Anda di halaman 1dari 65

MODUL PERKULIAHAN

PERPAJAKAN
DOSEN : IWAN GUNAWAN, S.E, M.Ak

Pajak
Penghasilan PPh
21/PPh 26

(Hanya untuk Kalangan Terbatas )


Mahasiswa Universitas Teknokrat
indonesia
2020

Fakultas Program Studi Perkuliahan Kode MK Disusun Oleh


Ekonomi Dan Bisnis S-1 Akuntansi
6 AKT222 Iwan Gunawan, S.E, M.Ak

Abstract Kompetensi
PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, Setelah mempelajari materi pajak
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan penghasilan PPh 21 dan/atau PPh 26
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau diharapkan mahasiswa mampu memahami
jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dan menjelaskan ketentuan umum PPh
subyek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 21/26, tata cara pemotongan, penyetoran
21 UU PPh. serta tata cara pelaporannya.
Sedangkan PPh 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan,
atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi subyek pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 26 UU PPh.
Pajak Penghasilan PPh 21/26
PENDAHULUAN
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak terutang atas berbagai jenis penghasilan,
penghasilan itu sendiri merupakan obyek pajak. Penghasilan sebagai obyek pajak, yang
diterima atau diperoleh dari subyek pajak dalam negeri dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu : (1) penghasilan dari pekerjaan (personal service income), (2) penghasilan dari
kegiatan usaha (business income), (3) penghasilan dari modal (capital income) dan ke (4)
pendapatan lain-lain (other income).1

Pajak penghasilan dari pekerjaan (personal service income) ini lebih bersifat personal atau
orang pribadi, penghasilan ini dapat dibedakan lagi menjadi 2 (dua) antara lain, pertama
penghasilan dari hubungan kerja yaitu penghasilan yang diterima oleh karyawan dan/atau
bukan karyawan dari pemberi kerja dan kedua penghasilan dari pekerjaan bebas, seperti
notaris, dokter, pengacara (advokat) atau lawyer, aktuaris, akuntan, pekerja seni dan lain
sebagainya. Pajak dari hubungannya dengan kerja lebih populer dikenal sebagai Pajak
Penghasilan pasal 21, selanjutnya akan disingkat sebagai PPh 21 hal ini dikarenakan dalam
peraturan perundang-undangan yang mengenai penghasilan UU No. 36 Tahun 2008 ada di
dalam pasal 21.

PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU PPh.

Sedangkan PPh 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan,
atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak luar negeri,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 UU PPh.

DASAR HUKUM
 UUD 1945 Amandemen Pasal 23a
 UU No.36 Tahun 2008 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
 UU No.16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan
 PMK 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak.Dikenal dengan istilah PTKP 20162
 PMK 102/PMK.010/2016 Tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
 PMK No.250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat
Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
 PMK No.252/PMK.03/2008
 PMK No.242/PMK.03/2014
 PMK No.215/PMK.03/2008 diperbaharui dengan PMK No.156 PMMK.010/2015 Tentang
Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat – Pejabat Perwakilan Organisasi
Internasional yang Tidak Termasuk Subyek Pajak Penghasilan.
1
Drs.YB.Sigit Hutomo, M.Bacc, Akt. Pajak Penghasilan Konsep dan Aplikasi. Edisi Revisi. Penerbit Universitas
Atmajaya. Yogyakarta. 2009 (hal. 89).
2
PTKP 2016 efektif berlaku surut tgl. 1 Januari 2016
 PER 31/PJ/2012; PER-32/PJ/2015 diperbaharui dengan PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman
Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan kegiatan
Orang Pribadi tgl. 29 September 2016

KETENTUAN UMUM 3

Untuk memudahkan dalam membahas Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh
21/26 terkait dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi maka telah diatur dalam
peraturan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perpajakan PER-16/PJ/2016 tentang
pedoman teknis yang memuat beberapa ketentuan umum.

Ketentuan umum dimaksud memuat suatu daftar istilah yang banyak digunakan untuk
mempelajari materi PPh 21/26 antara lain :
1. Pemotong PPh 21 dan atau PPh 26 adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan,
termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan
pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 UU PPh.

2. Badan adalah badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 UU No.6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
mengalami perubahan terakhir dengan UU No.16 tahun 2009.

3. Penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara kegiatan
yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada
orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.

4. Penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai
subyek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari pemotong PPh 21 dan atau PPh 26 sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan termasuk penerima pensiun.

5. Penerima penghasilan yang dipotong PPh 26 adalah orang pribadi dengan status sebagai
subyek pajak luar negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari pemotong PPh 21 dan atau PPh 26 sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan termasuk penerima pensiun.

6. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan perjanjian atau
kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan pekerjaan
dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan
berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan
pemberi kerja termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.

7. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah
tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas
yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung,
serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu
sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.

8. Pegawai tidak tetap/tenaga lepas yaitu pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila
pegawai yang berangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh
pemberi kerja.

3
PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan kegiatan
Orang Pribadi. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. Ditetapkan tgl. 29 September 2016
9. Penerima penghasilan bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari pemotong PPh 21 dan/atau Pph 26 sebagai imbalan jasa yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi kerja.

10.Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu termasuk
mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop) pendidikan, pertunjukan, olahraga
atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan
keikitsertaannya dalam kegiatan tersebut.

11.Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh
imbalan untuk pekerjaan yang telah dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli
warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

12.Penghasilan pegawai tetap yang bersifatnya teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap
berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama apapun yang
diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja.4

13.Penghasilan pegawai yang bersifatnya tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap
selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode
lainnya, antara lain berupa bonus 5, Tunjangan Hari Raya (THR)6, jasa produksi, tantiem7,
gratifikasi8 atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

4
Untuk pegawai tetap yang berasal dari pemerintahan atau yang dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil,
penghasilannya yang berupa gaji diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30  Tahun 2015  Tentang Perubahan
Ketujuh Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 Mengenai Gaji Pegawai Negeri Sipil , dan
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.
Sedangkan untuk gaji Polri diatur dalam PP No.17 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Belas Atas Peraturan
Pemerintah No.29 tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun
untuk gaji terbaru untuk TNI belum diumumkan ke publik, biasanya dengan naiknya gaji PNS terkait dengan
kenaikan TNI dan Polri.
Sedangkan untuk pegawai BUMN, BUMD, Lembaga serta swasta diatur melalui aturan perjanjian kerja tertentu
antara pemberi kerja dan karyawan.

5
Undang Undang No.13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai pengaturan bonus
tahunan. Akan tetapi dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun
1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah, bonus dikategorikan sebagai
komponen non- upah. Komponen pendapatan non-upah, terdiri dari: a. Fasilitas, Fasilitas adalah kenikmatan
dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja, seperti fasilitas kendaraan (antar jemput pekerja atau lainnya); pemberian
makan secara cuma-cuma; sarana ibadah; tempat penitipan bayi; koperasi; kantin dan lain-lain. b. Bonus, Bonus
adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan
perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena
peningkatan produktivitas; besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan.

6
Tunjangan Hari Raya atau biasa disebut THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan pengusaha
kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. THR ini wajib dibayarkan paling
lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Hari raya keagamaan yang dimaksud adalah hari raya Idul
Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, hari raya Natal bagi pekerja yang
beragama Kristen Katholik dan Protestan, hari raya Nyepi bagi pekerja beragama Hindu, hari raya Waisak bagi
pekerja beragama Budha dan hari raya Imlek bagi pekerja yang beragama Konghucu. Pemerintah Indonesia
menetapkan dasar hukum THR melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang
Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”). Peraturan ini terdiri
dari 13 pasal dan mulai diberlakukan saat diundangkan, pada tanggal 8 Maret 2016. Di dalam Pasal 3 angka 2
Permenaker 6/2016 disebutkan bahwa pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan diberikan
secara proporsional sesuai masa kerja. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menetapkan
bahwa pekerja atau buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.  
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/MEN/1994, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

7
Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan, yang baru dapat diberikan
bila perusahaan memperoleh laba bersih sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-16/PJ.44/1992
Tentang Pembagian Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi Dan Tantiem disebutkan bahwa, Tantiem merupakan
bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada
suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak.
14.Upah9 harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara harian.

15.Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan mingguan.

16.Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang terutang
atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan.
17.Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.

18.Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan,
jasa atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan
penghasilan sejenis lainnya.

19.Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada
bukan pegawai yang dibayar lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan
dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan

20.Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu antara lain berupa
uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah, atau penghargaan dan
penghasilan sejenisnya.

21.Masa pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di mana pegawai
tetap berhenti bekerja.

PEMOTONG PAJAK PPh21/26


Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri, Wajib Pajak yang dimaksud sebagai Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26,
meliputi :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari :


a. Orang pribadi (Pegawai dan bukan pegawai)
b. Badan (Pusat ataupun sejenisnya)
c. Cabang perwakilan, atau unit dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh

8
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang,
barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi dapat diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan
dapat dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik  Gratifikasi termasuk
tindak pidana. Landasan hukumnya adalah UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12. Penerima gratifikasi diancaman
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda
paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah. Ketentuan UU No 20/2001 menyebutkan bahwa
setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah suap, namun ketentuan ini
tidak berlaku apabila penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPK) selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
gratifikasi tersebut diterima.
9
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah dapat dibayarkan perminggu atau per
dua minggu berdasarkan perhitungan upah bulanan, periode maksimum penghitungan upah adalah satu bulan.
Nilai upah minimum atau UMR (Upah Minimum Regional) ditentukan setiap tahun sesuai dengan kebijakan
pengupahan nasional untuk memastikan pencapaian kebutuhan hidup layak dengan mempertimbangkan
produktifitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum umumnya ditetapkan oleh gubernur untuk tingkat provinsi,
kabupaten/kota dan sektoral, mengikuti rekomendasi dewan pengupahan provinsi dan/atau dewan pengupahan
kabupaten/kota.Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2015 tentang Pengupahan, Gubernur dapat
menentukan upah minimum provinsi (tanpa mempertimbangkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan), yang
dihitung berdasarkan formula untuk perhitungan upah minimum setiap tahun. Formula tersebut mengharuskan
penyesuaian nilai upah minimum setiap tahun, berdasarkan akumulasi nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada
Pemerintah Pusat termasuk instansi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di
luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa
dan kegiatan.

3. Dana Pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar :
a. Honorarium10, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subyek Pajak dalam negeri,
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas
namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subyek Pajak luar negeri.
c. Honorarium, komisi11, fee12 atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan pelatihan,
serta pegawai magang.

5. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun
kepada wajib pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

SUBYEK PAJAK PENERIMA PENGHASILAN PPh 21/26


Subyek pajak penerima penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 adalah orang
pribadi yang merupakan :
1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pemberian jasa meliputi :
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama
(teater), penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan
d. Penasihat, pengajar, penceramah, penyuluh dan moderator
e. Pengarang, peneliti dan penterjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitian.
g. Agen iklan
10
Honorarium atau Honor atau Honoraria adalah pembayaran atas jasa yang diberikan pada suatu kegiatan
tertentu. Honorarium dapat diberikan melalui mekanisme belanja pegawai dan belanja nonpegawai. Dalam
konteks belanja pegawai, honorarium adalah uang yang diberikan kepada guru/dosen tidak tetap atau pegawai
honorer yang akan diangkat menjadi pegawai negeri. Bagi Guru/Dosen Tidak Tetap, adalah honorarium adalah
tunjangan jasa yang diberikan kepada Pengajar/Guru/Dosen yang memberikan pelajaran pada suatu
Sekolah/Perguruan/Fakultas di luar tugas pokoknya di mana dalam memberikan pelajaran tersebut diangkat dan
ditunjuk dengan surat keputusan oleh instansi bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku dan dalam waktu
tertentu. Honorarium bagi pegawai honorer yang akan diangkat menjadi pegawai diberikan dalam rangka
mendukung tugas pokok dan fungsi organisasi bersangkutan.
11
Komisi adalah Imbalan (uang) atau persentase tertentu yang dibayarkan karena jasa yang diberikan dalam jual
beli dan sebagainya;  barang dagangan yang dititipkan untuk dijualkan kepada seseorang;
12
Fee adalah Balas jasa berupa uang kepada perseorangan atau perusahaan karena penggunaan keahliannya di
bidang tertentu
h. Pengawas dan pengelola proyek
i. Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau menjadi perantara
j. Petugas penjaja barang dagangan
k. Petugas dinas luar negeri dan/atau
l. Distibutor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenisnya.
m. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama
n. Mantan pegawai dan/atau
o. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan antara lain :
 Peserta dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan,
ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya
 Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan atau kunjungan kerja
 Peserta atau anggota dalam suatu kepanitian sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu
 Peserta pendidikan dan pelatihan
 Peserta kegiatan lainnya

TIDAK TERMASUK PEMOTONG PPh 21/26


Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah :
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Organisasi-organisasi internasional13 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan menteri
Keuangan yang mengatur perjanjian internasional dan dalam perjanjian internasional
tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi-organisasi dimaksud
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan 14

OBYEK PAJAK YANG DIPOTONG PPh 21/26


Obyek pajak penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak pegawai berhenti bekerja.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah baik upah dalam
harian, upah dalam mingguan, upah per satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan.
5. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun.
6. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
7. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai atau
8. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.

13
Organisasi/badan/lembaga/asosiasi/perhimpunan/forum antar pemerintah atau non pemerintah yang bertujuan
untuk meningkatkan kerjasama dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama.
14
PMK No.156/PMK.010/2015 merupakan perubahan ke-empat dari PMK No.215/PMK.03/2008 dijelaskan tentang
penetapan Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak termasuk subyek
PPh di Indonesia.
Penghasilan yang dipotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagaimana dimaksud tersebut di atas,
termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
1. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, atau
2. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).

Dalam hal penghasilan yang diterima atau yang diperoleh dalam bentuk mata uang asing, maka
penghitungan pajak atas penghasilannya didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dilakukan pembayaran penghasilan tersebut.
Dan bilamana penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan lainnya maka penghitungan pajaknya didasarkan pada harga pasar atas barang
yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian natura dan/atau kenikmatan yang diberikan.

TIDAK TERMASUK OBYEK PAJAK PPh 21/26


Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah :
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapunyang diberikan
oleh wajib pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan yang diberikan oleh Wajib Pajak yang
dikenakan pajak penghasilan bersifat final atau yang diberikan oleh Wajib Pajak yang
dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja
yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh, yaitu beasiswa
yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

DASAR PENGENAAN DAN PEMOTONGAN PPh 21/26


1. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut :
a. PKP (Penghasilan Kena Pajak) yang berlaku bagi :
 Pegawai Tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah
kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp.4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah), dan
 Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp. 450.000 (empat ratus lima puluh ribu rupiah)
sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang menrima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan
kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp.4.500.000
(empat juta lima ratus ribu rupiah)
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai
yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan sebagaimana dimaksud huruf a,b dan c di atas.
2. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh 26 adalah jumlah penghasilan bruto.
BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUN 15

1. Besarnya penghasilan netto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh 21 adalah jumlah seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan :
a. Biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya
sebesar Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp.6.000.000 (enam juta
rupiah).
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau Badan Penyelenggara
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Besarnya penghasilan netto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh 21 adalah
jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp.200.000 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau
Rp.2.400.000 (dua juta empat ratus ribu rupiah).

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)16


Bahwa dengan mempertimbangkan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta
perkembangan kebutuhan pokok yang semakin meningkat, maka pemerintah mengeluarkan
penyesuaian peraturan terhadap ketentuan mengenai besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
dengan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.101/PMK.010/2016 pada tanggal 22 Juni 2016
yang berlaku efektif per 1 Januari 2016. Ketentuan PTKP yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi Rp.54.000.000
b. Tambahan bagi Wajib Pajak Kawin Rp. 4.500.000
c. Tambahan sebesar Rp. 54.000.000 dari seorang isteri yang penghasilannya digabung
dengan penghasilan suami.
d. Tambahan sebesar Rp.4.500.000 bagi setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya. Paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Dalam bentuk tabel dapat dilihat rincian PTKP Tahun 2016 sebagai berikut :

PTKP Nilai (Rp) Total (Rp)


Tidak Kawin (TK)
TK/0 54.000.000 54.000.000
TK/1 4.500.000 58.500.000
TK/2 9.000.000 63.000.000
TK/3 13.500.000 67.500.000

Kawin (K)
K/0 4.500.000 58,500.00
K/1 4.500.00 63.000.000
K/2 9.000.000 67.500.000
K/3 13.500.00 72.000.000

WP (suami + isteri)
Kawin/Penghasila
n digabung
K/I 54.000.000 108.000.000
K/I/0 4.500.000 112.500.000
K/I/1 4.500.000 117.500.000
K/I/2 9.000.000 121.500.000
K/I/3 13.500.000 126.000.000

15
PMK No.250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Pegawai Tetap atau Pensiunan
16
PMK 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.Dikenal dengan istilah PTKP 2016
HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK
TETAP LAINNYA YANG PENETAPAN BAGIAN
PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN
DARI PEGAWAI TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN
PAJAK PENGHASILAN
a. Batas tidak dikenakan pemotongan adalah sebesar Rp.450.000 per hari
b. Tidak berlaku dalam penghasilan brutonya sebesar Rp.4.500.000 sebulan atau
penghasilannya dibayar secara bulanan
c. Tidak berlaku untuk pembayaran honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja
barang atau petugas dinas luar asuransi

CARA MENGHITUNG PPh 2117


BAGIAN PERTAMA: PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh
PASAL 26

I. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TETAP


DAN PENERIMA PENSIUN BERKALA

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21
yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau
Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan
pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa
Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
a. bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
b. bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun
kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai
akhir tahun kalender

I.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau Masa
Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja:
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur

I.1.a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur


I.1.a.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi
Pegawai Tetap
1. a. Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai
Tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang
diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh
gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya,
termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.
b. Untuk perusahaan yang masuk program Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan
premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar
oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai.
Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi

17
Prof.Dr.Mardiasmo, MBA.,Ak. Perpajakan. Edisi Terbaru 2016.Penerbit Andi.Yogyakarta.2016 (hal. 211)
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi
kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya.
Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan
dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja
kepada pegawai.
c. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan
dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari
Tua, dan/atau iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri
oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan.
2. a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah
penghasilan neto sebulan dikalikan 12.
b. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak
subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak
awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka
penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan
penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak
pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan
Desember.
c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar
penerapan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar
Penghasilan neto setahun pada huruf a atau b di atas, dikurangi
dengan PTKP.
d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf c, selanjutnya dihitung PPh
Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas
negara, yaitu sebesar:
1) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12;
atau
2) jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan
sebagaimana dimaksud pada huruf b dibagi banyaknya
bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud
pada huruf b.
3. a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan
atas masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal
21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan
penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian
sebagai berikut:
1) Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;
2) Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh Pasal 21 sebulan
dengan cara seperti sebagaimana dimaksud pada huruf a
angka 2).
c. PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan
PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 4, sedangkan PPh
Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh
Pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 26.
4. Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar
kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima)
bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut
adalah sebagai berikut:
a. rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut
(dalam hal ini 5 bulan);
b. hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap
bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21;
c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan,
dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;
d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan
dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung
dengan cara sebagaimana dimaksud pada huruf c dikurangi
jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud pada
huruf b.
5. Apabila kepada pegawai di samping dibayar gaji yang didasarkan
masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai
masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut pada
angka 4, maka cara penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 3.
I.1.a.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi
Penerima Pensiun Berkala
1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang
diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama
pensiun adalah sebagai berikut:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak
pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan
bulan Desember;
b. penghasilan neto pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang
bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja
sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan
yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
pensiun;
c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan
sebagaimana dimaksud pada huruf b tersebut dikurangi dengan
PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan
Kena Pajak tersebut;
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang
bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21
sebagaimana dimaksud pada huruf c dengan PPh Pasal 21
yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang
bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam
bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh
Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada huruf d dibagi dengan
banyaknya bulan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk
tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun;
b. selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara penghitungan
untuk pegawai tetap sebagaimana dimaksud pada butir I.1.a.1.
angka 2 huruf a, c, dan d.

I.1.b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai
Tetap
1. Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang
sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh
Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut:
a. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan
ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa
produksi, dan sebagainya.
b. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan
tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b
adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa
produksi, dan sebagainya.
2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada
sejak awal tahun, namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung
dengan cara sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan
memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan
atas Penghasilan Teratur sebagaimana dimaksud pada butir I.1.a.1. angka
2 huruf b, c dan d.

1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Bulan Desember atau Masa Pajak
Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Bekerja Sebelum Bulan
Desember
1. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau bulan
tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember
adalah sebagai berikut:
a. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang
bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak
teratur.
b. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau
bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan
Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas
seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari
pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan,
sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah
dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan
bulan sebelumnya.
c. Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan
bulan sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang
atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari
pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya
dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas
kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada
pegawai tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian
bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh
Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak
dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas
penghasilan pegawai tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama,
sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak
untuk Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan
pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak
kepada pegawai tetap yang berhenti bekerja.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a adalah sebagai berikut:
a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak
awal tahun, namun mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti
bekerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh,
baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap
yang bersangkutan bekerja pada pemotong pajak.
b. Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru
dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember,
PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan
yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak
teratur, yang disetahunkan.

II. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PEGAWAI TIDAK


TETAP ATAU TENAGA KERJA LEPAS

II.1. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah
Borongan, Uang Saku Harian atau Mingguan:
1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang
diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu;
b. upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan
dalam sehari;
c. upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan borongan.
2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
belum melebihi Rp450.000,00, dan jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp4.500.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong
3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah
melebihi Rp450.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah
dikurangi Rp450.000,00, dikalikan 5%.
4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,00 dan kurang dari
Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar
upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah
dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
5. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu
bulan kalender telah melebihi Rp 10.200.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang
disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

II.2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon
Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-
Undang (UU) PPh atas jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi
PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.

III. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ANGGOTA DEWAN


PENGAWAS ATAU DEWAN KOMISARIS YANG TIDAK MERANGKAP SEBAGAI
PEGAWAI TETAP, MANTAN PEGAWAI YANG MENERIMA JASA PRODUKSI,
TANTIEM, GRATIFIKASI, BONUS ATAU IMBALAN LAIN YANG BERSIFAT TIDAK
TERATUR, DAN PESERTA PROGRAM PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS
SEBAGAI PEGAWAI YANG MENARIK DANA PENSIUN

III.1. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Anggota Dewan Pengawas atau Dewan
Komisaris Yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai Tetap
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama
1 (satu) tahun kalender.

III.2. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai Yang Menerima


Penghasilan Berupa Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan
Lain yang Bersifat Tidak Teratur
PPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama 1
(satu) tahun kalender.

III.3. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta Program Pensiun Yang Masih
Berstatus Sebagai Pegawai yang Menarik Dana Pensiun
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu)
tahun kalender.

IV. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI ORANG PRIBADI YANG
BERSTATUS SEBAGAI BUKAN PEGAWAI

IV.1. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai,
atas imbalan yang bersifat berkesinambungan
IV.1.a. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan
dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun
kalender yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
PTKP per bulan.
IV.1.b. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan
lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

IV.2. Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai,
atas Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
atas 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto.

IV.3. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan angka
IV.2 adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik
maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang
dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong
biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik

IV.4. Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud pada angka IV.1 dan angka
IV.2 memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
IV.4.a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka besarnya
jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah
dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak
dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, maka besarnya penghasilan bruto tersebut
adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
IV.4.b. melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah
penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali
apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara
pemberian jasa dengan penyerahan material atau barang.

V. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 BAGI PESERTA KEGIATAN


PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak
dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

VI. PETUNJUK UMUM PENGHITUNGAN PPh PASAL 26 BAGI ORANG PRIBADI YANG
BERSTATUS SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
1. Dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto.
2. Dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan
yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal
orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak luar negeri dari
negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
Penghitungan PPh atas Penghasilan Teratur
Untuk menghitung PPh 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh
penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji
(salary), segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur
(overtime) dan pembayaran sejenisnya.

Untuk perusahaan yang termasuk layanan program BPJS (Badan Penyelanggara Jaminan
Sosial) Ketenagakerjaan atau dulu dikenal sebagai Jamsostek (Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan)18 . Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Hari Tua (JHT),
Premi Jaminan Kesehatan (JK) dan Premi Jaminan Pensiun (JP) 19 yang dibayar oleh pemberi
kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan
asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh 21 premi tersebut digabungkan dengan penghasilan
bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.

Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan netto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, 20 iuran Jaminan Hari Tua
(JHT), dan/atau tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan
melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau kepada BPJS Ketenagakerjaan. 21

Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta
kepada BPJS Ketenaga kerjaan, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan
pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas
tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan
pekerjanya pada BPJS. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang
atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp 1 juta sebulan, wajib mengikutsertakan
tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja

Jika pemberi kerja ikut dalam program BPJS Kesehatan, maka atas premi kesehatan yang
dibayarkan kepada pekerja akan menambah penghasilan bruto wajib pajak, sedangkan iuran
yang ditanggung pegawai tidak mengurangi penghasilan brutonya.

18
BPJS Ketenagakerjaan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk
mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraan nya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu
bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja. BPJS
Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), yang dikelola oleh PT.
Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah
menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.
19
Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi
pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur Jenis Program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JP),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran. Saat ini programnya ada 4 (empat), yaitu 3
(tiga) yang lama JKK,JHT dan JK sedangkan yang baru adalah JP (Jaminan Pensiun).

20
Peraturan Menteri Keuangan RI No.250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun
yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiun. Pasal 1 : Ayat (1) Besarnya biaya
jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi
pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 (enam juta
rupiah) setahun atau Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan. Ayat (2) Besarnya biaya pensiun yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu
rupiah) setahun atau Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
21
Pemberi Kerja (Perusahaan) dalam hal ini selain mendaftarkan juga menarik iuran dari Pekerja dan
membayarkan berdasarkan pembagian kewajiban antara Pemberi Kerja dan Pekerja. Kewajiban masing-masing
pihak adalah sebagai berikut:
a. Pemberi Kerja: a. JKK : 0.24% - 1.74 % (sesuai dengan rate kecelakaan kerja berdasarkan lampiran
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian) b. JK : 0.3% c. JHT : 3.7% d. JP (Jaminan pensiun): 2%
b. Pekerja: a. JHT : 2% b. JP (Jaminan Pensiun) : 1%
Untuk lebih jelasnya bagaimana kaitannya antara program BPJS Ketenaga kerjaan dan
BPJS Kesehatan22 terhadap PPh 21 karyawan :

BPJS Ditanggung Ditanggung


pemberi kerja karyawan
Penambah Pengurang
Penghasilan Penghasilan
Bruto Bruto
BPJS Kesehatan Ya Tidak
Jaminan Hari Tua (JHT) Tidak Ya
Jaminan Kecelakaan Kerja Ya -
(JKK)
Jaminan Kematian (JK) Ya -
Jaminan Pensiun (JP) Tidak Ya

Bagaimana untuk perusahaan atau pemberi kerja yang ikut dalam program asuransi, baik
asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna ataupun asuransi jaminan hari tua atau
dana pensiun. Hal ini sama perlakuannya dengan program BPJS.

Apabila pajak terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk
perhitungan PPh 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan
dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut :
 Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4
 Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
 Selanjutnya dihitung penghasilan netto setahun, yaitu jumlah penghasilan netto sebulan
dikalikan 12.

Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban subyektifnya sebagai Wajib Pajak dalam
negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka
penghasilan netto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan netto setahun dengan
banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan
Desember. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena pajak (PKP) sebagai dasar penerapan tarif
pajak pasal 17 E UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan Netto setahun dikurangi dengan PTKP.
Setelah diperoleh PPh terutang atau Pajak Penghasilan yang harus dibayar dengan
menerapkan tarif pajak 17 terhadap PKP, selanjutnya dihitung PPh 21 sebulan, yang harus
dipotong dan/atau disetor ke kas negara yaitu sebesar :
 Jumlah PPh 21 setahun dibagi dengan 12 atau
 Jumlah PPh 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor perkalian dalam hal
wajib pajak mulai bekerja setelah bulan Januari.

Jika kepada pegawai di samping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku
surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungannya PPh 21 atas rapel tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan)
2) Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya
kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh 21.
22
Sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan dahulu bernama
Askes bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak
tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015. Untuk jumlah
iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, akan dipotong sebesar 5% dari gaji per bulan,
dengan ketentuan 3%  dibayar oleh pemberi kerja, dan 2% dibayar oleh peserta. Pemotongan iuran akan
dilakukan secara bertahap dari 1 Januari 2014 – 30 Juni 2015 dan pemotongan yang dilakukan tidak sebesar yang
disebutkan di atas melainkan pemotongan 4% dari gaji per bulan, dengan ketentuan 4%  dibayar oleh pemberi
kerja dan 0,5%  dibayar oleh peserta. namun mulai 1 juli 2015, pembayaran iuran 5% dari gaji per bulan itu
menjadi 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
3) PPh 21 atas gaji untuk bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru
setelah ada kenaikan
4) PPh 21 terutang atas tambahan gaji bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang
dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang dihitung berdasarkan angka (3)
dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada angka (2).

CONTOH PENGHITUNGAN PPh 21 DAN/ATAU PPh 26


1. PENGHITUNGAN PPh 21 ATAS PEGAWAI TETAP
a) Dengan gaji bulanan
Soal (1)
Moh. Fakih Aminuddin bekerja di PT.Nusa Penida Tourism, Tabanan Bali, sebagai
karyawan tetap pada Divisi Finance & Accounting sejak Nopember 2014. Pada bulan
Januari 2018 ia memperoleh gaji bulanan sebesar Rp.7.500.000,- Perusahaannya
mengikuti program BPJS, yaitu program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,7%, dimana
1,7% ditanggung perusahaan dan 2% tanggungan pekerja, dan program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,25% yang menjadi tanggungan perusahaan.
Moh. Fakih telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 82.344.700.9-670.000,
status lajang atau belum menikah (TK/0). Ia hanya hanya menerima penghasilan dari
gaji bulanan di tempat ia bekerja. Bagaimana penghitungan PPh 21 Masa Januari
2018 ?
Pembahasan (1) :
Gaji ....................................................................... Rp.7.500.000
Premi JKK (0,25%) Rp.7.500.000 x 0,25% = Rp. 18.750
Penghasilan bruto per bulan Rp.7.518.750

Pengurangan :
Iuran JHT (2%) Rp.7.500.000 x 2% = Rp.150.000
Biaya Jabatan Rp.7.500.000 x 5% = Rp.375.000
Rp. 525.000 -
Penghasilan netto per bulan ............................................................ Rp.6.993.750

Penghasilan netto setahun Rp.6.993.750 x 12 bulan = .................... Rp.83.925.000


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TK/0 ........................ Rp.54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ............................................ Rp.83.925.000

Penghasilan terutang pajak PPh 21


5% x Rp.29.925.000 = Rp.1.496.250

PPh 21 yang harus disetor oleh PT. Nusa Penida Tourism atas nama Wajib Pajak
Moh.Fakih Aminuddin pada bulan Januari 2018 paling lambat tgl.10 bulan berikutnya
adalah sebesar : Rp.1.496.250 dibagi 12 bulan = Rp.124.688

Soal (2)
Niluh Saraswati bekerja di PT. Paramount Hotel Nusa Dua, Bali, sebagai Chief House
Keeper sejak tahun 2009. Gaji bulan April 2019 sebesar sebesar Rp.12.500.000,-, uang
kehadiran (berupa transpot/makan) per hari kerja sebesar Rp.50.000 tercatat 25 hari,
upah lembur (overtime) tercatat Rp.750.000 . PT Paramount Hotel Nusa Dua mengikuti
program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu brupa program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar
3,7%, dimana 1,7% ditanggung pemberi kerja, 2% tanggungan pekerja, Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,75% serta BPJS Kesehatan23 4% ditanggung
pemberi kerja , 1% tanggungan karyawan. Selain itu PT Paramount juga mengikuti
program pensiun untuk pegawainya, pemberi kerja membayar Rp.150.000 dan pekerja
dikenakan kewajiban iuran sebesar Rp.50.000.
23
Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang
BPJS Kesehatan untuk Karyawan, antara lain: Pasal 6 (3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan
Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi: 1. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik
Negara, usaha besar, usaha menengah, dan usaha kecil paling lambat tanggal 1 Januari 2015; 2. Pemberi Kerja
pada usaha mikro paling lambat tanggal 1 Januari 2016; dan 3.Pekerja bukan penerima upah dan bukan Pekerja
paling lambat tanggal 1 Januari 2019.
Selain tercatat juga adanya potongan atas gaji bulan April 2019 : 24
a. Angsuran pinjaman kendaraan ke-20 sebesar Rp.2.500.000
b. Angsuran pinjaman kantor ke-17 sebesar Rp. 500.000
Niluh Saraswati telah memiliki NPWP 82.102.455.9-908.000, berdsarkan surat
keterangan yang diperoleh dari ybs, PT Paramount menetapkan status PTKP Sdri. Niluh
adalah : kawin belum punya anak (TK//0) 25. Hal ini dikarenakan diketahui suaminya
adalah anggota TNI bekerja dan memiliki NPWP yang berbeda atau masing-masing
memiliki NPWP yang berbeda.. Niluh hanya hanya menerima penghasilan dari gaji
bulanan di tempat ia bekerja.
Bagaimana penghitungan PPh 21 Masa April 2019 ?
Pembahasan (2) :
Penghasilan yang diterima atau yang diperoleh hanya boleh dikurangi dengan biaya
jabatan (maksimal Rp.500.000/bulan atau Rp.6.000.000/tahun) dan iuran pensiunan
(maksimal Rp.200.000/bulan atau Rp.2.400.000/tahun) dan atau yang sejenis. Iuran
pensiunan yang dibayar oleh pemberi kerja tidak menambah penghasilan bruto. Iuran
BPJS kesehatan sebesar 1% yang ditanggung oleh karyawan tidak termasuk pengurang
penghasilan bruto.
Gaji ....................................................................... Rp.12.500.000
Tunjangan kehadiran Rp.50.000 x 25 hari = Rp.1.250.000
Overtime ...................................... Rp . 750.000 (+)
Rp. 2.000.000 +
Rp.14.500.000
Premi JKK (0,75%) Rp.12.500.000 x 0,75% = Rp. 93.750
Bpjs kesehatan (4%) Rp.12.500.000 x 4% = Rp. 500,000 (+)
Rp.593.750+
Penghasilan bruto per bulan Rp.15.093.750

Pengurangan :
Iuran JHT (2%) Rp.12.500.000 x 2% =Rp.250.000 =Rp.200.000 (maksimal)
Iuran pensiun .................................................. Rp. 50.000
Biaya Jabatan Rp.12.500.000 x 5% =Rp.675.000 Rp.500.000 (maksimal)
Rp..750.000 -
Penghasilan netto per bulan ............................................................ Rp.14.343.750
Penghasilan netto setahun Rp.14.343.750 x 12 bulan = ................. Rp.172.125.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) isteri status kawin (TK/0)..... Rp. 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ........................................... Rp.118.125.000

Penghasilan terutang pajak PPh 21


5% x Rp.50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp.67.675.000 = (Rp.118.125.000 – Rp.50.000.000) Rp. 9.543.750
PPh terutang .............................. Rp.12.043.750
PPh 21 yang harus disetor oleh PT. Paramount Nusa Dua atas nama Wajib Pajak Niluh
Saraswati pada bulan April 2019 adalah Rp.12.043.750 dibagi 12 bulan =Rp.1.003.646

Soal (3)
Edo Berhad Siregar pada tahun 2018 bekerja pada PT Nippon Kansai Paint, Bekasi
sebagai staf legal di Departemen HRD & Legal dengan memperoleh gaji pokok
Rp.3.000.000,dan membayar uang pensiunan sebesar Rp.200.000. Edo telah menikah
dan mempunyai anak 1 serta mempunyai tanggungan 2 keponakan. Tentukanlah
penghitungan PPh 21 jika Edo hanya menerima penghasilan dari PT Nipon Kansai di
bulan Juli 2018 ditambah tunjangan kinerja Rp.2.750.000. Edo telah memiliki NPWP.
Pembahasan (3) :
Gaji pokok................................................................... Rp.3.000.000
Tunjangan kineja ........................................................ Rp.2.750.000
Total penghasilan ........................................................ Rp.5.750.000
Pengurangan :

24
Potongan atas gaji atau penghasilan yang dapat mengurangi penghasilan bruto hanya dapat diperkenankan
untuk besarnya biaya jabatan sebesarmaksimal sebesar Rp.500.000 per bulan atau Rp.6.000.000 per tahun
25
PTKP atas Isteri telah menikah, dan suami bekerja dan memiliki NPWP sendiri2 maka statusnya adalah TK/0.
Tetapi jika suaminya tidak bekerja maka statusnya adalah K/0/
a. Biaya Jabatan26 5% x Rp.5.750.000 = Rp.287.500
b. Iuran Pensiunan .......................... Rp.200.000 (+)
Rp. 487.500 (-)
Penghasilan netto per bulan ............................................................ Rp.5.262.500
Penghasilan netto setahun
Rp.5.262.5000 x 12 bulan = ............................................................ Rp.63.150.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) – (K/3) 27
 Untuk Wajib Pajak sendiri ................ Rp.54.000.000
 Tambahan karena menikah ..................... Rp. 4.500.000
 Tambahan 1 anak .................................... Rp. 4.500.000
 Tambahan 2 keponakan yang ditanggung .... Rp. 9.000.000
Rp.72.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ................................................... nihil 28

Penghasilan terutang pajak PPh 21 nihil, karena lebih besar PTKP dibanding dengan
penghasilan netto setahun.

Soal (4)
Timotius Obe bekerja pada PT Nippon Kansai Paint, Bekasi sebagai Ka.Satpam dengan
rincian penghasilan per Juli 2018 sebagai berikut : gaji pokok Rp.4.000.000, tunjangan
struktural/profesional sebulan Rp.2.500.00 dan membayar uang pensiunan sebesar
Rp.100.000. Timotius sudah menikah belum punya anak. Tentukanlah penghitungan
PPh 21 jika Timotius Obe hanya menerima penghasilan dari PT Nipon Kansai. Timotius
Obe telah tidak memiliki NPWP.29
Pembahasan (4) :
Gaji pokok................................................................... Rp.4.000.000
Tunjangan kineja ....................................................... Rp.2.500.000
Total penghasilan ........................................................ Rp.6.500.000
Pengurangan :
c. Biaya Jabatan 5% x Rp.6.500.00 = Rp.325.000
d. Iuran Pensiunan .......................... Rp.100.000 (+)
Rp. 425.000 (-)
Penghasilan netto per bulan ............................................................. Rp.6.925.000
Penghasilan netto setahun
Rp.6.925.0000 x 12 bulan = ........................................................... Rp.83.100.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) – (K/0)
Untuk Wajib Pajak sendiri ................ Rp.54.000.000
Tambahan karena menikah ..................... Rp. 4.500.000
Rp.58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Setahun .................................... Rp.24.600.000
PPh 21 terutang :
5% x Rp.24.600.000 = Rp.1.230.000
PPh 21 bulan Juli :
Rp. 1.230.000 : 12 = Rp. 102.500
Denda tidak memiliki NPWP 120% x Rp.102.500 = Rp.123.000

PPh 21 yang harus disetor oleh PT. Nipon Kansai atas nama Wajib Pajak Timotius Obe
pada bulan Juli 2018 adalah Rp.123.000

Soal (5)
Suwardjono Tan adalah salah satu wakil direktur di PT.Clipan Tugu Investama, Jakarta.
Pada bulan Januari 2013, Suwardjono diketahui memperoleh penghasilan bruto sebesar
Rp.107.500.000,- Perusahaannya mengikuti program BPJS, yaitu program Jaminan Hari
Tua (JHT) sebesar 3,7%, dimana 1,7% ditanggung perusahaan dan 2% tanggungan
pekerja. PT Clipan Tugu Investama juga ikut asuransi dwiguna sebesar Rp.1.550.000,
26
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (3 M) yang dapat
dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai
jabatan ataupun tidak.
27
Maksimal yang dapat ditanggung sebanyak 3 (tiga) orang. Dasar Hukumnya PMK 101/PMK.010/2016 Tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.Dikenal dengan istilah PTKP 2016 mulai berlaku per 1
Januari 2016.
28
Dalam pajak untuk pajak terutang yang tidak ada bukan nol tetapi dicatat nihil
29
Denda tidak memiliki NPWP sebesar 120% dari pajak yang terutang.
dimana tanggungan pemberi kerja sebesar Rp.1.150.000 dan sisanya wajib pajak yang
membayar. Suwardjono memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 89.516.007.6-
411.000, status kawin anak dua (K/2). Selain itu, Suwardjono pada bulan Januari 2013
memperoleh penghasilan lainnya melalui MNC Group sebesar Rp.215.000.000,
penghasilan lain dari usaha bisnis lainnya yang dikelola sendiri sebesar Rp.806.000.000,
memiliki deposito di dalam dan luar negeri. Bagaimana penghitungan PPh 21 Masa
Januari 2013 maupun pajak lainnya ?
Pembahasan (5) :
Untuk penghasilan dari berbagai sumber penghasilan, dimana antara satu dengan
lainnya mempunyai hubungan istimewa dan status kepegawaiannya adalah karyawan
tetap pada setiap entitas, maka perhitungan PPh 21 atas penghasilannya ditentukan dari
setiap pemberi kerja. Sehingga PPh 21- nya terdiri dari PPh 21 dari PT Clipan Tugu
Investama dan PPh 21 dari MNC Grup terpisah yang masing-masing akan menghasilkan
output form 1721 A1 sebagai bukti potong PPh 21. Dimana akan dijadikan bukti dalam
penyusunan dan pelaporan SPT PPh 21 Tahunan OP. 30
a. PPh 21 yang terutang ditanggung pemberi kerja yaitu PT Clipan Tugu Investama
(sesuai isi kontrak kerja).
Gaji ....................................................................... Rp.107.500.000
BPJS Kesehatan (4%) ,........................................... Rp. 4.300.000
Rp.111.800.000
Pengurangan :
Iuran JHT (2%) Rp.107.500.000 x 2% =Rp. 2.150.000
Asuransi dwiguna ............................. Rp. 1.550.000
Biaya Jabatan Rp.107.500.000 x 5% Rp.. 500.000 (maksimal)
Rp. 4.200.000 (-)
Penghasilan netto per bulan ................................................. Rp. 107.600.000
Penghasilan netto setahun Rp.107.600.000 x 12 bulan ....... Rp.1.291.200.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 ................... Rp. 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ................................ Rp.1.223.700.000
Penghasilan terutang pajak PPh 2131
5% x Rp.50.000.000 =Rp. 2.500.000
15% x Rp.200.000.000 =Rp. 30.000.000
25% x Rp.250.000.000 =Rp. 62.500.000
30% x Rp.723.700.000 =Rp.217.110.000
Rp.312.110.000

PPh 21 yang harus disetor oleh PT. Clipan Tugu Investama atas nama Wajib Pajak
Suwardjono Tan pada bulan Januari 2013 paling lambat tgl.10 bulan berikutnya adalah
sebesar : Rp.312.110.000 dibagi 12 bulan = Rp.26.009.167. Pada akhir tahun PT Clipan
Tugu Investama akan membuat laporan SPT PPh 21 Tahunan ke KPP setempat (sesuai
domisili perusahaan) dengan batas pelaporan terakhir tanggal 31 Maret tahun
berikutnya. Suwardjono Tan, akan mendapatkan bukti potong formulir 1721 A1 dari PT
Clipan, yang akan digunakan Suwardjono untuk melaporkan SPT PPh 21 WP OP –nya 32

b. Penghasilan dari MNC Grup sebagai karyawan tetap, namun pajak penghasilannya
ditanggung oleh Wajib Pajak bukan oleh Pemberi Kerja. (Sesuai isi kontrak Kerja).
Dengan mekanisme, pembayaran pajak karyawan ditanggung atau dibayarkan dan
disetorkan terlebih dahulu ke bank, bulan berikutnya gaji karyawan akan dipotong
untuk melunasi pajak yang dibayarkan oleh MNC Grup.
Ayat jurnal untuk mencatat besarnya PPh 21 Masa yang akan dibayar ke bank
D) Piutang karyawan ........................................... Rp. xxxxx
K) Hutang pajak .............................................. Rp. Xxxxx

30
Dalam kasus tersebut, maka yang perlu diperhatikan adalah pemisahan sumber penghasilan, berapa besar PPh 21 yang harus dibayar oleh
pemberi kerja atau karyawan yang bersangkutan sesuai dengan isi surat kontrak kerjanya.

31
Perhitungan untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp.600.000.000, maka dikenakan 4 lapis tarif sesuai Pasal 17 UU PPh. Lapis
pertama (5% untuk penghasilan dibawah Rp.50.000.000); lapis kedua (15% untuk penghasilan dari Rp/50.00.000 sd 250.000.000); lapis
ketiga (25% dari Rp.250.000.000 sd Rp.500.000.000) dan lapis ke 4 (30% diatas Rp.500.000.000), Sedangkan untuk PKP sebesar
Rp.500.000.000 maka akan terkena tarif 3 lapis.
32
Untuk pelaporan formulir yang akan digunakan dalam pengisian SPT PPh 21 Tahunan, ada 3 kategori : Formulir 1770S digunakan untuk
penghasilan kurang dari Rp.30.000.000 bukti potong 1721 A1 (pihak swasta), bukti potong 1721 A2 (PNS) ; Formulir 1770SS untuk
penghasilan di atas Rp.60.000.000 ; Formulir 1770 digunakan untuk pegawai dengan penghasilan lain dan non-pegawai.
Ayat jurnal untuk mencatat besarnya PPh 21 Masa yang telah disetorkan ke bank
D) Hutang Pajak ........................................... Rp. xxxxx
K) Kas/Bank .............................................. Rp. Xxxxx

Ayat jurnal untuk mencatat pemotongan gaji atas PPh 21 yang dibayar lebioh dahulu
oleh pemberi kerja.
D) Kas/Bank ........................................... Rp. xxxxx
K) Pinjaman karywan .............................................. Rp. Xxxxx

Gaji ....................................................................... Rp.215.000.000


Pengurangan :
Biaya Jabatan maksimal Rp.215.00.000 x 5% = Rp. 500.000
Rp. 500.000 (-)
Penghasilan netto per bulan ....................................... Rp . 214.500.000
Penghasilan netto setahun Rp.214.500.000 x 12 bulan = . Rp.2.574.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 ................ Rp. 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ................................ Rp.2.506.500.000
Penghasilan terutang pajak PPh 21
5% x Rp.50.000.000 =Rp. 2.500.000
15% x Rp.200.000.000 =Rp. 30.000.000
25% x Rp.250.000.000 =Rp. 62.500.000
30% x Rp.2.006.500.000 =Rp.601.950.000
Rp.696.950.000

PPh 21 yang harus dilaporkan oleh MNC Grup atas nama Wajib Pajak Suwardjono Tan
pada bulan Januari 2013 paling lambat tgl.10 bulan berikutnya adalah sebesar :
Rp.606.950.000 dibagi 12 bulan = Rp.58.079.167. Pada akhir tahun MNC Grup akan
membuat laporan SPT PPh 21 Tahunan ke KPP setempat (sesuai domisili perusahaan)
dengan batas pelaporan terakhir tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Suwardjono Tan,
akan mendapatkan bukti potong formulir 1721 A1 dari MNC Grup, yang akan digunakan
Suwardjono untuk melengkapi laporan SPT PPh 21 OP –nya
Sedangkan penghasilan lainnya sebesar Rp.806.000.000 dan deposito akan dihitung
sebagai penghasilan bukan pegawai.

Soal (6)
dr.Meta Anindia, Sp.OG (menikah dan mempunyai 2 anak kandung) merupakan dokter
spesialis kandungan (obstetri dan genekologi) yang bekerja sebagai pegawai tetap di
RS Imanuel, Bandarlampung dengan gaji Rp.20.000.000. Jam praktik dr Metta mulai Pk
08.00 s.d 12.00 selama 5 sehari dalam seminggu. Untuk bulan Agustus 2017 dr Metta
menerima pembayaran dari RS Imanuel berupa gaji sebesar Rp.20.000.000 dan
menerima jasa medis sebagai dokter yang bersumber dari pasien sebesar Rp.
309.000.000. dr Metta membayar iuran pensiunan sebesar Rp.200.000 setiap bulannya.
Perhitungan PPh 21 atas penghassilan dr. Metta dari RS Imanuel pada bulan Agustus
2017 adalah :
Gaji ............................................ Rp.20.000.000
Penghasilan bruto ........................................... Rp.20.000.000
Pengurang :
1. Biaya Jabatan 5% x Rp.20.000.000 =. Rp. 500.000 (maksimal)
2. Iuran pensiun Rp.. 200.000
Rp. 700.000 (-)
Penghasilan netto per bulan .................................................. Rp.19.300.000

Penghasilan netto setahun Rp.19.300.000 x 12 bulan = ....... Rp.231.600.000


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 .............. Rp. 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) .................................. Rp.164.100.000

Penghasilan terutang pajak PPh 2133


5% x Rp.50.000.000 =Rp. 2.500.000
33
Perhitungan untuk Penghasilan Kena Pajak (PKP) di atas Rp.600.000.000, maka dikenakan 4 lapis tarif sesuai Pasal 17 UU PPh. Lapis
pertama (5% untuk penghasilan dibawah Rp.50.000.000); lapis kedua (15% untuk penghasilan dari Rp/50.00.000 sd 250.000.000); lapis
ketiga (25% dari Rp.250.000.000 sd Rp.500.000.000) dan lapis ke 4 (30% diatas Rp.500.000.000), Sedangkan untuk PKP sebesar
Rp.500.000.000 maka akan terkena tarif 3 lapis.
15% x Rp.114.100.000 =Rp. 17.115.000
Rp. 19.615.000

PPh 21 yang harus disetor oleh RS. Imanuel nama dr. Metta pada bulan Agustus 2017
paling lambat tgl.10 bulan berikutnya adalah sebesar : Rp.19.615.000 dibagi 12 bulan =
Rp.1.634.583.
Penghitungan PPh 21 atas jasa medis yang ia terima dari pasien sebesar
Rp.309.000.000 akan dihitung sebagai penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai.

b) Dengan Gaji Mingguan dan Gaji Harian


Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi pegawai tetap (bukan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas) yang gajinya dibayar secara mingguan
atau harian.
Soal (7).
Hakim Ahmad Maulana belum menikah pada tahun 2018 bekerja sebagai pegawai tetap
pada perusahaan PT Cipta Sarana Karya menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar
Rp.2.000.000. Penghitungan PPh 21 minggu pertama bulan Agustus 2018 apabila dalam
minggu tersebut hanya menerima penghasilan gaji saja adalah :
Pembahasan (7)
Gaji (4 x Rp.2.000.000) ..................................................... Rp. 8.000.000
Pengurang :
Biaya Jabatan 5% x Rp.8.000.000 ............................. Rp. 400.000
Penghasilan netto sebulan ........................................ Rp. 7.600.000
Penghasilan netto setahun Rp.7.600.000 x 12 = ................. Rp.91.200.000
PTKP (TK/0) ......................................................................... Rp.54.000.000
PKP ..................................................................................... Rp.37.200.000
PPh 21 terutang :
5% x Rp.37.200.000 = Rp.1.860.000
PPh 21 bulan Agustus 2018 Rp.1.860.000 : 4 = Rp. 38.750

c) Penghitungan PPh 21 atas pembayaran rapel


Soal (8)
Moh. Fakih Aminuddin bekerja di PT.Nusa Penida Tourism, Tabanan Bali, sebagai
karyawan tetap pada Divisi Finance & Accounting sejak Nopember 2014. Pada bulan
Januari 2018 ia memperoleh gaji bulanan sebesar Rp.7.500.000,- Perusahaannya
mengikuti program BPJS, yaitu program Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,7%, dimana
1,7% ditanggung perusahaan dan 2% tanggungan pekerja, dan program Jaminan
Kecelakaan Kerja (JK) sebesar 0,25% yang menjadi tanggungan perusahaan.
Moh. Fakih telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 82.344.700.9-670.000,
status lajang atau belum menikah (TK/0). Ia hanya hanya menerima penghasilan dari
gaji bulanan di tempat ia bekerja.
Pada bulan Juni 2018, M.Fakih Aminuddin menerima kenaikan gaji, menjadi
Rp.8.000.000 sebulan dan berlaku sejak tgl. 1 Januari 2018. Dengan adanya kenaikan
gaji yang berlaku surut tersebut maka M.Fakih menrrima rapel sejumlah (Rp.8.000.000 –
Rp.7.500.000) = Rp.500.000 x 6 bulan = Rp.3.000.000. Untuk menghitung PPh 21 atas
rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh 21 untuk masa Januari s.d Mei 2018
atas dasar penghasilan setelah adanya kenaikan gaji. Dengan demikian penghitungan
PPh 21 terutangnya adalah sebagai berikut :
Pembahasan (8) :
Gaji ....................................................................... Rp.8.000.000
Premi JK (0,25%) Rp.8.000.000 x 0,25% = Rp. 20.000
Penghasilan bruto per bulan Rp.8.020.000

Pengurangan :
Iuran JHT (2%) Rp.8.000.000 x 2% = Rp.160.000
Biaya Jabatan Rp.8.000.000 x 5% = Rp.400.000
Rp. 560.000 (-)
Penghasilan netto per bulan ........................................................... Rp.7.460.000

Penghasilan netto setahun Rp.7.460.000 x 12 bulan =................... Rp.89.520.000


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TK/0 ....................... Rp.54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) ............................................ Rp.35.520.000

Penghasilan terutang pajak PPh 21


5% x Rp.35.520.000 = Rp.1.776.000
PPh 21 sebulan Rp. 1.776.000 : 12 bulan = Rp. 148.000
PPh 21 setelah adanya kenaikan gaji Januari s.d Mei 2018 adalah :
Rp.148.000 x 5 = Rp.740.000
PPh 21 sebelum adanya kenaikan gaji Januari s.d Mei 2018 adalah :
Rp.124.688 x 5 = Rp.623.440
PPh 21 untuk uang rapel Rp.740.000 – Rp.623.440 = Rp.116.560

d) Penghitungan Pemotongan PPh 21 Terhadap Penghasilan berupa Jasa Produksi,


Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya (THR), atau Tahun Baru, Bonus, Premi
dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya
diberikan Sekali dalam Setahun.
Soal (9)
Nur Syamsul Hatumena status belum menikah (TK/0) bekerja pada PT.Tirta Jaya Abadi,
Kota Ambon dengan memperoleh gaji Rp.5.000.000 sebulan. Pada bulan Maret 2018,
Nur Syamsul memproleh bonus sebesar Rp.25.000.000. Tiap bulan Nur Syamsul
membayar iuran pensiunan ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sebesar Rp.100.000. Berapa PPh 21 atas bonus yang terutang pajak
pada bulan Maret 2018 ?
Pembahasan (9)
Pertama yang dihitung adalah besarnya PPh 21 terutang dengan penghasilan bruto
gabungan dengan menjumlah gaji ditambah bonus atau sejenisnya dikalikan 12 bulan,
setelah itu dicari PPh 21 terutang untuk gaji saja. Sehingga akan ketemu PPh 21
terutang atas bonus dengan cara mengurangkan PPh 21 terutang gabungan dikurang
PPh 21 terutang atas gaji.
a. PPh 21 terutang gabungan (gaji + bonus)
Penghasilan setahun Rp.5.000.000 x 12 ............................. Rp.60.000.000
Bonus ................................................................................... Rp 25.000.000
Penghasilan bruto setahun .................................................. Rp.85.000.000
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 5% x Rp.85.000.000 = Rp.4.250.000
2. Iuran pensiunan setahun 12 x Rp.100.000 = Rp.1.200.000
Rp. 5.450.000
Penghasilan netto setahun .................................... Rp.79.550.000
PTKP setahun (TK/0) ............................................ Rp.54.000.000
PKP setahun ............................................................. Rp.25.550.000
PPh 21 terutang :
5% x Rp.25.550.000 =Rp.1.277.500.

b. PPh 21 terutang atas gaji


Penghasilan setahun Rp.5.000.000 x 12 ......... Rp.60.000.000
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 5% x Rp.60.000.000 = Rp.3.000.000
2. Iuran pensiunan setahun 12 x Rp.100.000 = Rp.1.200.000
Rp. 4.200.000
Penghasilan netto setahun ..................................... Rp.55.800.000
PTKP setahun (TK/0) .................................................... Rp.54.000.000
PKP setahun ........................................................................... Rp. 1.800.000
PPh 21 terutang :
5% x Rp.1.800.000 = Rp.90.000

c. PPh 21 atas bonus :


PPh 21 gabungan – PPh 21 atas gaji atau Rp.1.277.500 – Rp.90.000 = Rp.1.187.500

e) Penghitungan Pemotongan PPh 21 atas Penghasilan Pegawai yang Dipindah


tugaskan Dalam Tahun berjalan.
Pada saat pegawai dipindahkan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari
perusahaan tempat ia bekerja, pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada
perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian dalam
penghitungan PPh 21 tetap menggunakan dasar perhitungan selama setahun.
Soal (10)
Daniel Santoso yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Quater Utama
Mandiri (PT QUM) di Jakarta, bergerak di bidang makanan (food and beverage). Sejak 1
Juni 2017 ia dipromosikan menjadi Ka.Cabang di Bandung dan pada tanggal 1 Oktober
2017 dipindahtugaskan ke Cabang Yogyakarta, hal ini dikarenakan Kantor Cabang
Yogya membutuhkan keahliaannya dalam memanage barang dagangan untuk dijual di
daerah berbasis suku Jawa.
Gaji Daniel Santoso di Jakarta, sebesar Rp.5.000.000 dan membayar iuran pensiun
sebesar Rp.100.000. Dengan diangkatnya sebagai Ka.cabang maka ia mendapatkan
tunjangan struktural sebesar Rp.3.500.000, dan tunjangan sewa rumah sebesar
Rp.1.500.000 per bulan.
Bagaimana perhitungan PPh 21 :
Pembahasan (10) :
1. Kantor Pusat di Jakarta
Gaji selama di Jakarta 5 x Rp.5.000.000 ....................................... Rp.25.000.0000
Pengurangan :
Biaya jabatan Rp.25.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
Iuran Pensiun Rp.100.000 x 5 Rp. 500.000
Rp. 1.750.000
Penghasilan netto lima bulan ........................................................ Rp.23.250.000
Penghasilan netto setahun adalah :
12/5 x Rp.23.250.000 .......................................... Rp.55.800.000
PTKP setahun (TK/0) ......................................... Rp.54.000.000
PKP setahun .......................................................... Rp. 1.800.000
PPh 21 terutang
5% x Rp.1.800.000 =Rp.90.000
PPh 21 terutang Januari s.d Mei 2017 5/12 x Rp.90.000 = Rp.37.500
PPh 21 yang sudah dipotong masa Jan s.d Mei 2017 5 x Rp.7.500 Rp.37.500

Catatan : PPh 21 per bulan Rp.7.500

Pengisian Bukti Pemotongan PPh 21 (Form 1721 A1) di Kantor Pusat Jakarta
Gaji (Januari s.d Mei 2017)
5 x Rp.5.000.000 ............................................... Rp.25.000.0000

Pengurangan :
Biaya jabatan Rp.25.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
Iuran Pensiun Rp.100.000 x 5 = Rp. 500.000
Rp. 1.750.000
Penghasilan netto ........................................................ Rp.23.250.000
Penghasilan netto setahun :
12/5 x Rp.23.250.000 .......................................... Rp.55.800.000
PTKP setahun (TK/0) ......................................... Rp.54.000.000
PKP setahun .......................................................... Rp. 1.800.000
PPh 21 terutang
5% x Rp.1.800.000 =Rp.90.000
PPh 21 terutang (Januari s.d Mei 2017)
5/12 x Rp.90.000 = Rp.37.500
PPh 21 yang sudah dipotong (Januari s.d Mei 2017) dan dilunasi :
5 x Rp.7.500 = .................................................................... Rp.37.500
PPh 21 kurang(lebih) dipotong ............................................ nihil

2. Kantor Cabang Bandung


Penghasilan netto di Bandung
Gaji (Juni s.d September 2017) 4 x Rp.5.000.000 .......................... Rp.20.000.000
Tunjangan struktural 4 x Rp.3.500.00 ............................................ Rp.14.000.000
Sewa rumah 4 x Rp.1.500.000 ....................................................... Rp. 6.000.000
Rp.40.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan Rp.40.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
Iuran Pensiun Rp.100.000 x 4 = Rp. 400.000
Rp. 1.750.000
Penghasilan netto empat bulan ........................................................ Rp.38.250.000
Penghasilan netto setahun adalah :
12/4 x Rp.38.250.000 .......................................... Rp.114.750.000
PTKP setahun (TK/0) ......................................... Rp. 54.000.000
PKP setahun .......................................................... Rp. 60.750.000
PPh 21 terutang
5% x Rp.50.000.000 = Rp.2.500.000
15% x Rp.10.750.000 = Rp.1.612.500
Rp.4.112.500

PPh 21 terutang Juni s.d September 2017


4/12 x Rp.4.112.500 = .............................................................. Rp.1.370.833
PPh 21 yang sudah dipotong masa Juni s.d September 2017
4 x Rp.342.708 = ................................................................... . Rp.1.370.833

Catatan ; PPh 21 per bulan yang telah dipotong sebesar Rp.342.708

Lalu bagaimana dengan Pengisian Bukti Pemotongan PPh 21 (Form 1721 A1) di
Kantor Cabang PT QUM Bandung ?
Gaji (Juni s.d September 2017)
4 x Rp.5.000.000 ............................................... Rp.20.000.0000

Pengurangan :
Biaya jabatan Rp.25.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
Iuran Pensiun Rp.100.000 x 5 = Rp. 500.000
Rp. 1.750.000
Penghasilan netto ........................................................ Rp.23.250.000
Penghasilan netto setahun :
12/5 x Rp.23.250.000 .......................................... Rp.55.800.000
PTKP setahun (TK/0) ......................................... Rp.54.000.000
PKP setahun .......................................................... Rp. 1.800.000
PPh 21 terutang
5% x Rp.1.800.000 =Rp.90.000
PPh 21 terutang (Juni s.d September 2017)
5/12 x Rp.90.000 = .............................................................. Rp.37.500
PPh 21 yang sudah dipotong (Juni s.d Sept 2017) dan dilunasi :
5 x Rp.7.500 = .................................................................... Rp.37.500
PPh 21 kurang(lebih) dipotong ............................................ nihil

3. Kantor Cabang Yogyakarta


Penghasilan netto di Yogyakarta
Gaji (Oktober s.d Desember 2017) 3 x Rp.5.000.000...................... Rp.15.000.000
Tunjangan struktural 3 x Rp.3.500.00 ............................................ Rp.14.000.000
Sewa rumah 3 x Rp.1.500.000 ....................................................... Rp. 6.000.000
Rp.30.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan Rp.30.000.000 x 5% = Rp.1.500.000
Iuran Pensiun Rp.100.000 x 3 = Rp. 300.000
Rp. 1.800.000
Penghasilan netto tiga bulan ........................................................ Rp.38.250.000
Penghasilan netto setahun adalah :
12/4 x Rp.38.250.000 .......................................... Rp.114.750.000
PTKP setahun (TK/0) ......................................... Rp. 54.000.000
PKP setahun .......................................................... Rp. 60.750.000
PPh 21 terutang
5% x Rp.50.000.000 = Rp.2.500.000
15% x Rp.10.750.000 = Rp.1.612.500
Rp.4.112.500
PPh 21 terutang Oktober s.d Desember 2017
4/12 x Rp.4.112.500 = .............................................................. Rp.1.370.833
PPh 21 yang sudah dipotong masa Okt s.d Des 2017
4 x Rp.342.708 = ................................................................... . Rp.1.370.833

Catatan ; PPh 21 per bulan yang telah dipotong sebesar Rp.342.708

Soal (11)

Dalam kasus tertentu, pemerintah dapat membuat peraturan perkecualian atas


pengenaan pajak penghasilan tertentu, seperti saat adanya pandemi corona virus disease 19
(Covid-19) seperti diumumkan pihak Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization)
Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers yang berlangsung
pada Rabu (11/3/2020). Tedros mengumandangkan virus corona sebagai pandemi global
setelah jumlah infeksi di seluruh dunia mencapai lebih dari 121.000. 34, sehingga negara-negara
di dunia mulai mempersiapkan dampak terjadinya penyakit yang menular tersebut dari manusia
ke manusia. Negara Indonesia melalui kementerian keuangan telah mengeluarkan kebjikan
fiskal untuk mengantisipasi dampak ekonomi atas adanya penyebaran virus corona, PMK
No.23/PMK.03/2020 tertanggal 21 Maret 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak
Terdampak Wabah Virus Corona, yang berlaku sejak tanggal 1 Apriol 2020.
Alasan yang dikeluarkannya aturan PMK No.23/PMK.03/2020 adalah bahwa wabah
coronavirus disease (Covid-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas
ekonomi dan produktivitas sektor tertentu, bahwa untuk menjaga stabilitas pertumbuhan
ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor tertentu sehingga perlu memberikan
insentif pajak dalam rangka mendukung penanggulangan dampak virus corona tersebut.
Insentif pajak yang dimaksud dalam aturan tersebut terdiri dari :
(1) Insentif PPh Pasal 21 tercantum dalam Bab II dari Pasal 2 sd 5
(2) Insentif PPh Pasal 22 impor tercantum Bab III Pasal 6
(3) Insentif Angsuran PPh Pasal 25 tercantum dalam Bab IV dari Pasal 7 sd 10
(4) Insentif PPN tercantum dalam Bab V Pasal 11
Tidak semua kelompok usaha yang mendapatkan insentif pajak PPh 21, ada 440 jenis KLU dari
perusahaan dalam KITE.

Penghitungan PPh 21 ditanggung pemerintah kasus Corona virus disease 19 (Covid-19)


(Soal 1)
Fransiskus Gunadi staus kawin punya anak satu (K/3) adalah pegawai tetap di PT Z (industri
makanan bayi/KLU 10791), memilki NPWP, pada bulan April 2020 menerima gaji dan
tunjangan sebesar Rp16.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp330.000 35.
Hitunglah pajak terutang PPh 21 untuk masa April 2020 ? Apakah F Gunadi mendapatkan
insentif pajak sesuai dengan ketentuan PMK No.23/PMK.03/2020 Insentif Pajak atas WP
terdampak Covid-19 ?

(Pembahasan 1)
Penghasilan bruto Gunadi yang disetahunkan Rp198.000.000 (Rp.l6.500.000 x 12 bulan).
Karena masih dibawah Rp. 200.000.000 maka Gunadi dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21
DTP (Ditanggung Pemerintah) sesuai dengan PMK No.23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak
atas WP terdampak Covid-19, Perhitungan pahak terutang PPh 21 atas masa April 2020 adalah
:
Penghitungan PPh Pasal 21 DTP terutang bulan April 2020:
Gaji dan tunjangan ........................ Rp 16.500.000,
Pengurangan:
Biaya Jabatan/bulan ......................... Rp500.000
Iuran Pensiun/bulan ............................. Rp330.000
(Rp 830.000,)
34
https://www.kompas.com/global/read/2020/03/12/001124570/who-umumkan-virus-corona-sebagai- pandemi-
global?page=all diakses tgl.01/04/2020 Pk.19.43
35
Saudara harus dapat membedakan antara iuran pensiun dan biaya pensiun, istilah ini sangat berbeda, biaya
pensiun adalah pengurang bagi uang pensiunan bulanan yang diterima oleh pensiunan besarnya 5% dari uang
pensiunan yang diterima batasannya maksimal sebesar Rp.2.400.000 per tahun atau Rp.200.000 per bulan ,
sedangkan iuran pensiun adalah pembayaran premi kepada lembaga pensiunan atau lembaga lain yang telah
mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan besarnya 5% dari penghasilan bruto. Iuran pensiunan dapat
berupa iuran THT, Premi asuransi ataupun yang sejenisnya.
Penghasilan Neto Sebulan Rp 15.670.000,
Penghasilan Neto Setahun 12 x Rp15.670.000,00 Rp.188.040.000
PTKP (K/ 1) ..................................................................... Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun .................................... Rp.125.040.000

PPh Pasal 21 Terutang Setahun


5% x Rp.50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp75.040.000 = Rp 11.256.000
Rp.13.756.000
PPh Pasal 21 Terutang Sebulan Rp. 13.756.000 /12 bulan = Rp.1.146.333

Besarnya penghasilan yang diterima F Gunadi bulan April 2020:


Gaji dan tunjangan .................................................... Rp.16.500.000
Dikurangi iuran pensiun/bulan ..................................... (Rp. 330.000)
Dikurangi PPh Pasal 21 ...................................................... (Rp.1.146.333)
Penghasilan setelah pajak ..................................... Rp.15.023.567
Ditambah PPh Pasal 21 DTP ..................................................... Rp. 1.146.333
Jumlah yang diterima ........................................................ Rp.16.170.000

(Soal 2)
M. Hamid Rusdi status kawin belum ada tanggungan (K/0) merupakan pegawai tetap di PT Z
(industri makanan bayi/KLU 10791), memilki NPWP, pada bulan Mei 2020 menerima gaji dan
tunjangan sebesar Rp.21.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 420.000.
Hitunglah pajak terutang PPh 21 M Hamid Rusdi untuk masa Mei 2020 ? Apakah M.Hamid
Rusdi mendapatkan insentif pajak sesuai dengan ketentuan PMK No.23/PMK.03/2020 tentang
Insentif Pajak atas WP terdampak Covid-19 ?

(Pembahasan 2)
Dilihat dari bidang usahanya, perusahaan tersebut tergolong yang berhak mendapatkan insentif
pajak PPh 21 yaitu klu 10791/industri makanan bayi, namun penghasilan bruto M.Hamid Rusdi
jika disetahunkan sebesar Rp.252.000.000 = (Rp.21.000.000 x 12 bulan), sehingga sesuai
ketentuan Pasal 2 ayat 1 butir c , penghasilan brutonya setahunnya melebihi Rp.200.000.000
sehingga ia tidak berhak mendapatkan insentif pajak PPh 21 DTP (Ditanggung Pemerintah).
Atas penghasilan tersebut dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja dalam hal ini PT. Z.

(Soal 3)
Sonya Garibaldi merupakan pegawai PT Z (industri makanan bayi/klu 10791), status K/1,
memiliki NPWP, pada bulan Mei 2020 menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp.15.000.000,
membayar iuran pensiunan sebesar Rp.300.000 serta menerima THR sebesar Rp.10.000.000,
Hitunglah pajak terutang PPh 21 atas nama Sonya Garibaldi untuk masa Mei 2020 ? Apakah
Sonya mendapatkan insentif pajak sesuai dengan ketentuan PMK No.23/PMK.03/2020
tentang Insentif Pajak atas WP terdampak Covid-19 ?

(Pembahasan 3)
Penghasilan bruto Sonya yang bersifat tetap dan teratur berupa gaji dan tunjangan sebesar
Rp.15.000.000 sebulan yang disetahunkan sebesar Rp180.000.000,00 (Rp.15.000.000 x 12
bulan). Karena masih dibawah Rp.200.000.000 maka penghasilan Sonya dapat memperoleh
insentif PPh Pasal 21 DTP hanya atas penghasilan gaji dan tunjangan bulanan.

Penghitungan PPh Pasal 21 DTP bulan Mei 2020:


Gaji dan tunjangan ..................................................... Rp 15.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan/bulan .............................. Rp.500.000 (maksimal)
Iuran Pensiun/bulan ..................... Rp.300.000
(Rp 800.000)
Penghasilan Neto Sebulan Rp 14.200.000
Penghasilan Neto Setahun 12 x Rp.14.200.000 = Rp.170.400.000
PTKP (K/ 1) (Rp 63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 107.400.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun
5% x Rp50..000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp57.400.000 = Rp 8.610.000
Rp 11.110.000
PPh Pasal 21 Terutang Sebulan
Rp11.110.000/12 bulan = Rp 925.833
Atas PPh Pasal 21 DTP sebesar Rp.925.833,diserahkan oleh pemberi kerja kepada Sonya
Garibaldi

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas THR bulan Mei 2020:


Gaji dan tunjangan setahun Rp 180.000.000
THR Rp 10.000.000
Penghasilan bruto RP.190.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan setahun maksimal Rp.6.000.000
Iuran Pensiun setahun Rp.3.600.000
(Rp 9.600.000)
Penghasilan Neto Rp.180.400.000
PTKP {K/ 1) (Rp 63.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp.117.400.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun
5% x Rp.50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp.67.400.000 = Rp.10.110.000
Rp 12.610.000
PPh Pasal 21 atas THR:
PPh 21 atas seluruh penghasilan (Gaji, tunjangan, dan THR) Rp.12.610.000
PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap {Gaji dan tunjangan) Rp.11.110.000
PPh Pasal 21 atas THR Rp 1.500.000
Pemberi kerja memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 atas THR atas nama Sonya
Garilbadi sebesar Rp.1.500.000

Besarnya penghasilan yang diterima Sonya Garilbadi bulan Mei 2020:


Gaji dan tunjangan Rp 15.000.000
THR Rp 10.000.000
Dikurangi iuran pensiun/bulan (Rp 300.000)
Dikurangi PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan (Rp. 1.050.833)
Penghasilan setelah pajak Rp.23.649.167
Ditambah PPh Pasal 21 DTP Rp. 925.833
Jumlah yang diterima Rp 24.575.000

CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 DAN/ATAU


PPh PASAL 26
I. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI TETAP

I.1. Dengan Gaji Bulanan


I.1.1. Retto pada tahun 2016 bekerja pada perusahaan PT Jaya Abadi dengan memperoleh gaji sebulan
Rp5.750.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00. Retto menikah tetapi belum
mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Retto dari PT Jaya Abadi hanya dari gaji. Penghitungan
PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 5.750.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.750.000,00 Rp 287.500,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
RP 487.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.262.500,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 5.262.500,00 Rp 63.150.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.650.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 4.650.000,00 Rp 232.500,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 232.500,00 : 12 Rp 19.375,00

Catatan:
a. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa
memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
b. Contoh tersebut berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka
jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar 120% x
Rp19.375,00= Rp23.250,00.
c. Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

I.1.2. Bambang Eko pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji
sebulan Rp8.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji sedangkan Bambang Eko membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji
setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT
Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Bambang Eko ke dana pensiun, yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp200.000,00, sedangkan Bambang Eko
membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Pada bulan Juli 2016 Bambang Eko hanya menerima
pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 8.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 40.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 24.000,00
Penghasilan bruto Rp 8.064.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 8.064.000,00 Rp 403.200,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 160.000,00
Rp
663.200,00
Penghasilan neto sebulan Rp 7.400.800,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 7.400.800,00 Rp 88.809.600,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Rp 30.309.600,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 30.309.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 30.309.000,00 Rp 1.515.450,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 1.515.450,00 : 12 Rp 126.288,00

I.1.3. Tanti Agustin adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT Dharma
Utama dengan gaji sebulan sebesar Rp8.500.000,00. Tanti Agustin membayar iuran pensiun ke dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000,00 sebulan.
Berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah (Pemda) tempat Tanti Agustin berdomisili yang
diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada
bulan Juli 2016 selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur (overtime)
sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 8.500.000,00 Rp
Lembur (overtime) 2.000.000,00 Rp
Penghasilan bruto 10.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 10.500.000,00 Rp 525.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
Rp 575.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 9.925.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 9.925.000,00 Rp 119.100.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 60.600.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 10.600.000,00 Rp 1.590.000,00
Rp 4.090.000,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 4.090.000,00 : 12 Rp 340.833,00

Catatan :
Oleh karena suami Tanti Agustin tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Tanti Agustin adalah
PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin.

I.1.4. Ikha Hapsari karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT Sinar Unggul.
Suami dari Ikha Hapsari merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang. Ikha Hapsari menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT Sinar Unggul mengikuti program
pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp60.000,00 sebulan. Ikha Hapsari
juga membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan
iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Ikha Hapsari
membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan
Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00%
dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 2016 disamping menerima pembayaran gaji Ikha Hapsari
juga menerima uang lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli
2016 adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 5.000.000,00
Lembur (overtime) Rp 2.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 50.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 15.000,00
Penghasilan bruto Rp 7.065.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 7.065.000,00 Rp 353.250,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 100.000,00
Rp 503.250,00
Penghasilan neto sebulan Rp 6.561.750,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 6.561.750,00 Rp 78.741.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 24.741.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 24.741.000,00 Rp 1.237.050,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp 1.237.050,00 : 12 Rp 103.087,00

Catatan :
Karena suami Ikha Hapsari menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP Ikha Hapsari adalah PTKP untuk
dirinya sendiri.

I.1.5. dr. Aulia Rais (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) merupakan dokter spesialis kandungan yang
bekerja sebagai pegawai tetap di rumah sakit swasta Sehat Tentrem dengan gaji tetap sebesar
Rp20.000.000,00. Jam praktik dr. Aulia Rais mulai pukul 8.00 s.d 12.00 selama 5 hari dalam seminggu.
Untuk bulan Agustus 2016 dr. Aulia Rais menerima pembayaran dari Rumah Sakit Sehat Tentrem berupa
gaji sebesar Rp20.000.000,00 dan menerima jasa medis sebagai dokter yang bersumber dari pasien
sebesar Rp25.000.000,00. Dokter Aulia Rais membayar iuran pensiun sebesar Rp200.000,00 setiap
bulannya. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Aulia Rais dari Rumah Sakit Tentrem pada
bulan Agustus 2016 adalah:

Gaji Rp 20.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 20.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 20.000.000,00 Rp 1.000.000,00
Maksium diperkenankan Rp 500.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
Rp 700.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 19.300.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 19.300.000,00 Rp 231.600.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang tanggungan Rp 13.500.000,00
Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 159.600.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 109.600.000,00 Rp 16.440.000,00
Rp 18.940.000,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp 18.940.000,00 : 12 Rp 1.578.333,00

Catatan:
Penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa medis yang diterima oleh dr. Aulia Rais dihitung sebagai penghasilan
yang diterima oleh bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam contoh V.1.a.

I.2. Dengan Gaji Mingguan dan Gaji Harian


Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi pegawai tetap (bukan pegawai tidak tetap
atau tenaga kerja lepas) yang gajinya dibayar secara mingguan atau harian

I.2.1. Oka Sagala, belum menikah, pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT
Mahagoni Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh
Pasal 21 minggu pertama bulan Agustus 2016 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima
penghasilan berupa gaji saja adalah :

Gaji (4 x Rp2.000.000,00) Rp 8.000.000,00


Penghasilan bruto Rp 8.000.000,00

Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp 8.000.000,00 Rp 400.000,00
Rp 400.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 7.600.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 7.600.000,00 Rp 91.200.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 37.200.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 37.200.000,00 Rp 1.860.000,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 1.860.000,00 : 4 Rp 38.750,00

I.2.2. Muhammad Shodiq, pegawai pada perusahaan PT Segara Hurip, memperoleh gaji mingguan sebesar Rp
1.500.000,00. Muhammad Shodiq telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT Segara Hurip masuk program
BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Segara Hurip membayar iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Muhammad Shodiq membayar iuran pensiun
sebesar Rp50.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji. Dalam minggu kedua pada bulan Agustus 2016
Muhammad Shodiq hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk
minggu kedua bulan Agustus adalah:

Penghasilan sebulan
4 X Rp 1.500.000,00 Rp 6.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 60.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 18.000,00
Penghasilan bruto Rp 6.078.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.078.000,00 Rp 303.900,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 120.000,00
Rp 473.900,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.604.100,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 5.604.100,00 Rp 67.249.200,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan seorang anak Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.249.200,00
Pembulatan Rp 4.249.000,00
PPh Pasal 21 Terutang 5%
X Rp 4.249.000,00 Rp 212.450,00

PPh Pasal 21 sebulan


Rp 212.450,00 : 12 Rp 17.704,00

PPh Pasal 21 minggu kedua


Rp 17.704,00 : 4 Rp 4.426,00

I.2.3. Indradi pada tahun 2016 bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Rejo Indonusa dengan
memperoleh gaji yang dibayar harian sebesar Rp250.000,00. Indradi kawin dan mempunyai seorang
anak. PT Rejo Indonusa masuk program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar
1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Rejo Indonusa membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,70% dari gaji dan Indradi membayar iuran pensiun Rp35.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00%
dari gaji.

Penghasilan sebulan
26 X Rp 250.000,00 Rp 6.500.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 65.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 19.500,00
Penghasilan bruto Rp 6.415.500,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.415.500,00 Rp 320.775,00
2. Iuran Pensiun Rp 35.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 130.000,00
Rp 487.775,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.929.725,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 5.929.725,00 Rp 71.156.700,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan seorang anak Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 8.156.700,00
Pembulatan Rp 8.156.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 8.156.000,00 Rp 407.800,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 407.800,00 : 12 Rp 33.983,00
PPh Pasal 21 sehari
Rp 33.983,00 : 26 Rp 1.307,00
I.3. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel
Retto sebagaimana tersebut dalam contoh nomor 1.1.1. di atas pada bulan Juni 2016 menerima kenaikan gaji,
menjadi Rp6.750.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2016. Dengan adanya kenaikan gaji yang
berlaku surut tersebut maka Retto menerima rapel sejumlah Rp5.000.000,00 (selisih gaji yang seharusnya diterima
untuk masa Januari s.d. Mei 2016). Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu
dihitung kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2016 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji.
Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 6.750.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.750.000,00 Rp 337.500,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
Rp 537.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 6.212.500,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 6.212.500,00 Rp 74.550.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 16.050.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 16.050.000,00 Rp 802.500,00

PPh Pasal 21 sebulan


Rp 802.500,00 : 12 Rp 66.875,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2016 seharusnya adalah


5 X Rp 66.875,00 Rp 334.375,00

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d. Mei 2016


5 X Rp 19.375,00 (perhitungan contoh 1.1.1) Rp 96.875,00
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 237.500,00

I.4. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Berupa: Jasa Produksi,
Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru, Bonus, Premi, dan Penghasilan
Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya Diberikan Sekali dalam Setahun

I.4.1. Sudiro (tidak kawin) bekerja pada PT Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.000.000,00
sebulan. Pada bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh bonus sebesar Rp8.000.000,00, sehingga pada
bulan Maret 2016 Sudiro memperoleh penghasilan berupa gaji sebesar Rp5.000.000,00 dan bonus
sebesar Rp8.000.000,00. Setiap bulannya Sudiro membayar iuran pensiun ke dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp80.000,00

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah:


I.4.1. a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):

Penghasilan setahun
12 X Rp 5.000.000,00 Rp 60.000.000,00
Bonus Rp 8.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 68.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 68.000.000,00 Rp 3.400.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 80.000,00 Rp 960.000,00
Rp 4.360.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 63.640.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 9.640.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 9.640.000,00 Rp 482.000,00

I.4.1. b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun

Penghasilan setahun
12 X Rp 5.000.000,00 Rp 60.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 60.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 60.000.000,00 Rp 3.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 80.000,00 Rp 960.000,00
Rp 3.960.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 56.040.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 2.040.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 2.040.000,00 Rp 102.000,00

I.4.1. c. PPh Pasal 21 atas Bonus

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah


Rp 482.000,00 - Rp 102.000,00 Rp 380.000,00

1.4.2. Karyawati Shanaya Aqeela (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar
5.000.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program BPJS Ketenagakerjaan. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
premi Jaminan Kematian dan iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing
sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Shanaya Aqeela membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran
Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela memperoleh
bonus sebesar Rp6.000.000,00 sehingga pada bulan April 2016 Shanaya Aqeela menerima pembayaran berupa gaji
sebesar sebesar Rp5.000.000,00 dan bonus sebesar Rp6.000.000,00.
Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai berikut:

I.4.2. a. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)

Penghasilan setahun Gaji


(12 X Rp5.000.000,00) Rp 60.000.000,00
Bonus Rp 6.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(12 X Rp50.000,00) Rp 600.000,00
Premi Jaminan Kematian
(12 X Rp15.000,00) Rp 180.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 66.780.000,00

Penghasilan bruto setahun Rp 66.780.000,00


Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 66.780.000,00 Rp 3.339.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 50.000,00 Rp 600.000,00
3. Jaminan Hari Tua
12 X Rp 100.000,00 Rp 1.200.000,00
Rp 5.139.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 61.641.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 7.641.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 7.641.000,00 Rp 382.050,00

I.4.2. b. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun

Penghasilan setahun Gaji


(12 X Rp5.000.000,00) Rp 60.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
(12 X Rp50.000,00) Rp 600.000,00
Premi Jaminan Kematian
(12 X Rp15.000,00) Rp 180.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 60.780.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 60.780.000,00 Rp 3.039.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
12 X Rp 50.000,00 Rp 600.000,00
3. Jaminan Hari Tua
12 X Rp 100.000,00 Rp 1.200.000,00
Rp 4.839.000,00
Penghasilan neto setahun adalah Rp 55.941.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.941.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 1.941.000,00 Rp 97.050,00

1.4.2. c. PPh Pasal 21 atas Bonus

PPh Pasal 21 atas Bonus adalah


Rp 382.050,00 - Rp 97.050,00 Rp 285.000,00

I.5. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Dipindahtugaskan
Dalam Tahun Berjalan
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia
bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya
saja. Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Contoh penghitungan:
Didin Qomarudin yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Nusantara Mandiri di Jakarta. Sejak 1 Juni
2016 dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung dan pada 1 Oktober 2016 dipindahtugaskan lagi ke kantor
cabang di Garut.

Gaji Didin Qomarudin sebesar Rp5.000.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang dibayar sendiri sebulan sejumlah
Rp 100.000,00. Selama bekerja di PT Nusantara Mandiri Didin Qomarudin hanya menerima penghasilan berupa gaji
saja.

Penghitungan PPh Pasal 21:

I.5.1. Kantor Pusat di Jakarta


Gaji selama di Kantor Jakarta
5 X Rp 5.000.000,00 Rp 25.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
5 X Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00
Penghasilan neto lima bulan adalah Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12/5 X Rp 23.250.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang Januari s.d Mei 2016
5/12 X Rp 90.000,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa Januari s.d. Mei 2016
5 X Rp 7.500,00 Rp 37.500,00

Catatan:
PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Januari sampai dengan Mei untuk setiap bulannya adalah Rp7.500,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di Kantor Jakarta
Gaji (Januari s.d. Mei 2016)
5 X Rp 5.000.000,00 Rp 25.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
5 X Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00
Penghasilan neto lima bulan adalah Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 /5 X Rp 23.250.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5/12 X Rp 90.000,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan dilunasi (Januari
s.d. Mei 2016)
5 X Rp 7.500,00 Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL
I.5.2. Kantor Cabang Bandung
a. Penghasilan neto di Bandung

Gaji (Juni s.d. September 2016)


4 X Rp 5.000.000,00 Rp 20.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 20.000.000,00 Rp 1.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
4 X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00
Rp 1.400.000,00
Penghasilan neto empat bulan adalah Rp 18.600.000,00

b. Penghasilan neto di Jakarta

Gaji (Januari s.d. Mei 2016) Rp 23.250.000,00


Jumlah penghasilan neto 9 bulan Rp 41.850.000,00

Penghasilan neto disetahunkan


12/9 X Rp 41.850.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang disetahunkan
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 selama 9 bulan
9/12 X Rp 90.000,00 Rp 67.500,00

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong di Jakarta Rp 37.500,00


PPh Pasal 21 terutang di Bandung Rp 30.000,00
PPh Pasal 21 yang di potong di Bandung
4 X Rp 7.500,00 Rp 30.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Catatan: PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Juni sampai dengan September untuk setiap bulannya adalah
Rp 7.500,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Bandung
Penghasilan neto di Bandung

Gaji (Juni s.d. September 2016)


4 X Rp 5.000.000,00 Rp 20.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 20.000.000,00 Rp 1.000.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
4X Rp 100.000,00 Rp 400.000,00
Rp 1.400.000,00
Penghasilan neto 4 bulan adalah Rp 18.600.000,00
Penghasilan neto di Jakarta adalah Rp 23.250.000,00
Jumlah penghasilan neto 9 bulan adalah Rp 41.850.000,00

Penghasilan neto disetahunkan


12/9 X Rp 41.850.000,00 Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 disetahunkan
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 selama 9 bulan
9/12 X Rp 90.000,00 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong dan dilunasi
di Jakarta (sesuai Form. 1721-A1) Rp 37.500,00
di Bandung (4 x Rp7.500,00) Rp 30.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

1.5.3. Kantor Cabang Garut


Penghasilan neto di Garut

Gaji (Oktober s.d. Desember 2016)


3 X Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00

Pengurangan
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.000.000,00 Rp 750.000,00
2. Iuran pensiun
3 X Rp 100.000,00 Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan neto di Garut (3 bulan) Rp 13.950.000,00
Penghasilan neto di Jakarta (5 bulan) Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto di Bandung (4 bulan) Rp 18.600.000,00
Rp 55.800.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00

PPh Pasal 21 Terutang Setahun


5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 terutang di Garut Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong di Garut
Rp 22.500,00 : 3 Rp 7.500,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 — A1) di Kantor Garut
Penghasilan neto di Garut

Gaji (Oktober s.d. Desember 2016)


3 X Rp 5.000.000,00 Rp 15.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 15.000.000,00 Rp 750.000,00
2. Iuran Pensiun setahun
3 X Rp 100.000,00 Rp 300.000,00
Rp 1.050.000,00
Penghasilan neto di Garut (3 bulan) Rp 13.950.000,00
Penghasilan neto masa sebelumnya
Penghasilan neto di Jakarta (5 bulan) Rp 23.250.000,00
Penghasilan neto di Bandung (4 bulan) Rp 18.600.000,00
Jumlah Penghasilan neto setahun PTKP Rp 55.800.000,00
setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 1.800.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% X Rp 1.800.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta dan Bandung
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 67.500,00
PPh Pasal 21 terutang di Garut Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 telah dipotong (3 x Rp7.500,00) Rp 22.500,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

I.6. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Berhenti Bekerja atau
Mulai Bekerja Dalam Tahun Berjalan

I.6.1. Pegawai Baru Mulai Bekerja Pada Tahun Berjalan

I.6.1.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya
sebagai Subjek Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun kalender tetapi baru bekerja
pada pertengahan tahun
Suwondo bekerja pada PT Xiang Malam sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2016. Suwondo menikah tetapi
belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp 15.500.000,00 dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan
sebesar Rp 150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan September 2016 dalam hal Suwondo hanya
memperoleh penghasilan berupa gaji adalah:

Penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2016 adalah sebagai berikut:


Gaji sebulan Rp 15.500.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp15.500.000,00=Rp775.000,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 150.000,00
Rp 650.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 14.850.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


4 X Rp 14.850.000,00 Rp 59.400.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 900.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 900.000,00 Rp 45.000,00
PPh Pasal 21 bulan September
Rp 45.000,00 : 4 Rp 11.250,00

I.6.1.2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang kewajiban pajak subjektifnya
sebagai Subjek Pajak dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak, dan mulai bekerja
pada tahun berjalan
David Raisita (K/3) mulai bekerja 1 September 2016. Ia bekerja di Indonesia s.d. Agustus 2018. Selama Tahun 2016
menerima gaji per bulan Rp20.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan September tahun 2016 dalam hal
David Raisita hanya menerima penghasilan berupa gaji adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp 20.000.000,00


Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp20.000.000,00 = Rp1.000.000,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
Rp 500.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
4 X Rp 19.500.000,00 Rp 78.000.000,00
Penghasilan neto disetahunkan
12/4 X Rp 78.000.000,00 Rp 234.000.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang anak Rp 13.500.000,00
(3 x Rp4.500.000,00)
Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 162.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 112.000.000,00 Rp 16.800.000,00
Rp 19.300.000,00

PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2016


4/12 X Rp 19.300.000,00 Rp 6.433.333,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan
1/4 X Rp 6.433.333,00 Rp 1.608.333,00

I.6.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan

I.6.2.1. Pegawai Yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan
Sulistiyo Wibowo yang berstatus belum menikah adalah pegawai pada PT Mahakam Utama di Yogyakarta
- DIY. Sejak 1 Oktober 2016, yang bersangkutan berhenti bekerja di PT Mahakam Utama. Sulistiyo Wibowo setiap
bulan memperoleh gaji sebesar Rp6.500.000,00 dan yang bersangkutan membayar iuran pensiun kepada Dana
Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp 100.000,00 setiap bulan.
Selama bekerja di PT Mahakam Utama Sulistiyo Wibowo hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.

Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan:

Gaji sebulan Rp 6.500.000,00


Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.500.000,00 Rp 325.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 100.000,00
Rp 425.000,00
Penghasilan neto Rp 6.075.000,00
Jumlah penghasilan neto setahun
12 X Rp 6.075.000,00 Rp 72.900.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 18.900.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 18.900.000,00 Rp 945.000,00
PPh Pasal 21 bulan September
Rp 945.000,00 : 12 Rp 78.750,00

Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja pada PT Mahakam Utama dalam tahun
kalender 2016 (s.d. bulan September 2016) dilakukan pada saat berhenti bekerja:

Gaji (Januari s.d. September 2016)


9 X Rp 6.500.000,00 Rp 58.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 58.500.000,00 Rp 2.925.000,00
2. Iuran Pensiun
9 X Rp 100.000,00 Rp 900.000,00
Rp 3.825.000,00
Penghasilan neto 9 bulan Rp 54.675.000,00

Penghasilan neto 9 bulan Rp 54.675.000,00


PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 675.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% X Rp 675.000,00 Rp 33.750,00

PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s.d.


September 2016 Rp 33.750,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong sampai dengan bulan Agustus
2016
8 X Rp 78.750,00 Rp 630.000,00
PPh Pasal 21 yang lebih dipotong Rp 596.250,00

Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp596.250,00 dikembalikan oleh PT Mahakam Utama kepada yang
bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

I.6.2.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak
Subjektif
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja Mei 2014 dan berhenti bekerja sejak 1 Juni 2016 dan meninggalkan Indonesia ke
negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama tahun 2016 menerima gaji perbulan sebesar
Rp15.000.000,00 dan pada bulan April 2016 menerima bonus sebesar Rp20.0000.000,00.

a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji adalah:


Gaji sebulan Rp 15.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp15.000.000,00=Rp750.000,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
Rp 500.000,00
Penghasilan neto atas gaji sebulan Rp 14.500.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


12 X Rp 14.500.000,00 Rp 174.000.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang anak Rp 13.500.000,00
(3 x Rp4.500.000,00)
Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 102.000.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 52.000.000,00 Rp 7.800.000,00
Rp 10.300.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan
Rp 10.300.000,00 : 12 Rp 858.333,00

b. Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:


Gaji Setahun
12 X Rp 15.000.000,00 Rp 180.000.000,00
Bonus Rp 20.000.000,00
Penghasilan bruto Rp 200.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp200.000.000,00=Rp10,000.000,00
Biaya Jabatan maksimal per tahun Rp 6.000.000,00
Rp 6.000.000,00
Rp 194.000.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang anak Rp 13.500.000,00
(3 x Rp4.500.000,00)
Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 122.000.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 72.000.000,00 Rp 10.800.000,00
Rp 13.300.000,00

c. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Bonus


Rp 13.300.000,00 - Rp 10.300.000,00 = Rp 3.000.000,00

d. Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang pada saat pegawai yang bersangkutan
berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya:

Gaji selama 5 bulan


5 X Rp 15.000.000,00 Rp 75.000.000,00
Bonus Rp 20.000.000,00
Rp 95.000.000,00
Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp95.000.000,00=Rp4.750.000,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
Rp 5 X Rp 500.000,00 Rp 2.500.000,00
Penghasilan neto selama 5 bulan Rp 92.500.000,00

Jumlah penghasilan neto disetahunkan


12/5 X Rp 92.500.000,00 Rp 222.000.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang anak Rp 13.500.000,00
(3 x Rp4.500.000,00)
Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 150.000.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 100.000.000,00 Rp 15.000.000,00
Rp 17.500.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5/12 X Rp 17.500.000,00 Rp 7.291.666,00
PPh Pasal 21 telah dipotong sampai dengan bulan April
2016 atas gaji dan bonus
(4 X Rp 858.333,00) + Rp 3.000.000,00 Rp 6.433.332,00
PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong untuk bulan Mei Rp 858.333,00

Catatan :
Cara penghitungan tersebut berlaku juga bagi pegawai yang kehilangan kewajiban subjektifnya pada tahun berjalan
karena meninggal dunia.

I. 7. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Sebagian atau Seluruhnya
Diperoleh Dalam Mata Uang Asing
Neill Mc Leary adalah seorang pegawai tetap memperoleh gaji pada bulan Januari 2016 dalam mata uang asing
sebesar US$2,000 sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Januari 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
adalah Rp 13.766,00 per US$1.00. Neill Mc Leary berstatus menikah dengan 1 anak.

Gaji sebulan
US$2,000 X Rp 13.766,00 Rp 27.532.000,00

Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp27.532.000,00=Rp 1.376.600,00
Biaya Jabatan maksimal per bulan Rp 500.000,00
Rp 500.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 27.032.000,00
Penghasilan neto setahun
12 X Rp 27.032.000,00 Rp 324.384.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 1 orang anak Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 261.384.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00 Rp
25% X Rp 11.384.000,00 2.846.000,00 Rp
35.346.000,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp 35.346.000,00 :12 Rp 2.945.500,00

I.8. PPh Pasal 21 Seluruh atau Sebagian Ditanggung oleh Pemberi Kerja

Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja, pajak yang ditanggung pemberi kerja
tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan bukan
merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.

Adi Putro adalah seorang pegawai dari PT Lautan Otomata dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak.
Dia menerima gaji Rp6.500.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran
pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 150.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Juli 2016 dalam hal Adi Putro hanya menerima pembayaran gaji saja adalah:

Gaji sebulan Rp 6.500.000,00


Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.500.000,00 Rp 325.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 150.000,00
Rp 425.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 6.025.000,00

Penghasilan neto setahun


12 X Rp 6.025.000,00 Rp 72.300.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 3 orang anak Rp 13.500.000,00
(3 x Rp4.500.000,00) Rp 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 300.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 300.000,00 Rp 15.000,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
Rp 15.000,00 :12 Rp 1.250,00

PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.250,00 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp 1.250,00 tidak
dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak
kepada Adi Putro.

Namun apabila pemberi kerja adalah Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib
Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profil), maka
kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam penghasilan dari pegawai yang
bersangkutan, dan penghitungan pajaknya dilakukan sesuai contoh Nomor I.10.

I.9. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Pegawai Tetap yang Menerima Tunjangan
Pajak

Dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan
pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.

Contoh penghitungan:
Edward Simatupang (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Kartika Kawashima
Pionirindo dengan memperoleh gaji sebesar Rp5.500.000,00 sebulan. Kepada Edward Simatupang diberikan
tunjangan pajak sebesar Rp 150.000,00. Iuran pensiun yang dibayar oleh Edward Simatupang adalah sebesar Rp
100.000,00 sebulan.

PPh Pasal 21 bulan September 2016 dalam hal Edward Simatupang tidak menerima penghasilan dari PT Kartika
Kawashima Pionirindo selain gaji adalah:

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :


Gaji sebulan Rp 5.500.000,00
Tunjangan pajak Rp 150.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 5.650.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.650.000,00 Rp 282.500,00
2. Iuran Pensiun Rp 100.000,00
Rp 382.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.267.500,00

Penghasilan neto setahun


12 X Rp 5.267.500,00 Rp 63.210.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 9.210.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% X Rp 9.210.000,00 Rp 460.500,00

PPh Pasal 21 bulan Juli


Rp 460.500,00 :12 Rp 38.375,00

I.10. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
yang diberikan oleh Wajib Pajak yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat final atau
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)

Maydina Aprilianto adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan
pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit), pada bulan Agustus 2016 memperoleh gaji
sebesar Rp5.000.000,00 sebulan beserta beras 50 kg dan gula 10 kg. Maydina Aprilianto berstatus menikah dengan
1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu:

Gaji sebulan Rp 5.000.000,00


Beras 50 X Rp 15.000,00 Rp 750.000,00
Gula 10 X Rp 12.000,00 Rp 120.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 5.870.000,00

Pengurangan:
Biaya Jabatan
5% X Rp 5.870.000,00 Rp 293.500,00
Rp 293.500,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.576.500,00

Penghasilan neto setahun


12 X Rp 5.576.500,00 Rp 66.918.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 1 orang anak Rp 4.500.000,00
Rp 63.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 3.918.000,00

PPh Pasal 21 setahun


5% X Rp 3.918.000,00 Rp 195.900,00

PPh Pasal 21 bulan Agustus


Rp 195.900,00 :12 Rp 16.325,00

I.11. Perhitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun berjalan

Adi Putra Tarigan, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Sumber Melati
Diski dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp6.500.000,00, dan yang bersangkutan
membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2016 dan menyerahkan
fotokopi kartu NPWP kepada PT Sumber Melati Diski untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan
Juni.

Gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.500.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.500.000,00 Rp 325.000,00
2. Iuran pensiun Rp 200.000,00
Rp 525.000,00
Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.975.000,00
Penghasilan neto setahun
12 X Rp 5.975.000,00 Rp 71.700.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 17.700.000,00
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun
5% X Rp 17.700.000,00 Rp 885.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji sebulan


Rp 885.000,00 : 12 Rp 73.750,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong karena yang bersangkutan belum memiliki NPWP 120% X
Rp 73.750,00 Rp 88.500,00

Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong dari Januari-Mei 2016


5 X Rp 88.500,00 Rp 442.500,00

Jumlah PPh Pasal 21 terutang apabila yang bersangkutan memiliki NPWP


5 X Rp 73.750,00 Rp 368.750,00
Selisih (20%/120% X 5 X Rp88.500,00) Rp 73.750,00

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 2016, setelah yang bersangkutan
memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan
untuk bulan Juni 2016 tidak berubah, adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan


Perhitungan sebelumnya) Rp 73.750,00

Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20%


sebelum memiliki NPWP (Januari-Mei 2016)
20%/120% x 5 x Rp88.500,00 Rp 73.750,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 2016 NIHIL

Apabila Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada akhir November 2016 dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP
sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 2016, dengan asumsi penghasilan setiap bulan besarnya
sama dan teratur setiap bulan tersebut, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember
2016 adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan Perhitungan


sebelumnya) Rp 73.750,00

Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20% sebelum


memiliki NPWP (Januari-November 2016)
11 x (Rp88.500,00 - Rp73.750,00) Rp 162.250,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan (Rp 88.500,00)
Desember 2016

Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk bulan Desember 2016,
maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp88.500,00
dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena
jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya, jumlah tersebut
tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan.

Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2016, di mana Adi Putra Tarigan baru memiliki NPWP pada akhir
bulan November 2016 sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan setahun


12 X Rp 6.500.000,00 Rp 78.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 78.000.000,00 Rp 3.900.000,00
2. Iuran pensiun Rp 2.400.000,00
12 X Rp 200.000,00 Rp 6.300.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 71.700.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 17.700.000,00

PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun


5% X Rp 17.700.000,00 Rp 885.000,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan Januari-


November 2016
Rp 88.500,00 X 11 Rp 973.750,00
Bulan Desember 2016 (Rp 88.500,00)

PPh Pasal 21 lebih dipotong untuk diperhitungkan pada bulan Rp 88.500,00


selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya

Karena jumlah sebesar Rp88.500,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang bulan berikutnya oleh
Pemotong PPh Pasal 21, maka jumlah yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp885.000,00.

I.12. Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada Masa Pajak terakhir, yaitu:
a. Bulan Desember untuk Pegawai Tetap yang Bekerja sampai dengan akhir tahun kalender;
b. Bulan Terakhir Memperoleh Gaji atau Penghasilan Tetap dan Teratur karena yang Bersangkutan
Berhenti Bekerja.

I.12.1. Penghitungan PPh Pasal 21 yang Harus Dipotong pada Bulan Desember
a. Dalam Hal Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Sama/Tidak Berubah, maka jumlah PPh Pasal
21 yang harus dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan yang dipotong pada bulan-bulan sebelumnya.
b. Dalam Hal Besarnya Penghasilan Tetap dan Teratur Setiap Bulan Mengalami Perubahan.

Sisusa, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Adi Pratama Putra dengan
memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp5.500.000,00, dan yang bersangkutan membayar iuran
pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan
sebesar Rp200.000,00. Mulai bulan Juli 2016, Sisusa memperoleh kenaikan penghasilan tetap setiap bulan menjadi
sebesar Rp7.000.000,00.

Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari-Juni 2016 adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.500.000,00


Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.500.000,00 Rp 275.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
Rp 475.000,00
Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 5.025.000,00

Penghasilan neto setahun


12 X Rp 5.025.000,00 Rp 60.300.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 6.300.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji setahun


5% X Rp 6.300.000,00 Rp 315.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji sebulan


Rp 315.000,00 :12 Rp 26.250,00

Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Juli-November 2016 adalah sebagai
berikut:

Gaji dan tunjangan sebulan Rp 7.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 7.000.000,00 Rp 350.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 200.000,00
Rp 550.000,00
Penghasilan neto atas gaji dan tunjangan sebulan Rp 6.450.000,00
Penghasilan neto setahun
12 X Rp 6.450.000,00 Rp 77.400.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 23.400.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji setahun


5% X Rp 23.400.000,00 Rp 1.170.000,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan


Rp 1.170.000,00 :12 Rp 97.500,00

Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2016:
Penghasilan selama setahun
6 X Rp 5.500.000,00 Rp 33.000.000,00
6 X Rp 7.000.000,00 Rp 42.000.000,00
Rp 75.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 75.000.000,00 Rp 3.750.000,00
2. Iuran Pensiun
12 X Rp 200.000,00 Rp 2.400.000,00
Rp 6.150.000,00
Penghasilan neto Rp 68.850.000,00
PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
Rp 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 14.850.000,00

PPh Pasal 21 yang terutang


5% X Rp 14.850.000,00 Rp 742.500,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d. November 2016
6 X Rp 26.250,00 Rp 157.500,00
5 X Rp 97.500,00 Rp 487.500,00
Rp 645.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember 2016 Rp 97.500,00

I.12.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Yang Harus Dipotong pada Bulan Terakhir Pegawai Tetap
Memperoleh Penghasilan Tetap dan Teratur Karena Yang Bersangkutan Berhenti Bekerja
sebelum Bulan Desember

Contoh: Lihat Contoh I.6.2. Pegawai Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan.

II. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG DIBAYARKAN SECARA BERKALA
(BULANAN)

II.1 Penghitungan PPh Pasal 21 Pada Tahun Pertama Dibayarkannya Uang Pensiun Secara Bulanan

II.1.1 Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun

Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang
berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh
Pasal 21 terutang sebulan dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode di mana
pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.

Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun
seperti pada Contoh I.6.2.1. Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Masih
Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja pada Tahun Berjalan.

Contoh :
Hari Irawan, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai
tetap pada PT Nusa Indah Gemilang dengan gaji sebulan sebesar Rp 13.000.000,00. Hari Irawan setiap bulan
membayar iuran pensiun sebesar Rp250.000,00 ke Dana Pensiun Artha Mandiri yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Nusa Indah Gemilang terhitung mulai 1 Juli 2016,
Hari Irawan akan memasuki masa pensiun.

Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan


Gaji sebulan Rp 13.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp13.000.000,00=Rp650.000,00
Maksium diperkenankan Rp 500.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 250.000,00
Rp 750.000,00
Penghasilan neto Rp 12.250.000,00
Jumlah penghasilan neto 6 bulan (masa bekerja Januari-Juni 2016)
6 X Rp 12.250.000,00 Rp 73.500.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 2 orang anak Rp 9.000.000,00
(2 X Rp4.500.000,00) Rp 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 6.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 300.000,00 : 6 Rp 50.000,00

Pada saat Hari Irawan berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja memberikan
bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dengan data sebagai berikut:

Gaji 6 bulan
6 X Rp 13.000.000,00 Rp 78.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 78.000.000,00 Rp 3.900.000,00
Maksium diperkenankan Rp 3.000.000,00
2. Iuran Pensiun
6 X Rp 250.000,00 Rp 1.500.000,00
Rp 4.500.000,00
Penghasilan neto 6 bulan Rp 73.500.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 2 orang anak Rp 9.000.000,00
(2 X Rp4.500.000,00) Rp 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 6.000.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong
Rp 50.000,00 X 6 Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat
perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh
Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh
Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada
pegawai yang bersangkutan.

II.1.2 Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang Membayarkan Uang Pensiun Bulanan

Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang bersangkutan tidak mempunyai
penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan
PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada
gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan
diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21
seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-
1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.

Melanjutkan contoh sebelumnya:

Selanjutnya, mulai bulan Juli 2016 Hari Irawan memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun Artha Mandiri sebesar
Rp6.000.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut:

Pensiun sebulan Rp 6.000.000,00


Pengurangan:
Biaya pensiun
5% X Rp6.000.000,00=Rp300.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 200.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.800.000,00
Penghasilan neto Juli-Desember 2016
6 X Rp 5.800.000,00 Rp 34.800.000,00
Penghasilan neto dari PT Nusa Indah Gemilang
sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21 adalah Rp 73.500.000,00
Jumlah penghasilan neto tahun 2016 Rp 108.300.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 2 orang anak Rp 9.000.000,00
(2 X Rp4.500.000,00) Rp 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 40.800.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 40.800.000,00 Rp 2.040.000,00

PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa Indah Gemilang


sesuai dgn bukti pemotongan PPh
Pasal 21 (Form 1721 A1) Rp 300.000,00

PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun


Artha Mandiri, selama 6 bulan adalah Rp 1.740.000,00

PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong


tiap bulan adalah
Rp 1.740.000,00 : 6 Rp 290.000,00

Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Artha Mandiri untuk dicantumkan dalam Form
1721 A1:

Pensiun 6 bulan
6 X Rp 6.000.000,00 Rp 36.000.000,00

Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp36.000.000,00=Rp1.800.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 1.200.000,00
Penghasilan neto 6 bulan Rp 34.800.000,00
Penghasilan neto dari di PT Nusa Indah Gemilang
sesuai dgn bukti pemotongan PPh
Pasal 21 adalah Rp 73.500.000,00
Jumlah penghasilan neto tahun 2016 Rp 108.300.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 2 orang anak Rp 9.000.000,00
(2 X Rp4.500.000,00) Rp 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 40.800.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 40.800.000,00 Rp 2.040.000,00

PPh Pasal 21 terutang di PT Nusa Indah


Gemilang sesuai dgn bukti pemotongan
PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) Rp 300.000,00
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun
Swadhana Utama, selama 6 bulan adalah Rp 1.740.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong
Rp 290.000,00 X 6 Rp 1.740.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

II.2 Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun Secara Bulanan Pada Tahun Kedua
dan Seterusnya

Dengan menggunakan contoh sebelumnya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan mulai Januari 2017
(tahun kedua yang bersangkutan pensiun) adalah sebagai berikut:

Pensiun sebulan Rp 6.000.000,00


Pengurangan:
Biaya Pensiun
5% X Rp 6.000.000,00 Rp 300.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 200.000,00
Penghasilan neto 6 bulan Rp 5.800.000,00
Penghasilan disetahunkan
12 X Rp 5.800.000,00 Rp 69.600.000,00

PTKP setahun
- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan 2 orang anak Rp 9.000.000,00
(2 X Rp4.500.000,00) Rp 67.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 2.100.000,00

PPh Pasal 21 setahun


5% X Rp 2.100.000,00 Rp 105.000,00

PPh Pasal 21 sebulan


Rp 105.000,00 : 12 Rp 8.750,00

III. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN,


TENAGA HARIAN LEPAS, PENERIMA UPAH SATUAN, DAN PENERIMA UPAH BORONGAN

III.1. Dengan Upah Harian

III.1.1 Nurcahyo dengan status belum menikah pada bulan Januari 2016 bekerja sebagai buruh harian PT Cipta
Mandiri Sejahtera. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000,00.

Upah sehari Rp 450.000,00


Batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 450.000,00
Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp4.500.000,00 maka tidak
ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

Pada hari ke-11 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp4.500.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung
berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d. hari ke-11


11 X Rp 450.000,00 Rp 4.950.000,00
PTKP sebenarnya
11 X (Rp 54.000.000,00 /360) Rp 1.650.000,00
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 Rp 3.300.000,00

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11


5% X Rp 3.300.000,00 Rp 165.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 Rp 0,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 165.000,00

Sehingga pada hari ke-11, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar


Rp 450.000,00 - Rp 165.000,00 Rp 285.000,00

Misalkan Nurcahyo bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke- 12
adalah sebagai berikut:

Pada hari kerja ke-12, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:
Upah sehari Rp 450.000,00
PTKP sehari
(Rp54.000.000,00/360) Rp 150.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 300.000,00

PPh Pasal 21 Terutang


5% X Rp 300.000,00 Rp 15.000,00

Sehingga pada hari ke-12, Nurcahyo menerima upah bersih sebesar:


Rp 450.000,00 - Rp 15.000,00 Rp 435.000,00

III.1.2 Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2016 bekerja pada perusahaan PT Tani Jaya,
menerima upah sebesar Rp650.000,00 per hari.

Upah sehari di atas Rp450.000,00 adalah


(Rp650.000,00 - Rp450.000,00) Rp 200.000,00

PPh Pasal 21 harian


5% X Rp 200.000,00 Rp 10.000,00

Pada hari ke-7 dalam bulan kalender yang bersangkutan, Nanang Hermawan telah menerima penghasilan sebesar
Rp4.550.000,00, sehingga telah melebihi Rp4.500.000,00. Dengan demikian PPh Pasal
21 atas penghasilan Nanang Hermawan pada bulan Maret 2016 dihitung sebagai berikut:

Upah 7 hari kerja Rp 4.550.000,00


PTKP
7 X (Rp54.000.000,00/360) Rp 1.050.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.500.000,00

PPh Pasal 21
5% X Rp 3.500.000,00 Rp 175.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-6
6 X Rp 10.000,00 Rp 60.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-7 Rp 115.000,00

Jumlah sebesar Rp115.000,00 ini dipotong dari upah harian sebesar Rp650.000,00 sehingga upah yang diterima
Nanang Hermawan pada hari kerja ke-7 adalah:

Rp650.000,00 - Rp115.000,00 Rp 535.000,00

Pada hari kerja ke-8 dan seterusnya dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang
dipotong adalah:

Upah sehari Rp 650.000,00


PTKP
(Rp54.000.000,00/360) Rp 150.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000,00

PPh Pasal 21 yang terutang


5% X Rp 500.000,00 Rp 25.000,00

III.2 Dengan Upah Satuan

Rizal Fahmi (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan
elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 125.000,00 per
buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan
upah Rp3.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Upah sehari adalah
Rp3.000.000,00 : 6 = Rp 500.000,00

Upah diatas Rp450.000,00 sehari Rp500.000,00-


Rp450.000,00 =Rp 50.000,00

Upah seminggu terutang pajak


6 x Rp50.000,00 = Rp 300.000,00

PPh Pasal 21
5% x Rp300.000,00= Rp15.000,00 (Mingguan)
III.3 Dengan Upah Borongan

Contoh Penghitungan :
Mawan mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp950.000,00, pekerjaan diselesaikan
dalam 2 hari.

Upah borongan sehari: Rp950.000,00 : 2 = Rp 475.000,00


Upah sehari diatas Rp450.000,00
Rp475.000,00 — Rp450.000,00 Rp 25.000,00
Upah borongan terutang pajak:
2 x Rp25.000,00 Rp 50.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp50.000,00 = Rp 2.500,00

III.4 Upah Harian/Satuan/Borongan/Honorarium yang Diterima Tenaga Harian Lepas Tetapi


Dibayarkan Secara Bulanan

Bagus Hermanto bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam
bulan Januari 2016 Bagus Hermanto hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp250.000,00. Bagus
Hermanto menikah tetapi belum memiliki anak.

PPh Pasal 21 atas Gaji


Penghitungan PPh Pasal 21
Upah Januari 2016 = 20 x Rp250.000,00 = Rp 5.000.000,00
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp5.000.000,00 = Rp60.000.000,00

Penghasilan neto setahun Rp 60.000.000,00


PTKP setahun
- Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000.00
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.500.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar:


5% x Rp1.500.000,00 = Rp75.000,00
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar:
Rp75.000,00 : 12 = Rp6.250,00

III.5 Pada bulan yang sama, Bagus Hermanto mendapatkan bonus sebesar Rp6.000.000,00. Penghitungan PPh
Pasal 21 adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus


Upah Januari 2016
20 X Rp 250.000,00 Rp 5.000.000,00

Penghasilan setahun
12 X Rp 5,000.000,00 Bonus Rp 60.000.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 6.000.000,00
Rp 66.000.000,00
PTKP setahun

- untuk Wajib Pajak sendiri Rp 54.000.000,00


- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
Rp 58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 7.500.000,00

PPh Pasal 21 setahun


5% X Rp 7.500.000,00 Rp 375.000,00

PPh Pasal 21 atas Bonus


Rp375.000,00 - Rp75.000,00 = Rp300.000,00

PPh Pasal 21 bulan Januari


Rp300.000,00 + Rp6.250,00 = Rp306.250,00

IV. PENGHITUNGAN PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS JASA PRODUKSI,


TANTIEM, GRATIFIKASI YANG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM KOMISARIS YANG
BUKAN SEBAGAI PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN DANA PENSIUN OLEH PESERTA PROGRAM
PENSIUN YANG MASIH BERSTATUS SEBAGAI PEGAWAI

IV.1. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan kepada mantan pegawai

Victoria Endah bekerja pada PT Fajar Wisesa. Pada tanggal 1 Januari 2016 telah berhenti bekerja pada PT Fajar
Wisesa karena pensiun. Pada bulan Maret 2016 Victoria Endah menerima jasa produksi tahun 2014 dari PT Fajar
Wisesa sebesar Rp55.000.000,00

PPh Pasal 21 yang terutang adalah:


5% X Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 5.000.000,00 Rp 750.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 3.250.000,00
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada mantan pegawai lebih dari 1
(satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan
penghasilan yang telah diterima sebelumnya.

IV.2. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium komisaris yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap

Aulia Rais adalah seorang komisaris di PT Media Primatama, yang bukan sebagai pegawai tetap. Dalam tahun 2016,
yaitu bulan Desember 2016 menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang adalah:


5% X Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 10.000.000,00 Rp 1.500.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000,00

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada yang bersangkutan lebih dari 1
(satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan
penghasilan yang telah diterima sebelumnya.

IV.3. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai

Nicholas Sinulingga adalah pegawai PT Abadi Sejahtera menerima gaji Rp2.000.000,00 sebulan. PT Abadi Sejahtera
mengikuti program pensiun untuk para pegawainya. PT Abadi Sejahtera membayar iuran dana pensiun untuk
Nicholas Sinulingga sebesar Rp 100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Abadi Sejahtera, yang merupakan dana
pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Abadi Sejahtera yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan. Nicholas Sinulingga membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar
Rp50.000,00 sebulan. Pada bulan April 2016 Nicholas Sinulingga memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya,
maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000,00. Pada bulan Juni 2016
ia menarik lagi dana sebesar Rp 15.000.000,00. Kemudian pada bulan Oktober 2016 untuk keperluan lainnya ia
menarik lagi dana sebesar Rp25.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang adalah:


a. atas penarikan dana sebesar Rp20.000.000,00 pada bulan April 2016 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.
b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2016 terutang PPh Pasal 21 sebesar
5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00
c. atas penarikan dana sebesar Rp25.000.000,00 pada bulan Oktober 2016 terutang PPh Pasal 21
sebesar:
5% X Rp 15.000.000,00 Rp 750.000,00
15% X Rp 10.000.000,00 Rp 1.500.000,00
Rp 2.250.000,00

V. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI

V.1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Pegawai Yang
Menerima Penghasilan Yang Bersifat Berkesinambungan

V.1.a. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas jasa dokter yang praktik di rumah sakit dan/atau
klinik

dr. Samudera Putra, Sp.OG merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan terkenal yang melakukan praktik
di Rumah Sakit Harapan Ibu dan Anak dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien
akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari
jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Samudera Putra, Sp.OG pada setiap akhir bulan. Selain praktik di
Rumah Sakit Harapan Ibu dan Anak, dr. Samudera Putra, Sp.OG juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya,
dr. Samudera Putra, Sp.OG telah memiliki NPWP dan pada tahun 2016, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari
praktik dr. Samudera Putra, Sp.OG di Rumah Sakit Harapan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut:

Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien


(Rupiah)
Januari 45.000.000,00
Februari 49.000.000,00
Maret 47.000.000,00
April 40.000.000,00
Mei 44.000.000,00
Juni 52.000.000,00
Juli 40.000.000,00
Agustus 35.000.000,00
September 45.000.000,00
Oktober 44.000.000,00
November 43.000.000,00
Desember 40.000.000,00
Jumlah 524.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2016:

Tarif
Dasar
Jasa Dokter Dasar Pasal
Pemotongan PPh Pasal 21
yang dibayar Pemotongan 17 ayat
Bulan PPh Pasal 21 terutang
Pasien PPh Pasal 21 (1)
Kumulatif (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah) huruf a
(Rupiah)
UU PPh
(1) (2) (3)=50%X(2) (4) (5) (6)=(3) x (5)
Januari 45.000.000 22.500.000 22.500.000 5% 1.125.000
Februari 49.000.000 24.500.000 47.000.000 5% 1.225.000
Maret 47.000.000 3.000.000 50.000.000 5% 150.000
------------ ------------- ----- ----------
20.500.000 70.500.000 15% 3.075.000
April 40.000.000 20.000.000 90.500.000 15% 3.000.000
Mei 44.000.000 22.000.000 112.500.000 15% 3.300.000
Juni 52.000.000 26.000.000 138.500.000 15% 3.900.000
Juli 40.000.000 20.000.000 158.500.000 15% 3.000.000
Agustus 35.000.000 17.500.000 176.000.000 15% 2.625.000
September 45.000.000 22.500.000 198.500.000 15% 3.375.000
Oktober 44.000.000 22.000.000 220.500.000 15% 3.300.000
November 43.000.000 21.500.000 242.000.000 15% 3.225.000
Desember 40.000.000 8.000.000 250.000.000 15% 1.200.000
------------ ------------ ------ ------------
12.000.000 262.000.000 25% 3.000.000
Jumlah 524.000.000 262.000.000 35.500.000

Apabila dr. Samudera Putra, Sp.OG tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh
Pasal 21 terutang sebagaimana contoh tersebut.

V.1.b. Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada petugas dinas luar
asuransi (bukan sebagai pegawai perusahaan asuransi)

Ety Rahmawati adalah petugas dinas luar asuransi dari PT Tabaru Life. Suami Ety Rahmawati telah terdaftar sebagai
Wajib Pajak dan mempunyai NPWP, dan yang bersangkutan bekerja pada PT Kersamanah. Ety Rahmawati telah
menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong
pajak. Ety Rahmawati hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, dan
telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada PT Tabaru Life. Pada tahun 2016,
penghasilan yang diterima oleh Ety Rahmawati sebagai petugas dinas luar asuransi dari PT Tabaru Life adalah
sebagai berikut:

Bulan Bulan Komisi Agen (Rupiah)

Januari 45.000.000,00
Februari 45.000.000,00
Maret 48.000.000,00
April 52.000.000,00
Mei 55.000.000,00
Juni 58.000.000,00
Juli 58.000.000,00
Agustus 62.000.000,00
September 65.000.000,00
Oktober 66.000.000,00
November 68.000.000,00
Desember 70.000.000,00
Jumlah 692.000.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2016 adalah:

Tarif
Penghasilan PPh Pasal
Penghasilan 50% dari Penghasilan Pasal 17
PTKP Kena Pajak 21
Bulan Bruto Penghasilan Kena Pajak ayat (1)
(Rupiah) Kumulatif terutang
(Rupiah) Bruto (Rupiah) Huruf a
(Rupiah) (Rupiah)
UU PPh
(3)= (8)=
(1) (2) (4) (5) (6) (7)
50%X(2) (5)x(7)
Januari 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 18.000.000 5% 900.000
Februari 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 36.000.000 5% 900.000
Maret 48.000.000 24.000.000 4.500.000 14.000.000 50.000.000 5% 700.000
5.500.000 55.500.000 15% 825.000
April 52.000.000 26.000.000 4.500.000 21.500.000 77.000.000 15% 3.225.000
Mei 55.000.000 27.500.000 4.500.000 23.000.000 100.000.000 15% 3.450.000
Juni 58.000.000 29.000.000 4.500.000 24.500.000 124.500.000 15% 3.675.000
Juli 58.000.000 29.000.000 4.500.000 24.500.000 149.000.000 15% 3.675.000
Agustus 62.000.000 31.000.000 4.500.000 26.500.000 175.500.000 15% 3.975.000
September 65.000.000 32.500.000 4.500.000 28.000.000 203.500.000 15% 4.200.000
Oktober 66.000.000 33.000.000 4.500.000 28.500.000 232.000.000 15% 4.275.000
November 68.000.000 34.000.000 4.500.000 18.000.00 250.000.000 15% 2.700.000
11.500.000 261.500.000 25% 2.875.000
Desember 70.000.000 35.000.000 4.500.000 30.500.000 292.000.000 25% 7.625.000
Jumlah 692.000.000 346.000.000 43.000.000

Dalam hal Ety Rahmawati tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi
kartu keluarga dan Ety Rahmawati sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan
sebagaimana contoh tersebut namun tidak memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jumlah PPh Pasal 21
yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP
sebagaimana penghitungan berikut ini:

Dasar Tarif
Dasar Tarif PPh Pasal
Penghasilan Pemotongan Pasal 17
Pemotongan tidak 21
Bulan Bruto PPh Pasal 21 ayat (1)
PPh Pasal 21 memiliki terutang
(Rupiah) Kumulatif Huruf a
(Rupiah) NPWP (Rupiah)
(Rupiah) UU PPh
(1) (2) (3)= (4) (5) (6) (7)=
50%X(2) (3)X(5)x(6)
Januari 45.000.000 22.500.000 22.500.000 5% 120% 1.350.000
Februari 45.000.000 22.500.000 45.000.000 5% 120% 1.350.000
Maret 48.000.000 5.000.000 50.000.000 5% 120% 300.000
------------ ------------- ----- ------- ----------
19.000.000 69.000.000 15% 120% 3.420.000
April 52.000.000 26.000.000 95.000.000 15% 120% 4.680.000
Mei 55.000.000 27.500.000 122.500.000 15% 120% 4.950.000
Juni 58.000.000 29.000.000 151.500.000 15% 120% 5.220.000
Juli 58.000.000 29.000.000 180.500.000 15% 120% 5.220.000
Agustus 62.000.000 32.000.000 212.500.000 15% 120% 5.760.000
September 65.000.000 32.500.000 245.000.000 15% 120% 5.850.000
Oktober 66.000.000 5.000.000 250.000.000 15% 120% 900.000
----------- -------------- ----- -------- -----------
28.000.000 278.000.000 25% 120% 8.400.000
November 68.000.000 34.000.000 312.000.000 25% 120% 8.500.000
Desember 70.000.000 35.000.000 347.000.000 25% 120% 8.750.000
Jumlah 692.000.000 347.000.000 59.430.000

Dalam hal suami Ety Rahmawati atau Ety Rahmawati sendiri telah memiliki NPWP, tetapi Ety Rahmawati mempunyai
penghasilan lain di luar kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang
adalah sebagaimana contoh tersebut, namun tidak dikenakan tarif 20% lebih tinggi karena yang bersangkutan atau
suaminya telah memiliki NPWP.

V.2. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH BUKAN
PEGAWAI YANG MENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK BERSIFAT BERKESINAMBUNGAN

V.2.a. Nashrun Berlianto melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Cahaya Kurnia dengan fee sebesar
Rp5.000,000,00.
Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar:
5% x 50% Rp5.000.000,00 = Rp125.000,00

Dalam hal Nashrun Berlianto tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang menjadi
sebesar:
120% x 5% x 50% Rp5.000.000,00 = Rp150.000,00

V.2.b. Toga Marolop Simanjuntak adalah seorang pengacara. Dalam menangani sebuah kasus, Toga Marolop
Simanjuntak mendapatkan fee sebesar Rp450.000.000,00 dari PT Manis Manja.

Perhitungan dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21:


50% x Rp450.000.000,00 = Rp 225.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp175.000.000,00 = Rp 26.250.000,00
Rp 28.750.000,00

Dalam hal Toga Marolop Simanjuntak tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang menjadi
sebesar:
120% x 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
120% x 15% x Rp 175.000.000,00 = Rp 31.500.000,00
Rp 34.500.000,00

V.3. CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA
OLEH BUKAN PEGAWAI, SEHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN JASA YANG DALAM PEMBERIAN
JASANYA MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN SEBAGAI PEGAWAINYA DAN/ATAU MELAKUKAN
PENYERAHAN MATERIAL/BAHAN

Dedy Efriliansyah melakukan jasa perawatan AC kepada PT Wahana Jaya dengan imbalan Rp 10.000.000,00. Dedy
Efriliansyah mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp
180.000,00. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar Rp4.500.000,00.
Selain itu, Dedy Efriliansyah membeli spare part AC yang dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp 1.000.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:


a. Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Dedy Efriliansyah, dapat diketahui
bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang
dipekerjakan oleh Dedy

Efriliansyah dan biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar perhitungan PPh
Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya atas imbalan yang diberikan kepada Dedy Efriliansyah adalah
sebesar imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang dipekerjakan Dedy Efriliansyah dan biaya
spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:
Rp 10.000.000,00 - Rp4.500.000,00 - Rp1.000.000,00 = Rp4.500.000,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Wahana Jaya atas penghasilan yang diterima Dedy Efriliansyah adalah sebesar:
5% x 50% x Rp4.500.000,00 = Rp112.500,00

Dalam hal Dedy Efriliansyah tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya
menjadi:
120% x 5% x 50% x Rp4.500.000,00 = Rp135.000,00

b. Dalam hal PT Wahana Jaya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yang dilakukan atau
dokumen yang diberikan oleh Dedy Efriliansyah mengenai upah yang harus dikeluarkan Dedy
Efriliansyah atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT Wahana Jaya
adalah jumlah sebesar :
5% x 50% x Rp 10.000.000,00 = Rp250.000,00

Dalam hal Dedy Efriliansyah tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Wahana Jaya
menjadi:
120% x 5% x 50% x Rp 10.000.000,00 = Rp300.000,00

Catatan:
Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Dedy Efriliansyah.

VI. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA PESERTA
KEGIATAN

Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Sony Gemilang adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang
bertempat tinggal di Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar
Rp200.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold tersebut adalah: 5% X
Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% X Rp 150.000.000,00 Rp 22.500.000,00
Rp 25.000.000,00
Catatan: Apabila yang bersangkutan tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi

VII. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS PENGHASILAN PEGAWAI DENGAN


STATUS WAJIB PAJAK LUAR NEGERI YANG MEMPEROLEH GAJI SEBAGIAN ATAU
SELURUHNYA DALAM MATA UANG ASING

Done Preksi adalah pegawai asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari. Dia berstatus menikah dan
mempunyai 2 orang anak. Ia memperoleh gaji pada bulan Maret 2016 sebesar US$2,500 sebulan. Kurs
Menteri Keuangan pada saat pemotongan adalah Rp 13.394,00,00 untuk US$ 1.00.

Penghitungan PPh Pasal 26


Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah:
US$2,500 xRp 13.394,00 = Rp33.485.000,00
PPh Pasal 26 terutang adalah:
20% X Rp33.485.000,00 = Rp6.697.000,00

Pasal 26
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen)
dari jumlah
bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang.

(1a) Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak
luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner).

(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan
neto.

(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan
penghasilan neto.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

(5) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat
(4) bersifat final, kecuali:
a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
dan huruf c; dan
b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap.

Penjelasan Pasal 26
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia,
Undang-Undang ini menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri
kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh
pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.

Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di


Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Ayat (1)
Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukan oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto.

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam:


1. penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan sewa
serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
5. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
6. keuntungan karena pembebasan utang.

Sesuai dengan ketentuan ini, misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri
membayarkan royalti sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Wajib Pajak
luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak
Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
‘2020 Perpajakan 1
56 Iwan Gunawan, S.E, M.Ak
Sebagai contoh lain, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam
perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah
tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20% (dua puluh persen).
Ayat (1a)
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima
penghasilan dari Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial
owner). Oleh karena itu, negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat
Keterangan Domisili, tetapi juga tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima
manfaat dari penghasilan dimaksud.Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi,
negara domisilinya adalah negara tempat orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau
berada, sedangkan apabila penerima manfaat adalah badan, negara domisilinya adalah
negara tempat pemilik atau lebih dari 50% (lima puluh persen) pemegang saham baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya berada.

Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber di Indonesia, selain dari penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), yaitu penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta, dan premi asuransi, termasuk
premi reasuransi. Atas penghasilan tersebut dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Menteri Keuangan diberikan
wewenang untuk menetapkanbesarnya perkiraan penghasilan neto dimaksud, serta hal-
hal lain dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajak tersebut. Ketentuan ini tidak
diterapkan dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia atau apabila penghasilan dari
penjualan harta tersebut telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).

Ayat (2a)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).

Contoh:
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap di Indonesia dalam tahun 2009 sebesar Rp
17.500.000.000,00 Pajak Penghasilan: 28% x Rp17.500.000.000,00 = Rp
4.900.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp 12.600.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang 20% X Rp12.600.000.000 =
Rp2.520.000.000,00

‘2020 Perpajakan 1
57 Iwan Gunawan, S.E, M.Ak
Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp12.600.000.000,00 (dua belas miliar enam
ratus juta rupiah) tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.

Ayat (5)
Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final,
tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf
c, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya
tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Contoh:
A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai
Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan
terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja
tersebut diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31
Agustus 2009. Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap
sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, maka
status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung
sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2009 atas
penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.Berdasarkan
ketentuan ini, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan
A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang
telah dipotong dan disetor
PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak
A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

Dalam Hal Saudara memberikan penghasilan kepada


Subjek Pajak Luar Negeri, yang harus Saudara lakukan
adalah:36
1. Tentukan dahulu apakah benar lawan transaksi Anda adalah Subjek Pajak Luar Negeri.
2. Jika merupakan Subjek Pajak Luar Negeri, tentukan dahulu apakah SPLN tersebut
berhak dipotong PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty.
3. Tax Treaty bisa digunakan dalam hal SPLN mempunyai DGT atau SKD sesuai PER-
25/PJ/2018
4. Input informasi yang ada di DGT pada djponline.pajak.go.id menu e-SKD untuk
mendapatkan tanda terima SKP WPLN.
5. Berikan tanda terima SKD WPLN kepada SPLN
6. Melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan menggunakan tarif tax treaty jika
memenuhi PER-25/PJ/2018 dan membuat bukti potong PPh Pasal 26 melalui aplikasi
e-spt PPh pasal 21/26 atau 23/26
36
https://www.pajak.go.id/id/pemotongan-pajak-penghasilan-pasal-26 diakses tgl.02/04/2020 Pk.13.44
‘2020 Perpajakan 1
58 Iwan Gunawan, S.E, M.Ak
7. Jika tidak memenuhi syarat untuk mengguanakan ketentuan pada tax treaty, maka tarif
PPh 26 nya adalah 20%.
8. Melakukan penyetoran PPh dengan terlebih dahulu membuat kode billing. Penyetoran
dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
9. Melakukan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan aplikasi e spt pph
melalui djponline.pajak.go.id atau ASP paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan
melampirkan tanda terima SKD WPLN walaupun jika terhadap penghasilan yang
dibayarkan kepada WPLN tersebut tidak terdapat pemotongan PPh berdasarkan
ketentuan tax treaty.

‘2020 Perpajakan 1
59 Iwan Gunawan, S.E, M.Ak
TABEL TARIF PAJAK PPh 26
No Uraian Tarif x DPP Dasar Hukum

1 Penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN berupa: 20% x penghasilan bruto atau Tax Treaty UU PPh Pasal 26 ayat (1)
1. Deviden; (P3B)
2. Bunga termasuk Premium,Diskonto dan Penyetoran menggunakan SSP dengan:
KAP: 411127
Imbalan jaminan pengembalian hutang;
KJS:
3. Royalty;
 Deviden: 101
4. Sewa;
5. Penghasilan penggunaan harta  Bunga: 102

6. Imbalan sehubungan dengan jasa pekerjaan  Royalti: 103


dan kegiatan;  Jasa: 104
7. Hadiah & penghargaan;  Selain Deviden, Bunga, Royalti,
8. Pensiun & pembayaran berkala lainnya; Jasa: 100
9. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
dan/ atau
10. keuntungan karena pembebasan utang.

2 Penjualan atas penghasilan dari penjualan atau 20% x Perkiraan Neto. UU PPh Pasal 26 ayat (2)
pengalihan harta di Indonesia, yang diperoleh WP Luar Perkiraan neto=25% x harga jual PMK
Negeri.   82/PMK.03/2009 berlaku
Harta yang dimaksud berupa: Sehingga tarif efektif: sejak 22 April 2009
perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan 20% x 25% x harga jual = 5% x harga jual
mewah, barang antik, lukisan, mobil, motor, kapal FINAL
pesiar, dan/atau pesawat terbang ringan. Pemotong Pajak wajib:
Dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 adalah:  memberikan bukti potong PPh Pasal
WP OP Luar Negeri yang memperoleh penghasilan
26;
tidak melebihi Rp 10Juta untuk setiap jenis transaksi.
(Pasal 3 ayat (2) PMK 82/PMK.03/2009)
 menyetorkan PPh Pasal 26 yang
terutang dengan menggunakan
nama WPLN yang menjual harta
paling lama tgl 10 bulan berikutnya
setelah bulan transaksi;
 melaporkan PPh Pasal 26 yang
dipotong paling lama tgl 20 bulan
berikutnya.
Penyetoran menggunakan SSP dengan:
KAP: 411127
KJS: 100

3 Penjualan saham oleh WPLN. 20% x perkiraan neto UU PPh Pasal 26 ayat (2a)
Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di Perkiraan neto=25% x harga jual KMK 434/KMK.04/1999
Dalam Negeri dan tidak berstatus sebagai emiten atau Sehingga tarif efektif: PMK 258/PMK.03/2008
perusahaan publik. (Pasal 1 KMK 434/KMK.04/1999) 20% x 25% x harga jual = 5% x harga jual
  FINAL
Didalam PMK 258/PMK.03/2008 disebutkanJika pembeli adalah:
bahwa penjualan/pengalihan saham perusahaan  WPLN, maka pemotong pajaknya
antara (special purpose company atau conduit adalah Perseroan (PT Dalam Negeri)
company), yang didirikan di Tax Haven Country  dan yang sahamnya diperjualbelikan.
mempunyai hubungan istimewa dengan WPDN  WPDN yang ditunjuk sebagai
Indonesia atau BUT di Indonesia, dapat ditetapkan pemotong, maka pemotong pajaknya
sebagai penjualan/ pengalihan saham WP Badan adalah WPDN sebagai pembeli. Dan
Dalam Negeri. Perseroan hanya mencatat akta
  pemindahan hak atas saham yang
dijual apabila dibuktikan oleh WPLN
bahwa PPh Pasal 26 yang terutang
telah dibayar lunas dengan bukti
pemotongan PPh Pasal 26 dengan
menunjukkan aslinya.
Penyetoran menggunakan SSP dengan:
KAP: 411127
KJS: 100
4 Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang dibayar 20% x perkiraan neto. UU PPh Pasal 26 ayat (2)
kepada perusahaan asuransi di LN Perkiraan neto: KMK 624/KMK.04/1994
1. 50% dari Premi yang dibayarkan
oleh pihak yang tertanggung kepada
perusahaan asuransi LN. Sehingga
tarif efektif: 20% x 50%= 10%.
Pemotong pajak adalah tertanggung.
2. 10% dari Premi yang dibayar oleh
perusahaan asuransi di Indonesia
kepada perusahaan asuransi
LN. Sehingga tarif efektif: 20% x
10%= 2%.
Pemotong Pajak adalah perusahaan
asuransi di Indonesia.
3. 5% dari Premi yang dibayar oleh
perusahaan reasuransi di Indonesia
kepada perusahaan asuransi di
LN. Sehingga tarif efektif: 20% x
5%= 1%.
Pemotong pajak adalah perusahaan
reasuransi di Indonesia.
Penyetoran menggunakan SSP dengan:
KAP: 411127
KJS: 100

5 BUT (Bentuk Usaha Tetap)/ Permanent Establishment Atas Laba BUT sebelum pajak: UU PPh Pasal 26 ayat (4)
Dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 26 ayat (4) jika →dikenakantarif Pasal 17 KMK 113/KMK.03/2002 Jo.
penghasilan BUT ditanamkan kembali di Indonesia Penyetoran seperti WP Badan DN. PMK 257/PMK.03/2008
dengan syarat:   Jo.  PMK 14/PMK.03/2011
1. penanaman kembali dilakukan atas seluruh Atas Laba BUT setelah pajak yang tidak tentang penanaman kembali
penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh ditanamkan kembali di Indonesia: Laba BUT.
dalam bentuk penyertaan modal pada →dikenakan20% x laba setelah pajak PER 16/PJ/2011 tentang
perusahaan yang baru didirikan dan Penyetoran PPh Pasal 26 atas Laba BUT Penanaman Kembali Laba
berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau setelah pajak, menggunakan SSP dengan: BUT
peserta pendiri; KAP: 411127
2. Perusahaan yang baru didirikan dan KJS: 105
berkedudukan di Indonesia tsb harus  aktif
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak
didirikan;
3. penanaman kembali dilakukan dalam tahun
ajak berjalan atau paling lama tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima/
diperolehnya penghasilan tsb; dan
4. tidak melakukan pengalihan atas penanaman
kembali tsb paling singkat dalam jangka waktu
2 tahun sesudah perusahaan baru tsb telah
berproduksi komersial.

Anda mungkin juga menyukai