LP Cva Ivh
LP Cva Ivh
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH:
NI MADE ARDANINGSIH
115070201111008
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
CEREBRAL VASCULAR ACCIDENT:
INTRAVENTRICULAR HEMORRHAGE (CVA-IVH)
1. DEFINISI
Perdarahan intraventrikel atau yang biasa disebut dengan IVH adalah perdarahan
yang terdapat pada sistem ventrikel otak, dimana cairan serebrospinal di produksi dan
disirkulasikan ke ruang subarachnoid. Perdarahan ini dapat disebabkan karena adanya
trauma ataupun juga perdarahan pada stroke.
Disebutkan pula bahwa Primary Intraventricular Hemorrhage merupakan perdarahan
intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan
sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam
dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. IVH sekunder
mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang
masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH)
berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating
artery atau dari posterior communicating artery.
Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka
kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1%
dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan
intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan
hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang
berhubungan dengan IVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering
ditemukan. Sering kali kejadian IVH bersamaan dengan munculnya CVA hemoragik lain,
yang tersering adalah ICH (intra cranial Hematoma), sehingga kejadian CVA ICH ini juga
menimbulkan kesan gejala yang sama dengan CVA yang terjadi setelah atau bersamaan.
Selain itu kejadian IVH lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan dengan orang
dewasa. Pada bayi IVH banyak terjadi pada bayi yang prematur atau BBLR, ha ini
dikarenakan belum matangnya pembentukan pembuluh darah, terutama di otak.
Ketidakmatangan inilah yang akan mengakibatkan adanya ruptur pembuuh darah pada
sistem ventrikel. Sedangkan pada orang dewasa IVH banyak terjadi karena perdarahan
dari sistem atau tempat disekitar ventrikel otak.
2. ETIOLOGI
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi menurut
penelitian didapatkan :
a. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada
arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem
ventrikuler.
b. Kebiasaan merokok dan Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan pada
pasien merokok dan konsumsi alkohol. Kandungan (zat) yang terkandung dalam
rokok, terutama nikotin dapat menyebabkan penurunan elastisitas dinding vaskuler.
Konsumsi alkohol dengan jumlah banyak maupun sedikit namun dalam jangka
waktu yang lama akan berefek pada sistem kardiovasluler, gangguan yang mungkin
muncul pada sistem jantung diantaranya adalah berhubungan dengan fungsi
fisiologis jantung, yang tersering diantaranya adalah fungsi sebagai “pompa” darah,
sedangkan pada sistem vaskuler, konsumsi alkohol dapat mengganggu lipid profile
yang kedepannya akan mengakibatkan gangguan pada lemak di vaskuler yang
nantinya dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
c. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh dara
hserebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma
serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada orang dewasa,
PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensiprimer dari
struktur periventrikel.
3. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
d. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
e. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
f. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%),
lobus(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum
(5%). Adanya perdarahan intraventrikular meningkatkan resiko kematian yang
berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
4. PATOFISIOLOGI
Hipertensi
abnormalitas formasi vaskuler otak
5. GEJALA
Pada dasarnya gejala dari IVH sama dengan gejala pada perdarahan intraserebral
lainnya, seperti sakit kepala mendadak, mual dan muntah, perubahan/penurunan status
mental atau level kesadaran.
a. Sakit kepala mendadak
b. Kaku kuduk
c. Muntah
d. Letargi.
e. Penurunan Kesadaran.
f. Gangguan atau penurunan fisiologis pada bagian tubuh tertentu misal pada anggota
gerak.
6. PROGNOSA
Prognosa IVH akan sangat buruk apabila merupakan hasil dari perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi, dan prognosa akan bertambah buruk apabila
hydrocephalus mengikuti. Hal ini dapat menyababkan peningkatan TIK dan dapat
menyebabkan hernia otak. Darah yang berada pada ventrikular otak dapat menggumpal
dan akan menyumbat aliran dari CSF sehingga dapat terjadi hydrochepalus yang dapat
dengan cepat meningkatkan TIK dan dapat menyebabkan kematian. Kemudian, produk-
produk pemecahan bekuan darah dapat merangsang pelepasan agen-agen inflamsi yang
dapat merusak granulasi dari arachnoid, menghalangi reabsorbsi CSF dan dapat
menyebabkan hydrochepalus permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Hidrosefalus (Octaviani, 2011)
Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.
Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran
yang buruk.
Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah saraf
dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt merupakan
tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan
dari ventrikel otak ke rongga peritoneum. Sebuah studi tentang hidrosefalus
menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan gejala dan tanda klinis pada 50%- 90%
penelitian pada anjing yang mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal shunting.
b. Perdarahan ulang (rebleeding) (Octaviani, 2011)
Dapat terjadi setelah serangan hipertensi. Tindakan medis untuk mencegah
perdarahan ulang setelah SAH dari AHA Guideline 2009: 1). Tekanan darah
sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko stroke, hipertensi yang
berhubungan dengan perdarahan ulang, dan mempertahankan CPP (cerebral
perfusion pressure). 2). Tirah baring saja tidak cukup untuk mencegah perdarahan
ulang setelah SAH. Dapat dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas,
bersamaan dengan pengukuran yang lebih definitif. 3). Meskipun studi yang lalu
menunjukkan keseluruhan efek negatif dari antifibrinolitik, bukti sekarang
menyarankantatalaksana awal dengan pemberian antifibrinolitik jangka pendek
dilanjutkan dengan penghentian antifibrinolitik dan profilaksis melawan hipovolemi dan
vasospasme
c. Vasospasme. (Octaviani, 2011)
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular hemorrhage
(IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena
hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. 2).
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi
cairan serebrospinal. Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri dari AHA
Guideline pada SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk mengurangi keluaran
yang buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma (I, A). Nilai dari pemberian
antagonis kalsium secara oral atau intravena masih belum jelas. Dosis oral yang
dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun
gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepala diperlukan
untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut dan
dipertimbangkan sebagai baku emas. Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk pencitraan
pada kasus stroke adalah:
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat
diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan
mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami
peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobin oksihemoglobin – deoksihemoglobin – methemoglobin - ferritin dan
hemosiderin.
c. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced MRI, magnetic
resonance angiography, and magnetic resonance venography dapat digunakan untuk
mengevaluasi lesi struktural yang mendasari, termasuk malformasi pembuluh darah
dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.
Reflek Patologis
a. Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
b. Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis
dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski.
c. Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Respons : seperti
babinski.
d. Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras, Respons : seperti babinski.
e. Schaeffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras. Respons : seperti babinski.
f. Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat. Respons : seperti
babinski.
g. Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respons : ibu jari, telunjuk dan jari
– jari lainnya berefleksi.
h. Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respons : seperti Hoffman.
13. TATALAKSANA
a. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut
dandipertimbangkan sebagai gold standard.
b. Terapi konvensional PIVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan
peningkatantekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati dan
mencegah komplikasiseperti perdarahan ulang dan hidrosefalus.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :
a. Resusitasi cairan intravena
b. Elevasi kepala pada posisi 300
c. Mengoreksi demam dengan antipiretik.
d. Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat
beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan
herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada
kebijakan terapi dengan: 1) Penggunaan keteter intraventrikuler untuk
mempertahankan TIK dalam batas normal dan 2) Usaha untuk menghilangkan
bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis rendah.
Rekomendasi AHA Guideline 2009:
a. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial, atau
dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor dan
tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg beralasan
untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri.
b. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien
dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP)
Shuntmerupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana
hidrosefalus,yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.Menurut
Butler et gambaran klinis pada PIVH dapat berbeda tergantung dari jumlah
perdarahan dan daerah kerusakan otak di sekitarnya. Pada CT Scan kepala pasien
tampak bahwa darah sebagian besar mengisi ventrikel sebelah kiri, hal ini yang
menjelaskan terdapatnya hemiparesis dekstra pada pasienini. Kerusakan pada
reticular activating system (RAS) dan talamus selama fase akut dari perluasan
perdarahan dapat menyebabkan menurunnya derajat kesadaran.
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses perawatan yaitu suatu pendekatan
yang sistematis dimana sumber data, diperoleh dari klien, keluarga klien.
1. Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku, pendidikan,
bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya bisa pada
waktu melakukan kegiatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada extrimitis,
yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra, gangguan fokal,
menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa disertai kejang,
menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak adekuat,
kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat DM.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau punya anggota
keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding maupun infark
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat seperti gizi yang
jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang sehat
7. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul gejala-
gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan terhadap
penyakitnya.
8. Pola Sehari-hari :
1. Pola Nutrisi dan Metablisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak disukai oleh
klien, mual – muntah, penurunan nafsu makan sehingga mempengaruhi status
nutrisi
2. Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan terjadi retensi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa lemas,
muntah dan terpasang infus.
4. Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri kepala yang
hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5. Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan kelemahan
tidak mampu dalam mengambil sikap.
6. Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan
dan kemampuan dalam merawat diri.
7. Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah akan terjadi
perubahan
8. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan peran
serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
9. Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
11. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi cemas dan
takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
# Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan kesadaran, tensi
meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2. Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala, panas atau
tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek terhadap cahaya, hidung
simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut, leher simetris serta ada pembesaran
kelenjar tiroid
3. Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah normal/meningkat akan
tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat, berkeringat
banyak
7. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan
9. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10. Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien CVA
Rencana Intervensi
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan peningkatan
volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
NOC : Tissue Perfusion: Cerebral
INDICATOR Severe Substantial Moderate Mild No deviation
deviation deviation deviation from deviation from normal
from normal from normal normal range from normal range
range range range
Tekanan intracranial v
Tekanan sistolik v
Tekanan diastolic v
MAP v