Anda di halaman 1dari 4

Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 42

MANAJEMEN PRODUKSI PEMANFAATAN LIMBAH B3 SEBAGAI


BAHAN BAKU BATU GERINDA

Zahratul Jannah AR

Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri Malang


e-mail : arizahroragil@yahoo.com

Abstrak

Eksploitasi pengolahan BBM oleh Pertamina menghasilkan bermacam limbah baik padat, cair maupun
gas yang berbahaya bagi lingkungan sekitar, terutama Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Oleh karena B3
merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan ekosistemnya, maka
diperlukan penanganan yang tepat dengan teknologi yang tepat pula. Pengolahan Spent katalis Al2O3 dan SiO2
sebagai limbah dicampur bahan alam lain yaitu fieldspar dan ball clay dengan berbagai perekat menghasilkan
barang industri yang bernilai ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji kekerasan, susut bakar,
keporian dan berat jenis diperoleh bahan baru yang mempunyai karakteristik setara dengan bahan baku Batu
Gerinda. Berdasarkan ASTM (American Standard for Testing Material) bahwa Alumina Oxide merupakan bahan
baku dengan kadar kekerasan yang tinggi, tahan temperatur tinggi, tahan gesek, sehingga karakter tersebut
mencakup karakteristik bahan Batu Gerinda. Hasil uji laboratorium pada limbah B3 sebagai hasil pengolahan
bahan bakar minyak oleh Pertamina menunjukkan bahwa unsur oksida Aluminium (Al2O3) sebagai katalis
meningkat sampai 30%. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah menggunakan baku mutu konsentrasi
TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah.

Kata kunci-kata kunci : Manajemen produksi, limbah B3, bahan baku, batu gerinda.
Aluminium Oxide, Silisium carbide, Boron nitride dan
1. Pendahuluan Diamond. Batu gerinda digunakan untuk pekerjaan-
Di era globalisasi saat ini sangat berkembang pekerjaan keras dan berputar dengan kecepatan tinggi,
pesat dunia otomotif atau transportasi. Dengan maka batu gerinda harus memenuhi syarat-syarat
berkembangnya dunia otomotif, maka penggunaan tertentu yaitu tahan terhadap beban kejut, kekakuan
bahan bakar minyak semakin tahun semakin tertentu, ketahanan temperatur, dan ikatan perekat
meningkat. Peningkatan tersebut berdampak pada terhadap butiran.
eksploitasi maupun eksplorasi bahan bakar minyak Menurut (Siswati, 2003) dalam karakterisasi uji
(BBM) secara besar-besaran. Hal tersebut bahan batu gerinda dari campuran Alumina oxide
menghasilkan unit pengolahan di berbagai tempat di dengan berbagai jenis perekat, kekuatan potongnya
Indonesia. Salah satu tempat pengolahan bahan bakar lebih baik 56,25% dibandingkan dengan campuran
minyak terbesar di Jawa adalah Balongan, Kabupaten Silicon carbide. Sedangkan hasil uji ketahanan
Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Eksploitasi terhadap temperatur, pada batu gerinda berbahan
pengolahan BBM oleh Pertamina menghasilkan oksida Aluminium dengan ketahanan aus sebesar 43%
bermacam limbah baik padat, cair maupun gas yang (Mudijana, 2001). Sifat fisik bahan yang digerinda
berbahaya bagi lingkungan sekitar, terutama Bahan mempengaruhi pemilihan bahan batu gerinda. Gerinda
Berbahaya dan Beracun (B3). Oleh karena B3 Aluminium Oksida lebih tepat digunakan untuk
merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi bahan-bahan berkekuatan tarik tinggi (Kalpakjian,
kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan 2003). Batu gerinda berbahan Alumina oxida tidak
ekosistemnya, maka diperlukan penanganan yang tepat jika digunakan untuk bahan yang lunak, karena
tepat dengan teknologi yang tepat pula. Untuk itu bahan lunak kurang cepat penumpulan butiran-
dibutuhkan penelitian yang mendalam dan kerjasama bitirannya dan perekat kuat memungkinkan
antar lembaga terkait terutama para peneliti di pemegangan butiran-butiran lebih lama. Penelitian
perguruan tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut, kepadatan butiran batu gerinda dengan proses
maka banyak dibutuhkan penelitian yang dapat vitrifield menunjukkan hasil peningkatan kepadatan
memanfaatkan B3 yang melimpah menjadi bahan daur sebesar 61,6% dan kecepatan potong naik sebesar
ulang yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis. 17% dengan berbagai variasi persentase perekat.
(Zaini, 2004). Dalam penelitian batu gerinda yang
2. Tinjauan Pustaka menjadi sampel penelitian adalah yang berbahan baku
Batu gerinda terbuat dari butiran abrasif yang Aluminium oksida. Batu gerinda yang banyak beredar
dicampur sedemikian rupa dengan bahan perekat untuk kebutuhan industri adalah jenis batu gerinda
(bond) yang kemudian saling melengkapi dan Alumina oxide.
menentukan sifat-sifatnya. Abrasif yang paling banyak Pada batu gerinda, bahan abrasif dan perekat
digunakan sebagai bahan batu gerinda adalah harus saling menunjang dengan baik, sehingga tahan
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 43

terhadap gaya sayat dan kejutan. Tinggi rendahnya Hirarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan
ketahanan batu gerinda terhadap pukulan tergantung agar limbah B3 yang dihasilkan masing masing unit
pada mutu ikatan perekatnya. Besarnya abrasif juga produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan
menentukan besarnya daya ikat perekat, makin besar sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada
butiran abrasif, makin kuat pula ikatannya. (Xingfen, sumber dengan pengolahan bahan, subsitusi bahan ,
et. al., 2012). Pada penggerindaan, saat batu gerinda pengaturan operasi kegiatan dan digunakan teknologi
menyentuh benda kerja dengan cepat gesekan yang bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka
terjadi menimbulkan temperatur yang sangat tinggi diupayakan pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan
dengan seketika dan cepat hilang saat gesekan limbah B3 yang mencakup kegiatan daur ulang
berhenti. Abrasif oksida Aluminium dapat (recycling) pengolahan kembali (recovery) dan
meningkatkan ketahanan aus dan tahan temperatur penggunaan kembali merupakan suatu mata rantai
tinggi (Destefani, 2002). Disamping butir abrasif, penting dalam pengelolaan limbah B3. Dengan
kekuatan ikatan dan porositas juga menentukan sifat teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat
mekanik batu gerinda (Jackson dan Mills 2000). dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya
Menurut Ariani, dan Suprapto (2011), hasil sintesa pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain
surfaktan dari biodiesel berbasis minyak sawit pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan
menggunakan katalis Al2O3 yang direaksikan dengan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi
trigliserida minyak sawit mampu mengkonversi kecepatan pengurasan sumber daya alam.
trioleat sebesar 98% pada kondisi reaksi sulfonasi : Untuk menghilangkan atau mengurangni resiko
temperatur reaksi 105oC, waktu reaksi 4.5 jam, rasio yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang
mol reaktan biodiesel terhadap NaHSO3 1 : 1,4 dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan
dilakukan di dalam reaktor batch disertai pengadukan. perlu dikelola secara khusus. Pengeloalaan limbah B3
Uji stabilitas menunjukkan bahwa katalis Al2O3 merupakan suatu kegiatan yang mencakup
memiliki aktivitas lebih baik di dalam siklus reaksi. penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
Hasil uji laboratorium pada limbah B3 sebagai hasil pengangkutan dan pengolahan limbah B3 termasuk
pengolahan bahan bakar minyak oleh Pertamina penimbunan hasil pengolahan tersebut.
menunjukkan bahwa unsur oksida Aluminium sebagai
katalis meningkat sampai 30%, (Zahra, 2012). 3.Metode Penelitian
Pembangunan di bidang industri di satu pihak 3.1 Bahan Penelitian
menghasilkan barang yang bermanfaat bagi Bahan-bahan penelitian yang digunakan adalah
kesejahteraan hidup rakyat, dilain pihak industri itu spent catalist, fieldspar, ballclay dan perekat.
juga menghasilkan limbah, antara lain yang dihasilkan
oleh kegiatan industri tersebut terdapat B3. Limbah 3.2 Pembuatan dan pencetakan sampel
B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat Pembuatan dan pencetakan sampel dengan
menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan langkah-langkah :
kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. 1) pengambilan seluruh bahan yang digunakan untuk
Mengingat resiko tersebut perlu diupayakan agar menentukan komposisi sampel,
setiap kegiatan industri dapat menghasilkan limbah B3 2) penghalusan bahan campuran dengan mesin
seminimal mungkin dan mencegah masuknya limbah penghalus (Jaw crusher machine, hammer mill dan
B3 dari luar wilayah Indonesia. roll mill) dengan tujuan untuk mendapatkan bahan
Sementara banyak industri di dalam negeri percobaan secara homogen,
menghasilkan B3 yang sangat butuh penangan dan 3) penimbangan tiap bahan menurut kadar persentase
pengolahan secara optimal dan tepat guna. yang diinginkan,
Definisi limbah berbahaya dan beracun 4) pencampuran seluruh bahan dengan menambahkan
menurut Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999 air secukupnya sambil diaduk-aduk sampai
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan campuran homogen dengan menggunakan mixer
Peracun adalah : Bahan baku yang bersifat berbahaya machine. Perlu diperhatikan dalam pencampuran
dan beracun yang tidak digunakan karena rusak, bahwa selama penacampuran sampai pencetakan,
kadaluarsa, sisa bahan/kemasan, tumpahan, sisa dijaga agar tidak bersentuhan langsung dengan
proses, oli bekas, oli kotor, limbah dari kegiatan kulit manusia (menggunakan sarung tangan).
produsen kapal dan tangki yang memerlukan 5) pencetakan bahan menurut variasi komposisi
penanganan dan pengolahan khusus. yang bersifat bahan. Alat yang digunakan adalah cetakan kubus
racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat dari plat besi ukuran 5cm x 5cm x 5 cm.
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila 6) pengeringan alami di terik matahari pada semua
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, bahan tercetak selama beberapa hari sampai
kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk kering, Pembakaran. dengan tungku pembakar
identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu hingga temperatur minimal 1.500oC,
konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching 7) Karakerisasi bahan dengan uji kekerasan dari hasil
Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam sampel yang sudah dibakar. Juga dilakukan uji
limbah. Toxicity Characteristics Leaching Procedure yaitu
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 44

uji kandungan zat-zat berbahaya dalam material komposisi sampel nomor 41 sampai dengan 50 adalah
dan kemudian dibandingkan dengan standar TCLP keras. Sampel tersebut adalah paling sesuai untuk
yang sudah ada. Uji TCLP dilakukan di dikembangkan dalam pembuatan chamote/ grog bahan
Laboratorium ITS Surabaya dengan menggunakan batu gerinda.
alat uji LD 50 (Lethal Dose Fifty) yang bertujuan Sampel komposisi nomor 31 sampai dengan 50
untuk perhitungan dosis kadar B3. Penetapan diberikan perlakuan lanjutan yaitu digiling dengan
ukuran kekerasan dari jumlah composisi campuran menggunakan alat pemecah rahang. Kemudian
bahan pecobaan, hasilnya diayak dengan menggunakan filter standar
8) Analisis data dengan Uji Kekerasan tiap sampel ASTM ukuran 4,75 mm, 2,85 mm dan 1,00 mm.
Langkah tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan
menggunakan Brinnell Hardness Tester, dengan
ukuran fraksi butiran chamotte yang sesuai dengan
pengukuran 5 (lima) kali tiap bagian sampel yang fraksi butiran bahan batu gerinda yaitu: (4,75 + 2,85)
berbeda dan didapat kekerasan tiap jenis sampel, mm; (2,8 + 1,00) mm dan < 1,00mm.
dimensi bahan dan pertambahan panjang/pendek Pencarian komposisi ukuran fraksi optimal
tiap bahan sebelum dan sesudah pembakaran, dilakukan percobaan berbagai komposisi agar
sehingga diketahui nilai kekerasannya. komposisi fraksi Chamotte dapat dicetak dan
mempunyai kuat tekan kering yang tinggi dengan
4. Hasil dan Pembahasan penambahan perekat clay/fire clay Kahara
Dalam pengambilan data awal digunakan sebagaimana Tabel 2 dan Tabel 3.
katalis murni dengan perekat air dan dicetak sampel Tiap komposisi dibuat 200g untuk 10 sampel
berukuran 15 x 2 x 2 cm, kemudian sampel dibakar dan dibakar pada temperatur 1.300oC. Hasil bakar
pada temperatur 1.300oC dan 1.400oC. sampel diamati kenampakan/warna, susut bakar, kuat
Hasil pembakaran pada dua kondisi tersebut tekan, keporian dan berat jenis. Berat jenis spesifik
untuk 50 sampel memberikan simpulan bahwa sampel (SG) dihitung dengan rumus:
belum mengalami perubahan struktur yang signifikan. SG = W1 /(W2-W3) (1)
Selanjutnya untuk mendapatkan chamote dari bahan dengan W1 : dry weight, W2: weight in water, dan W3:
katalis murni harus ditambahkan bahan lain yang saturated weight.
mempunyai kemampuan untuk merubah struktur
sampel, maka dilakukan penambahan dengan 2 bahan Tabel 2. Komposisi fraksi butir Chamotte
yaitu Feldspar dan clay/lempung/fire clay. Fungsi Ukuran Fraksi I II III IV V
feldspar untuk mengikat bahan lain agar menjadi
bentuk padatan yang mana feldspar merupakan bahan (4,75+2,85)
pelebur aktif pada temperatur bakar lebih besar 15 20 20 25 30
mm
1.250oC, sedangkan fungsi lempung agar campuran
bahan dapat dicetak dan mempunyai kuat kering yang (2,85+1,00)
tinggi. Untuk mendapatkan komposisi campuran 35 30 35 30 25
mm
sampel yang tepat dibuat beberapa komposisi bahan
sebagaimana Tabel 1. <1,00 mm 40 40 35 35 35
Kahara Clay 10 10 10 10 10
Tabel 1. Komposisi campuran bahan baku
No. Katalis Feldspar Clay Hasil Tabel 3. Komposisi fraksi perekat Kahara clay dengan
Bahan (% ) (% ) (% ) bakar penampakan Krem kecoklatan, permukaan rata dan
1–5 85 5 10 Lunak padat
6-10 85 10 5 Lunak No. Susut SG
11-15 80 10 10 Lunak Uji Tekan Keporian
Bakar (g/cm3)
Sedikit (N/m )
2
(%)
16-20 75 10 15 (%)
keras 1 3,33 36,6 12,18 2,19
Sedikit 2 4,00 47,0 10,51 1,80
21-25 75 15 10
Keras 3 4,00 51,4 8,37 1,85
26-30 70 10 20 Keras 4 4,00 43,5 9,88 1,82
Sangat 5 3,33 29,8 11,25 1,82
31-35 70 15 15
Keras
Sangat
36-40 70 15 20
Keras
41- 45 70 20 15 Keras
46-50 70 20 20 Keras
Hasil bakar sampel pada temperatur 1.300oC
sampai dengan 1.320oC jika dilihat dari tampak
permukaan sampel, kekerasan serta warna bakar
memperlihatkan komposisi sampel nomor 31 sampai
dengan 40 menghasilkan bahan yang sangat keras dan
Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2015-JTM Polinema 45

Tabel 4. Hasil Uji Brinell (BHN) dengan d=5mm 15% fieldspar dan 15% clay atau 70% katalis B3,
15% fieldspar dan 20% clay, dan
No. Beban (P) D BHN Rata-
3) Hasil rerata BHN 172,165 dan hasil rerata HRC
Test kg mm rata
64,13 membuktikan bahwa bahan baku batu
BHN
gerinda yang berasal dari limbah B3 mempunyai
1 60 26 176,706 nilai kekerasan yang sesuai dengan batu gerinda
2 60 27 166,138 buatan pabrik.
3 60 26 177,706 172,765
4 60 27 166,138 5.2 Saran
5 60 26 177,138 Saran tindak lanjut atas simpulan meliputi:
1) Perlu adanya penelitian lanjutan dengan skala
Pada uji Brinell mendapat beberapa nilai dengan d sampel yang lebih banyak dan dengan ukuran
= 5 D = 26. Beban yang diberikan pada percobaan ke-1 benda yang sama dengan bahan batu gerinda
ialah 60 kg (588N) dengan hasil sebagaimana Tabel 4. buatan pabrik, dan
Percobaan ke-1 hasil nilainya hampir 176,706. 2) Dengan ukuran sampel yang sama dengan batu
Berikutnya pada percobaan ke-2 dengan data yang gerinda buatan pabrik dapat dilakukan berbagai uji
sama dapat menghasilkan nilai kekerasan 166,138. karakteristik seperti uji kekuatan potong,
Pada percobaan yang ke-3 nilai kekerasan Brinell ketahanan aus, kekasaran hasil potong dan
adalah 177,706. Percobaan ke-4 dengan data yang sebagainya.
sama dan juga mendapatkan nilai kekerasan yaitu
166,138. Pada percobaan ke-5 dengan data percobaan Daftar Pustaka
yang sama, nilai kekerasan yang didapat adalah Ariani dan Suprapto (2011): Studi penggunaan katalis
177,138. Nilai rata-rata kekerasan kelima percobaan Al2O3 pada pembuatan metil ester sulfonat
adalah 172,765. (MES) Prosiding Seminar Nasional Rekayasa
Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia,
Tabel 5. Hasil Uji Rockwell (HRC) dengan indentor Universitas Diponegoro, Semarang, 26 Juli
1/16 inch dan warna skala hitam 2011.
Destefani, J., (2002): Cutting Tools, Manufacturing
Sampel Beban No. HRC Rerata Enginering.
(P) kg Test HRC Jackson, M.J. Mills, B. (2004): Materials Selection
1 50 1 63,65 Applied to Virtifield alumina and CBN
2 50 2 63,96 grinding wheels, Journal of Materials
3 50 3 64,00 64,13 Processing Technology 108.
4 50 4 64,50 Mudijana, Sudjatmoko, 2001. Deposision Lapisan
5 50 5 64,56 Tipis Titanium Nitrida pada Substrat
Aluminium Oksida dengan Teknik Sputtering”
Pada uji Rockwell, beban yang diberikan adalah Proseding Nasional Pengembangan Keramik
50 kg dengan indentor berukuran 1/6 inch, warna Teknologi dan Aplikasinya, Serpong.
skalanya adalah hitam. Pada percobaan ke-1 nilai Siswati, Umar R., 2003: Karakterisasi uji material
kekerasan Rockwell yaitu 63,65. Pada percobaan yang batu gerinda dari campuran Alumina Oxide
ke-2 dengan data yang sama dan nilai kekerasan dengan berbagai jenis bond, Tesis Pascasarjana
Rockwell adalah 63,96. Percobaan ke-3 dengan data UNY.
yang sama, nilai kekerasan 64,00. Pada percobaan ke-4 Xingfen Lv, Zhihong Li, Yumei Zhu, Jiashuo Zhao,
dengan data yang sama yaitu beban yang diberikan 50 Guangtao Zhao, (2012): Effect of PMMA pore
kg, indentor 1/6, warna skalanya adalah hitam, former on microstructure and mechanical
menunjukkan kekerasan Rockwell 64,50. Pada properties of virtifield bond CBN grinding
percobaan ke-5 didapat kekerasan Rockwell adalah wheels, International Journal of Ceramic.
64,56. Rata-rata dari semua eksperimen adalah 63,13. Zahra, 2012: Karakterisasi Spent Catalist Limbah B3
dari Pengolahan BBM oleh Pertamina sebagai
5. Simpulan dan saran
bahan Baku Tahan Api.
5.1 Simpulan
Simpulan atas pembahasan meliputi: Zaini, 2004: Kepadatan Butiran Batu Gerinda dengan
1) Limbah B3 hasil samping pengolahan bahan bakar Proses Vitrifield.
minyak oleh Pertamina dapat dijadikan sebagai
bahan industri yang sangat bermanfaat untuk
bahan baku Batu Gerinda yang banyak
mengandung butiran Alumina yang sangat
berpengaruh pada kekerasan bahan batu gerinda,
2) Komposisi yang memenuhi standar pabrik yang
dihasilkan dalam penelitian adalah 70% katalis B3,

Anda mungkin juga menyukai