Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan
dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal
maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi
atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998).
Halusinasi adalah istilah yang mengambarkan persepsi sensori yang mungkin
meliputi salah satu dari kelima panca indra (Mery C. Towsend, Hal 153). Dan
halusinasi adalah kesalahan persepsi tanpa rangsangan dari eksterna (Coulse Rebrasa
Shlves. 1994. Hal 444).

B. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
Terjadinya perubahan sensori persepsi: halusinasi dipengaruhi oleh multifaktor
baik eksternal maupun internal diantaranya:
a. Koping individu tidak adekuat
b. Individu yang mengisolasi diri dari lingkungannya
c. Ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri
d. Koping keluarga yang tidak efektif

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien
mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal
menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini
bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran
dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusinasinya
dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain atau tempat lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya
tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

3. Tanda dan gejala


a. Bicara, senyum-senyum, tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu dan merasa
sesuatu yang tidak nyata.
c. Merusak diri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan diri.

4. Macam-macam halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan
orang lain tidak melihatnya. Karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
terutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak melihatnya. Karakteristik dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar
kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghiduan/penciuman
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak menciumnya. Karakteristik ditandai dengan adanya
bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi pengecapan
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak. Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu
yang busuk, amis dan menjijikkan.
e. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata. Kar
akteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

5. Komplikasi
Dampak dari perubahan sensori persepsi: halusinasi adalah:
a. Resiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasi kronik cenderung untuk marah-
marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Kerusakan interaksi sosial
b. Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan resiko
mencederai lingkungan, maka lingkungannya akan menjauh dan
mengisolasinya.

6. Patofisiologi
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang tidak adekuat,
mengalami trauma, koping kelurga yang tidak efektif, hal-hal tersebut
menyebabkan individu mempunyai harga diri rendah, klien akan lebih banyak
timbul depresi karena individu tersebut tidak ingin membicarakan masalahnya
dengan orang lain sehingga masalah klien tersebut tidak terselesaikan. Dalam
keadaan ini individu akan mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan
kesepian.

7. Dampak perubahan sensori persepsi terhadap kebutuhan dasar manusia.


a. Kebutuhan nutrisi
Individu dengan halusinasi pendengaran, biasanya merasa asyik dengan dunia
dan pikirannya sendiri sehingga waktu untuk makan tidak ada. Disamping itu
juga bila halusinasinya mengancam dirinya maka ia akan cenderung menolak
dan menghindari makan. Sehingga dampak yang terjadi adalah gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
b. Kebutuhan istirahat dan tidur
Suara halusinasi didengar secara terus-menerus dapat menyebabkan individu
merasa tidak aman, takut ataupun gelisah sehingga individu tersebut tidak
mampu mengontrol halusinasinya, hal ini dapat mengakibatkan kebutuhan
istirahat tidur terganggu.
c. Perawatan diri atau personal hygiene
Individu dengan halusinasi pendengaran kadang-kadang merasa cemas, takut,
gelisah ataupun curiga sehingga hal ini menyebabkan menurunnya minat
individu untuk mengurus dirinya. Selain itu juga halusinasi dapat membuat
individu asyik dengan pikiran dan dunianya sendiri, sehingga individu menjadi
kurang perhatian dan kurang motivasi terhadap kebersihan dirinya.
d. Eliminasi
Individu dengan halusinasi pendengaran cenderung menarik diri, menyendiri
dengan duduk terpaku dengan pandangan kearah tertentu sehingga aktivitas
berkurang. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya metabolisme tubuh dan
peristaltik usus, sehingga dapat menimbulkan konstipasi dan terjadi gangguan
eliminasi.
e. Intoleransi aktivitas
Adanya rasa rendah diri menyebabkan individu menarik diri dan selalu
menyendiri dan tidak mau bergaul dan melakukan aktivitas bersama-sama
dengan temannya. Disamping itu, karena asyik dengan dunianya sendiri
sehingga akan menyebabkan kurang motivasi dalam beraktivitas.
f. Kebutuhan rasa aman
Jika halusinasinya mengancam individu maka ia cenderung akan merasa
gelisah, takut ataupun bingung. Hal ini menimbulkan rasa tidak aman pada
individu.
g. Kebutuhan mencintai dan dicintai
Pada klien yang mengalami halusinasi pendengaran cenderung akan menarik
diri karena beranggapan bahwa penyebab halusinasi berasal dari proses
mempelajari tingkah laku orang lain, hubungan dengan orang lain atau
pendapat orang lain tentang dirinya, maka kebutuhan akan mencintai dan
dicintai akan terganggu.
h. Komunikasi
Pada klien dengan halusinasi pendengaran cenderung akan menunjukan
perilaku inkoheren, kadang sulit untuk memulai pembicaran, hal ini akan
berdampak terganggunya komunikasi verbal.
i. Sosialisasi
Klien dengan halusinasi pendengaran cenderung bersikap masa bodoh (apatis)
terhadap lingkungan maupun terhadap dirinya, kadang-kadang
pembicaraannya tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan klien menarik diri
dari pergaulan sosial, dampaknya gangguan interaksi sosial.

C. Rentang Respon Neurologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang proses pikir - Gangguan proses


terganggu pikir/waham
- Persepsi akurat - Halusinasi
- Emosi konsisten - Ilusi -Kesukaran proses emosi dengan
pengalaman - Perilaku tidak terorganisir
- Perilaku cocok - Emosi berlebih, berkurang - Isolasi sosial
- Hubungan sosial - Perilaku yang tidak biasa
harmonis - Menarik diri
(Stuart and Laraia 1998)
Respon maladaptif dari ke 5 perubahan tersebut:
1. Perubahan proses pikir
Pola klien dengan gangguan orientasi realita pola dan proses pikir kanak –
kanak klien yang terganggu pola pikirnya sehingga sukar berperilaku koheren,
tindakan cenderung berdasarkan penilaian peribadi klien terhadap reaksi yang
tidak sesuai dengan penilaian umum.
2. Perubahan terhadap persepsi
Persepsi merupakan proses pikir dan emosional terhadap objek perubahan
yang paling sering terjadi pada klien dengan gangguan orientasi realitas adalah
halusinasi dan depersonalisasi
3. Perubahan afek atau emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu karena jika langsung mengalami pada saat tersebut dapat menimbulkan
ansietas.
4. Perubahan motorik
Perubahan motorik dapat diobservasi pada klien dengan gangguan orientasi
realita dan sering dimanifestasikan secara eksternal baik perubahan kognitif
maupun persepsi,perubahan motorik pada klien dengan gangguan orientasi realita
dapat dimanifestasikan dengan peningkatan atau penurunan kegiatan motorik :
impulsif menerisme, otomatisme dan sterotif.
5. Perubahan sosial
Jika berhubungan sosial tidak sehat dan menimbulkan kecemasan yang
meningkat maka individu akan merasa kekosongan internal (Stuart and Sundeen,
1998).

D. Asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran


1. Pengkajian Keperawatan
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman, usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi dan usia sekolah mengalami
peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, tidak ada kehangatan,
komunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi tertutup, orang tua yang
membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan konflik
orang tua.
3) Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang skizofrenia dan gangguan
psikotik lainnya, tetapi tidak diyakini berat sebagai penyebab utama
gangguan. Kondisi sosial budaya yang mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
4) Faktor psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologis yang
maladaptif belum didukung oleh penelitian. Akibatnya kepercayaan
keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional menurun. Keluarga
pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis
klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
5) Faktor biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan
respon neurologis yang maladaptive baru dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian berikut;
a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia.
b) Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Seperti ;
Dopamin sebagai neurotransmitter yang berlebihan,
ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya,
terutama serotonin, masalah-masalah pada system reseptor dopamine.
c) Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi menunjukkan peran genetic pada skizofrenia.
d) Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Seperti : hambatan dalam
belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
6) Faktor Genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
b. Faktor presipitasi
Adalah faktor pencetus sebelum timbul gejala, klien tampak bermusuhan,
tekanan isolasi dan perasaan tidak berguna.
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobilogis
maladaptive meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan
balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan
elektrolit), yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menghadapi stimulus.
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3) Pemicu gejala
Merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis
maladaptive yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan
prilaku individu.
Namun pada umumnya klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
c. Mekanisme koping
1) Regresi: Bersifat seperti anak-anak, contoh: penderita gangguan jiwa
berjalan telanjang di jalan umum.
2) Proyeksi: Dia salah, menyalahkan orang lain.
3) Menarik diri.
d. Sumber-sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh
gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal
intelegensia atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena
mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat
berupa pengetahuan tentang penyakit, financial yang cukup, ketersediaan
waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.
e. Perilaku halusinasi
Perilaku halusinasi berkaitan dengan perubahan dengan emosi, intelektual,
spiritual.

1) Fisik
Muka merah, kadang pucat, ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD
meningkat, nafas terengah-engah,nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan
nutrisi.
2) Emosi
Ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak berdaya,
menyalahkan diri sendiri atau orang lain, sikap curiga dan bermusuhan,
marah, jengkel, dendam, dan sakit hati.
3) Sosial
Menarik diri, menghindar dari orang lain, berbicara/komunikasi verbal
terganggu, bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri
atau lingkungan.
4) Intelektual
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, sulit membuat
keputusan, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak dapat konsentrasi,
tidak mampu berfikir abstrak, dandaya ingat menurun.
5) Spiritual
Mengatakan suara-suara Tuhan, Ia berasal dari planet, akibat dari diisolasi
kepribadian maka terjadi gangguan fungsi mental.

f. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi: halusinasi


Isolasi sosial: menarik diri
Pohon masalah pada klien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi
(Keliat,1998).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan masalah kesehatan aktual atau potensial
yang mampu diatasi oleh perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.
Dalam penyusunan diagnosa keperawatan akan lebih mudah bila kita
menggunakan pohon masalah. Dibawah ini adalah Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada perubahan sensori persepsi : halusinasi (Keliat,2005) antara
lain:
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri.
b. Perubahan sensori/persepsi : Halusinasi pendengaran.
c. Isolasi sosial : Menarik diri

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah pengembangan dari pengkajian untuk memenuhi kebutuhan
klien yang telah diketahui. Rencana keperawatan merupakan mata rantai antara
penetapan kebutuhan klien dan pelakasanaan tindakan. Perencanaan terdiri dari
penetapan tujuan,intervensi atau rencana tindakan, dan rasional.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan utama yang ditentukan maka tujuan,
intervensi, dan rasionalnya sebagai berikut: tujuan umum klien dapat
mengontrol halusinasi yang dialaminya. Sedangkan tujuan khususnya adalah
sebagai berikut :
1) Tujuan khusus pertama: klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi: klien dapat menunjukkan ekspersi wajah bersahabat,
menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau menjawab nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampiangan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah
yang dihadapi. Rencana tindakan adalah bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik yaitu sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama
panggilan & tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan
sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa adanya, beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan
klien.
2) Tujuan khusus kedua: klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria
evaluasi: Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi timbulnya
halusinasi, klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Rencana Tindakan adalah adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, yaitu
dengan tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika klien menjawab iya lanjut apa
yang dikatakan, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal itu
namun perawat sendiri tidak mengalaminya dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi, katakan ada klien lain yang mengalami hal
yang sama dan katakan bahwa perawat akan membantu klien, diskusikan
dengan klien tentang situasi yang menimbulkan halusinasi dan waktu serta
frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,siang,sore dan malam atau sering dan
kadang-kadang), diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah,takut,sedih,senang,cemas dan jengkel) dan diskusikan
dengan klien apa yang harus dilakukan dengan klien untuk mengatasi
perasaan tersebut.
3) Tujuan khusus ketiga: klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria
evaluasi: klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat menyebukan cara baru
mengontrol halusinasi, klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi,
melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
dan mengikuti terapi aktivitas kelompok. Rencana Tindakan adalah
identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (seperti tidur, marah, menyibukkan diri dll), diskusikan cara
yang digunakan klien jika cara yang digunakan adaptif beri pujian,
diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi
seperti katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau
dengar/lihat/penghidu/raba/kecap saat halusinasi terjadi), menemui orang
lain (perawat, teman, anggota keluarga) untuk menceritakan tentang
halusinasinya, membuat dan melaksanakn jadwal kegiatan sehari-hari yang
telah disusun, meminta keluarga/teman/perawat jika sedang berhalusinasi,
bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih, beri
kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih, evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil dan anjurkan klien untuk mengikuti aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
4) Tujuan khusus keempat: klien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasi: keluarga mau untuk
mengikuti pertemuan dengan perawat, dan keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi serta tindakan
untuk mengendalikan halusinasi. Rencana Tindakan adalah buat kontrak
dengan keluarga untuk pertemuan yang membahas tentang pengertian
halusinasi, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat
dilakukan klien dan kelurga untuk memutus halusinasi, cara merawat
anggota keluarga yang halusinasi dirumah (seperti beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama) dan beri informasi
waktu konrol kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika
hallusinasi tidak dapat diatasi dirumah.
5) Tujuan khusus kelima: klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria evaluasi: klien dapat menyebutkan manfaat minum obat, kerugian
tidak minum obat, nama, warna, dosis dan efek samping obat, klien dapat
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien dapat
menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rencana Tindakan adalah diskusikan dengan klien tentang manfaat dan
kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek
samping penggunaan obat, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian
jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsulatsi dengan dokter dan anjurkan klien untuk
konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
a. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah obat-obatan kimia yaitu obat-obatan psikotropika
yang dapat mempengaruhi bagian- bagian otak tertentu dan menekan atau
mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala tertentu pada penderita. Gejala
tersebut meliputi yang berhubungan dengan proses fikir, berhubungan dengan
alam perasaan dan emosi dan perilaku penghayatan pribadi manusia.
Therapy psikofarmaka menurut Mary C. Tousend untuk pasien dengan
halusinasi :
1) Clorpomasin ( CPZ )
Mekanisme Kerja : antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine post
sinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbic, batang otak dan
medula.
Indikasi : cegukan yang sulit diatasi, mual, muntah berat.
Kontraindikasi : depresi sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal,
penyakit Parkinson, hipertensi berat atau hipotensi, glukoma, diabetes.
Efek samping : sakit kepala, pusing, penglihatan kabur dan ruam kulit.
2) Haloperidol ( HP )
Mekanisme Kerja : tampaknya menekan susunan saraf pusat pada tingkat
subkorpikal formasi reticular otak. Diperkirakan menghambat system
aktivasi reticular asenden batang otak.
Indikasi : penanganan gejala dimensia pada lansia, pengendalian TIK dan
pengucapan vocal.
Kontraindikasi : depresi sumsum tulang, kerusakan otak subkortikal,
penyakit Parkinson, hipotensi atau hipertensi berat.
Efek samping : sakit kepala ,pusing, penglihatan kabur, mulut kering,
mual, muntah dan ruam kulit.
3) Tri Heksipenidil ( THP )
Mekanisme Kerja : bekerja, memeriksa ketidakseimbangan defisisensi
dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam corpus striatum, reseptor,
asetilkolin disekat sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
Indikasi : semua bentuk Parkinson.
Kontraindikasi : hipersensitifitas terhadap obat ini, glukoma sudut
tertutup, hipertropi prostat.
Efek samping : mengantuk, pusing, penglihatan kabur, kegugupan, ruam
kulit, takikardia, mulut kering, mual ,muntah, konstipasi dan retensi urine.

3. Implementasi
Implementasi kepada klien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran didasarkan pada prinsip tindakan keperawatan mengacu kepada
rencana tindakan. Tindakan yang dilakukan bertujuan membantu individu
memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhinya sendiri serta mengarahkan
dan membantu dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua yaitu
evalusi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai
pola pikir (Keliat, 2005, hlm.18).
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A: Analisa ulang atas data subyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikasi dengan
masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Hasil akhir yang diharapkan setelah dilakukan implementasi atau tindakan
keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran adalah klien mampu menjelaskan pengertian, tanda/gejala, waktu
dan lamanya halusinasi, klien mampu mengotrol halusinasinya, keluarga dapat
mengenal masalah yang ditemukan dalam merawat klien di rumah.

Anda mungkin juga menyukai