Anda di halaman 1dari 20

Diagnosa dan Tatalaksana

ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI)

Oleh :
Sere Agustina Napitupulu (130100275)
Greta Nivola Herdina Pandiangan (130100103)

Pembimbing : dr. Cut Aryfa Andra, Sp.JP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Diagnosa dan Tatalaksana ST-Elevasi Miokard Infark
(STEMI)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr. Cut Aryfa Andra, Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 04 Juli 2017

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular
yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi.i Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan
serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian
jantung terhenti sehinga sel otot jantung mengalami kematian.ii

Menurut laporan WHO, pada tahun 2009, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000
(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Di Indonesia pada
tahun 2006, penyakit infark miokard merupakan penyebab kematian pertama
dengan angka mortalitas 220.000 (14%).iii

Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa tahun 2007,


jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit
jantung iskemik, yaitu sekitar 110.183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi
terjadi pada Infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal
jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%).iv
Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable
Angina (UA), ST-segmen Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-
segment Elevation Myocardial Infart (NSTEMI). IMA adalah tipe STEMI sering
menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan
yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.v
Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu
tindakan reperfusi, berupa terapi trombolitik, fibrinolitik maupun Percutaneous
Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset
gejala <12 jam.vi
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit ST-Elevasi Miokard
Infark (STEMI)
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
kasus ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) serta melakukan
penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan
prognosis yang baik.

1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini
adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ST-
Elevasi Miokard Infark (STEMI).
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
Elevasi Miokard Infark (STEMI).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung


Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas
jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah
bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus
memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai
penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi
menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah
tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari
atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi
untuk memompakan darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh.

Gambar 2.1 Anatomi Jantung


Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada
(thoraks), diantara kedua paru. Selaput yang membungkus jantung disebut
perikardium, yang terdiri atas 2 lapisan, yauitu perikardium parietalis,
merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
dan perikardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri,
yang juga disebut epikardium. Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat
cairan pericardium, yang berfungsi sebagai pelicin atau lubrikasi saat
jantung beraktivitas. Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan
luar yang disebut epikardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan
lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut endokardium.
a. Atrium kanan
Sebagai tempat penampungan darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena cava superior, vena cava
inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri.
Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
b. Atrium kiri
Sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah
vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan
selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
c. Ventrikel kanan
Menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri,
Menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui
aorta.

Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung


dilengkapi dengan katup-katup, diantaranya :
a. Katup atrioventrikuler
Katup trikuspidalis (antara atrium kanan dan ventrikel kanan) dan katup
mitral (antara atrium kiri dan ventrikel kiri)

b. Katup semilunar
Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan katup aorta yang
terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Perdarahan otot jantung berasal dari aorta melalui 2 pembuluh


darah koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri ini
keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang
arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama kemudian bercabang
menjadi arteri sirkumfleks dan arteri desendens anterior kiri. Arteri
koroner kanan utama berjalan di dalam sulkus atrioventrikuler ke kanan
bawah. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan dan arteri

desenden posterior kanan.


Gambar 2.2 Perdarahan jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom melalui pleksus
kardialis. Saraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian servical
dan torakal bagian atas dan saraf parasimpatis berasal dari nervous vagus.
Serabut parasimpatis mempersarafi nodus SA, otot-otot atrium, dan nodus
AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar ke seluruh sistem
konduksi dan miokardium. Stimulasi simpatis juga menyebabkan
terlepasnya epinefrin dan beberapa norepinefrin dari medula adrenal.
Respon jantung terhadap stimulasi simpatis diperantai oleh pengikatan
norepinefrin dan epinefrin ke reseptor adregenik tertentu; reseptor α
terletak pada sel-sel otot polos pembuluh darah, menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi, dan reseptor β yang terletak pada nodus AV, nodus SA,
dan miokardium, menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan
kecepatan hantaran melewati nodus AV, dan peningkatan kontraksi
miokardium (stimulasi reseptor ini menyebabkan vasodilatasi).vii

2.2. Siklus Jantung


Siklus jantung tediri dari sistol (kontraksi dan pengosongan) dan
diastol (relaksasi dan pengisian). Kontraksi terjadi karena penyebaran
eksitasi ke seluruh jantung. Atrium dan ventrikel melakukan siklus sistol
dan diastol secara terpisah.
Gambar 2.3 Siklus Jantung
a. Middiastol ventrikel
Darah dari sistem vena terus mengalir dalam atrium maka tekanan atrium
sedikit melebihi tekanan ventrikel meskipun kedua rongga ini berada
dalam keadaan relaksasi. Karena perbedaan tekanan ini maka katup
atriovntrikular terbuka dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam
ventrikel sepanjang diastol ventrikel. Akibat pengisisan pasif ini, volume
ventrikel secara perlahan meningkat bahkan sebelum atrium mulai
berkontraksi.
b. Menjelang Akhir diastolik ventrikel
Adanya depolarisasi atrium menyebabkan kontraksi atrium, meningkatkan
kurva tekanan atrium dan mengalirkan banyak darah ke ventrikel.
c. Akhir diastolik ventrikel
Diastol ventrikel berakhir pada awitan kontraksi ventrikel. Pada saat ini,
kontraksi atrium dan pengisisan ventrikel telah selesai. Volume darah di
ventrikel di akhir diastolik dikenal sebagi volume diastolik akhir.
d. Eksitasi ventrikel dan awitan sistol ventirikel
Terjadinya perbedaan tekanan antara atrium dan ventrikel menyebabkan
tertutupnya katup atrioventrikuler.
e. Kontaksi ventrikel isovolumetrik
Untuk mebuka katup aorta, tekanan ventrikel harus terus meningkat
sampai melebihi tekanan aorta. Karena itu, setelah katup atrioventrikular
tertutup, dan sebelum katup aorta terbuka terdapat periode singkat ketika
ventrikel menjadi suatu ruang tertutup. Periode ini disebut kontraksi
ventikel isovolumetrik.
f. Ejeksi ventrikel
Ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, katup aorta terbuka dan
terjadilah ejeksi darah. Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-
masing ventrikel disebut isi sekuncup. Volume ventrikel menurun secara
bermakna sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar.

g. Akhir sistolik ventrikel


Ventrikel tidak mengosongkan isinya secara sempurna selama fase ejeksi.
Dalam keadaan normal, hanya separuh dari darah di dalam ventrikel pada
akhir diastol dipompa keluar selama sistol berikutnya. Jumlah darah yang
tertinggal di ventrikel pada akhir sistol ketiika ejeksi selesai disebut
volume sistolik akhir yang rerata besarnya 65 ml.
h. Relaksasi ventrikel isovolumetrik
Saat katup aorta menutup, katup atrioventrikuler belum terbuka karena
tekanan ventrikel masih melebihi tekanan atrium sehingga tidak ada darah
yang masuk ke ventrikel dari atrium. Karena itu, semua katup kembali
tertutup untuk waktu yang singkat yang disebut relaksasi ventrikel
isovolumetrik.
i. Pengisian ventrikel
Ketika tekanan ventrikel turun dibawah atrium katup atrioventrikler
membuka dan ventrikel kembali terisi.viii

2.3. Infark Miokard Akut (IMA)


2.3.1 Definisi
Infark miokard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke
jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di
pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan kororner akut, kecuali
sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah
otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot
jantung, dikatakan mengalami infark.ix Infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarction) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak
stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.x
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol serta kalori.xi

2.3.2 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma
pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi
plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan
aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner,
baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang
berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari
iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena
proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

2.3.3 KLASIFIKASI SINDROM KORONER AKUT


Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)


merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan
aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner
perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung. Diagnosis
NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat keluhan
angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa
depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar,
gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan
(Gambar 1). Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah
Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung
terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard
Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial Infarction,
NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak
meningkat secara bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang
untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi
nilai normal atas (upper limits of normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG
awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan
yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung, maka
pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap
menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap
6 jam dan setiap terjadi angina berulang.

2.3.4 Diagnosis Banding


a. Emboli Paru
b. Diseksi Aorta
c. Perikarditis
d. Pneumothorax
e. Pneumonia

2.3.5 Diagnosis
ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah kejadian oklusi
mendadak di arteri koroner epikardial dengan gambaran EKG elevasi
segmen ST. Diagnosis STEMI dibuat berdasarkan :
2.3.5.1 Anamnesis
Pada anamnesis pasien akan mengeluh gejala nyeri dada pada
bagian substernal dengan durasi lamanya >20 menit yang disertai dengan
keringat dingin. Nyeri dada yang dirasakan pasien dapat menjalar ke
lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati. Dari anamnesis juga dapat
kita jumpai terdapat satu atau lebih faktor risiko yaitu kencing manis,
kolesterol, darah tinggi, dan juga riwayat keluarga.

2.3.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal kecuali
disertai komplikasi.1

2.3.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada pasien STEMI dapat dilakukan :
a. Elektrokardiogram (EKG)
Pada pemeriksaan EKG, dijumpai Elevasi segmen ST ≥ 0,1mV pada dua
atau lebih sadapan sesuai region dinding ventrikelnya. Namun khusus pada
sadapan V2 dan V3, batasan elevasi menjadi ≥ 0,2mV pada laki-laki usia ≥40
tahun; ≥ 0,25mV pada laki-laki usia <40 tahun, atau ≥ 0,15mV pada perempuan.xii
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit, Trombosit, Natrium, Kalium, Ureum, Kreatinin,
Gula Darah Sewaktu, SGOT, SGPT, CK-MB, Troponin.1
Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung :
1. CK-MB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.10
c. Rontgen Thorax
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta.
d. Ekokardiografi1
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel
kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang.
Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik,
atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika
memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus
tersedia di ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera
mungkin bagi pasien tersangka SKA.
2.3.6 Tatalaksana
1. Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4 liter/menit
c. Pemasangan IVFD
d. Obat-obatan :
- Aspilet 160mg kunyah
- Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi
clopidogrel) berikan 300mg jika pasien mendapatkan terapi fibrinolitik
atau
- Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor 180 mg jika pasien mendapatkan
primary PCI
- Atorvastatin 40mg
- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang 3 kali jika masih ada keluhan dan
dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten
- Morfin 2-4mg iv jika masih nyeri dada
e. Monitoring jantung
f. Jika onset <12 jam:
- Fibrinolitik (di IGD) atau
- Primary PCI (di cathlab) bila fasilitas dan SDM di cathlab siap
melakukan dalam 2 jam
2. Fase Perawatan Intensif di CVC
a. Obat-obatan
- Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mgatau 1x40 mg jika kadar
LDL di atas target
- Aspilet 1 x 80mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg
- Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus, Carvedilol 2x3,125 mg
jika fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak
ada kontra indikasi
- Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi
menurun EF <50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi
- Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan
ARB: Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan 2x80mg
- Obat pencahar 2 x 1 sendok makan
- Diazepam2 x 5 mg
- Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:
 UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan
dengan dosis rumatan 12 Unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau
 Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau
 Fondaparinux 1 x 2,5 mg
b. Monitoring kardiak
c. Puasa 6 jam
d. Diet Jantung I1800 kkal/24 jam
e. Total cairan 1800 cc/24 jam
f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam
urat
3. Fase perawatan biasa
a. Sama dengan langkah 2 a-f(diatas)
b. Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas pasien (pilih
salah satu) : 6 minutes walk test, Treadmill test, Echocardiografi Stress
test, Stress test perfusion scanning atau MRI
c. Rehabilitasi dan Prevensi sekunder1

2.3.7 Prognosis
Dubia at bonam

2.3.8 Edukasi
Pasien dan keluarga dapat kita berikan edukasi berupa1 :
1. Edukasi gizi dan pola makan
2. Edukasi faktor risiko
3. Edukasi gaya hidup sehat
4. Edukasi obat-obatan
Daftar Pustaka
i
1. Irmalita, Juzar AD, Andrianto, dkk. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut,
PERKI. Jakarta; 2015
ii
2. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta EGC; 2007
3. WHO. Cardiovascular disease.
iii
(cited 2008 Jun 15). Available from :
http://www.who.int/cardiovasculardiseases/en/.
iv
4. Ditjen Yanmedik. Statistik rumah sakit di Indonesia. Seri 3. Morbiditas/mortalitas.
Edisi tahun 2009. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009
v
5. Erharrdt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest pain. Eur
Heart J. 2002; 23 (15) ; 1153-76
vi
6. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS, et al.
Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-
elevation myocardial infarction; a report of the American College of Cardiology/ American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines; developed in collaboration with the Canadian
Cardiovascular Society, endorsed by the American Academy of Family Physicians : 2007 Writing
Group to Review New Evidence and Update the ACC/AHA 2004 Guidelines for the Management
of Patients With ST- Elevation Myocardial Infarction, writing on behalf of the 2004 Writing
Committee. J Am Coll Cardiol. 2008;51:210-247.
vii
7. Rilantono, L. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :Balai penerbit FK UI.1996. hal 7-13
viii
Sherwood, L. Fisiologi manusia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2012. hal 344-346.
ix
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
x
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

xi
11. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran.2005;147:6-9
xii
12. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Keempat Jilid Kedua. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI; 2014

Anda mungkin juga menyukai