Disusun oleh :
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan energi terbesar yang
berasal dari minyak bumi. Minyak bumi ini termasuk energi tak terbarukan yang berasal
dari pelapukan sisa-sisa organisme sehingga biasa disebut sebagai bahan bakar fosil.
Berdasarkan data statistik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi, cadangan minyak bumi di Indonesia pada tahun 2018
diperkiran sebesar 7.375 MMSTB. Hingga saat ini, seiring dengan penggunaan bahan
bakar berbasis minyak bumi disektor industri maupun transportasi, kebutuhannya pun
semakin meningkat dan hal ini akan tetap berlanjut hingga beberapa tahun mendatang.
Sumber : statistik.migas.esdm.go.id
bilangan cetane tersebut sehingga kualitas bahan bakar yang dihasilkan dapat lebih baik.
Zat aditif yang ditambahkan ke masing-masing bahan bakar bensin dan solar berbeda,
tergantung pada komposisi bahan bakar tersebut. Untuk memperbaiki sifat-sifat fisisnya,
sebelum dipasarkan bensin dan solar juga ditambahkan beberapa zat aditif seperti anti
oksidan, penghambat korosi, perbaikan viskositas, anti foam dan sebagainya.
Tujuan penambahan zat aditif ke dalam bensin dan solar diantaranya untuk
meningkatkan efisiensi bahan bakar, sehingga dapat menghemat bahan bakar itu sendiri
mengingat bahwa minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui.
Gas emisi hasil pembakaran pun menjadi berkurang dan lebih ramah lingkungan.
Penambahan zat aditif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja mesin seperti
mengurangi ketukan pada mesin kendaraan bermotor. Dengan begitu, diharapkan mesin
kendaraan bermotor tidak akan cepat rusak.
B . Rumusan Masalah
1 . Apa pengertian dari minyak bumi ?
2 . Bagaimana cara mengolah minyak bumi ?
3 . Apa pengertian dari zat aditif ?
4 . Apa saja macam-macam zat aditif ?
C . Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A . Minyak Bumi
Minyak bumi merupakan cairan kental berwarna hitam atau kehijauan, mudah
terbakar, dan berada di lapisan atas dari beberapa tempat di kerak bumi. Komposisinya
terdiri dari campuran kompleks dengan 50-98% senyawa-senyawa hidrokarbon, yaitu
senyawa kimia yang mengandung hidrogen dan karbon, serta terdapat senyawa lain
seperti belerang, nitrogen, oksigen, dan logam-logam (vanadium, nikel, besi, dan
tembaga). Walaupun senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi sangat
banyak jumlahnya, tetapi senyawa tersebut dapat digolongkan ke dalam hidrokarbon
parafin, naftalen, dan aromatik. Di samping itu, ada juga hidrokarbon olefin dan diolefin.
Baik senyawa hidrokarbon maupun non-hidrokarbon, nantinya akan berpengaruh dalam
menentukan cara-cara pengolahan yang dilakukan pada kilang minyak. Minyak bumi
yang belum diolah disebut minyak mentah (crude oil) dan belum dapat digunakan.
Minyak mentah diolah dengan cara dipisah-pisahkan berdasarkan titik didihnya di kilang
minyak. Hasil dari pengolahan minyak mentah ini diantaranya adalah bahan bakar
minyak berupa bensin dan bahan bakar diesel berupa solar.
Proses pengolahan minyak mentah menjadi bahan siap pakai akan dijelaskan
lebih lanjut pada pembahasan dibawah ini:
3
Gambar 2 . Proses Pengolahan Minyak Bumi
1. Proses Distilasi
Tahap pertama adalah distilasi. Distilasi adalah proses pemisahan fraksi-fraksi
yang ada di minyak bumi, dimana pemisahan fraksi tersebut berdasarkan pada
perbedaan titik didih, dimana fraksi yang memiliki titik didih rendah akan menempati
bagian atas tabung, sedangkan fraksi yang memiliki titik didih tinggi akan menempati
bagian dasar tabung. Hasil dari proses destilasi ini antara lain adalah gas, bensin,
minyak tanah, diesel, oli, lilin dan aspal. Dimana semua hasil tersebut belum menjadi
bahan siap pakai karena belum melewati tahap-tahapan selanjutnya.
2. Proses Cracking
Tahap kedua adalah cracking. Cracking adalah proses pengolahan
minyak bumi yang bertujuan untuk menguraikan molekul-molekul besar senyawa
hidrokarbon menjadi molekul hidrokarbon yang lebih kecil. Proses crakcing ini sering
disebut sebagai proses refinery. Secara umum proses cracking ini dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu :
Thermal Cracking adalah proses pemecahan rantai senyawa hidrokarbon yang
memiliki rantai panjang menjadi senyawa hidrokarbon dengan rantai yang lebih
kecil melalui proses katalis / pemanasan. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan fraksi minyak bumi dengan cara boiling range yang lebih rendah dari
umpannya.
Catalytic Cracking adalah proses cracking yang menggunakan suhu tinggi dengan
tekanan yang rendah. Proses ini menggunakan katalis sebagai media untuk
mempercepat laju reaksi fraksi.
Hidrocracking adalah kombinasi dari proses thermal cracking dan catalytic
cracking yang menghasilkan senyawa jenuh. Kelebihan dari proses ini adalah
memiliki kandungan sulfur yang terdapat pada fraksi, dimana sulfurnya akan diubah
menjadi senyawa hidrogen sulfida sehingga proses pelepasan sulfur akan menjadi
lebih mudah.
3. Proses Reforming
Setelah melalui proses cracking maka selanjutnya adalah proses reforming.
Proses reforming adalah proses merubah struktur pada molekul fraksi yang mutunya
4
buruk menjadi molekul fraksi yang mutunya lebih baik. Pada proses reforming ini
dapat dilakukan dengan menggunakan katalis atau proses pemanasan. Karena proses
reforming ini bertujuan untuk merubah struktur pada molekul fraksi maka proses
reforming ini dapat disebut juga sebagai proses isomerasi.
5. Proses Treating
Proses kelima adalah treating. Treating adalah proses pemurnian fraksi
minyak bumi melalui tahap eliminasi bahan-bahan pengotor yang terlibat dalam
proses pengolahan. Inti dari proses ini adalah mengeliminasi bahan-bahan yang tidak
memberikan mutu dalam proses pengolahan minyak mentah ini sehingga hasil
akhirnya nanti mutunya akan bertambah.
6. Proses Blending
Tahapan terakhir dalam proses pengolahan minyak bumi adalah blending.
Blending adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk siap
pakai dengan cara menambahkan bahan-bahan aditif ke dalam fraksi minyak bumi.
Bensin
5
Bensin atau gasoline adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang
digunakan untuk kendaraan bermotor roda dua, tiga, dan empat. Secara sederhana,
bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana) sampai dengan
C11 dengan daerah didih ASTM sekitar 40-180 oC. Sifat-sifat yang paling penting
untuk bensin motor adalah kemudahan menguap, kemudahan mesin dihidupkan,
vapor lock, pemanasan dan percepatan, daya dan ekonomi, pengenceran minyak
karter, dan sifat anti ketukan. Kualitas bensin dapat ditentukan berdasarkan jumlah
ketukan dan dinyatakan dengan bilangan oktan. Bilangan oktan adalah bilangan (dari
0-100) yang menyatakan presentase iso-oktana (2,2,4-trimetil pentana) yang
dikandung dalam bensin sedang sisanya adalah presentase n-heptana. Iso-oktana
memiliki jumlah ketukan paling kecil sehingga diberi nilai oktan 100, sedangkan n-
heptana memiliki jumlah ketukan terbanyak sehingga diberi nilai oktan 0 dan
keduanya pun dijadikan pembanding dalam penentuan bilangan oktan.
Bensin super atau pertamax dengan angka oktan 92-100 dan berwarna merah.
Fraksi bensin dari hasil penyulingan minyak bumi mempunyai bilangan oktan
kurang dari 60 karena sebagian besar bensin dari hasil penyulingan terdiri dari alkana
lantai lurus. Untuk itu, perlu ditambahkan zat aditif sebagai zat anti ketukan sehingga
dapat meningkatkan nilai oktan bensin sebelum digunakan sebagai bahan bakar.
Solar
Solar adalah bahan bakar jenis distilat yang digunakan untuk mesin
compression ignition (motor diesel) yang tersusun dari hidrokarbon rantai lurus C 12-
C18. Daerah didih fraksi bahan bakar diesel bekisar antara 175-370 oC. Solar juga
biasa disebut sebagai Gas Oil, Automotive Diesel Oil atau High Speed Diesel. Pada
umumnya, solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada kendaraan
bermotor seperti bus, truk, kereta api, dan traktor. Kualitas solar dinyatakan dengan
bilangan cetane (pada bensin disebut oktan), yaitu bilangan yang menunjukkan
kemampuan solar mengalami pembakaran di dalam mesin serta kemampuan
mengontrol jumlah ketukan (knocking). Angka cetane solar harus berada antara 45 –
50. Untuk menentukan angka cetane digunakan bahan bakar standar yaitu campuran
6
dari normal cetane (C16H34) yang mempunyai waktu pembakaran tertunda sangat
pendek dengan α–methyl naptalene (C16H7CH3) dalam satuan volume. Bahan bakar
yang diukur kemudian dibandingkan dengan bahan bakar standar. Sama halnya
dengan bilangan oktan pada bensin, semakin tinggi bilangan cetane pada solar maka
kualitasnya akan semakin bagus karena solar tersebut semakin mudah untuk dibakar.
Untuk menghasilkan nilai cetane yang tinggi serta emisi gas buang yang rendah untuk
kendaraan diesel, solar dapat juga dilengkapi dengan zat-zat aditif tertentu.
C . Zat Aditif
Zat aditif adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu bahan untuk
memperbaiki performa bahan tersebut. Penggunaan bensin dan solar yang terus
meningkat menyebabkan perkembangan zat aditif semakin meningkat pula. Berbagai zat
aditif mulai bermunculan untuk memperbaiki performa bensin dan solar agar sesuai
dengan kebutuhan konsumen dan industri. Berikut ini sejarah perkembangan zat aditif di
dunia :
1921 : Penemuan komponen lead alkyl anti-knocking sebagai peningkat nilai oktan
pada bensin (Midgley dan Boyd, 1922).
1923 : Lead alkyl anti-knocking mulai dikomersialkan.
1930 : Antioksidan diperkenalkan untuk mencegah kecenderungan komponen hasil
perengkahan (dalam proses pengolahan minyak bumi menjadi bensin)
mengalami oksidasi dan pembentukan gum (Polss, 1973).
1950 : Penggunaan zat aditif lebih difokuskan ke sistem pembakaran pada otomotif.
1970 : Antioksidan berkembang sehingga mampu meningkatkan kemampuan
perengkahan katalitik untuk meningkatkan produksi bensin dan solar dengan
meningkatkan kandungan olefin dalam bahan bakar.
1980 : Deposite control additives meningkat penggunaannya untuk mengendalikan
terjadinya deposit pada karburator, injektor, valve, dan manifold
(Owen,1989).
7
untuk meningkatkan ketersediaan bahan bakar diesel pada produksi
penyulingan minyak bumi.
1980 : Cetane number improver digunakan untuk memenuhi spesifikasi cetane pada
penyulingan dan menyediakan bahan bakar diesel sesuai dengan mutu
pembakaran yang dibutuhkan.
1990 : Lubricity additives dan conductivity improver additives mulai digunakan.
Perkembangan zat aditif untuk bahan bakar diesel dan bensin di dunia dari
tahun 1920-2010 berdasarkan data dari Technical Committee of Petroleum Additive
Manufacturers in Europe dapat dilihat pada gambar berikut.
Tujuan dari penambahan zat aditif pada bensin dan solar adalah :
• Meningkatkan efisiensi bahan bakar, sehingga dapat menghemat bahan bakar itu
sendiri.
• Mengurangi gas emisi hasil pembakaran sehingga lebih ramah lingkungan.
• Meningkatkan kinerja mesin seperti bermotor, sehingga mesin kendaraan bermotor
tidak
akan cepat rusak.
8
Antiknock agent / anti ketukan adalah zat aditif yang ditambahkan untuk
mengurangi ketukan mesin akibat rendahnya angka oktan dengan memodifikasi sifat
bahan bakar agar tepat terbakar saat piston telah mencapai titik mati atas. Zat aditif
yang biasa digunakan adalah :
Tetraethyllead (TEL)
TEL ditemukan oleh T.Midgley dan T.A.Boyd dari General Motor
Corporation sekitar tahun 1922. Efektivitas TEL dalam menurunkan ketukan mesin
tergantung kepada jumlah TEL yang ditambahkan ke dalam komposisi bensin.
Susceptibility bensin terhadap TEL tergantung kepada jenis senyawa hidrokarbon
yang terdapat dalam bensin. Susceptibility adalah kenaikan angka oktan yang terjadi
bila ke dalam 1 galon bensin ditambahkan 1 mL TEL. Saat ini, penggunaan TEL
sebagai octane booster sudah dibatasi dan bahkan beberapa negara sudah tidak lagi
menggunakannya seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Australia karena kandungan
timbal (Pb) yang dimilikinya. Timbal atau Pb yang berada di udara bebas dapat
bereaksi membentuk PbO atau timbal monoksida yang berbahaya bagi kesehatan
janin, kecerdasan anak, sistem reproduksi, dan dapat menimbulkan keracunan bila
terhirup dalam jangka panjang. Sebagai pengganti TEL, dikembangkan oksigenat
alkohol (misalnya campuran methanol dan tersier-butil alkohol) dan oksigenat eter
(misalnya MTBE) sebagai penaik angka oktan.
Eter mempunyai panas laten penguapan yang kira-kira sama dengan panas
laten penguapan bensin, sehingga tidak berpengaruh negatif terhadap
kemudahan mesin untuk dihidupkan dalam keadaan dingin.
9
Methyl tertiary Buthyl Ether (MTBE) memiliki sifat yang paling mendekati
bensin ditinjau dari nilai kalor, kalor laten penguapan dan rasio stoikiometri udara
per bahan bakar. MTBE adalah senyawa organik yang tidak mengandung logam dan
tidak membentuk senyawa peroksida yang berbahaya bagi lingkungan. MTBE juga
memiliki sifat-sifat pencampuran yang baik dengan bensin. Kisaran angka oktan
MTBE yang tinggi, yaitu 116 - 118 RON menjadikan MTBE sangat baik untuk
digunakan sebagai peningkat angka oktan (octane booster). Selama pembakaran,
MTBE menambah oksigen di dalam bensin dapat mengurangi emisi karbon
monoksida, CO dan material- material pembentuk ozon atmosferik.
Kadar disarankan dalam penambahan kedua zat aditif tersebut sebesar 10-1000 mg/kg .
10
3. Fuel Antioxidant
Fuel Antioxidant adalah zat aditif yang ditambahkan untuk mencegah
pembentukan kotoran dan endapan dan penggelapan pada warna akibat reaksi oksidasi
dengan cara menurunkan menghambat reaksi oksidasi dan pembentukan gum oleh
bahan bakar akibat reaksi autooxidation. Zat aditif yang biasa digunakan adalah :
2,6-di-tertiary butyl-para-cresol
2,6-di-tertiary butyl phenol
Campuran keduanya
Kadar disarankan adalah 5-30 mg/kg untuk mesin diesel dan 10 – 50 mg/kg untuk
mesin bensin.
5. Combustion Improvers
Combustion Improvers adalah zat aditif yang berperan sebagai katalis dalam
reaksi pembakaran bahan bakar agar pembakaran berlangsung dengan cepat dan lebih
sempurna sehingga emisi gas buang lebih sedikit pencemar zat CO. Zat aditif yang
biasa digunakan adalah :
Iron tris(2-ethylhexanoate)
Senyawa kompleks besi ferrocene
Naphthenate iron succinate
Kadar disarankan 10-30 mg/kg untuk mesin diesel dan 5 – 50 mg/kg untuk mesin
bensin.
6. Antifoaming agent
11
Antifoaming agent adalah zat aditif yang ditambahkan untuk mencegah adanya
busa saat pengisian tangki bahan bakar karena saat pengisian bahan bakar kedalam
tangki, bahan bakar cenderung akan berbusa sehingga dapat tumpah dan
membahayakan. Zat aditif yang biasa digunakan :
Polisiloksan
Silica-polyehter copolymer
Kadar disarankan 1-5 mg/kg untuk mesin diesel.
7. Biocides
Biocides adalah zat aditif yang berguna dalam menghilangkan mikroorganisme
yang ada pada bahan bakar karena mikroorganisme dapat mempercepat terjadinya
korosi dan dapat menyumbat filter. Zat aditif yang biasa digunakan :
Cyclic imines
Methylene-bis-5-metiloxaazodiline
Kadar disarankan 1-10 mg/kg untuk mesin diesel.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah :
1 . Minyak bumi merupakan cairan kental berwarna hitam atau kehijauan, mudah
terbakar,
dan berada di lapisan atas dari beberapa tempat di kerak bumi yang terdiri dari
campuran kompleks dengan 50-98% senyawa-senyawa hidrokarbon, serta terdapat
senyawa lain seperti belerang, nitrogen, oksigen, dan logam-logam (vanadium, nikel,
besi, dan tembaga).
2. Proses pengolahan minyak bumi terdiri dari destilasi, cracking , reforming ,
polimerisasi
dan alkilasi , treating ,dan blending.
3. Zat aditif zat yang ditambahkan ke dalam suatu bahan untuk memperbaiki performa
bahan tersebut.
4 . Zat aditif dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya , yaitu sebagai antiknock agent
/ anti ketukan, cetane improvers / penaik angka cetane, antioxidant, corrosion
inhibitor / penghambat korosi, combustion Improvers, antifoaming agent, biocides,
coloring and markers / zat warna.
13
B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk proses penambahan zat aditif pada
bensin dan solar agar kualitas yang diperoleh lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alim. 2016. "Proses Pengolahan Minyak Mentah menjadi Minyak Bumi." Ilmu Geografi.
Diakses pada Jumat,14 November 2018. https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/proses-
pengolahan-minyak-mentah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi,
"Rencana Strategis 2015-2019", hal. 47, Jakarta.
Midgley, T and Boyd T.A.,1922, "The Chemical Control of Gaseous Detonation with
Particular Reference to The Internal-Combustion Engine", Ind. Eng. Chem.
Owen K.,1989,"Gasoline and Diesel Fuel Additives", Critical Reports on Apllied Chemistry,
25, Soc. Chem. Ind., John Wiley & Sons.
Polss P.,1973, "What Additives Do For Gasoline", Hydrocarbon Processing Vol. 52 N2, pp.
61-68.
Technical Committee of Petroleum Additive Manufacturers in Europe, 2013, “Fuel
Additives: Use and Benefit”, ATC Document 113.
14
15