Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

WULAN WINAHYUSIWI
1702126

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
2019/2020

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah
disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. (Soemantri, 2009 :74)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat dirumah
sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
(Brunner & Suddarth, 2014 :457)
Pneumonia adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
dan kadang non infeksi. ( Astuti & Angga, 2010 :109)

B. ETIOLOGI
Secara umum individu yang terserang pneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia
yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Penyebab
Pneumonia yang biasa ditemukan menurut (Wijayaningsih, 2013 ) antara lain:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus, influenza Basillus Friendlander (Klebsial  Pneumonia), Mycobacterium
Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatices,
Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia, Aspirasi benda asing.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau sebagai
komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali sulit di obati dan
menyebabkan angka mortalitas yang tinggi pada individu yang lebih muda. Perburukan
umum, kelemahan, gejala abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat
menandai awitan pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin terabaikan karena gejala
klasik seperti batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan demam mungkin tidak ada atau
tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu, munculnya sejumlah gejala juga dapat
menyesatkan. Bunyi nafas abnormal, misalnya, mungkin disebabkan oleh
mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume paru, atau
perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan untuk
membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab atau tanda gejala
klinis. (Brunner & Suddarth, 2014 :458)

D. PATHOFISIOLOGI
Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun,
alveoli dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit, jumlah eritrosit relative sedikit. Leukosit
lalu melakukan fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag
masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk
kedalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara
perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga
terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas. (Soemantri,2008:69).

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi
infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk
kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis.
Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat
sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram
negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal
hati mungkin terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer
tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai
tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

G. KOMPLIKASI
1. Gagal napas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernapas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat
membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif, dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan
untuk membantu pernapasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory
distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam
paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus
membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis
terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui
sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri;
streptococcus pneumonia merupakan salah satu penyebabkan individu dengan sepsis
atau septik membutuhkan unit perawatan intensif dirumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan
tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan kerusakan
hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
2. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan selang
pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan  pembedahan. Jika cairan tidak
dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses.
Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT
scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung
beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,
tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
3. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama. ( Astuti & Angga,
2010 :112)

H. PENATALAKSANAAN
1. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik
(pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan ). Terapi kombinasi
dapat juga digunakan.
2. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif, antihistamin, atau
dengan dekongestan nasal.
3. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-tanda bersih.
4. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi
endotrakea, dan ventilasi mekanis.
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi dilakukan, jika
perlu.
7. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk melakukan
vaksinasi pneumokokus. (Brunner & Suddarth, 2014 :459)

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Survei Primer (Primary Survey) menurut Dewanto et al., (2009)
a. Respon. Cek respon pasien atau kesadaran pasien.
b. Airway atau jalan napas. Memastikan jalan napas pada pasien dengan pnneumonia
dengan look (lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela
iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran), listen (dengar aliran udara pernapasan)
dan feel (rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi
perawat). Maksimalkan oksigenasi dan ventilasi.
c. Breathing pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan,
memperhatikan kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot
pernapasan tambahan, dan auskultasi bunyi napas di kedua aksila. Kaji juga ada
atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea,
ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring,
gargling, rhonki atau wheezing.
d. Circulation atau sirkulasi. Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan
detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan 
capilary refil. Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien. Resusitasi cairan intravena
dapat diberikan apabila pasien mengalami gangguan pada sirkulasi yaitu
diberikan cairan isotonik seperti ringer laktat atau normal slain (20ml/kg BB) jika
pasien syok, transfuse darah 10-15 ml/kgBB harus dipertimbangkan.
e. Disability atau defisit neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat
kesadaran, ukuran, dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklafisikasikan
menggunakan GCS.
f. Exposure atau kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas
sehingga jejas atau curiga trauma terlihat
2. Survei sekunder
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
c. Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
d. Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
e. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
f. Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada
substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
g. Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea
progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area
yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan
konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas
area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
h. Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid
atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-
39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada
kasus rubeola atau varisela.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan
rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.

J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas.Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih.Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada
ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam
akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /
mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni,
kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah,
gangguan pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis, takikardia,
gelisah/perubahan mental, hipoksia
 Tujuan   : gangguan gas teratasi
 Kriteria hasil : Tidak nampak sianosis, Nafas normal, Tidak terjadi sesak, Tidak
terjadi hipoksia, Klien tampak tenang
 Intervensi:
a. Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral.
c. Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap
demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan
kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
e. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk
efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran
secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
f. Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master
venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan
metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pernapasan.

2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman
pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak efektif
dengan/tanpa produksi sputum.
 Tujuan  : Jalan nafas efektif
 Kriteria hasil : Batuk teratasi, Nafas normal, Bunyi nafas bersih, Tidak terjadi
Sianosis
 Intervensi:
a. Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan.
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan
bunyi nafas.
Rasional:  Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan.
c. Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
d. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional:  Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan
mengeluarkan secret
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi:
mukolitik.
Rasional:  Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan

3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan:
Nyeri dada, sakit kepala, gelisah
 Tujuan : Nyeri dapat teratasi
 Kriteria hasil : Nyeri dada teratasi, Sakit kepala terkontrol, Tampak tenang
 Intervensi:
a. Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia,
juga dapat timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
b. Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus
bila alas an lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
c. Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang/berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
d. Bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat
keefektifan upaya batuk.
e. Kolaborasi : Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau
menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.


 Tujuan : meningkatkan suplai darah arteri ke ekstremitas.
 Kriteria hasil : Ekstremitas hangat pada perabaan, warna ekstremitas membaik,
melakukan seri latihan Bueger Allen 6 kali, 4 kali secukupnya
 Intervensi :
a. Menurunkan ekstremitas dibawah jantung.
Rasional : ekstremitas bawah yang tergantung memperlancar suplai darah
arteri.
b. Mendorong latihan jalan seddang atau latihan ekstremitas bertahap.
Rasional : latihan otot memperbaiiki aliran darah dan pertumbuhan sirkulasi
kolateral.
c. Mendorong latihan postural aktif (latihan Bueger Allen).
Rasional : dengan latihan postural, pengisian akibat gravitasi terganggu
sehingga pembuluh darah menjadi kosong.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan: Dispnea, takikardia, sianosis
 Tujuan :  Intoleransi aktivitas teratasi
 Kriteria hasil : Nafas normal, sianosis tidak terjadi, irama jantung normal
 Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan interan.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz. A. A. (2006). Pengantar ilmu kepeerawatan anak. (Edisi pertam). Jakarta :
Salemba medika
Marni. (2014). Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan pernafasan. Yogyakarta
: Gosyen Publishing
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak sakit. Jakarta : EGC
Nursalam. (2005). Buku pengkajian keperawatan. Jakarta: EGC
Suriadi, Yuliani, R. (2006). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : EGC
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan keperawatan anak. Jakarta : TIM
Wong, D. L. (2000). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Jakarta: EGC
Wong, D. L. (2009). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai