Anda di halaman 1dari 19

HIMPUNAN BILANGAN RASIONAL

DAN
HIMPUNAN BILANGAN IRASIONAL

Himpunan Bilangan Rasional

a. Bilangan Pecahan
Perhatikan persamaan bx = a, dimana a dan b bilangan-bilangan bulat serta b ≠ 0.
Persamaan ini akan mempunyai penyelesaian :
(a) Suatu bilangan bulat c, apabila b merupakan factor dari a
(b) Suatu bilangan pecahan, apabila b bukan merupakan faktor dari bilangan a.

Definisi 4.1 : Bilangan pecahan adalah bilangan yang merupakan penyelesaian dari
persamaan bx = a, dimana:
(1) a dan b bilangan-bilangan bulat
(2) b tidak sama dengan nol
(3) b bukan faktor dari a
Definisi 4.2 : Suatu pecahan adalah suatu lambing bilangan yang terdiri dari pasangan
bilangan bulat a dan b (b ≠ 0) yang merupakan penyelesaian dari
persamaan bx=a, yang dituliskan sebagai:
a
atau a/b, atau a:b
b
Bilangan pecahan ini sudah dikenal sejak zaman mesir kuno dan zaman
messopotamia (khususnya dalam zaman babylonia).
Pecahan terdiri dari:
(1) pecahan murni : 0<│p│<1
(2) pecahan tidak murni : │q│≥ 1

Definisi 4.3 : Pecahan a/b dan c/d adalah ekivalen atau menyatakan bilangan yang
sama, dituliskan “a/b ≈ c/d” jika dan hanya jika ad = bc

Sifat 4.1 : Relasi ≈ untuk himpunan bilangan pecahan adalah relasi ekivalensi
Bukti
Relasi ≈ adalah relasi ekivalensi apabila memenuhi sifat-sifat refleksif,
simetris, dan transitif.
(1) Akan dibuktikan apabila a/b adalah pecahan, maka: a/b = a/b
Dari definisi 4.3, a/b ≈ a/b jika dan hanya jika ab = ba. Karena a dan b
adalah bilangan-bilangan bulat, maka ab = ba (komutatif).
Jadi relasi ≈ adalah refleksif
(2) Akan dibuktikan apabila a/b dan c/d adalah bilangan-bilangan
pecahan,dan a/b ≈ c/d maka c/d≈a/b.
a/b≈c/d (diketahui)
ad≈bc (definsi)
bc = ad (sifat simetris)
cb = da (komutatif perkalian)
c/d≈a/b (definisi)
Jadi relasi ≈ adalah simetris
(3) Akan dibuktikan apabila a/b, c/d, dan e/f adalah bilangan-bilangan
pecahan, dan a/b≈c/d dan c/d≈e/f, maka : a/b≈e/f.
a/b≈c/d (diketahui)
c/d≈e/f (diketahui)
Maka:
ad=bc dan cf=de (definisi)
(ad)f = bc(f)
a(df) = b(cf) (assosiatif)
a(fd) = b(cf) (komutatif)
karena cf = de, maka:
a(fd) = b(de)
= (bd)e (assosiatif)
a(df) = (db)e (komutatif)
(ad)f = d(be) (assosiatif)
(da)f=d(be) (assosiatif)
d(af)= d(be) (assosiatif)
af = be (kanselasi)
a/b = e/f
Dari (1),(2) dan (3) maka ≈ adalah relasi ekivalensi.
Sifat 4.2 : Apabila a,b, dan c blangan-bilangan bulat (b,c≠0), maka a/b≈ac/bc.
Bukti
a≈a
a(bc) = a(bc)
= (ab)c (assosiatif)
= (ba)c (komutatif)
a(bc) = b(ac) (assosiatif)
Jadi: a/b ≈ ac/bc
Sifat 4.3 : Apabila a/b dan c/b menyatakan bilangan yang sama, maka ab=bc (definisi
4.3) Jadi a=b (kanselasi)
Apabila a=c, maka ab = cb, b bilangan bulat. Jadi: a/b ≈ c/b (definisi 4.3).

b. Bilangan Pecahan
Dalam menuliskan bilangan-bilangan, umumnya menggunakan system posisi, yaitu
memberikan suatu nilai kepada angka-angka tertentu, tergantung kepada posisi atau
letak dari angka-angka tersebut. Suatu nilai dikelompokkan berdasarkan ribuan,
puluhan, ratusan, satuan dari angka itu. Sistem pengelompokan ini dinamakan sistem
desimal.
Dalam system ini, bilangan bulat dan bilangan pecahan dibatasi oleh tanda “,”.
Angka-angka yang dikiri tanda koma menyatakan persatuan, persepuluhan,
perseratusan, peseribuan dan seterusnya. Angka-angka yang dikanan tanda koma
menyatakan persepuluhan, perseratusan, peseribuan dan seterusnya.
1. Merubah pecahan biasa menjadi pecahan decimal
Semua pecahan biasa dapat dirubah menjadi pecahan decimal dengan cara
membagi pembilang dengan penyebutnya.
Contoh : 1/2 = 0,5
1/3=0,333…
Dari contoh, kelihatan bahwa dengan membagi pembilang dengan penyebut,
terjadi 2 jenis pecahan desimal yaitu
(1) Pecahan desimal yang banyak angka-angkanya terbatas, yang tampak pada
contoh no 1. Pecahan ini dinamakan pecahan desimal terhingga
(2) Pecahan desimal yang banyak angkanya tidak terhingga dan berulang, seperti
pada contoh no 2. Pecahan ini dinamakan pecahan desimal berulang.
Kelompok angka-angka yang berulang dari pecahan desimal berulang ini
dinamakan periode.
Ada beberapa metode untuk menyederhanakan penulisan pecahan desimal
berulang yaitu:
1. Dengan memberikan titik-titik diatas angka pertama dan angka terakhir
dari periodenya
2. Dengan memberi garis pada angka pertama dan angka terakhir dari
periodenya
3. Dengan mencoret angka pertama dan angka terakhir dari periodenya
4. Dengan memberi garis diatas seluruh periodenya.
Pecahan desimal berulang yang semua angka dibelakang komanya
berulang, seperti 0,34567 dinamakan pecahan desimal berulang murni
sedangkan Pecahan desimal yang tidak semua angka dibelakang komanya
berulang dinamakan pecahan desimal tidak murni.
2. Merubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa
(1) Pecahan desimal terbatas
Merubah pecahan desimal terhingga dapat secara langsung dirubah menjadi
pecahan biasa.
(2) Pecahan desimal berulang tak terhingga
Merubah pecahan desimal tak terhingga berulang dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metode euler dan metode deret ukur tak terhingga.

a. Metode Euler
Contoh :
Rubahlah pecahan decimal 0,1818… menjadi pecahan biasa.
Penyelesaian:
a
Misalkan pecahan itu , maka :
b
a
100 =18,1818 …
b
a
=0,1818 …
b
a
99 =18 –
b
a 18
=
b 99
2
¿
11
2
Jadi, pecahan biasa dari pecahan decimal 0,1818… adalah
11

b. Metode deret ukur tak terhingga


Dengan menggunakan rumus deret ukur tak terhingga kita dapat merubah pecahan decimal
menjadi pecahan biasa.
Contoh :
Rubahlah pecahan decimal 0,171171171… menjadi pecahan biasa
Penyelesaian :
Kita pandang pecahan decimal ini sebagai jumlah deret ukur tak terhingga, yaitu :
171 171 171
0,171171171 …= 3 + 6 + 9 + …(¿)
10 10 10
171 1
Bentuk (*) adalah bentuk deret ukur tak terhingga dengan a = 3 dan p = 3
10 10
Jumlah deret ukur tak terhingga ini adalah :
S= lim S n
n→ ∞
a
¿
1− p
171
1000
¿
1
1−
1000
171
1000
¿
999
1000
171
¿
999
19
¿
111
19
Jadi, pecahan biasa dari 0,171171171… adalah
111
C. Prosentase (persentase)
Prosentase atau persentase dengan lambing “%”, dibaca : “prosen atau persen”
yang mempunyai arti “perseratus”.
Setiap bilangan yang dapat dinyatakan dengan notasi decimal, akan dapat pula
dinyatakan dengan persen, dengan mengalikan pecahan decimal itu dengan 100,
kemudian ditambahkan dengan lambing %.
Contoh :
0,0125 = 100(0,0125)%
= 1,25%
1
=1 %
4
Dalam menghitung prosentase, harus dinyatakan dalam bentuk decimal, dan
kalau diperlukan sekali, harus dinyatakan dalam bentuk pecahan biasa yang
sederhana.

D. Bilangan Rasional
Bilangan-bilangan bulat dapat dijadikan bentuk pecahan biasa, yaitu pecahan
yang tidak murni, seperti misalnya :
13 26 39
13 = = = dan sebagainya.
1 2 3
Gabungan dari himpunan bilangan bulat dan himpunan bilangan pecahan,
dinamakan himpunan bilangan rasional.
Definisi 4.3 :
a
Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dengan bentuk , di mana a dan
b
b biulangan bulat dan b ≠ 0
Karena setiap pecahan decimal terhingga dan pecahan decimal tak terhingga
berulang dapat dijadikan bentuk pecahan biasa, maka semua pecahan decimal
terhingga dan decimal tak terhingga berulang adalah bilangan rasional.
Definisi 4.4 :
a c
Apabila menyatakan bulangan rasional r, dan menyatakan bilangan rasional s, maka r
b d
a c
= s, jika dan hanya jika ≅
b d
Definisi 4.5 :
a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka :
b d
a c ad +bc
+ =
b d bd
Definisi 4.6 :
a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka :
b d
a c ac
. =
b d bd
Definisi 4.7
a c a c e
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka − = adalah bilangan
b d b d f
a c e
rasional, jika dan hanya jika = +¿
b d f
Definisi 4.8 :
a c a c a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka dibagi oleh (ditulis : )
b d b d b d
e a c e
adalah sama dengan bilangan rasional , jika dan hanya jika = .
f b d f
E. Sifat-sifat Bilangan Rasional
Sifat 4.4 :
a ac
Bilangan-bilangan rasional yang dinyatakan dengan dan , b≠0, adalah dua
b bc
bilangan rasional yang sama.

Sifat 4.5 :
Jumlah atau selisih dari dua bilangan rasional yang mempunyai penyebut yang sama,
adalah bilangan rasional dengan penyebut yang sama, dan pembilangnya adalah
jumlah atau selisih dari pembilang-pembilang kedua bilangan rasional tersebut.

Sifat 4.6 :
m n
Bilangan rasional adalah sama dengan bilangan rasional , jika dan hanya jika
l l
bilangan-bilangan bulat m dan n adalah sama.
m n
Bukti : apabila dan , maka menurut definisi 4.4, maka m.l = n.l, jadi m = n.
l l

Sifat 4.7 : Tertutup penjumlahan


a c a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka + adalah bilangan
b d b d
rasional.
Bukti :
a c ad +bc
+ =
b d bd
Karena a, b, c, dan d bilangan-bilangan bulat, maka ad, bc, dan bd bilangan-bilangan
ad +bc
bulat. Jadi, adalah bilangan rasional.
bd

Sifat 4.8 : Tertutup perkalian


a c a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka . adalah bilangan
b d b d
rasional.
Bukti :
a c a c ac
Menurut definisi, untuk bilangan-bilangan rasional dan , maka . =
b d b d bd
Karena a, b, c, dan d adalah bilangan bulat, maka a.c dan b.d adalah bilangan-bilangan
ac
bulat, jadi adalah bilangan rasional.
bd
Sifat 4.9 : Tertutup pengurangan
a c a c
Apabila dan adalah bilangan-bilangan rasional, maka − adalah bilangan
b d b d
rasional.
Bukti :
a c ad−bc
− =
b d bd
Karena a, b, c, dan d adalah bilangan-bilangan bulat, maka ad, bc, dan bd adalah
ad−b c
bilangan-bilangan rasional. Oleh sebab itu, ad-bc bilangan rasional. Maka,
bd
adalah bilangan rasional.

Sifat 4.9 : Komutatif Penjumlahan

Apabila a/b dan c/d adalah bilangan – bilangan rasional, maka : a/b + c/d = c/d +
a/b.

Bukti :

ad +bc
a/b + c/d = (definisi)
bd

da+cb
= (komutatif perkalian)
db

cb+ba
= (komutatif penjumlahan)
db

= a/d + a/b

Contoh :

2 ( 5 ) +3 (4)
2/3 + 4/5 =
3.5
= 22/15

Sifat 4.10 : Komutatif Perkalian

Apabila a/b dan c/d adalah bilangan – bilangan rasional, maka : a/b . c/d = c/d . a/b

Bukti :

Menurut definisi :

a/b . c/d = ac/bd dan c/d . a/b = ca/db

ac/bd = ca/db, jika dan hanya jika (ca) (db) = (bd) (ac).

Karena ac = cad an bd = db (komutatif), maka :

(ac) . (db) = (ca) (bd) = (bd) (ca)

Jadi :

(a/b) . (c/d) = (c/d) . (a/b)

Sifat 4.11 : Assosiatif penjumlahan

Apabila a/b, c/d, dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, maka :

(a/b + c/d) + e/f = a/b + (c/d + e/f).

Bukti :

ad +bc
(a/b + c/d) + e/f = + e/f (definisi)
bd

( ad+ bc ) f + ( bd ) e
= (definisi)
(bd)f

= ¿¿ (distr.)

a ( df ) +b ( cf )+ b(de )
= (ass.)
b(df )

a(df ) b ( cf ) +b (de)
= + (sifat)
b(df ) b(df )

a af +de
= + (konselasi)
b df
a c e
=
b
+ + ( )
d f
(definisi)

Jadi, (a/b + c/d) + e/f = a/b + (c/d + e/f).

Contoh :

8+3
(2/3 + 1/4) + 1/2 = +½
12

= 11/12 + ½

22+ 24
=
24

= 34/24

Sifat 4.12 : Assosiatif Perkalian

Apabila a/b, c/d, dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, maka :

(a/b . c/d) . e/f = a/b . (c/d . e/f)

Bukti :

a .(c . e)
a/b . (c/d . e/f) = (definisi)
b .(d . f )

( a . c ) .e
= (assosiatif)
(b . d ). f

= (a/b . c/d) . e/f (definisi)

Jadi, (a/b . c/d) . e/f = a/b . (c/d . e/f).

Contoh :

2/3 . (1/4 . ½) = 2/3 . 1/8 = 2/24

Sifat 4.13 : Perkalian atas Penjumlahan

Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, maka :

(1) a/b(c.d + e/f) = (a/b . a/d) + (a/b . e/f)


(2) (c/d + e/f)a/b = (c/d . a/b) + (e/f . a/b)

Bukti :
(1) a/b ( c/d + e/f) = a/b ( cf df+ de ) (definisi)

a(cf + de)
=
b(df )
acf +ade
= (perkalian atas penjumlahan)
bdf
acf ade
= + (definisi)
bdf bdf
(ac )f (ae )d
= + (komutatif)
bdf bdf
ac ae
= + (konselasi)
bd bf
= (a/b . c/d) + (a/b . e/f)
Jadi, a/b(c.d + e/f) = (a/b . a/d) + (a/b . e/f)

(2) Dengan cara yang sama akan dapat dibuktikan :


(c/d + e/f)a/b = (c/d . a/b) + (e/f . a/b)

Sifat 4.14 : Distributif perkalian atas pengurangan


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, maka :
(1) a/b (c/d – e/f) = (a/b . c/d) – (a/b . e/f)
(2) (c/d – e/f) a/b = (c/d . a/b) – (e/f . a/b)

Sifat 4.15 : Distributif pembagian atas penjumlahan


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, maka :
(c/d + e/f) : a/b = (c/d : a/b) + (e/f : a/b)

Sifat 4.16 : Distributif pembagian atas pengurangan


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, b/b ≠ 0, maka :
(c/d - e/f) : a/b = (c/d : a/b) - (e/f : a/b)

Sifat 4.18 :
Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional,dan a/b = c/d, maka :
a/b . e/f = c/d . e/f

Sifat 4.19 : Konselasi perkalian


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, a/b ≠ 0 dan a/b . c/d
= a/b . e/f, maka : c/d = e/f

Sifat 4.20 :
Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, dan apabila a/b = c/d
serta p/q = r/s, maka :
(c/b) . (p/q) = (c/d . r/s)

Sifat 4.21 : Konselasi penjumlahan


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, dan a/b + ef = c/d +
e/f maka : a/b = c/d

Sifat 4.22 : Konselasi pengurangan


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, dan a/b - c/d = c/d -
e/f, maka a/b = c/d

Sifat 4.23 : Konselasi pembagian


Apabila a/b, c/d dan e/f adalah bilangan – bilangan rasional, e/f ≠ 0 dan a/b = c/d :
e/f, maka a/b = c/d.

Sifat 4.24 : Elemen identitas


Apabila a/b adalah bilangan rasional, maka :
(1) a/b + c/1 = c/1 + a/b = a/b
c/1 dinamakan elementer identitas penjumlahan bilangan rasional
(2) a/b . 1/1 = 1/1 . a/b = a/b
1/1 dinamakan elemen identitas perkalian bilangan rasional.

Sifat 4.25 : Perkalian dengan nol


Apabila a/b adalah bilangan rasional, maka a/b . 0 = 0 . a/b = 0

Sifat 4.26 : Sifat invers


(1) untuk setiap bilangan rasional a/b, terdapat suatu bilangan rasional –a/b,
sedemikian sehingga a/b + (–a/b) = 0
–a/b dinamakan invers penjumlahan dari a/b
(2) untuk setiap bilangan rasional a/b, terdapat suatu bilangan rasional b/a,
sedemikian sehingga a/b . b/a = 1
b/a dinamakan invers perkalian dari a/b

Sifat 4.27 :
Apabila a/b dan c/d adalah bilangan bilangan rasional, c/d ≠ 0, maka
a/b : c/d = a/b . d/c, dimana d/c adalah invers perkalian dari c/d
contoh :
¾ : 5/6 = ¾ . 6/5 = 18/20 = 9/10

Sifat 4.28 :
Apabila a/b dan c/d adalah bilangan bilangan asli, maka :
(1) –(a/b + c/d) = – (a/b) + (-a/b)
(2) –(–c/b)) = a/b.

Bukti :

(1) –(a/b+c/d) + (a/b+c/d) = 0/1 (definisi)


–(a/b) + (-(c/d) + (a/b+c/d) = –(a/b) + (-(c/d) + (a/b+c/d)

= -(a/b) + (-(c/d) + (a/b) + c/d

= –(a/b) + (a/b+(-c/d) + c/d

= (–(a/b) + a/b) + (-(c/d) + c/d)

= 0/1

Jadi : - (a/b + c/d) = - (a/b) (-c/d) (invers penjumlahan)

(2) – (-(a/b)) + (-(a/b)) = 0 (invers penjumlahan)


– (-(a/b)) + (-(a/b) + a/b = a/b
– (-(a/b) + (-(a/b) + a/b) = a/b
– (-(a/b)) + 0 = a/b
– (-(a/b)) = a/b

F. Urutan bilangan rasional

Relasi lebih kecil dari (<) dan relasi lebih besar dari (>) adalah relasi urutan.

Definisi 4.9 :

Apabila a/b dan c/d adalah bilangan-bilangan rasional, dimana b dan d lebih besar dari nol,
maka a/b dikatakan lebih kecil dari c/d, ditulis “ a/b , c/dn , jika dan hanya jika ad<bc.
Apabila a/b < c/d, maka dikatakan bahwa c/d > a/b.

Contoh :

(1) 2/7 < 5/8, karena 2 . 8 < 7 . 5

Sifat 4. 29 : sifat trikotomi

Apabila a/b dan c/d adalah bilangan-bilangan rasional, b dan d lebih besar dari nol, maka
hanya salah satu dari nol berikut yang benar :

(1) a/b < c/d


a/b = c/d
a/b > c/d
Sifat 4.30 :

Apabila a/b, a/d dan e/f adalah bilangan-bilangan rasional, dan a/b < c/d maka :

(1) a/b + e/f < a/d + e/f


(2) a/b . e/f < a/d . e/f, apabila e/f > 0
(3) a/b . e/f >a/d . e/f, apabila e/f < 0

contoh :

2/3 < 7/8, maka :

(1) 2/3 + ¼ <7/8 + ¼, atau 11/12 < 36/32


(2) 2/3 . ¼ < 7/8 . 1/4 , atau 2/12 <7/32
(3) 2/3 . (-1/4) > 7/8 . (-1/4, atau -2/12 > -7/32

Sifat 4.32 : Transitif Urutan

Apabila a/b < c/d dan c/d < e/f, dimana b, d, dan f lebih besar dari nol, maka a/b < e/f.

Bukti :

B > 0, d > 0, dan f> o (diketahui)

a/b < c/d dan c/d < e/f (diketahui)

maka :

ad<bc dan af < de (definisi)

adf < bcf dan bcf < bde (sifat 1.22)

jadi :

adf < bde (transitif bilangan bulat)

afd < bed (komutatif)

(af) d < (be)d (transitif)

af < be

maka : a/b < e/f

contoh :

½ < 2/3 dan 2/3 < ¾, maka ½ < ¾


G. Irisan Dedekind

Richard dedekind (1830-19) menyatakan bahwa apabila bilangan-bilangan rasional


digambarkan pada suatu garis bilangan, maka sembarang titik-titiknya akan menghasilkan
suatu irisan (cut) pada garis bilangan itu. Suatu titik akan membagi garis bilangan atas dua
kelompok atau kelas yang berbeda, yaitu kelas bawah (rendah) dan kelas atas (tinggi), dengan
ketentuan sebagai berikut :

(1) Setiap bilangan rasional akan menjadi anggota dari salah satu kelas saja, kelas rendah atau
kelas tinggi.
(2) Setiap bilangan rasional dalam kelas rendah akan selalu lebih kecil dari setiap bilangan dalam
kelas tinggi.
(3) Setiap kelas memiliki sekurang-kurangnya satu anggota.

Definisi 4.10 :

Irisan rasional adalah irisan yang kelas rendahnya mempunyai anggota terbesar atau kelas
tingginya mempuyai anggota terkecil.

Himpunan Bilangan Irasional

A. Penarikan akar
Definisi 5.1 :
Apabila a adalah suatu bilangan asli, a > 1 , dan b bilangan cacah, maka akar
hitung a dari b adalah suatu bilangan c yang lebih besar dari atau sama dengan
nol, dimana pangkat ke a nya sama dengan b, dituliskan :

Vba = c, dimana ca = b.

Bilangan a dinamakan eksponen akar, dan b dinamakan bilangan pokok.


Operasi bilangan menetapkan akar dari suatu bilangan, dinamakan “menarik”
akar bilangan tersebut.

Contoh :

(1) V25 = 5, maka 52 = 25

Definisi 5.2 :
Suatu akar pangkat dua dari suatu bilangan n, dilambangkan dengan Vn,
adalah satu dari dua faktor yang hasil perkaliannya adalah n.
Contoh :

(1) V9 = 3, karena 3X3 = 9


(2) V144 = 12, karena 12X12 = 144

Akar-akar suatu bilangan yang mempunyai eksponen yang sama, dinamakan akar-akar yang
senama, sedangkan akar-akar bilangan yang mempunyai bilangan pokok dan eksponen yang
sama, dinamakan akar-akar sejenis.

Contoh – contoh :

(1) Akar-akar senama : √ 5, √ 13, √ 124, dan √ 10


(2) Akar-akar sejenis : √ 3, 2√ 3, 15√ 3, dan a√ 3
Akar-akar yang sejenis dapat dijumlahkan atau dikurangkan, hingga terjadi satu akar,
misalnya :
√ 3 + 2 √ 3 + 5√ 3 = 8√ 3
Sifat 5.1 : sifat-sifat penarikan akar

(1) Apabila a = 0, maka √ a = 0


(2) Apabila a bilangan asli dan n = 0, maka : 0√a tidak didefinisikan.
(3) √a.b = √a . √b
bc
(4) √a = √ a
c
(5) √ a = a b.c
bc
(6) √a = √c a
bc
(7) √a = cb√ a
(8) (√ a)c = √ a
a
√ a
(9) c = √c a/b
√b

B. Bilangan Irasional
Diketahui bahwa bilangan irasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam
bentuk pecahan biasa a/b, a dan b bilangan-bilangan bulat dan b ≠ 0, atau dalam bentuk
pecahan desimal terbatas atau tak terbatas berulang.

Definisi 5.3 :

Bilangan irasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan
deimal, tetapi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan biasa a/b, dimana a
dan b bilangan-bilangan bulat dan b ≠ 0.

Contoh-contoh :
(1) Bilangan 0,13113111311113......... adalah karena pecahan desimal ini pecahan
desimal tak terhingga, tetapi tidak terulang.
(2) Akar-akar atau penyelesaian dari persamaan seperti x2 – 2 = 0, x2-5 = 0 dan x2-2x-5 =
0, adalah bilangan-bilangan irasional yang dinyatkan masing-masingnya dengan V2,
V5, dan 1 + V6.

Misal kita ambil √ 2, yaitu salah satu dari akar-akar persamaan kuadrat x2 – 2 = 0.
Cara berikut ini akan membuktikan nilai aproksimal dari √ 2 dan sekaligus memperlihatkan
bahwa V2 adalah bilangan irasional:

Karena 12 > 2, dan 22 = 4 < 2, maka √ 2 terletak antara 1 dan 2. Kita bagi interval
antara 1 dan 2 menjadi 10 interval yang sama. Diketahui bahwa √ 2 trletak antara interval-
interval keempat dan kelima, jadi : (1+ 4/10) < √ 2 < (1+ 5/10). Selanjutnya dibagi lagi
interval antara 1,4 dan 1,5 atau sepuluh bagian yang sama besar, maka √ 2 akan terletak antara
interval kedua dan interval ketiga, atau (1 + 4/10 + 1/100) < √ 2< (1 + 4/10 + 2/100). Kalau
proses ini dilanjutkan sampai tak terhingga kali maka :

a0 + a1 (1/10) + a2(1/10) + … + an(1/10)n < √2 < a0 + a1(1/10) + a2(1/10) + … + (an + 1)(1/10)n

…(1)

Dari (1) terlihat bahwa makinsering dilakukan proses ini akan menghasilkan nilai
aproksimal yang makin mendekati nilai V2 yang sebenarnya. Komputasi penentuan nilai
aproksimasi V2ini sebagai berikut :

12 = 1 < 2 < 4 = 22, jadi 1 < √2 < 2

(1,4)2 = 1,96 < 2 < 2,25 = (1,5)2, jadi 1,4 < √2 < 1,5

(1,41)2 = 1,9881 < 2 < 2,0164 = (1,42)2, jadi 1,41 < √2 < 1,42

(1,414)2 = 1,999396 < 2 < 2,002225 = (1,415)2, jadi 1,414 < √2 < 1,415

(1,4142)2 = 1,99996164 < 2 < 2,00024449 = (1,4143)2, jadi 1,4142 < √2 <
1,4143

Proses ini dapat dilanjutkan untuk menentukan berapa desimal dibelakang koma yang
diinginkan. Tetapi walaupun proses in dilanjutkan sampai tak terhingga sekalipun, namun
kita tidak akan pernah memperoleh desimal yang berulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa V2
bukanlah bilangan rasional, melainkan irasional. Secara matematika, pembuktian V2 ini
adalah bilangan irasional dilakukan dengan menggunakan metoda “Pembuktian Euclid”.

C. Menentukan Nilai Aproksimasi Akar Pangkat Dua.

Menarik akar pangkat dua suatu bilangan rasional n (n > 0), menghasilkan suatu
bilangan rasional pula, apabila bilangan itu merupakan suatu kuadrat dari bilangan rasional.
Apabila n bukan merupakan kuadrat dari suatu biangan rasional, maka hasil enarikan akarnya
bukan bilangan rasional, melainkan bilangan irrasional..menentukan nilai aproksimasi akar
pangkat dua bilangan rasional, dapat dilakukan dengan 3 cara. Sakah satunya cara yang
digunakan dalam menentuksn nilai aproksimasi V2, yang telah dibahas sebelumnya, cara
kedua dan ketiga berikut ini :
2. Cara kedua, cara ini sering digunakan dalam menentukan akar pangkat dua suatu
bilangan. Misalkan, menentukan nilai aproksimasi √5 , maka :

√5 = 2,23606…

2 x 2 = 4 __ _
100
42 x 2 = _ 84 __ _
1600
443 x 3 = 1329__ _
27100
4466 x 6 = 26796__ _
30400
44720 x 0 = ____0__ _
3040000
447206 x 6 = 2683236__ _
35676400
.......... .........
Cara ini dapat diteruskan sampai akhirnya diperoleh nilai a aproksimasi dari √5 yang
mendekati nilai V5 yang sebenarnya.

3. Cara ketiga, atau dikenal dengan Metode Rata-Rata, dilakukan sebagai berikut :
1) Pilihlah sembarang bilangan yang kuadratnya mendekati bilangan yang ingin
dicari nilai aproksimasi akar pangkat duanya. Tidak penting apakah bilangan
itu lebih besar atau lebih kecil dari akar pangkat dua bilangan yang dicari.
2) Bagilah bilangan yang ingin dicari akar pangkat duanya itu dengan bilangan
yang dipilih tadi.
3) Jumlahkanlah hasil pembagian tersebut dengan bilangan yang dipilih tadi,
kemudian dibagi dua.
4) Hasil dari 3) merupakan nilai aproksimasi yang mendekati harga yang ingin
kita cari.
Apabila ingin mendapatkan nilai aproksimasi yang lebih mendekati nilai aproksimasi
yang sebenarnya, lakukanlah cara ini berulang-ulang.

D. Sifat –Sifat Bilangan Irasional


Semua sifat-sifat bilangan asli, bilangan cacah, dan bilangan bulat juga berlaku untuk
bilangan irasional, dengan mengganti perkataan bilangan asli, bilangan, cacah, serta bilangan
bulat menjadi bilangan irasional, sifat-sifat tersebut adalah :
1. Sifat Tertutup Penjumlahan
2. Sifat Komutatif Penjumlahan dan Komutatif Perkalian
3. Sifat Assosiatif Penjumlahan dan Assosiatif Perkalian
4. Sifat Distributif Perkalian atas Penjumlahan dan Distrbutif Perkalian atas
Pengurangan
5. Sifat Konselasi Penjumlahan dan Konselasi Perkalian
6. Identitas Penjumlahan dan Identitas Perkalian
7. Sifat Invers Penjumlahan
8. Hokum Trikotomi
9. Transitif Urutan
10. Sifat 3.8 dan Sifat 3.9 pada Bilangan Bulat

Sifat 5.1 : Sifat Tertutup


Sifat Tertutup Pengurangan : Apabila a dan b adalah bilangan-bilangan
irasional, a ≠ b, maka a - b adalah bilangan rasional.
Bilangan irasional tidak tertutup terhadap operrasi perkalian dan pembagian,
karena perkalian dan pembagian dua bilangan irrsasional tidak selalu
menghasilkan bilangan irasional.
Sifat 5.2 : Sifat Distributif
Apabila a, b, dan c adalah bilangan-bilangan irasional, maka :
(1) (a + b) : c = (a : c) + (b : c)
(2) (a - b) : c = (a : c) - (b : c)
Sifat 5.3 : Sifat Konselasi
Apabila a, b, dan c adalah bilangan-bilangan irasional, dan :
(1) a - c = b – c, maka a = b
(2) a : c = b : c, maka a = b
Sifat 5.4 : Perkalian dengan Nol
Apabila a adalah bilangan irasional, maka : a . 0 = 0 . a = 0
Sifat 5.5 : Sifat Invers
Invers Perkalian :
Apabila a adalah bilangan irasional, maka terdapat bilangan irasional, maka
terdapat bilangan irasional lainnya 1/a, sedemikian sehingga a . 1/a = 1.

Anda mungkin juga menyukai