus -Fascia tuberculu
(C5-C6)
supraspinata m majus,
capsul
sendi
-1/3
2. M. Deltoid Tubero- Nervus Adduksi,
acromioclavicula
sitas axillary internal
ris
deltoidea (C5-C6) rotasi
-acromion shoulder,
abduksi
-Spina scapula shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
28

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


Grup Otot Adduktor
D. Processus Facies Nervus Internal
1. M.Coraco coracoideus anterior musculo rotasi,
brachialis humeri cutaneus Adduksi
(medial (C5-C7) shoulder
dan distal
dari
crista
tuberculi
minoris
humeri)
-proc. spinosus
2. M. Latissimus Crista Nerve Ekstensi,
enam vertebra
Dorsi tuberculi thoracodor adduksi
bagian bawah
minoris sal (C6- dan
-vertebra humeri C8) internal
lumbalis rotasi
shoulder
-fasis dorsalis
ossis sacri
-labium
eksternal crista
illiaca
-angulus inferior
scapulae
-margo lateralis
3. M. Teres Crista Nervus Ekstensi,
Major -angulus inferior tuberculi sub- adduksi,
minoris scapular dan
humeri internal
rotasi

Grup Otot Medial Rotator


E. Tubercul Upper dan Internal
1. M. Sub- - Facies costalis um lower rotasi
scapularis minus subscapula shoulder
-Fossa dan r nerve
subscapularis bagian (C5-C6)
yang
membata
si crista
tuberculi
minoris
humeri
-margo lateralis
2 M. Teres Crista Lower sub- Ekstensi,
Major -angulus inferior tuberculi scapular adduksi,
minoris nerve dan
humeri internal
rotasi
29

eksternal
rotasi
shoulder
Grup Otot Lateral Rotator
F. Permuka Nervus Eksternal
1 M. Teres 1/3 tengah an bawah Axillary rotasi
Minor margo lateralis tuberculu (C5-C6) shoulder,
m majus, adduksi
capsul shoulder
sendi
30

No Otot Origo Insertio Inervasi Fungsi


-1/3 acromio
2 M. Deltoid Tubero- Nervus Fleksi
clavicularis
sitas axillary dan
-acromion deltoidea (C5-C6) internal
rotasi
-tepi bawah spina shoulder,
scapula abduksi
shoulder,
eksternal
rotasi
shoulder
3 - Fossa infra Eksternal
M. Infra- Permuka Nervus
spinata rotasi
spinatus an tengah Supra
shoulder
-Fascia infra tuber scapular
spinata culum (C5-C6)
majus,
capsul
sendi

(F.Paulsen & J.Waschke, 2002)

(a) (b)

(c)
31

Gambar 2.4 (a) Otot Rotator Cuff Anterior view, (b)Posterior View,
(c)Lateral View
(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)
32

Keterangan Gambar 2.4 (a) Otot 3. M. Teres minor


Rotator Cuff lateral view 4. Spina scapulae
5. Acromion
1. M.supraspinatus
(c) Otot Rotator Cuff Lateral view
2. M.subscapularis
1. M.supraspinatus
3. Margo medialis
2. Processus coracoideus
4. Margo superior
3. Tuberculum mayus
5. Incisura scapulae
4. M.subscapularis
6. Processus coracoideus
5. Corpus humeri
7. Acromion
6. Angulus inferior
(b) Otot Rotator Cuff Posterior view 7. Margo lateralis
8. M.teres minor
1. M.supraspinatus
9. M.infraspinatus
2. M. Infraspinatus
10. Acromion

b. Sistem Persendian

Sendi shoulder merupakan sendi yang paling mobile di tubuh

kita dan sangat berperan penting dalam aktifitas sehari-hari. Pada

daerah shoulder terdiri dari beberapa persendian yaitu : (1)

glenohumeralis, (2) acromioclavicularis, (3) sternoclavicularis, (4)

suprahumeralis, (5) scapulocostalis, (6) sternocostalis, (7)

costovertebralis. Dimana gerakannya saling ketergantungan satu

dengan yang lainnya (Kisner, 2002).

Yang menjadi pembahasan tentang sistem persendian ini

adalah sendi yang berhubungan langsung dengan kasus Frozen

Shoulder.
33

1) Sendi Glenohumeral

Sendi glenohumeral merupakan sendi sinovial yang

menghubungkan caput humerus dengan cavitas glenoidalis.

Caput humerus berbentuk setengah bulat berdiameter 3

sentimeter dan bersudut pada 1530 dan cavitas glenoidalis

bersudut pada 750, keadaan inilah yang membuat sendi

shoulder tidak stabil.

Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik,

antara lain : (1) perbandingan antara mangkok sendi dan

kepala sendi tidak sebanding, (2) kapsul sendinya relatif

lemah, (3) otot-otot pembungkus sendi relatif lemah, (4)

gerakannya paling luas, (5) stabilitas sendi relatif kurang stabil.

Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara

lain fleksi, ekstensi, abduksi, eksorotasi, dan endorotasi (Snell,

2000).

Gerakan abduksi sendi glenohumeralis dipengaruhi oleh

rotasi humerus pada sumbu panjangnya. Dari posisi lengan

menggantung ke bawah dan telapak tangan menghadap tubuh,

gerakan abduksi lengan secara aktif hanya mungkin sampai 900

saja dan bila dilakukan secara pasif bisa sampai 120 0 dan

gerakan elevasi selanjutnya hanya mungkin dilakukan apabila

disertai rotasi ke luar dari humerus pada sumbunya.


34

Sebaliknya bila lengan berada dalam rotasi ke dalam, maka

gerakan abduksi hanya sampai 600 saja (Cook, 2007).

Dalam sendi glenohumeral, terdapat ligament yang

fungsinya untuk melekatkan kedua tulang tersebut. Ligament

yang memperkuat antara lain : (1) ligament coracohumeral

yang membentang dari processus coracoideus sampai

tuberculum humeri, (2) ligament coracoacromial yang

membentang dari processus coracoideus sampai acromion, (3)

ligament glenohumeral yang membentang dari tepi cavitas

glenoidalis sampai collum anatomicum.

Ligament glenohumeral juga dibagi menjadi tiga bagian

yaitu Ligament glenohumeral superior yang melewati

articulatio sebelah cranial, ligament glenohumeral medial

yang melewati articulatio sebelah ventral, dan ligament

glenohumeral inferior yang melewati articulatio sebelah

inferior (Snell, 1997).

Ligamen Glenohumeral ligamen, memperkuat bagian

anterior dari kapsul. Bukan merupakan fungsi ligamen

yang baik tapi merupakan lipit lipatan kapsul. (S, Lynn.:

2013).

Bursa yang terdapat pada shoulder joint yaitu : (1) bursa

m.lattisimus dorsi yang terletak pada tendon m.teres mayor dan

tendon m.lattisimus dorsi, (2) bursa infraspinatus yang


35

terdapat pada tendon infraspinatus dan tuberositas humeri, (3)

bursa m.pectoralis mayor terletak pada sebelah depan insertio

m.pectoralis mayor, (4) bursa subdeltoideus yang terdapat

diatas tuberositas mayus humeri di bawah m.deltoideus, (5)

bursa ligament coracoclavicularis terletak diatas ligament

coracoclavicularis, (6) bursa m.subscapularis yang terletak

diantara sisi glenoidalis scapula dengan m.subscapularis, (7)

bursa subcutaneus acromialis yang terletak diatas acromion

dibawah kulit (Snell, 1997).

2) Sendi Suprahumeral

Sendi ini merupakan suatu sendi antara caput humeri dan

arcus yang dibentuk oleh ligament yang menghubungkan

acromion dengan coracoid, yaitu ligament coracoacromial.

Ligament ini fungsinya untuk melindungi sendi

glenohumeralis terhadap trauma dan mencegah dislokasi

(Cook, 2007).

Dalam sendi ini juga terdapat Bursa subdeltoidea (atau

subacromialis) dan rotator cuff muscle yaitu m.subscapularis,

m.supraspinatus, m.infraspinatus, dan m.teres minor. Pada saat

abduksi dan elevasi terjadi benturan antara caput humeri

dengan acromion, maka terjadi eksternal rotasi humerus dan

atau abduksi scapular (Soegijanto, 2002).

3) Sendi Acromioclavicular
36

Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan

clavicula. Kedua bagian ini dihubungkan melalui jaringan

fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligament

acromioclavicularis superior dan inferior (Cook, 2007).

Dalam sendi acromioclavicular, terdapat ligament yang

fungsinya untuk melekatkan kedua tulang tersebut. Ligament

yang memperkuatnya yaitu : (1)Ligament

coracoacromioclavicular yang membentang antara acromion

dan ventral sampai dengan caudal clavicula, (2) Ligament

clavicular terdiri dari dua ligament yaitu ligament conoideum

yang membentang antara medial processus coracoideus

sampai caudal dari clavicula, dan ligament trapezoideus yang

membentang pada lateral processus coracoideus sampai

dengan bawah dari clavicula (Sidharta, 2004).

4) Sendi Sternoclavicularis

Sendi ini merupakan sendi yang terbentuk antara tulang

sternum dan bagian dari ekstremitas sternalis dari tulang

clavicula. Sendi ini diperkuat oleh ligament clavicularis dan

ligament costoclavicularis. Dengan demikian sendi

costosternalis dan costovertebralis secara tidak langsung

mempengaruhi gerakan sendi glenohumeralis secara

keseluruhan (Cook, 2007).


37

Sendi Sternoclavicular merupakan sendi sinovial yang

menghubungkan ujung meidal clavicula dengan sternum

dan tulang rusuk pertama. Sendi ini memiliki fungsi dalam

membantu pergerakkan gelang bahu.Sendi cromioclavicular

menghubungkan scapula dan clavicula. Permukaan dari

sendi clavicularis merupakan cekung yang terletak di

acromion. (S, Lynn.: 2013).

5) Sendi Scapulothoracalis

Sendi ini bukan merupakan sendi yg sebenarnya, tetapi

merupakan pertemuan antara scapula dengan dinding thorax

yang dibatasi oleh m.subscapula dan m.serratus anterior, dan

dipertahankan oleh otot-otot trapezius, rhomboideus mayor –

minor, serratus anterior, dan levator scapula, serta sendi ini

merupakan tempat bertumpunya ekstremitas atas terhadap

tubuh. Gerak yg terjadi pada scapulothoracalis adalah

elevation – depression sesuai dengan translasinya, dan

abduction – adduction sesuai dengan translasinya. Gerak

arthrokinematic traksinya adalah gerak scapulae menjauh

terhadap dinding thoraks (Cook, 2007).

c. Sistem Saraf

Saraf yang mempersarafi bagian bahu dan tangan yaitu

saraf plexus brachialis. Plexus brachialis merupakan saraf-saraf


38

yang keluar dari vertebra cervical dan menuju ke bahu dan tangan.

Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis

berupa C5, C6, C7, C8 dan T1.

Plexus brachialis berada dalam regio colli posterior,

dibatasi disebelah caudal oleh clavicula dan terletak di sebelah

posterolateral m.sternocleidomastoideus, berada disebelah cranial

dan dorsal arteri subclavia.

Terdapat enam saraf penting yang keluar dari plexus

brachialis yaitu : (1) nervus thoracalis longus, (2) nervus axillaris,

(3) nervus radialis, (4) nervus musculocutaneus, (5) nervus

medianus, (6) nervus ulnaris (Snell, 1998).

d. Sistem Peredaran darah

Sistem peredaran darah merupakan suatu jalan untuk nutrisi

dapat disebarkan pada jaringan-jaringan yang terdapat dalam tubuh.

Untuk sistem peredaran darah vena dan arteri yang terdapat dalam

bahu yaitu :

1) Sistem Peredaran Darah Vena

Sistem peredaran darah vena dibagi menjadi dua yaitu vena

superficial yang berjalan di luar fascia dan vena profundus

(Purnomo, 2012).

a) Vena Superficial
39

Vena superficial berhubungan dengan daerah bahu yaitu

bagian vena chipalica yang berasal dari bagian dorsal processus

stiloideus radii kemudian berjalan di tepi medial lengan bawah dan

setelah sampai di lengan atas berjalan di luar fascia brachii yang

kira-kira pada tempat caput brevis dan caput longum m.biceps

brachii. Setelah sampai pada tepi caudal otot pectoralis mayor,

berjalan dan berada dalam vena axillaris.

b) Vena Profundus

Vena profundus berada di daerah bahu mengikuti arteri-

arteri yang sesuai dengan percabangannya. Vena ini terdiri atas : (1)

vena axillaris, (2) vena brachialis (Purnomo, 2012).

2) Sistem Peredaran Darah Arteri

Sistem peredaran darah arteri yang berada di daerah bahu

yaitu arteri subclavia yang merupakan cabang dari aorta dan

berlanjut sebagai arteri brachialis.


40

Gambar 2.5 Vena pada Ekstremitas atas

(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)


29

Keterangan Gambar 2.5 Vena pada Ekstremitas atas

1. Vena subclavia

2. Vena Axillaris

3. Vena Thoracoepigastricae

4. Vena Thoracodorsalis

5. Vena brachialis

6. Vena interosseae anterior

7. Vena radialis

8. Vena ulnaris

9. Arcus venosus palmaris provundus

10. Vena metacarpalis palmaris

11. Vena distalis palmaris


29

a) Arteri Subclavia

Arteri ini berjalan diantara clavicula dan costa satu kira-kira

mulai dari pertengahan clavicula yang akhirnya masuk ke dalam

fossa axillaris sebagai arteri axillaris. Arteri subclavia yang di

sebelah kanan dipercabangkan oleh arteri anyoma, sedangkan

sebelah kiri langsung oleh arcus aorta. Arteri ini bercabang

menjadi arteri suprascapularis yang tersebar ke fossa

supraspinatus dan infraspinatus serta arteri cervicalis superfisial

yang mempercabangkan profundus yang berjalan turun pada

pinggir medial scapula menyertai nervus dorsalis scapula

(Purnomo, 2012).

b) Arteri Axillaris

Arteri ini merupakan lanjutan dari arteri subclavia yang

berjalan dari tepi caudal clavicula dan apeks fossa axillaris yaitu di

bagian dorsal dari m.coracobrachialis dan berlanjut pada bagian

ventral m.subscapularis, m.lattisimus dorsi, m.teres mayor dan

berlanjut menjadi arteri brachialis yang dapat dibagi menjadi : (1)

arteri thoracalis suprema, (2) arteri thoracalis acromion, (3)

arteri subscapularis, (4) arteri circumflexa humeri anterior, (5)

arteri circumflexa humeri posterior (Purnomo, 2012).


30

Gambar 2.6 Arteri pada Shoulder

(Gilroy, Anne.M, Brian & Lawrence, 2008)

Keterangan Gambar 2.6 Arteri pada Shoulder

1. Arteri subclavia 9. Arteri brachialis

2. Arteri suprascapularis 10. Arteri thoracodorsalis

3. Arteri acromialis 11. Arteri dorsalis scapulae

4. Arteri axillaris 12. Arteri circumflexa scapulae

5. Arteri circumflexa humeri 13. Arteri transversa colli

anterior 14. Truncus thyrocervicalis

6. Arteri circumflexa humeri 15. Arteri vertebralis

posterior

7. Arteri subscapularis

8. Arteri profunda brachii


31

e. Biomekanik

Secara terminologi, biomekanik terdiri atas dua kata yaitu

“Bio” yang artinya makhluk hidup dan kata “mekanikal” yang

berarti gerakan. Jadi biomekanik adalah ilmu yang mempelajari

gerakan pada makhluk hidup, dimana dalam biomekanik hanya

mempelajari gerakan pada manusia. Dengan demikian, pengertian

biomekanik secara umum adalah ilmu yang mempelajari gerakan

pada manusia, yang dipengaruhi oleh sistem anatomi, fisiologi,

psikologis, mekanis, dan sosiokultural. Sedangkan pengertian

biomekanik secara sempit adalah ilmu yang mempelajari gerakan

pada manusia. Adapun pengertian biomekanik secara ilmiah adalah

ilmu yang mempelajari cara menentukan gaya, perubahan dan

beban mekanik pada otot, tulang dan sendi dari tubuh manusia

(Clarkson, 2000).

Ada dua tipe dasar gerakan tulang yaitu osteokinematika

dan artrhokinematika. Gerakan osteokinematika adalah rotasi atau

gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan

menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan

gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi. Gerakan

arthrokinematika adalah rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan

menghasilkan gerakan roll gliding di dalam sendi dan translasi

tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun


32

compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play

movement (Mudatsir, 2002).

1. Gerakan Osteokinematika

a. Gerakan Fleksi

Gerakan fleksi yaitu gerakan lengan ke depan, ke arah atas

mendekati kepala, bergerak pada bidang sagital dan aksisnya

melalui pusat caput humeri dan tegak lurus bidang sagital. Otot

penggeraknya adalah deltoid anterior dan otot supraspinatus dari

00 – 900, sedangkan untuk 900 – 1800 dibantu oleh otot pectoralis

mayor, otot coracobrachialis, dan otot biceps brachii. (Soegijanto,

2002).

b. Gerakan Ekstensi

Gerakan ekstensi yaitu gerakan lengan ke belakang yang

menjauhi dari posisi anatomis, bergerak pada bidang sagital. Otot

penggerak utamanya adalah latissimus dorsi dan teres mayor.

Sedangkan pada gerakan hiperekstensi teres mayor tidak berfungsi

lagi, hanya sampai 900 dan digantikan fungsinya oleh deltoid

posterior. (Soegijanto, 2002).

c. Gerakan Abduksi

Gerakan abduksi yaitu gerakan pada bidang frontal rotasi

abduksinya 900 dengan aksisnya horizontal. Otot penggerak


33

utamanya adalah otot deltoid middle dan supraspinatus.

(Soegijanto, 2002).

d. Gerakan Adduksi

Gerakan adduksi yaitu suatu gerakan yang merupakan

kebalikan dari gerakan abduksi. Otot penggerak utamanya adalah

pectoralis mayor dibantu oleh otot latissimus dorsi, teres mayor

serta otot subscapularis. Luas gerak sendinya pada bidang frontal.

(Soegijanto, 2002).

e. Gerakan Abduksi horizontal

Gerakan abduksi horizoontal yaitu gerakan lengan yang

menjauhi tubuh dengan posisi lengan awal 900 dan mencapai jarak

gerak sendi 1450 yang dimulai dari posisi anatomis tubuh.

(Soegijanto, 2002).

f. Gerakan Adduksi horizontal

Gerakan adduksi horizontal yaitu gerakan lengan yang

mendekati tubuh dengan posisi lengan awal 900 dan mencapai jarak

gerak sendi 450 yang dimulai dari posisi anatomis tubuh.

(Soegijanto, 2002).

g. Gerakan Eksorotasi

Gerakan eksorotasi yaitu gerakan sepanjang aksis

longitudinal yang melalui caput humeri. Gerakan ini dilakukan


34

oleh otot infraspinatus, teres mayor dan deltoid posterior.

(Soegijanto, 2002).

h. Gerakan Endorotasi

Gerakan endorotasi yaitu gerakan yang merupakan

kebalikan dari gerakan eksorotasi. Gerakan ini dilakukan oleh otot

subscapularis, pectoralis mayor, latissimus dorsi dan teres mayor.

(Soegijanto, 2002).

2. Gerakan Arthrokinematika

Pada Glenohumeral Joint gerakan fleksi-ekstensi dan

abduksi- adduksi terjadi karena roll dan slide caput humeri pada

Fossa Glenoidalis. Arah slide berlawanan arah dengan caput

humeri. Caput humeri slide kearah poterior dan inferior pada

gerakan fleksi, kearah anterior dan superior pada gerakan ekstensi,

kearah inferior pada gerakan abduksi dan kearah superior pada

gerakan adduksi. Pada gerakan eksternal rotasi, caput humeri slide

pada fossa glenoidalis kearah anterior dan pada gerakan internal

rotasi slide kearah posterior (Soegijanto, 2002).

Dalam glenohumeral joint terdapat scapulohumeral rhytym

yaitu gerakan shoulder abduksi-elevasi. Scapulohumeral Rhythm

pada :

a. Abduksi 0 – 300 → gerak humerus 300 scapula posisi tetap/

sedikit adduksi.
35

b. Abduksi 300– 600 → gerak proporsional humerus: scapula =

2:1

c. Abduksi 600 – 1200 humerus external rotasi secara bertahap

sebesar 900 menghindari benturan acromion dengan head of

humerus gerak proporsional humerus : scapula 2 : 1

d. Abduksi 1200 – 1600 gerak proporsional humerus : scapula

2: 1

e. Abduksi 1600 – 1800 mulai terjadi kompresi SCJ dan ACJ

serta terjadi gerak intervertebral dan costae

Dalam sendi glenohumeral juga terdapat jenis posisi sendi

pada saat melakukan pemeriksaan dan penanganan pada kondisi

frozen shoulder yaitu :

a. Maximally Lose Packed Position (MLPP) : Kedua

permukaan sendi dalam keadaan melonggar maximal, kapsul

sendi dan ligament. Dalam shoulder dapat dilakukan pada

posisi abduksi 55º - adduksi horisontal 30º - sedikit

endorotasi.

b. Close Packed Position (CPP) : Suatu posisi dimana kedua

permukaan sendi dalam keadaan merapat/kompresi yang

maksimal. Dalam shoulder dapat dilakukan dengan posisi

abduction – eksorotasi.

Loose Packed Position (LPP) : Suatu gerakan pada posisi sendi

diluar CPP dan MLPP (Danur, 2015).


36

4. Patologi

Menurut Kamal Mezian 2018, frozen shoulder digambarkan

sebagai fibrosis, kontraktur inflamasi dari interval rotator,

kapsul, dan ligamen. Namun, pengembangan AC tetap tidak

sepenuhnya dipahami. Meskipun belum ada kepastian, patologi

yang paling dikenal adalah peradangan sinovial yang dimediasi

sitokin dengan proliferasi fibroblastik berdasarkan pengamatan

arthroscopic. Temuan tambahan termasuk perlengketan di sekitar

interval rotator yang disebabkan oleh peningkatan kolagen dan

pembentukan pita nodular. Struktur yang biasanya terpengaruh

pertama adalah ligamentum korakohumeral, atap interval manset

rotator. Kontraksi ligamentum korakohumeral membatasi rotasi

eksternal lengan, yang biasanya pertama kali terkena pada AC

awal. Pada tahap lanjut, penebalan dan kontraksi kapsul sendi

glenohumeral berkembang, semakin membatasi rentang gerak ke

segala arah. Pola non-kapsular keterbatasan LGS tidak hanya

terjadi pada gerakan-gerakan tertentu pada sendi bahu. Besar

kemungkinan keterbatasan sendi dalam pola non-kapsular

digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas merupakan

derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata

yang menunjukkan aktivitas dari proses patologis terjadi.

Gambaran kondisi patologis ini termasuk peradangan kapsular

kronik dengan fibrosis dan infiltrasi perivaskular. Meskipun


37

beberapa peneliti tidak menemukan bukti peradangan, mereka

setuju bahwa fibrosis ada dalam kapsul. Kasus kronis bahu beku

menunjukkan capsulitis konstriktif, ditandai dengan adhesi

lipatan sinovial; pemusnahan rongga sendi; dan kapsul yang

menebal dan berkontraksi yang akhirnya melekat pada tulang

(Punia Sonu, 2015)

Capsulitis adhesiva memiliki 3 fase :

a. Fase Freezing

Terjadi selama 2-9 bulan yaitu rasa nyeri pada bahu yang

memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya

kekakuan otot sehingga menyebabkan kehilangan fungsi

gerak bahu.

b. Fase Frozen

Selama 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan dalam

beraktifitas namun sakit mulai menurun walaupun masih

terdapat kekakuan otot.

c. Fase Thawing

Masa pemulihan pada 2-24 bulan fungsi bahu kemabali atau

mendekati normal.
38

5. Tanda dan Gejala

Pasien yang menderita AC dini biasanya datang dengan nyeri

bahu anterior unilateral yang tiba-tiba. Gejala khas terdiri dari

rentang pasif dan aktif dari pembatasan gerak, pertama

mempengaruhi rotasi eksternal dan kemudian abdusi bahu. Secara

umum, tergantung pada tahap dan tingkat keparahannya,

kondisinya bisa sembuh sendiri, bisa mengganggu kegiatan hidup

sehari-hari, pekerjaan, dan kegiatan rekreasi. Gangguan fungsional

yang disebabkan oleh bahu beku terdiri dari jangkauan yang

terbatas, terutama selama aktivitas di atas kepala (mis.,

Menggantung pakaian) atau ke samping (mis., Kencangkan sabuk

pengaman seseorang). Pasien juga menderita rotasi bahu yang

terbatas, yang mengakibatkan kesulitan dalam kebersihan pribadi,

pakaian dan menyikat rambut mereka. Kondisi lain yang sering

terjadi bersamaan dengan bahu beku adalah nyeri leher, sebagian

besar berasal dari penggunaan otot serviks yang berlebihan untuk

mengkompensasi hilangnya gerakan bahu..

6. Catatan klinis

Pada kondisi frozen shoulder dapat diperiksa dengan

pemeriksaan penunjang yaitu :


39

1) X-ray : Foto polos X-ray bahu hanya memindai jaringan

tulang, maka sering kali terlihat normal, namun dapat

terlihat periarticular osteopenia akibat efek disuse.

2) USG : Mampu mendeteksi robekan pada otot rotator cuff,

serta mendeteksi adanya peningkatan vaskularisasi di

sekitar rotator cuff pada kondisi frozen shoulder.

3) MRI : Adanya jaringan parut fibrovascular pada rotator

cuff dapat dipakai sebagai tanda yang realible untuk

frozen shoulder dan dapat mendeteksi adanya penebalan

ringan dari kapsul sendi dan ligament coracohumeral.

4) Arthroscopy : Merupakan gold standart untuk

pemeriksaan frozen shoulder dimana terlihat kapsul sendi

berwarna merah dan terjadi inflamasi sinovium (Dias,

2005).

7. Diagnosis banding

a. Ruptur rotator cuff

Ruptur rotator cuff bisa disebabkan karena degenerasi pada

tendon yang telah berlangsung lama. Terdapat nyeri berat,

pada ruptur yang sebagian ditemukan adanya painful arc dan

pada ruptur yang komplit gerakan abduksi aktif tidak dapat

dilakukan tetapi untuk gerakan abduksi pasif tidak

menimbulkan nyeri maupun keterbatasan lingkup gerak sendi

(Kuntono, 2004).
40

b. Subluksasi sendi glenohumeral

Subluksasi sendi glenohumeral disebabkan karena Sendi

glenohumeral merupakan sendi sinovial yang menghubungkan

caput humerus dengan cavitas glenoidalis. Caput humerus

berbentuk setengah bulat berdiameter 3 centimeter dan

bersudut pada 153 0 dan cavitas glenoidalis bersudut pada 75 0,

keadaan inilah yang membuat sendi shoulder tidak stabil.

Sehingga potensi untuk terjadinya subluksasi sangatlah besar.

Kondisi ini juga mengakibatkan nyeri yang sangat hebat pada

sendi shoulder (Cailliet, 1993).

8. Komplikasi

Pada kondisi Frozen Shoulder e.c yang berat dan tidak dapat

mendapatkan penanganan yang tepat dan dengan jangka waktu

yang lama, maka akan menimbulkan problematika atau komplikasi

yang lebih berat yaitu : (1) kecenderungan terjadinya penurunan

kekuatan otot-otot penggerak shoulder, (2) kekakuan sendi

shoulder akan semakin parah, (3) potensial terjadinya deformitas

pada shoulder, (4) terjadi atropi otot, (5) adanya gangguan

aktivitas fungsional sehari-hari

9. Pemeriksaan Obyektif

a) Tanda-tanda vital :
41

Pemeriksaan tentang tanda–tanda vital pasien.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut

nadi, pernafasan, temperatur tubuh, tinggi badan, dan berat

badan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan keadaan

umum pasien (Mardiman dkk, 1994).

b) Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

mengamati. Hal yang bisa diamati dan dilihat seperti keadaan

umum, sikap tubuh, hipotonus postural, ekpresi wajah , daerah

atrofi, warna kulit. Inpeksi dibagi dua yaitu:

(1) Inspeksi Statis

Melakukan pelihatan dan pengamatan diamana

penderita dalam keadaan diam.

(2) Inspeksi dinamis

Melakukan penglihatan dan pengamatan dimana

penderita dalam keadaan bergerak.

c) Palpasi

Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan cara meraba,

menekan dan memegang organ atau bagian tubuh pasien.

Berfungsi untuk mengetahui tonus otot, spasme, dan perbedaan

suhu tubuh.

d) Perkusi
42

Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan cara mengetuk

atau vibrasi. Berfungsi untuk mengetahui mengeluarkan sputum

dan pemeriksaan reflek.

e) Auskultasi

Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan cara

mendengarkan dengan alat bantu stestoskop. Berfungsi untuk

mengetahui adanya sputum.

f) Pemeriksaan Gerak Dasar

(1) Gerak Aktif

Gerak aktif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan

yang dilakukan oleh pasien itu sendiri tanpa bantuan dari

terapis. Terapis melihat dan mengamati serta memberikan

aba–aba. Informasi yang diperoleh pemeriksaan ini rasa nyeri,

lingkup gerak sendi, kekuatan kerja otot dan koordinasi gerak.

Pada kondisi frozen shoulder pemeriksaan gerak aktif juga

dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pola kapsuler dan

non kapsuler. Pada gerakan aktif, apabila pasien

menggerakkan lengannya ke arah eksorotasi dan pasien

merasakan nyeri dan terbatas daripadagerakan abduksi serta

lebih terbatas lagi dari endorotasi

(eksorotasi>abduksi>endorotasi), maka pasien dapat di

diagnosa mengalami frozen shoulder dengan pola kapsuler.

(Mardiman dkk, 1994).


43

(2) Gerak Pasif

Gerak pasif adalah suatu cara pemeriksaan gerakan

yang dilakukan oleh terapis pada pasien sementara itu pasien

dalam keadaan pasif dan rileks. Misalnya : Memeriksa

lingkup gerak sendi, end feel, provokasi nyeri, kelenturan otot

dan lain-lain (Mardiman dkk, 1994).

(3) Gerak Isometrik

Gerak isometrik melawan tahanan adalah suatu cara

pemeriksaan gerak yang dilakukan terapis dengan cara, pasien

membangkitkan kerja otot tetapi tidak ada perubahan lingkup

gerak sendi dan terapis memberi tahanan pada saat otot itu

bekerja. Tahanan yang diberikan terapis berlawanan dengan

kerja otot, Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini

adalah rasa nyeri, kekuatan otot (Mardiman dkk, 1994).

g) Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal

(1) Kognitif

Keadaan dimana pasien mampu atau tidak untuk

menceritakan kronologi penyakitnya.

(2) Intrapersonal

Semangat atau motivasi yang ada didalam diri

pasien.

(3) Interpersonal
44

Keadaan dimana pasien mampu atau tidak

berkomunikasi dengan pasien.

h) Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dan Lingkungan

Aktifitas

(1) Kemampuan fungsional dasar

Kemampuan pasien dalam hubungannya dengan

gerak dasar anggota tubuh. Seperti duduk, berdiri, dan

berlari.

(2) Aktifitas Fungsional

Kemampuan pasien dalam hubungannya dengan

aktifitas sehari-hari. Seperti makan sendiri, minum sendiri,

dan bermain.

(3) Lingkungan Fungsional

Kemampuan pasien yang berkaitan dengan

lingkungan sosial atau lingkungan tempat tinggal.

i) Pemeriksaan Spesifik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui informasi

khusus yang belum diperoleh pada pemeriksaan dasar.

Pemeriksaan pada kondisi Frozen Shoulder ini meliputi :

(1) Pemeriksaan Nyeri

Menentukan kasus atau mekanisme nyeri, seberapa

kualitas, intensitas, tempo dan karakteristiknya bila ada.


45

Hasilnya dapat disatukan dengan pemeriksaan lain dan

disertakan dalam proses evaluasi untuk menetapkan diagnosis,

prognosis, rencana intervensi selain itu juga dapat dipakai

sebagai rujukan ataukonsultasi kepada profesi lain.

Pemeriksaan nyeri yang dipilih dengan menggunakan VAS

(Visual Analog Scale) (Mardiman dkk, 1994).

(2) Pemeriksaan Spasme

Spasme otot dapat terjadi karena reaksi spontan dari

suatu otot karena proteksi terhadap rasa nyeri, reaksi proteksi

lain adalah penderita berusaha menghindari dari gerakan yang

menyebabkan gerakan nyeri sehingga akan mengganggu

proses latihan atau terapi. Apabila dibiarkan terus menerus

akan mengakibatkan kekakuan sendi, pemendekan otot atau

atrofi dan gangguan fungsional pada tungkai (Mardiman dkk.

1993).

Untuk mengetahui adanya spasme otot tersebut dapat

dilakukan pemeriksaan dengan palpasi pada otot-otot di

sekitar cidera dengan pengukuran otot bahu yang sakit di

bandingkan dengan otot bahu yang sehat. Cara menentukan

pengukuran belum ada ketentuan secara pasti, tetapi untuk

lebih mudahnya digunakan pengukuran spasme otot dengan

nilai 0 dan 1, untuk nilai 0 tidak ada spasme dan 1 ada spasme

(Mardiman dkk. 1993).


46

(3) Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi

Lingkup gerak sendi adalah luas gerak yang bisa

dilakukan oleh suatu sendi. Goneometer merupakan salah satu

teknik evaluasi yang paling sering digunakan dalam praktek

fisioterapi. Keterbatasan gerak yang ditemukan pada kasus

ini, meliputi gerak fleksi dan ekstensi pada jari-jari tangan

yang disebabkan karena nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan

secara aktif. Pada kasus frozen shoulder bukanlah

keterbatasan gerak yang di ukur namun dicari titik dimana jari

tersebut mengalami kemacetan.(Mardiman dkk, 1994).

(4) Pemeriksaan Aktifitas Fungsional

Aktifitas fungsional merupakan dampak dari berbagai

macam problematika frozen shoulder. Pemeriksaan ini dapat

dilakukan dengan menggunakan indeks SPADI (Shoulder

Pain And Disability Indeks). Pemeriksaan ini menggunakan

parameter : nilai 0 artinya dapat melakukan tanpa bantuan,

nilai 10 artinya tidak dapat melakukan dan harus dibantu

(Purnomo, 2012).

(5) Pemeriksaan khusus/ Spesifik test

Dalam penegakan diagnosa fisioterapi pada kondisi

frozen shoulder untuk mengetahui jaringan spesifik mana


47

yang terkena dapat dilakukan dengan menggukan spesifik tes

yaitu :

1. Yergason’s test : Tes ini dilakukan untuk menentukan

apakah tendon otot biceps dapat mempertahankan

kedudukannya dalam sulcus intertubercularis atau tidak.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien diminta

untuk memfleksikan elbow sampai 90 0 dan supinasi

lengan bawah dan stabilisasi pada thorak yang

berlawanan dengan pronasi lengan bawah. Pasien

diminta untuk melakukan gerakan lateral rotasi lengan

melawan tahan. Hasil positif jika ada tenderness di

dalam sulcus bicipitalis atau tendon ke luar dari sulcus,

ini merupakan indikasi tendinitis bicipitalis (Konin,

1997).

Gambar 2.13 Yergason test

(Medisavvy, 2017)
48

2. Supraspinatus test : Tes ini dilakukan untuk mengetahui

adanya cidera otot atau tendon supraspinatus.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien dalam

posisi abduksi shoulder sampai 90 0 dan pemeriksa

memberikan tahanan dalam posisi tersebut. Medial rotasi

shoulder smpai 30 0, dimana Thumb pasien menghadap

ke lantai. Tahanan terhadap abduksi diberikan oleh

pemeriksa sambil mengamati apakah ada kelemahan atau

nyeri. Jika hasil positif indikasi ada robekan / cedera

otot tendon supraspinatus (Konin, 1997).

Gambar 2.14 Supraspinatus test

(Medisavvy, 2016)

3. Apley Scratch test : Tes ini dilakukan untuk mengetahui

adannya tendinitis supraspinatus, bursitis, dan capsulitis

adhesiva bahu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi

pasien diminta untuk menggaruk daerah di sekitar


49

angulus medialis scapula dengan tangan sisi

kontralateral melewati belakang kepala. Hasil positif

jika terdapat nyeri pada sekitar persendian bahu (Konin,

1997).

Gambar 2.15 Apley Scratch Test

(Medisavvy, 2016)

4. Drop Arm test/ Test Mosley : Tes ini dilakukan untuk

mengetahui adanya cedera pada rotator cuff yang

kompleks. Tes ini dilakukan dengan cara pemeriksa

mengabduksikan shoulder pasien sampai 90 0 dan

meminta pasien menurunkan lengannya secara perlahan

atau timbul nyeri saat mencoba melakukan gerakan.

Hasil positif jika pasien tidak mampu menurunkan

secara perlahan karena terdapat nyeri (Konin, 1997).


50

Gambar 2.16 Drop Arm Test / Test mosley

(Jovi rodrigues, 2015)

5. Painful Arc Test : Tes ini dilakukan untuk mengetahui

adanya cedera pada tendon m.infraspinatus. Tes ini

dilakukan dengan cara pasien diminta untuk

mengabduksikan lengannya kemudian dilihat dari sudut

derajat 60 0 – 1200 pasien merasakan nyeri, namun

setelah itu pasien tidak merasakan nyeri lagi. Hasil

positif jika pasien merasakan nyeri pada sudut derajat

tersebut.
51

Gambar 2.17 Painful Arc Test

(Flex free, 2015)

10. Diagnosa fisioterapi

1) Impairment

Impairment adalah adanya gangguan kapasitas fisik

yang ada hubungannya dengan aktivitas fungsional dasar.

Pasien pada kondisi Frozen shoulder : (1) terdapat nyeri, (2)

terdapat spasme otot, (3) terdapat keterbatasan lingkup gerak

sendi, (4) terdapat gangguan aktivitas fungsional.

2) Disability

Disability merupakan keterbatasan yang dimiliki

seseorang untuk melakukan hobby dengan lingkungan sekitar

dan lingkungan sosial. Pada kondisi frozen shoulder pasien

masih mampu bersosialisasi.

3) Fungsional limitation
52

Fungsional limitation merupakan gangguan

keterbatasan atau penurunan fungsional. Pada kasus frozen

shoulder pasien mengalami penurunan fungsional seperti

mengangkat tangannya ke atas untuk menyisir rambut,

mengangkat beban berat, memakai baju, menggaruk punggung.

11. Prognosis

Prognosis merupakan ramalan klinis mengenai

kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi yang

berhubungan dengan penyakit, untuk timbul lagi atau mungkin

berakhir sembuh (Dachlan, 2001).

Menurut Durasi AC adalah dari 1 hingga 3,5 tahun

dengan rata-rata 30 bulan. Pada sekitar 15% pasien, bahu

kontra-lateral menjadi terpengaruh dalam 5 tahun.

a. Quo ad vitam berhubungan dengan kematian, apakah

pasien akan hidup atau mati. Pada kondisi Frozen

Shoulder tidak menyebabkan kematian karena hanya

berdampak pada aktivitas fungsional. Kecuali pada

penderita yang disertai penyakit penyerta lain seperti

penyakit jantung.

b. Quo ad sanam berhubungan dengan kesembuhan

pasien. . Pada kondisi Frozen Shoulder, apabila


53

ditangani secara intensif maka prognosisnya akan

baik.

c. Quo ad Cosmeticam berhubungan dengan penampilan

atau kemampuan merawat diri. Pada kondisi Frozen

Shoulder, umumnya prognosis ini baik apabila belum

terjadi deformitas dan kontraktur pada bahunya.

d. Quo ad Fungsionam berhubungan dengan kapasitas

fungsional pasien. Pada kondisi Frozen Shoulder,

umumnya prognosis ini baik apabila pasien diberikan

perawatan yang intensif sehingga dapat mengurangi

problem yang ada dan dapat meningkatkan aktivitas

fungsionalnya.

12. Tujuan fisioterapi

1) Tujuan Jangka Pendek

Berkaitan dengan keadaan klien atau pasien atau hal-hal

yang dianggap atau bersifat penting dalam kelangsungan

hidupnya, pekerjaan dan penampilannya.

2) Tujuan Jangka Panjang

Hasil yang diharapkan akan memerlukan jangka waktu

yang lama atau dipengaruhi oleh tujuan jangka pendek

dan berkesinambungan yang membutuhkan waktu lama.


54

13. Teknologi intervensi fisioterapi

A. Infra red

1) Definisi

Sinar infra red adalah pancaran gelombang

elektromagnetik dengan panjang gelombang 7.700-4 juta A.

Sinar yang dipancarkan dari lominous generator dihasilkan

oleh satu atau lebih incandescent lamp (lampu pijar),

struktur lampu pijar terdiri dari filament yang terkuat dari

bahan kawat trungsten atau carbon yang dibungkus dalam

gelas lampu yang di dalamnya dibuat hampa udara atau

diisi dengan gas tertentu dengan tekanan rendah. Dipilih

bahan trungsten atau carbon sebab sangat tahan terhadap

pemanasan atau pendinginan yang berulang-ulang. Lampu

ini mempunyai kekuatan dari yang 60 watt sampai 1.500

watt. Generator ini mengeluarkan sinar infra merah, sinar

visible (tampak) dan sebagian kecil sinar ultraviolet.

Panjang gelombang yang dihasilkan antara 3.500-40.000 A.

(Sharma, 2017).

Menurut Saputri D.Oktaviana. 2016, InfraRed (IR)

adalah alat fisioterapi yang memanfaatkan efek panas dari

sinar merah yang di pancarkan untuk melancarkan

peredaran darah dan menurunkan ketegangan pada otot.

InfraRed mempunyai panjang gelombang 1,5-5,6 mikron


55

dan mempunyai radiasi mencapai5,6-1000 mikron dan

penetrasi 3,75 cm yang memberikan efek pemanasan pada

jaringan yang lebih dalam di daerah otot yang cedera akan

lebih efektif. Salah satu untuk mengatasi masalah nyeri

adalah dengan terapi fisik yang merupakan bagian dari

rehabilitasi medis. Modalitas fisioterapi yang dipakai

adalah sinar infra merah yang memiliki panjang gelombang

750 μm–100 μm, frequensi 400THz -3THz, dan energi

foton 12,4 meV -1,7 eV. Menurut standart ISO 20473 infra

merah di bagi menjadi Near IR (NIR) panjang gelombang

0.78 –3 μm, Mid IR (MIR) panjang gelombang 3.0 –50, dan

Far IR (FIR) panjang gelombang 50-1000 (Soebijanto, Dkk.

2009).

2) Efek Fisiologis

a) Meningkatkan proses metabolisme

b) Vasodilatasi pembuluh darah

c) Pengaruh terhadap saraf sensoris

d) Pengaruh terhadap jaringan otot

e) Menaikkan temperatur tubuh

f) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat (Parjoto, 2014).

3) Efek terapeutik

a) Mengurangi atau menghilangkan rasa sakit


56

b) Relaksasi otot

c) Meningkatkan suplai darah

d) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme (Parjoto,

2014).

4) Indikasi

a) Peradangan

b) Gangguan sirkulasi darah

c) Arthritis

d) Penyakit kulit

e) Persiapan exercise dan massage (Parjoto, 2014)

5) Kontra indikasi

a) Luka terbuka

b) Insufisiensi peredaran darah

c) Anestesi kulit

d) Diabetes tingkat lanjut

e) Fenomena Raynaud (arteri-arteri kecil mengalami

kejang) (Parjoto, 2014).

6) Prosedur Penggunaan
57

a) Edukasi pasien tentang modalitas intervensi yang akan

diterapkan.

b) Persiapkanpasien dengan memposisikan senyaman

mungkin, bebaskan region yang akan diterapi dari

pakaian yang menutupi.

c) Atur jarak 35 – 45 cm dari lampu infra merah ke

region yang akan dierapi.

d) Lakukan terapi selama 12 menit.

e) Monitoring selama proses terapi.

f) Evaluasi.

B. TENS (Transcutaneous Electrical Nerves Stimulation)

a) Definisi

Transcutaneus Electrical NerveStimulation (TENS)

merupakan cara penggunaan energi listrik untuk

merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dalam

hubungannya dengan modulasi nyeri. TENS akan

menghasilkan efek analgesia dengan jalan mengaktivasi

serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptif di

cornu dorsalis medula spinalis, yang mengacu pada teori

gerbang control (Gate Control Theory) bahwa gerbang

terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi yang

dikenal sebagai substansia gelatinosa dan yang terletak di


58

cornu posterior dan selyang merelai informasi dari pusat

yang lebih tinggi. Impuls dari serabut aferen berdiameter

besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi

impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri

berkurang (Parjoto, 2006).

b) Tujuan Pemberian TENS

Memelihara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-

edukasi fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal

dan supraspinal, menambah Range Of Motion (ROM)

mengulur tendon, memperlancar peredaran darah,

mengurangi oedema dan memperlancar resorbsi oedema

(Parjoto,2006).

c) Frekuensi pulsed

Frekuensi pulsed sering dikacaukan dengan pengertian

frekuensi arus listrik. Frekuensi pulsed merupakan

kecepatan atau pulsa rate yang terjadi pada setiap detik

sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekuensi

pulsed dapat berkisar 1-200 pulsed/ detik Frekuensi pulsed

juga menyebabkan tipe respon terhadap motoris maupun

sensoris. Frekuensi pulsed berkisar 1-5 pulsa/detik

menimbulkan kontraksi diikuti perasaan sensibilitas

ketukan ringan. Pada frekuensi pulsed tinggi lebih dari 100

pulsed/detik menimbulkan respon kontraksi tertarik dan


59

sensibilitas getaran sehingga otot cepat lelah. Arus listrik

frekuensi rendah cendrung bersifat iritatif terhadap jaringan

kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi.

Arus listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif

untuk stimulasi elektris karena tidak menimbulkan tahanan

kulit atau tidak bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi

yang lebih dalam (Priatna, 2007).

d) Penempatan Elektroda

Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah sekitar

nyeri saja. Untuk menentukan letak dan metode penempatan

elektroda Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation harus

memahami anatomi, prinsip fisiologis dari kondisi yang

bersangkutan. Pengertian dasar tentang pola nyeri,

sindroma dari berbagai jaringan yang bisa sebagai sumber

nyeri merupakan suatu hal yang sangat penting untuk di

pahami dalam kaitanya dengan penempatan elektroda.

Metode penempatan elektroda sebagai berikut :

(1) Di sekitar lokasi nyeri

Cara ini paling mudah dan paling sering di

gunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan

pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan

letak yang paling optimal dalam hubunganya dengan

jaringan penyebab nyeri.


60

(2) Dermatom Dasar

Pemikiran dari metode ini ialah daerah kulit

tertutup akan mempunyai persyarafan yang sama

dengan struktur/ jaringan yang tepat dibawahnya

(Priatna, 2007).

(3) Segmental

Mekanisme Segmental ini mengacu pada teori

gerbang control yang menyatakan bahwa gerbang

terdiri dari sel internusial yang bersifat inhibisi yang

terletak di kornu posterior dan sel T. Tingkat aktivitas

sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut

berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut

berdiameter kecil A delta dan serabut C. jika serabut

besar maupun kecil mengaktifasi sel T dan pada saat

yang bersamaan impuls tersebut dapat memicu sel

substansi gelatinosa yang berdampak pada penurunan

asupan impuls dan akan membloking sehingga nyeri

berkurang atau menghilang (Parjoto, 2006)

e) Dosis Pemberian TENS

Pada treatment kondisi nyeri pinggang bawah akibat

akut sprung back menggunakan transcutaneus electrical

nerve stimulation konvensional dengan pulsa pendek sekitar

50 s pada 15-40 Hz, dengan frekuensi tinggi dan intensitas


61

rendah serta durasi panjang sekitar 30-66 menit/sesi.

Intensitas dinaikkan sampai ada rasa getar/tusuk-tusuk atau

geli. Dengan intensitas rendah akan selektif menstimulasi

serabut A delta untuk menginhibisi nyeri dengan pain gate

mechanism (Priatna, 2007).

f) Indikasi TENS

Indikasi dari alat TENS yaitu : (a) Trauma

musculoskeletal baik akut maupun kronik, (b) nyeri pasca

operasi, (c) nyeri pasca melahirkan, (d) nyeri miofacial, (e)

nyeri visceral, (f) nyeri yang berhubungan dengan sindroma

deprivasisensorik seperti neuralgia, kausalgia dan nyeri

phantom, (g) sindroma kompresi neurovaskuler, (h) nyeri

psikogenik (Ariska, 2014)

g) Kontra indikasi TENS

(1) Hipersensitif kulit karena penggunaan transcutaneus

electrical nerve stimulation dalam waktu lama dengan

intensitas tinggi menyebabkan resiko electrical damage

(Priatna, 2007).

(2) Setelah operasi tendon transverse sebelum 3 minggu,

adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi

penyambungan, kondisi peradangan akut/penderita dlm

keadaan panas (Parjoto, 2006).

h) Efek Fisiologi dan Efek Terapeutik TENS


62

Efek fisiologi dan terapeutik pada alat TENS

yaitu : (a) Relaksasi atau spasme otot yang

distimulasi, (b) Memonitor kontraksi otot atau

stimulasi otot, (c) Menurunnya produksi endhorpin

merupakan konsekuensi dari stimulasi listrik, (d)

Memperlancar sirkulasi melalui mekanisme ”pompa”

dari kontraksi otot, (e) Memacu sistem

retikuloendotelial untuk membersihkan produk-produk

sisa (Garisson, 1995).

i) Teknik Aplikasi TENS

(1) Persiapan alat

Pastikan mesin dalam keadaan baik. Siapkan

elektroda yang sama besar dan elektroda dalam

kondisi yang cukup basah. Harus diperhatikan

pula pemasangan kabel, metode pemasangan dan

penempatan elektroda sampai pemelihan

frekuensi, durasi pulsa, durasi waktu dan

intensitas.

(2) Persiapan pasien

Posisikan pasien tidur terlentang. Beri

penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan

dilakukan meliputi nama terapi, alasan pemberian


63

terapi, rasa yang diharapkan selama terapi dan

efek terapi.

(3) Pelaksanaan terapi

Pasang elektroda pada titik nyeri, kemudian

terapis mengatur intensitasnya sesuai toleransi

pasien. Terapis selalu memonitor pasien selama

terapi berlangsung. Jika tidak lagi merasakan

arus, maka intensitas harus dinaikan. Setelah

terapi selesai turunkan intensitas dan mesin

dimatikan. Lepaskan elektroda periksalah daerah

yang diterapi, apakah terdapat warna kemerah-

merahan sebagai tanda iritabilitas kemudian

rapikan dan simpanlah unit TENS setelah

digunakan (Susanto, 2015).

C. PNF dengan teknik hold relax

1) Definisi

Hold relax merupakan salah satu tehnik dalam

Propioceptor Neuromuscular Facilitation (PNF) yang

menggunakan kontraksi isometrik dan sekelompok otot

antagonis yang memendek, setelah itu dilanjutkan dengan

relaksasi kelompok otot tersebut. Latihan ini dapat

mengurangi nyeri, merelaksasikan otot, dang meningkatkan

lingkup gerak sendi (Kisner dan Colby, 2007)


64

2) Efek Terapeutik

Hindle KB Whitcomb, 2012, menyatakan bahwa reaksi

kontraksi dan relaksasi tersebut ketika diberikan PNF

teknik hold relax khususnya pasif di akhir gerakan akan

terjadi penguluran serabut otot dan ketika diakhiri dengan

gerakan passive extra forced maka serabut otot tersebut

akan semakin bertambah panjang, sehingga terjadilah

penambahan jarak gerak abduksi sendi bahu karena

penguluran otot baik secara aktif maupun pasif sesuai sifat

fleksibilitas otot

3) Indikasi

a) Miostatik kontraktur

b) Scar tissue contracture adhesion

c) Fibrotic adhesion

d) Inversibel kontraktur

e) Pseudomiostatik kontraktur

4) Kontra Indikasi

a) Fraktur yang masih baru

b) Post immobilisasi (otot kehilangan tensile strtenght)

c) Tanda – tanda inflamasi akut

5) Prosedur Pelaksanaan
65

Hold relax exercise diberikan latihan 3 kali dalam seminggu

sampai pertemuan selama 4 minggu, dengan teknik dalam

PNF yang menggunakan pola gerak fleksi-abduksi-

eksorotasi dan ekstensi-abduksi-endorotasi, serta

menggunakan kontraksi isometrikdari otot antagonis,

dimana pasien harus melawan tahanan yang diberiterapis

pada pola antagonis tanpa disertai adanya gerakkan dan

dipertahankan selama 7 sampai 15 detik. Kemudian

digerakkan ke arah pola agonis dan pertahankan selama 10

sampai 15 detik. Untuk mengawali penguluran selanjutnya,

harus adarelaksasi selama 20 sampai 30 detik (Wahyono,

2002).

B. Objek Yang Dibahas

1. Nyeri

a. Definisi

Nyeri adalah pengalaman umum dari manusia. Beberapa

jenis penyakit, injury dan prosedur medis serta surgical

berkaitan dengan nyeri. Beberapa pasien mungkin mempunyai

pengalaman nyeri yang berbeda dengan jenis dan derajat

patologis yang sama. Selain patologis fisik, kultur atau budaya,

ekonomi, sosial, demografi dan faktor lingkungan

mempengaruhi persepsi nyeri seseorang. Keadaan psikologis


66

seseorang, riwayat personal dan faktor situasional memberikan

kontribusi terhadap kualitas dan kuantitas nyeri seseorang

(Turk dan Melzack, 1992).

b. Alat ukur

Pada kasus frozen shoulder mengukur nyeri bisa

menggunakan skala VAS

c. Prosedur pengukuran

Pasien dimintaberapa nilai saat nyeri. Ukuran vas dari 0

sampai 10. Tidak nyeri itu 0, nyeri tak tertahankan 10.

d. Kriteria Pengukuran

VAS (Visual Analog Scale) sebagai alat ukur pemeriksaan

nyeri.

0 5 10

Tidak Nyeri Nyeri tak tertahankan

2. Lingkup gerak sendi atau ROM

a. Definisi

ROM adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada

suatu sendi. Posisi awal untukmengukur semua ROM kecuali

rotasi adalah posisi anatomis. Dalam menentukan ROM adatiga

sistem pencatatan yang bisa digunakan yaitu yang pertama

dengan sistem 0 –180 derajat,yang kedua dengan sistem 180 -0


67

derajat, dan yang ketiga dengan sistem 360 derajat.Dengan

sistem pencatatan 0 -180 derajat, sendi ekstremitas atas dan

bawah ada padaposisi 0 derajat untuk gerakan fleksi, ekstensi,

abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisianatomis.

b. Alat ukur

Pada kasus frozen shoulder mengukur ROM atau LGS bisa

menggunakan Goneometer

c. Prosedur pengukuran

Posisi tubuh dimana sendi ekstremitas berada pada

pertengahan antara medial(internal) dan lateral (eksternal)

rotasi adalah 0 derajat untuk untuk ROM rotasi. ROM

dimulai pada 0 derajat dan bergerak menuju 180 derajat.

Sistem pencatatan seperti ini adalahyang paling banyak

digunakan di dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver

pada 1923 dantelah dibantu oleh banyak penulis, termasuk

Cave dan roberts, Moore, American Academy of

Orthopaedic Surgeons, dan American Medical Association.

Dua sistem pencatatan yang lainnya yaitu sistem 180 -0

derajat yang diukur padaposisi anatomis, ROM dimulai

dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem

360derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan

fleksi dan abduksi dimulai pada 180 derajatdan bergerak


68

menuju 0 derajat, gerakan ekstensi dan adduksi dimulai

pada 180 derajat danbergerak menuju 360 derajat. Kedua

sistem pencatatan tersebut lebih sulit

dimengertidibandingkan sistem pencatatan 0 -180 derajat

dan juga kedua sistem pencatatan tersebut jarang

digunakan

d. Kriteria pengukuran

Pengukuran Lingkup Gerak sendi Shoulder pada

saat gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi,

endorotasi. Nilai normal dari sendi shoulder yaitu :

(a) Sagital : 50 0-00-1700,

(b) Frontal : 170 0–00-750,

(c) Rotasi : 90 0- 00- 800

3. Spasme Otot

a. Definisi

Spasme merupakan kontraksi otot tiba-tiba terjadi dalam

waktu tanda sadar, yang menjadikan otot menegang dan kuat.

Cara mengukur Spasme otot dapat dilakukan dengan cara

palpasi yaitu : dengan jalan menekan dan memegang organ

atau bagian tubuh pasien untuk mengetahui kelenturan otot

jari, missal terasa kaku, tegang atau lunak. Untuk kreteria


69

penilian sebagai berikut : Nilai 0 adalah tidak ada

spasme,nilai 1 adalah ada spasme ringan nilai (Sasmito, 2013).

b. Alat Ukur

Pada alat ukur pada spasme otot dapat menggunakan palpasi

c. Prosedur pengukuran

Meminta ijin terlebih dahulu kepada pasien kemudian meraba

dan menekan pada bagian yang akan diperiksa, usahakan tidak

terhalang oleh kain / pakaian pasien (Hudaya, 2002).

d. Kriteria Pengukuran

Teknik untuk mengetahui kondisi otot dengan cara

mempalpasi otot yang mengalami ketegangan. Nilai 0 adalah

tidak ada spasme, nilai 1 adalah ada spasme ringan nilai

4. Kekuatan Otot

a. Definisi

Kekuatan otot adalah kontraksi maksimal yang dihasilkan

oleh otot atau sekelompok otot. Secara fisiologis, kekuatan

otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk

melakukan satu kali kontraksi secara maksimal melawan tahan

atau beban. Secara mekanis, kekuatan didefinsikan sebagai

kerja maskimal (maximal force) yang dihasilkan otot atau

sekelompok otot (Bompa, 2009).

b. Alat Ukur

Pada alat ukur pada kekuatan Otot dapat menggunakan MMT


70

c. Prosedur pengukuran

Meminta ijin terlebih dahulu kepada pasien kemudian

meraba dan pasien melawan tahanan yang diberian terais pada

bagian yang akan diperiksa (Hudaya, 2002).

d. Kriteria Pengukuran

1) Nilai 0=Tidak ada kontraksi

2) Nilai 1 = Ada Kontraksi

3) Nilai 2 = Ada kontraksi, meminimalkan gaya gravitasi.

4) Nilai 3 = Gerakan melawan grafitasi dan

5) Nilai 4 = Resistence minimal (tahanan minimal)

6) Nilai 5 = Resistance maksimal(tahanan maksimal)

5. Aktivitas Fungsional

a. Definisi

Aktivitas fungsional adalah aktivitas gerak sendi bahu

dengan tujuan untuk melakukan gerakan fungsional seseorang

dalam kehidupan sehari-hari seperti keramas, menggosok

punggung saat mandi, memakai dan melepas kaos dalam (t-

shirt), memakai kemeja berkancing, memakai celana,

mengambil bendadi atas, mengangkat beban berat (5kg atau

lebih), mengambil benda di saku belakang celana yang dapat

diukur dengan alat ukur SPADI, dimana pasien diminta

menjawab dan melakukan item yangterdapat pada alat ukur

tersebut. Kemudian dilakukan penilaian berdasarkan jumlah


71

item yang dijawab atau dilakukan berdasarkan petunjuk

penilaian pada form penilaian SPADI sehingga didapatkan nilai

SPADI yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Keterbatasan

aktivitas fungsional diketahui dengan persentase nilai SPADI

yang tinggi, sedangkan perbaikan atau peningkatan aktivitas

fungsional diketahui dengan penurunan persentase nilai SPADI

(Lalu Suprawesta, 2015).

b. Alat Ukur

Pada kasus Bronkiektasis dapat digunakan dengan

c. Prosedur

Tanya jawab sesuai index SPADI

d. Kriteria Pengukuran

Dengan cara melakukan tanya jawab kepada pasien tentang

keterbatasan saat melakukan aktifitas. Jenis skala disabilitas :

keramas, menggosok punggung saat mandi, memakai dan

melepas kaos dalam (t-shirt), memakai kemeja berkancing,

memakai celana, mengambil bendadi atas, mengangkat beban

berat (5kg atau lebih), mengambil benda di saku belakang

celana yang dapat diukur dengan alat ukur SPADI (lebih dari

10 pon). Kriteria penilaiannya yaitu 0 : tidak ada kesulitan , 1-3

: menggunakan alat bantu, 4-6 : sedikit bantuan orang lain, 7-

9 : dengan bantuan orang lain, 10 : Sangat kesulitan


72

C. Kerangka Berpikir

ETIOLOGI

Stroke ,Gangguan tiroid, Cidera bahu, Penyakit


dupuytren , Penyakit Parkinsn, Kanker

Frozen Shoulder e,c post op fracture


1
/3 clavicula

Diagnosa Fisioterapi

Impairment Disability Fungsional Limitation

1) Adanya Nyeri Adanya Adanya keterbatasan dalam


2) Adanya keterbatasan LGS gangguan dalam melakukan beraktivitas
/ROM bersosialisasi dengan fungsional sehari-hari
3) Adanya Spasme Otot keluarga dan lingkungan
4) Adanya Penurunan Aktivitas sekitar
Fungsional
5) Adanya Penurunan kekuatan
otot

Tujuan Fisioterapi

Tujuan Jangka Pendek


Tujuan Jangka Panjang
1) Mengurangi Nyeri
2) Mengurangi keterbatasan LGS /ROM Mengembalian kemampuan aktifitas
3) Mengurangi Spasme Otot fungsional secara optimal dan mandiri
4) Mengurangi Penurunan Aktivitas
Fungsional
5) Mengurangi Penurunan kekuatan otot

1.
Intervensi Fisioterapi

Infra red, TENS dan PNF dengan teknik Hold


Relax

Rencana Evaluasi Hasil Evaluasi

1. Evaluasi Nyeri Dengan VAS 1) Nyeri berkurang


2. Evaluasi LGS/ROM Dengan Goneometer 2) Peningkatan LGS /ROM
3. Evaluasi Spasme Otot Dengan Palpasi 3) Spasme Otot berkurang
4. Evaluasi Nyeri Dengan VAS 4) Peningkatan Aktivitas Fungsional
5. Evaluasi Aktivitas Fungsional Dengan 5) Peningkatan kekuatan otot
index SPADI
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik. Metode

deskriptif analitik merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang. Analitik bertujuan untuk mengetahui

assessment dan perubahan yang dapat diketahui dalam penelitian tersebut.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan studi kasus (Notoatmojo,

2010). Dalam desain penelitian tersebut harus sesuai dengan prinsip – prinsip

pencatatan pada proses fisioterapi.

Dalam Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode

deskriptif analitik untuk mengetahui assessment dan perubahan yang dapat

diketahui.

Desain penelitian yang digunakan adalah “Studi Kasus”

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Rencana penelitian Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan di RSUD

Kajen pada bulan Januari 2020.

73
74

C. Subjek Peneltian

Subjek penelitian adalah pihak–pihak yang dijadikan sampel dalam penelitian

Pasien dengan kondisi Frozen Shoulder e,c post op fracture 1/3 clavicul yang

diberi intervensi fisioterapi berupa Infra red, TENS dan PNF dengan teknik Hold

Relax

D. Variabel Penelitian

Variabel sering diartikan sebagai konsep yang mempengaruhi vriabilitas.

Sedangkan konsep secara sederhana dapat diartikan sebagai penggambaran atau

abstraksi dari fenomena tertentu.

Adapun dua macam variable yaitu variable dependen atau variable yang

mempengaruhi dan variabel independen atau variabel bebas

1. Variabel dependen yaitu variabel yang bersifat tergantung atau terikat,

dimana hasil yang diperoleh tergantung dari variabel independent,

variabel dependent disini berupa meningkatkan LGS , mengurangi nyeri,

spasme otot, kekuatan otot dan meningkatkan aktivitas fungsional.

2. Variabel independent yaitu variabel yang bersifat bebas, dimana akan

sangat mempengaruhi hasil dari variabel dependent. Dalam hal ini

variabel independent adalah pelaksanaan terapi yang dilaksanakan yaitu :

Infra red, TENS dan PNF dengan teknik Hold Relax.


75

E. Instrumen Penelitian

No. Objek Parameter Kriteria Penilaian


yang Kriteria
Dibahas Penyampaian Hasil

1. Lingkup Goneometer Tindakan pemeriksaan yang


Pengukuran
gerak dilakukan untuk Lingkup Gerak
sendi atau mengetahui luas yang sendi Shoulder pada
ROM bisa dicapai oleh suatu saat gerakan fleksi,
persendian saat sendi
ekstensi, abduksi,
tersebut bergerak,
baik secara aktif
adduksi, eksorotasi,
maupun pasif. endorotasi. Nilai
normal dari sendi
shoulder yaitu : (a)
Sagital : 50 0-00-
1700, (b) Frontal :
1700–00-750, (c)
Rotasi : 90 0- 00- 800

2. Kekuatan menggunakan MMT Suatu metode


untuk mengetahui 1) Nilai
Otot
kemampuan 0=Tidak ada
Kekuatan Otot kontraksi
dalam 2) Nilai 1 =
beberapa kegiatan. Ada
Kontraksi
3) Nilai 2 =
Ada
kontraksi,
meminimalk
an gaya
gravitasi.
4) Nilai 3 =
Gerakan
melawan
grafitasi dan
5) Nilai 4 =
Resistence
minimal
(tahanan
minimal)
6) Nilai 5 =
Resistance
maksimal(ta
hanan
maksimal)
76

3. Spasme otot Teknik palpasi Teknik untuk


mengetahui kondisi 0 : Tidak
otot dengan cara adaspasme
mempalpasi otot yang
mengalami 1 : Ada spasme
ketegangan

4. Nyeri VAS Pemeriksaan untuk


mengetaui adanya nyeri 0 = Tidak nyeri
pada otot
1-3 = Nyeri ringan

4-6 = Nyeri cukup berat

7-9 = Nyeri berat

10 = Nyeri tak
tertahankan

5. Aktivitas Index SPADI Kegiatan yang


fungsional dilakukan sehari-hari Kriteria penilaiannya
paru yaitu 0 : tidak ada
kesulitan ,

1-3 : menggunakan
alat bantu,

4-6 : sedikit bantuan


orang lain,

7-9 : dengan bantuan


orang lain,

10 : Sangat kesulitan

F. Teknik Analisis Data

Setelah data-data terkumpul selanjutnya menganalisa data tersebut.

Cara analisis yang digunakan adalah pendekatan analisisinduktif. Data-data

yang diperoleh dari hasil tanya jawab dan pemeriksaan umum maupun khusus

dikumpulkan untuk menentukan diagnose, dari diagnose tersebut akan


77

didapatkan untuk menentukan tindak lanjut dari permasalahan yang akan

didapatkan setelah melalui proses terapi pertama hingga ke-4. Selanjutnya

dievaluasi terapis secara periodic digunakan untuk perbandingan terhadap

hasil yang didapat pada terapi berikutnya.

1. Data primer dengan menggunakan :

a. Pemeriksaan Fisik

Pemerikssaan fisik ini bertujuan untuk mengetahui keadaan

fisik pasien, keadaan fisik terdiri dari vital sign, Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, danAuskultasi.

b. Interview

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara

tanya jawab antara terapis dengan pasien yaitu anamnesis

langsung dengan pasien (Auto Anamnesis).

c. Observasi

Metode observasi dilakukan untuk mengambil

perkembanganpasien selama dilakukan tindakan fisioterapi.

2. Data sekunder dengan menggunakan :

a. Studi Dokumentasi
78

Dalam studi dokumentasi penulis mengamati dan

mempelajari data – data medis (Rekam Medis) dan Fisioterapi

pasien mulai dari awal sampai akhir.

b. Studi Pustaka

Dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah sumber – sumber

yang diambil dari buku Jurnal, Ejurnal, Ebook yang berkaitan dengan

kondisi Frozen Shoulder e,c post op fracture 1/3 clavicula.

G. Metode Pengumpulan Data dan Analisis data

Data penelitian dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung terhadap

pasien, yang ditunjang dengan diagnosis dokter dan assessment dari

fisioterapi. Setelah itu penulis mengumpulkan data yang ada dari hasil

evaluasi. Langkah selanjutnya menganalisa data diperoleh tahapan-tahapan

sebagai berikut :

a. Mengumpulkan sumber data-data yang dihasilkan sehingga dapat

dijadikan acuan untuk mengetahui perkembangan dan kemunduran

dalam proses terapi.

b. Dari data-data yang sudah diperoleh selanjutnya dievaluasi terapis

secara periodik digunakan untuk perbandingan terhadap hasil yang

telah dicapai pada terapi berikutnya.

c. Menganalisa data dengan cara deskriptif dan dievaluasi untuk

mengetahui perkembangan pasien.


79

Dengan menganalisa data, terapis dapat menentukan program terapi

berikutnya untuk dapat mecapai tujuan terapi. Sehingga dapat diperoleh hasil

akhir dari tindakan yang mengalami kemajuan dari sebelum di terapi.

H. Jalannya Penelitian

1. Penulis mempersiapkan materi dan konsep yang mendukung penelitian

dan pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah.

2. Penulis menyusun Proposal Karya Tulis Ilmiah yang terlebih dahulu

dikonsulkan kepada pembimbing.

3. Penulis melakukan revisi Proposal Karya Tulis Ilmiah sebelum

melakukan peneitian yang kemudian dikonsulkan kembali kepada

pembimbing.

4. Penulis melaksanakan ujian Proposal Karya Tulis Ilmiah.

5. Penulis meminta permohonan ijin penelitian kepada instansi terkait.

6. Penulis meminta permohonan ijin penelitian kepada pasien dengan

meminta persetujuan mengisi inform concent.

7. Pelaksanaan intervensi terhadap pasien dengan kondisi Frozen Shoulder

e,c post op fracture 1/3 clavicula yang meliputi :

a. Anamnesis yang dilakukan secara Auto anamnesis pada pasien.

b. Pemeriksaan subyektif dan obyektif


80

c. Intervensi fisioterapi berupa: Infra red, TENS dan PNF dengan

teknik Hold Relax

Penulis melakukan evaluasi dari terapi pertama sampai terapi ke-

empat untuk membandingkan membandingkan hasil terapi yang

telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

C, Hand et all. Long-Term Outcome Of Frozen Shoulder. J Shoulder Elbow Surg

2008;321

Cook, Chad E, PT, PHD, OCS, COMT. 2007. Orthopedic Manual therapy.

New Jersey : Upper Saddle River

Danur, S. 2015. Power Point Bahan Ajar Fisioterapi. Surakarta.

Dr. Dravya M. Mistry, Dr. Nipa Shah and Dr. Devathi Kothari; Collation Of

Scapular Proprioceptive Neuro-Muscular Facilitation And Scapular


Mobilization With Movement In Adhesive Capsulitis Patients. Int. J.
Adv. Res. 7(6), 573-581, 2019

Gilroy,Anne M,. Brian R. & Lawrence, 2008. Atlas Of Anatomi. New York,

Stuttgart. Hal 269-290.

GlennC.Terry, MD; Thomas M. Chopp, MD The Hughston Clinic, Columbus, GA by the

National Athletic Trainers 'Association, Inc


www.journalofathletictraining.org Functional Anatomy of the Shoulder
Journal of Athletic Training 2000;35 (3) :248-255C)
Volume35*Number3*September2000

Hindle KB Whitcomb, TJ Briggs WO, dan Hong J. Proprioceptive Neuromuscula

Facilitation (PNF) Its Mechanisms and Effects on Range of Motion and


Muscular Function. Journal of Human Kinetics.2012; 31: 105-13.

Kaushik Guha International Journal Of Physical Education, Sports And Health 2019;

6(2): 12-16

Kisner, Carolyn, MS, PT. 2002. Therapeutic Exercise Foundation and Technic.
Philadelphia : F.A. Davis Company.

Konin, Jeff G. 1997. Special Test For Orthopedic Examination. New Jersey.

81
82

Lalu Suprawesta, J. Alex Pangkahila,Muh. Irfan, Pelatihan Hold Relaxdan Terapi

Manipulasi Lebih Meningkatkan Aktivitas Fungsional Daripada


Pelatihan Contract Relaxdan Terapi Manipulasi Pada Penderita Frozen
Shoulder, 2015

Matsen FA, Fu FH, Hawkins RJ.The shoulder: a balance of mobility and

stability.Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic


Surgeons,1993.

Maini, F. 2013. Intervensi Sonophorosis Diclofenac dan Hold Relax Lebih Baik dari pada

Intervensi Ultrasound dan Hold Relax dalam Meningkatkan Kemampuan


Fungsional pada Kasus Osteoartritis Tibiofemoral Joint. Jakarta: Fakultas
Fisioterapi Universitas Esa Unggul

Mound. A Systematic Review And Cost-Effectiveness Analysis : Management of

Frozen Shoulder. Vol 16; 2012

Mudatsir, 2002. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Froen Shoulder. Jakarta.

Mukesh Tiwari, Vikram Khanna, Gaurav Maddhesia, Ishan Ghuse Role and

Efficacy of TENS versus SWD in the management of periarthritis


shoulder Indian Journal of Orthopaedics Surgery 2015; 1(4):211-214.

Pearsall AW, Holovacs TF, Speer KP. The intra-articular component of the

subscapularis tendon: anatomic and histological correlation in reference


to surgical release in patients with frozen-shoulder syndrome. Arthros-
copy. 2000;16:236-242.

Punia Sonu, Sushma Teaching Associate , Student, Department of Physiotherapy,

Guru Jambheshwar University of Science and Technology Hisar


(Haryana), Effect of Physiotherapy Treatment on Frozen Shoulder: a
Case Study, Indian Journal of Physiotherapy and Occupational Therapy.
January-March 2015, Vol. 9, No. 1

Purnomo, 2012. Fisioterapi Frozen Shoulder dan Pemeriksaan Spesifik. Jakarta.


83

Robinson CM, Seah KT, Chee YH, Hindle P, Murray IR. Frozen shoulder. J Bone

Joint Surg Br. 2012;94(1):1-9.

Saputri D.Oktaviana. 2016. Pengaruh Core Exercise Stability Terhadap Peningkatan

Aktivitas Fungsionalpada Penjahit dengan Keluhan Nyeri Punggung


Bawah (NPB) Miogenik Di Desa Tambong, Kabupaten Klaten. Surakarta
: Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

Snell, Richard S., 1998; Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; Edisi III,

EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, Klinik Medisakti. Akademi


Fisioterapi Makassar, 2001.

Soebijanto, Dkk. 2009. Prototype Bangku Ergonomis untuk Memperbaiki Posisi Duduk

Siswa SMAN di Kabupaten Gresik. Surabaya : Fakultas Kesehatan


Masyarakat

Soegijanto. 2002. Fakultas Fisioterapi. Anatomi Terapan & Biomekanik.

Universitas Indonusa Esa Unggul. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai