Anda di halaman 1dari 48

Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO

25.1.2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan yang memberikan
kontribusi penting pada pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pada
pengembangan agroindustri. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang
begitu pesat telah menyebabkan penambahan banyaknya kebutuhan yang
diperlukan masyarakat, salah satunya kebutuhan akan minyak nabati.
Meningkatnya kebutuhan minyak nabati domestik serta besarnya potensi nilai
ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) menjadi pemicu
pertumbuhan luas lahan perkebunan sawit di tanah air. Pada tahun 1980, luas
lahan perkebunan sawit hanya 295 ribu hektare, tapi pada tahun 2018 telah
menjadi 14,68 juta hektare, meningkat lebih dari 4.000 kali. Luas lahan sawit
terbesar berada di Sumatera, yakni mencapai 8,3 juta hektar atau lebih dari
separuh total lahan sawit Indonesia. Dari jumlah lahan perkebunan sawit tersebut,
sebanyak 2,7 juta hektar berada di Provinsi Riau (Hartriani dan Nurhayati, 2019).
Pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia lebih cenderung pada
produk-produk pangan, padahal nilai tambah terbesar yang diperoleh adalah pada
produk-produk nonpangan yang dimanfaatkan oleh industri kosmetika, oleokimia,
sabun, dan detergen. Saat ini untuk menutupi kebutuhan industri-industri akan
produk-produk hilir seperti gliserin, surfaktan, metallic soap, dan produk
oleokimia dan lainnya, Indonesia mengimpor dari negara lain dalam jumlah yang
besar dan dengan harga yang mahal. Hal ini merupakan salah satu peluang bagi
Indonesia untuk mengembangkan potensi minyak sawit dan minyak inti sawit
yang dimiliki (Goenadi dkk, 2005).
Konversi minyak kelapa sawit menjadi surfaktan yang merupakan
pengembanganan produk ke arah hilir akan meningkatkan nilai tambah produk
kelapa sawit. Pengembangan agroindustri yang lebih berorientasi ke arah hilir
merupakan strategi yang harus dilaksanakan untuk beberapa jenis komoditas
perkebunan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk hilir yang

Laporan 1
1
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
berorientasi ekspor (Suprihatini, 2004). Keluaran dari pembangunan agroindustri
adalah perolehan nilai tambah yang signifikan atas input teknologi yang
diberikan. Semakin canggih teknologi yang digunakan untuk melakukan
diversifikasi produk dari bahan baku, maka semakin tinggi pula nilai tambah
produk diversifikasi tersebut serta memiliki harga yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan harga komoditas awalnya (Gumbira Sa’id, 2001). Hambali
dkk (2004), menyatakan bahwa surfaktan memiliki nilai tambah hampir delapan
kali lipat bila dibandingkan dengan minyak sawit mentah (CPO dan PKO).
Pada umumnya surfaktan disintesis dari turunan minyak bumi dan gas alam.
Beberapa produknya antara lain linear alkil benzen sulfonat (LABS), alkil sulfat,
alkil etoksilat dan alkil etoksilat sulfat. Surfaktan yang banyak dikembangan saat
ini antara lain metil ester sulfonat (MES) yang berasal dari minyak nabati. Dalam
hal ini minyak nabati yang dimanfaatkan adalah crude palm oil (CPO). Dalam
dunia perdagangan, surfaktan MES banyak dimanfaatkan untuk industri detergen,
kosmetik, kertas, cat, dan sebagai zat aditif dalam proses Enhanced Oil Recovery
(Myers, 1946).
Metil ester sulfonat (MES) merupakan salah satu surfaktan anionik yang
berfungsi sebagai bahan aktif penurun tegangan permukaan suatu larutan.
Menurut Matheson (1996), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja yang
sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang
baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water).
Surfaktan MES diproduksi dengan mereaksikan metil ester dengan bahan
sulfonasi. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan
penting yang harus dipertimbangkan adalah suhu reaksi, konsentrasi SO3 yang
ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH, dan suhu
netralisasi (Foster dan Rollock 1997). Kelebihan surfaktan MES dari metil ester
minyak sawit adalah tidak menggumpal pada air formasi (air dalam reservoir)
dengan tingkat salinitas yang tinggi, dapat mempertahankan deterjensinya pada air
formasi dengan tingkat kesadahan yang tinggi dan tahan terhadap ion Ca2+
(Watkins, 2001).

Laporan 1
2
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Proses produksi metil ester sulfonat secara umum terdiri dari tahap
sulfonasi, tahap pemucatan, dan tahap netralisasi. Proses sulfonasi yang dilakukan
dengan mereaksikan agen sulfonasi dengan minyak, asam lemak ataupun ester
asam lemak. Menurut Pore (1993), pembuatan metil ester sulfonat melaui proses
sulfonasi membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai kuantitas hasil
metil ester yang diinginkan. Dalam makalah skripsi yang disusun ini akan
dilakukan studi awal tentang pembangunan pabrik metil ester sulfonat (MES) dari
bahan baku crude palm oil (CPO) dengan menggunakan proses sulfonasi.

1.2 Tujuan
Perancangan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester
sulfonat (MES) dari crude palm oil (CPO).
2. Mengembangkan industri hilir kelapa sawit dengan membuat produk
surfaktan yang lebih ramah lingkungan.
3. Mendapatkan kondisi yang efisien dalam proses produksi surfaktan metil
ester sulfonat (MES) dari crude palm oil (CPO).
4. Memperoleh karakteristik produk surfaktan metil ester sulfonat (MES).

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam prarancangan ini adalah sebagai berikut :
1. Penentuan proses pembuatan metil ester sulfonat (MES) dari bahan baku
crude palm oil (CPO) dengan proses sulfonasi berdasarkan kondisi yang
efisien.
2. Karakterisasi surfaktan metil ester sulfonat (MES) yang dihasilkan.
3. Analisis finansial industri surfaktan metil ester sulfonat (MES) dari crude
palm oil (CPO).

1.4 Analisa Pasar


Analisis pasar merupakan langkah untuk mengetahui seberapa besar minat
pasar terhadap suatu produk. Pada prarancangan ini bahan baku yang digunakan
adalah minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Produk yang akan dihasilkan dari
CPO tersebut adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Metil ester sulfonat

Laporan 1
3
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
(MES) merupakan salah satu jenis surfaktan anionik (anionic surface active
agent). Kebutuhan surfaktan anionik di Indonesia meningkat tiap tahunnya seiring
berkembangnya industri kimia di Indonesia. Kebutuhan surfaktan anionik di
Indonesia yang belum terpenuhi diimpor dari negara lain. Peluang pasar
ditentukan berdasarkan kemampuan industri dalam memenuhi pasar atau industri
pemakainya. Jika industri yang ada tidak mampu memenuhi permintaan tersebut,
berarti terdapat peluang untuk dapat mendirikan pabrik untuk melakukan
perluasan demi memenuhi kebutuhan.

1.4.1 Produksi Crude Palm Oil (CPO)


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, jumlah produksi
dari crude palm oil (CPO) di Indonesia dari tahun 2014 sampai 2018 dapat dilihat
di tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Jumlah Produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia
Tahun Jumlah Produksi (ton)
2014 19.072.794
2015 20.542.224
2016 31.487.986
2017 34.468.293
2018 43.900.000
(Sumber: BPS, 2018)

Gambar 1.1 Hubungan Jumlah Produksi CPO dengan Tahun Produksi

Laporan 1
4
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Dari Gambar 1.1 menunjukkan bahwa produksi CPO dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan. Pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang sangat pesat.
Dari grafik di atas diperoleh hubungan antara jumlah produksi CPO dan tahun
produksinya yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = 6.358.048,10x +
10.820.115,10. Dari persamaan tersebut dapat diperkirakan besarnya jumlah
produksi pada tahun 2020-2024 yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.2 Jumlah Perkiraan Produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia
Tahun Jumlah Perkiraan Produksi (ton)
2020 12.854.077.277
2021 12.860.435.325
2022 12.866.793.373
2023 12.873.151.421
2024 12.879.509.470

1.4.2 Impor Surfaktan Anionik


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, jumlah impor
surfaktan anionik di Indonsia dari tahun 2014 sampai 2018 adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3 Jumlah Impor Surfaktan Anionik Indonesia


Tahun Jumlah Perkiraan Produksi (ton)
2014 11.329,54
2015 16.355,21
2016 10.131,29
2017 18.795,93
2018 23.483,14
(Sumber: BPS, 2018)

Laporan 1
5
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Gambar 1.2 Hubungan Jumlah Impor Surfaktan Anionik dengan Tahun Impor di
Indonesia
Dari Gambar 1.2 menunjukkan bahwa impor surfaktan dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan dan penurunan atau fluktuatif. Namun kebutuhan
impor surfaktan pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang pesat. Dari grafik di atas
diperoleh hubungan antara jumlah impor surfaktan dan tahun impor surfaktan
yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = 2674,8x + 7994,6. Dari persamaan
tersebut dapat diperkirakan besarnya impor surfaktan pada tahun 2020-2024 yaitu
sebagai berikut :

Tabel 1.4 Jumlah Perkiraan Impor Surfaktan Anionik di Indonesia


Tahun Jumlah Perkiraan Impor (ton)
2020 5.411.090,6
2021 5.413.765,4
2022 5.416.440,2
2023 5.419.115
2024 5.421.789,8

1.4.3 Ekspor Surfaktan Anionik


Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, jumlah ekspor
surfaktan anionik di Indonsia dari tahun 2014 sampai 2018 adalah sebagai berikut.

Tabel 1.5 Jumlah Ekspor Surfaktan Anionik Indonesia

Laporan 1
6
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Tahun Jumlah Perkiraan Produksi (ton)
2014 21.533,33
2015 17.311,73
2016 12.162,55
2017 11.997,88
2018 11.005,41
(Sumber: BPS, 2018)

Gambar 1.3 Hubungan Jumlah Ekspor Surfaktan Anionik dengan Tahun Ekspor
di Indonesia

Dari Gambar 1.3 menunjukkan bahwa impor surfaktan dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan dan penurunan atau fluktuatif. Namun kebutuhan
impor surfaktan pada tahun 2015 terjadi kenaikan yang pesat. Dari grafik di atas
diperoleh hubungan antara jumlah impor surfaktan dan tahun impor surfaktan
yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = -2637x + 22713. Dari persamaan
tersebut dapat diperkirakan besarnya impor surfaktan pada tahun 2020-2024 yaitu
sebagai berikut.

Tabel 1.6 Jumlah Perkiraan Ekspor Surfaktan Anionik di Indonesia


Tahun Jumlah Perkiraan Ekspor (ton)

Laporan 1
7
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
2020 5.304.027
2021 5.306.664
2022 5.309.301
2023 5.311.938
2024 5.314.575

Dapat dilihat bahwa jumlah produksi CPO dan jumlah impor surfaktan
anionik meningkat tiap tahunnya di Indonesia. Karena itu pabrik surfaktan metil
ester sulfonat (MES) layak didirikan di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan
akan surfaktan anionik dan mengurangi angka impor surfaktan di Indonesia.

1.5 Analisa Ekonomi


Analisa ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui apakah pabrik yang
dirancang dapat menguntungkan. Pada perancangan pabrik metil ester sulfonat
(MES) ini, kelayakan investasi modal dalam sebuah pabrik dapat diperkirakan dan
dianalisa. Dalam analisa ekonomi ini dihitung harga beli bahan baku dan harga
jual produk untuk mendapatkan nilai Gross Profit Margin (GPM). Jika dilihat dari
segi ekonomi, suatu pabrik akan dikatakan sehat jika dapat memenui kewajiban
finansial ke dalam dan keluar serta dapat mendatangkan keuntungan yang layak
bagi perusahaan maupun pemiliknya.

Gross Profit Margin (GPM) merupakan efisiensi pengendalian harga pokok


atau biaya produksinya yang mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk
berproduksi secara efisien. Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor.
Semakin besar Gross Profit Margin semakin baik keadaan operasi perusahaan,
karena hal ini menunjukkan bahwa cost of goods sold relatif lebih rendah
dibandingkan dengan sales. Data Gross Profit Margin dari beberapa proses
pembuatan metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.7 Gross Profit Margin (GPM) Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES)
GPM
No. Proses Pembuatan Reaksi yang Terjadi
(Rupiah/kg)
Laporan 1
8
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Sulfonasi oleum- RCH2COOCH3 + H2SO4 →


1 4.958,7
H2SO4 RCH2COOCH3(SO3H) + H2O

RCH2COOCH3 + SO3 →
2 Sulfonasi Gas SO3 21.048,9
RCH2COOCH3(SO3H)

Berdasarkan nilai GPM, proses pembuatan metil ester sulfonat (MES) yang
dipilih yaitu proses sulfonasi gas SO3 karena memiliki nilai GPM positif terbesar
yang berarti proses yang memiliki keuntungan yang besar secara perhitungan
kasar.

Laporan 1
9
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
BAB II
DESKRIPSI PROSES

2.1 Pembuatan Metil Ester – Transesterifikasi


Metil ester merupakan bahan baku yang sesuai untuk pembuatan surfaktan
karena lebih murah daripada minyak bumi yang untuk saat ini masih umum
dipakai sebagai bahan baku surfaktan, ramah lingkungan, serta ketersediaan
bahan mentah yang melimpah karena produksi minyak kelapa sawit semakin
bertambah (Sheats dan Foster, tanpa tahun). Reaksi transesterifikasi minyak
tumbuhan menggunakan katalis basa dapat mengubah trigliserida, digliserida atau
monogliserida menjadi ester, dimana sebagian asam lemak bebas dalam minyak
castor dikonversi menjadi metil ester yang dihasilkan dari reaksi antara
trigliserida dengan ion alkoksida dari metanol dan hasil akhir transesterifikasi ini
yaitu campuran metil ester dan gliserol (Setiaji, 2017).

Gambar 2.1 Mekanisme reaksi pembuatan ME (Setiaji, 2017).

Transesterifikasi disebut juga reaksi alkoholisis dari ester karena reaksi


tersebut disertai dengan pertukaran bagian alkohol dari suatu ester. Reaksi
transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dilakukan dengan perlakuan
perbandingan mol minyak ikan dan mol metanol 1:6, dengan penambahan
konsentrasi katalis NaOH 0,5%, 1,0%, 1,5%, dan 2,0% dari berat total minyak
dan metanol. Reaksi dipertahankan konstan pada suhu 70°C selama 2 jam
(Ningtyas, 2004).

Laporan 1
10
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

2.2 Jenis-Jenis Proses Produksi MES


Terdapat beberapa metode pembuatan metil ester sulfonat (MES), yaitu :

2.2.1 Chemithon Process


Sulfonasi dilakukan dalam reaktor lapisan tipis. Pengelantangan (bleaching)
berlangsung pada kondisi asam dalam sistem non logam (non-metallic) dengan
suhu yang cukup tinggi untuk mengkonversi senyawa kimia yang bertanggung
jawab terhadap warna gelap dari methyl ester sulfonic acid (MESA) dan secara
efektif dapat mengurangi warna gelap tersebut. Setelah bleaching, MESA yang
sudah lebih terang warnanya dinetralisasi dengan NaOH lalu dikeringkan dan
alkoholnya di- recycle. Ciri khas dari metode ini terdapatnya tahap pengeringan/
stripping untuk mengurangi kadar air dan kadar metanol dari produk yang
dihasilkan. Hasil akhirnya berupa padatan berwarna lebih terang, biasanya dalam
bentuk flakes atau needles yang dapat diterapkan dalam pembuatan deterjen
bubuk maupun batangan. Proses ini paling rumit dibandingkan dengan metode
yang lain namun juga menghasilkan kadar MES tertinggi dalam produk, yakni ±
83%.

2.2.2 Halogen Bleaching Process


Proses ini menggunakan H2O2 dan halogen bleaching agent dalam operasi
bleaching dua tahap. Pemakaian halogen bleach menyebabkan masalah iritasi
kulit. Proses ini memiliki keterbatasan yaitu terbentuknya di-salt yang sangat
tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga mengurangi sifat deterjensi produk.
Selain itu, karena diperlukan penambahan metanol dalam jumlah yang cukup
besar selama proses netralisasi, maka residu alkohol yang dihasilkan juga lebih
besar dibandingkan dengan metode lain.

2.2.3 Ultra Purity Methyl Ester Process


Metode ini memakai bahan baku metil ester dengan pemurnian tinggi.
Untuk bahan baku metil ester yang dimurnikan, methyl ester sulfonic acid
(MESA) yang dihasilkan sekitar 10.000 Klett color (5wt%) ekivalen dengan
absorbensi 20. Sedangkan metil ester dengan pemurnian tinggi akan mengurangi
Laporan 1
11
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
warna MESA menjadi 1000 Klett ekivalen dengan absorbensi 2. MESA ini masih
belum cukup terang dibandingkan dengan produk surfaktan anionik lain, yakni
sekitar 20-100 kali lebih gelap sehingga tahap bleaching masih diperlukan. Proses
ini memiliki keterbatasan yang sama dengan proses halogen bleaching, yaitu
terbentuknya di-salt yang sangat tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga
mengurangi sifat deterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan penambahan
metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses netralisasi, maka residu
alkohol yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan metode lain.

2.2.4 Vessel Reaction Method


Ciri dari proses ini adalah pemakaian reaktor tangki berpengaduk dalam
proses sulfonasinya. Proses ini dilengkapi dengan penggunaan color inhibitor
sehingga produk yang dihasilkan memiliki warna yang sangat terang, mendekati
putih. Selain itu, tahap deodorisasi yang dilakukan setelah tahap bleaching
menghasilkan produk dengan kadar bau yang rendah. Yield yang dihasilkan juga
cukup tinggi yaitu sekitar 70,2%. Residu metanol dan residu hidrogen peroksida
dalam produk sangat rendah sehingga tidak perlu dilakukan recovery metanol. Hal
ini membuat proses ini menjadi sederhana.

2.2.5 New Sulfonation Process


Proses sulfonasi dilakukan dalam double cylinder falling film. Pembentukan
lapisan tipis yang seragam dalam dinding reaktor menghasilkan reaksi yang
seragam dapat dilakukan. Produk sulfonasi dimasukkan ke dalam unit esterifikasi
dan bleaching setelah dilakukan digesting. Produk digested berwarna gelap
sehingga harus dikelantang dengan H2O2 1-3% dan dire-esterifikasi dengan
metanol pada 80-100oC. Produk yang telah dikelantang lalu dinetralisasi dengan
penambahan NaOH. Metanol dalam pasta MES diuapkan dan di-recovery dalam
metanol recovery unit untuk dipakai kembali (Hovda, 1997; Tano, 2003).

2.3 Alasan Pemilihan Proses Chemithon


Berikut penjelasan singkat mengenai kelebihan maupun kelemahan
pembuatan MES dengan proses Chemithon dan proses-proses lain.

Laporan 1
12
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Proses Chemithon dan Proses-proses Lain
untuk Pembuatan MES
Proses Kelebihan Kekurangan
 Prosesnya sederhana  Residu alkohol >1% (masih
Vessel  Perolehan mes cukup memiliki kecenderungan
Reaction tinggi untuk meledak)
Method  Warna klett mes
 Perolehan MES
terbaik
masih kurang
dibandingkan dengan
roses Chemithon
New  Menghasilkan
 Perolehan MES yang rendah
Sulfonation kadar di-salt
Process terendah
 Warna MES cukup
baik
 Menggunakan
Halogen
pengelantanga
Bleaching
n halogen
Process
(masalah iritasi
kulit)
 Perolehan
MES rendah
 Kadar di-salt
tinggi
 Residu alkohol
cukup besar
 Waktu
pengelantanga
n lama (±1
hari)
 Warna Klett
MES masih
gelap
Ultra Purity  Memerlukan
Methyl bahan baku
EsterProcess metil ester
dengan
kemurnian
tinggi
 Perolehan
MES rendah
 Kadar di-salt
tinggi

Laporan 1
13
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
 Residu alkohol
cukup besar
 Waktu
pengelantangan
lama (±1 hari)
 warna Klett
MES masih
gelap
Chemithon  Perolehan MES  Prosesnya cukup rumit
Process tertinggi  Kadar di-salt lebih tinggi
 Warna Klett MES dibandingkan Vessel Reaction
cukup terang Method dan New Sulfonation
 adar di-salt cukup Process
rendah  Warna produk lebih gelap
 Residu alkohol dibandingkan Vessel Reaction
rendah, <1% Method
 Sudah melibatkan
pengeringan dan
pemulihan metanol
(Sumber: Hovda, 1996; Sheats & Norman, tanpa tahun; Tano, 2003)

Proses Chemithon dapat menjadi pilihan yang tepat dengan


mempertimbangkan bahwa proses ini :
1. Memiliki lebih banyak kelebihan daripada kelemahan
2. Menawarkan karakteristik proses dan produk yang cukup ekonomis,
dapat diterima secara komersial dan menonjolkan banyak kelebihan pada
sifat- sifat yang esensial (kadar MES, residu alkohol dan di-salt, serta
warna)
3. Memiliki kelemahan yang sangat bisa ditoleransi.

2.4 Teknologi Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES)


Secara umum, proses pembuatan MES dilakukan dalam 4 tahap yaitu tahap
sulfonasi, bleaching, netralisasi, dan drying. Pada tahap sulfonasi methyl ester
direaksikan dengan SO3 untuk menghasilkan MESA (Methyl Ester Sulfonic
Acid). Reaksi sulfonasi ini merupakan reaksi eksoterm. Tahap selanjutnya yaitu
bleaching, pada tahap ini dilakukan pengurangan warna pada MESA. MESA yang
dihasilkan mengalami pemekatan warna, oleh karena itu harus dilakukan proses
bleaching untuk mencapai spesifikasi bahan yang diinginkan. Setelah tahap
bleaching selesai, kemudian dilanjutkan dengan tahap netralisasi. Pada tahap ini,
Laporan 1
14
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
MESA dinetralisasi sehingga menghasilkan MES berbentuk pasta. Setelah
didapatkan MES dalam bentuk pasta, selanjutnya dilakukan tahap terakhir pada
pembuatan MES yaitu tahap drying. Pada tahap ini, MES yang dihasilkan
kemudian dikeringkan agar didapat MES dalam bentuk granular. MES dalam
bentuk granular inilah yang selanjutnya akan dipasarkan. Sampai saat ini
teknologi pembuatan MES dibedakan berdasarkan proses sulfonasinya. Proses
sulfonasi pada pembuatan MES berdasarkan reagent yang digunakan adalah
Oleum/H2SO4, NaHSO3, dan Gas SO3 (Ardy, 2011).

1. Sulfonasi NaHSO3.
Pembuatan metil ester sulfonat dilakukan melalui proses sulfonasi metil
ester dengan reaktan NaHSO3.

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi Pembuatan MES (Chalim, 2017)

Penelitian terdahulu yang dipelajari oleh Chalim, (2017) menunjukkan


kondisi operasi optimum reaksi sulfonasi dapat dicapai pada rasio mol biodiesel
minyak kelapa sawit terhadap natrium bisulfit sebesar 1:2,169 pada suhu reaksi
105°C dengan waktu reaksi 4 jam. Namun pada penelitian lain hasil optimum
pada suhu reaksi 100°C dan waktu reaksi 4,5 jam menggunakan metil ester yang
diperoleh dari biji ketapang dan disulfonasi dengan NaHSO 3 pada perbandingan
mol 1:1,5. (Chalim, 2017).
Keunggulan dari Nabisulfit (NaHSO3) menurut Iman (2016), bahwa produk
yang dapat dihasilkan berwarna lebih cerah dan mudah diaplikasikan pada skala
produk kecil. (NaHSO3) berlebih bertujuan untuk memaksimalkan terbentuknya
gugus sulfonat pada metil ester. Iman (2016) menyampaikan bahwa ekses mol

Laporan 1
15
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
SO3 diperlukan untuk menjamin terjadinya proses sulfonasi sesuai yang
diharapkan karena sulfonasi ini berlangsung melalui satu atau lebih tahap
intermediate yang membutuhkan dua mol SO3 untuk setiap mol metil ester. Oleh
karena itu di dalam industri SO3 dibuat berlebih sekitar 15-30%. Iman (2016),
mempelajari proses sulfonasi untuk menghasilkan MES yang optimal dengan
membuat mol reaktan SO3 berlebih pada perbandingan mol reaktan metil ester dan
SO3 sebesar 1,6 : 1 dan kondisi terbaik dalam proses sulfonasi adalah masing-
masing pada suhu reaksi 100 oC dan lama reaksi 4,5 jam. Reaksi sulfonasi
berlangsung cukup lama sehingga menggunakan katalis aluminium oksida (Al2O3)
1,5 % (b/b) untuk mempercepat reaksi. Karena reaksi sulfonasi merupakan reaksi
eksoterm, maka penambahan metanol memberikan keuntungan lain yaitu mampu
meningkatkan pindah panas selama reaksi berlangsung ( Iman, 2016).
Na-bisulfit (NaHSO3) memiliki keunggulan, yaitu produk yang dihasilkan
berwarna lebih cerah, mudah diaplikasikan pada skala produk kecil dan dapat
digunakan dalam proses curah. Hidayati, (2003) mempelajari reaksi sulfonasi
alkil α-sulfopalmitat dengan menggunakan natrium bisulfit (NaHSO 3) pada suhu
antara 60-100oC dengan waktu reaksi tiga sampai enam jam tanpa pemurnian
menghasilkan tegangan permukaan 40,2 mN/m dan tegangan antarmuka 9,7
mN/m (Hidayati, ,2003).

2. Sulfonasi oleum-H2SO4
Oleum H2SO4 sering digunakan sebagai agen sulfonasi. Reaksi sulfonasi
dengan menggunakan reagent ini ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2.3 Reaksi Sulfonasi Oleum H2SO4 dengan Metil Ester ( Ardy, 2011).

Selama reaksi berlangsung, air dihasilkan sebagai produk samping. H 2SO4


ini memiliki suatu keunikan yaitu reaksi sulfonasi akan berhenti jika konsentrasi
asam sulfat turun hingga 90%. Material yang digunakan dalam reaktor sangat

Laporan 1
16
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
penting untuk diperhatikan karena H2SO4 bersifat sangat korosif. Proses ini
merugikan karena selama proses berlangsung banyak H2SO4 yang tidak bereaksi
(Ardy, 2011).

3. Sulfonasi Gas SO3


Gas SO3 dibuat dengan menggunakan sistem pembakaran sulfur. Proses
sulfonasi merupakan reaksi gas SO3 berlebih dengan asam lemak atau turunannya
untuk memproduksi sulfonic acid. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada berikut.

Gambar 2.4 Reaksi Sulfonasi Gas SO3 dengan Metil Ester ( Ardy, 2011).

Reaksi dilakukan dalam reaktor falling film dan digester. Sekitar 75% reaksi
sulfonasi berlangsung dalam reaktor falling film. Digester merupakan salah satu
bentuk baffled plug flow reactor dimana temperatur reaktor terkontrol dan dibuat
dari bahan stainless steel. Reaksi sulfonasi dan tahap digestion dikontrol untuk
menghasilkan produk akhir dengan kadar minyak yang rendah, yield yang tinggi,
warna yang cerah, dan hanya menggunakan sedikit SO3 Pada tahap sulfonasi ini
rasio mol antara methyl ester dan gas SO 3 yang dimasukkan kedalam reaktor
adalah 1:1.5 (lebih sering digunakan 1:1.25), kemudian dilanjutkan dengan tahap
digestion pada 80oC-95oC (temperatur yang sering digunakan 85oC) selama 30
menit. Sebelum gas SO3 masuk kedalam reaktor, SO3 dicampur dengan gas inert
sehingga konsentrasi gas SO3 yang masuk kedalam reaktor 7% volum. Methyl
ester dan gas SO3 masuk kedalam reaktor falling film dengan aliran
countercurrent (Ardy, 2011).

2.5 Pemilihan Teknologi Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonate (MES)


Pemilihan teknologi proses pembuatan Methyl Ester Sulfonate (MES)
dilakukan untuk mendapatkan proses terbaik baik dari segi ekonomi maupun

Laporan 1
17
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
karakteristik produk. Terdapat tiga macam teknologi proses yang akan ditinjau
yaitu NaHSO3, oleum-H2SO4 dan gas SO3.

1. NaHSO3
Kelebihan metode ini:
 Produk yang dapat dihasilkan berwarna lebih cerah
 Mudah diaplikasikan pada skala produk kecil
 NaHSO3 berlebih mampu untuk memaksimalkan terbentuknya gugus
sulfonat pada metil ester
 Sulfonasi ini berlangsung melalui satu atau lebih tahap intermediate
yang membutuhkan dua mol SO3 untuk setiap mol metil ester
 Karena reaksi sulfonasi merupakan reaksi eksoterm, maka penambahan
metanol memberikan keuntungan lain yaitu mampu meningkatkan pindah
panas selama reaksi berlangsung
 Dapat digunakan dalam proses curah
Kelemahan metode ini:
 Reaksi sulfonasi ini berlangsung cukup lama
 Membutuhkan katalis aluminium oksida (Al2O3) 1,5 % (b/b) untuk
mempercepat reaksi
 Karena adanya katalis proses ini memerlukan biaya tambahan untuk
pembelian katalis
(Hidayati, 2003).

2. Oleum-H2SO4
Kelebihan:
 Pada pembuatan MES dengan menggunakan Oleum-H2SO4 tidak
terlihat adanya penanganan khusus untuk pemakaian bahan berbahaya.
 Reagent berlebih tidak terlalu kritikal
Kelemahan:

Laporan 1
18
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
 Penanganan reaksi exotermis dilakukan dengan pendinginan
menggunakan air laut.
 Biaya reagen lebih mahal
 Selama proses berlangsung banyak H2SO4 yang tidak bereaksi.
(Ardy, 2011).

3. Gas SO3
Kelebihan:
 Penanganan reaksi exotermis gas SO3 dilakukan dengan cara
menurunkan konsentrasi SO3 pada aliran umpan reaktor. Konsentrasi SO 3
diturunkan dengan cara menambahkan gas inert seperti N2 pada aliran
masuk gas sehingga pendinginan dari luar hanya dilakukan dengan air
pendingin sehingga membutuhkan biaya yang lebih murah.
 Tidak membutuhkan agitasi, hanya menggunakan kecepatan reaksi
falling film
 Proses falling film (waktu kontak cepat) mengikuti profil temperatur
reaksi tinggi; tidak menggunakan solvent
 Reaksi spontan(cepat)
 Sangat eksotermis; tidak membutuhkan penambahan panas
 Menggunakan pendingin air untuk sulfonasi; sangat efisien
 Suhu reagent boiling point rendah
Kelemahan:
 Reagent berlebih sangat kritikal
( Ardy, 2011).

Perbandingan teknologi proses pembuatan MES dapat dilihat pada tabel


berikut.
Tabel 2.2 Perbandingan Teknologi Proses Oleum-H2SO4 dan Gas SO3
Faktor Pembanding Oleum-H2SO4 Gas SO3
Sistem Pemprosesan Batch atau Continuous Continuous
Harga Reagent Relatif murah murah
Sulfonasi Menghasilkan air Tidak ada air yang
sebagai produk samping diproduksi
Laporan 1
19
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Rasio mol, penyelesaian 3-4 mol; reagent 1 mol; reagent berlebih
reaksi berlebih tidak terlalu sangat kritikal
kritikal
Kelarutan reagent Tidak bercampur dengan Reaksi 2 fasa; liquid gas
bahan organik; reaksi 2
liquid yang tidak saling
larut
Agitasi Perlu dilakukan Tidak membutuhkan
agitasi, hanya
menggunakan kecepatan
reaksi falling film
0
Temperatur reaksi Bervariasi (0 - 50 C); Proses falling film
tergantung kualitas (waktu kontak cepat)
warna produk; pelarut mengikuti profil
sering digunakan untuk temperatur reaksi tinggi;
menurunkan viskositas tidak menggunakan
solvent
Viskositas reaksi Relatif rendah tinggi
campuran
Kecepatan reaksi Lambat Instan (seketika)
Panas masuk Panas untuk reaksi Sangat eksotermis; tidak
membutuhkan
penambahan panas
Heat exchange Temperatur reaksi Menggunakan pendingin
rendah membutuhkan air untuk sulfonasi;
sistem pendingin dengan sangat efisien
menggunakan air laut
Reaksi samping sedikit banyak
Warna produk Cerah Gelap, kecuali sistem
falling film
Sulfonic acid hasil Pemisahan campuran Campuran reaksi
reaksi; perlu homogen

Laporan 1
20
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
penambahan H2O;
sebagian warna hilang
selama pemisahan
H2SO4
Reagent boiling point 290o – 317oC 44.5oC
(Sumber: Ardy, 2011).

Dari tabel di atas,dapat dilihat bahwa kedua teknologi proses ini memiliki
kelebihan dan kekurangan masing masing. Oleum H 2SO4 dan gas SO3
merupakan bahan kimia dengan tingkat bahaya yang tinggi. Menurut heuristicnya
jika menggunakan bahan beracun dan berbahaya maka digunakan salah satu
reaktan berlebih selama reaksi berlangsung agar bahan tersebut dapat terkonsumsi
sempurna (Seider, 2003).
Reaksi sulfonasi pembuatan MES merupakan reaksi yang sangat eksotermis.
Menurut heuristic, untuk mengontrol temperatur akibat reaksi eksotermis dapat
menggunakan reaktan berlebih, pengenceran dengan penambahan inert, atau
dengan cara cold shot. Harga bahan baku pada pemakaian gas SO3 memberikan
biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan Oleum-H 2SO4.
Sehingga teknologi proses yang terbaik untuk memproduksi MES adalah dengan
menggunakan gas SO3 (Seider, 2003).

2.6 Deskripsi Proses Perancangan


Proses produksi Metl Ester Sulfonat (MES) dari CPO, dimulai dengan
proses transesterifikasi dengan katalis basa untuk mendapatkan metil ester dari
CPO. Metil ester yang didapat kemudian dilewatkan pada tahap purifikasi untuk
memisahkan metil ester jenuh dan metil ester tak jenuh dengan fraksionasi,
kristalisasi atau dengan hidrogenasi. Metil ester yang digunakan untuk
memproduksi MES adalah metil ester jenuh, sedangkan metil ester tak jenuh
cocok untuk digunakan sebagai biodiesel. Proses pemisahan metil ester jenuh dan
tak jenuh dengan hidrogenasi lebih dipertimbangkan karena dapat menghilangkan
grup olefin dalam metil ester. Selanjutnya, metil ester jenuh akan disulfonasi,
bleaching, netralisasi, dan dikeringkan untuk mendapatkan MES.

Laporan 1
21
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

2.6.1 Pembuatan Metil Ester


Sebelum dilakukan proses transesterifikasi, CPO terlebih dulu diberikan
perlakuan (pre-treatment) untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas dan
impurities lain, yang dapat menurunkan pembentukan metil ester dan membatasi
purifikasi lanjutan. Proses pre-treatment ini dilakukan dalam sebuah kolom
deodorisasi, yang mengontakkan CPO dengan uap pada suhu 280 oC dan tekanan 2
bar. Perlakuan ini akan mengurangi jumlah kandungan air dalam CPO menjadi 2
ppm dan asam lemak bebas menjadi 297 ppm. Produk atas kolom ini kemudian
dikondensasi untuk memisahkan komponen air dan asam lemak bebas yang telah
dipisahkan dari CPO. CPO keluaran kolom deodorisasi kemudian diumpankan ke
dua buah CSTR yang dipasang secara seri untuk proses transesterifikasi.
Pada reaktor pertama, CPO diumpankan bersamaan dengan metanol dan
NaOH sebagai reaktan proses transesterifikasi. Pada reaktor pertama ini, konversi
yang dapat dicapai mencapai 94,5%. Produk intermediet dari reaktor pertama ini
kemudian diumpankan ke dalam sebuah tangki dekanter, untuk memisahkan
gliserol (fasa berat) yang telah terbentuk dari fasa ringan yang terdiri dari metil
ester yang telah terbentuk dan CPO yang belum bereaksi. Fasa ringan ini
kemudian diumpankan ke reaktor kedua untuk melanjutkan proses
transesterifikasi. Konversi yang dapat diperoleh dari reaktor kedua ini mencapai
99,7%. Produk dari reaktor kedua ini kemudian dilanjutkan ke proses purifikasi,
yang dilakukan di dalam sebuah evaporator bernama methanol flash chamber.
Dalam evaporator ini, produk atas yang dihasilkan berupa aliran kaya metanol
yang selanjutnya akan dialirkan ke unit methanol recuperation untuk memisahkan
metanol dari air, agar dapat digunakan kembali sebagai umpan reaktor proses
transesterifikasi. Sedangkan produk bawah yang kaya metil ester dan gliserol akan
dialirkan ke sebuah tangki dekanter untuk memisahkan metil ester sebagai fasa
ringan dari fasa berat gliserol.
Fasa ringan yang didominasi oleh metil ester dengan kandungan pengotor
berupa sisa pelarut metanol dan katalis NaOH yang tinggi dilanjutkan ke dalam
flash separator untuk menurunkan kandungan metanol menjadi 0,3%. Metanol
Laporan 1
22
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
yang dikeluarkan sebagai produk atas evaporator diumpankan ke dalam unit
methanol recuperation untuk dimurnikan, sehingga dapat digunakan kembali
sebagai reaktan proses transesterifikasi. Metil ester yang keluar sebagai produk
bawah evaporator kemudian dilanjutkan ke proses netralisasi dengan
menggunakan HCl untuk menghilangkan sisa-sisa katalis NaOH. Metil ester yang
telah dinetralkan kemudian di cuci menggunakan air untuk menghilangkan
pengotor sisa-sisa reaksi transesterifikasi dalam sebuah tangki pencuci. Metil ester
yang telah dicuci kemudian diumpankan ke dalam sebuah flash evaporator untuk
memisahkan metil ester dari air, sehingga didapat metil ester 99,7%. Metil ester
yang didapat inilah yang akan digunakan sebagai umpan dalam pembuatan MES.

2.6.2 Sulfonasi Metil Ester


Pada perancangan ini, MES diproduksi melalui sulfonasi metil ester
menggunakan SO3. Metil ester yang telah didapat melalui proses transesterifikasi,
dimasukan ke dalam reaktor falling film untuk dikontakkan dengan gas SO3.
Melalui kontak ini, metil ester akan disulfonasi oleh gas SO 3 dan di konversi
menjadi Metil Ester Sulfonat (MES). Berikut adalah proses-proses yang terlibat
selama sulfonasi metil ester menjadi MES.

1. Pengeringan Udara
Untuk mencegah masalah akibat korosi dan pembentukan asam,
kelembaban udara yang akan digunakan sebagai reaktan dalam proses sulfonasi
harus dikurangi. Pada proses ini, udara dikeringkan dengan mendinginkan udara
sampai suhu 1oC untuk mengkondensasi kandungan air dalam udara. Setelah
didinginkan, udara kemudian dilewatkan dalam menara absorber yang berisi
alumina aktif untuk mencapai kelembaban udara yang diinginkan. Menurut de
Groot (1991) yang dikutip oleh Martinez, D., dkk. (2010), kelembaban udara
untuk dapat digunakan dalam roses sulfonasi ini adalah <0,01 g air/m3.

2. Pembuatan SO3
SO3 yang digunakan sebagai agen sulfonasi metil ester, diperoleh dari
proses pembakaran sulfur menjadi SO2 oleh udara, dalam sulfur burner. SO2 yang
terbentuk dalam sulfur burner kemudian dioksidasi lebih lanjut untuk

Laporan 1
23
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
menghasilkan SO3 dalam sebuah reaktor packed bed yang dibagi menjadi 4
bagian, yang memungkinkan terjadinya proses pertukaran panas. Reaktor packed
bed ini diisi dengan katalis Vanadium Pentoksida (V2O5) dan dilengkapi dengan
dua buah Heat Exchanger (HE). SO3 yang terbentuk kemudian akan diumpankan
ke dalam reaktor falling film untuk memproduksi MES dari metil ester, melalui
proses sulfonasi.

3. Sulfonasi dan Digestion


Aliran umpan yang terdiri dari metil ester dan gas SO 3 dimasukkan ke
dalam reaktor falling film, dimana lebih dari 70% metil ester akan tersulfonasi
membentuk produk intermediet. Reaktor falling film yang digunakan merupakan
sebuah reaktor dengan sistem 7 tahapan dan memiliki dua buah HE dengan air
pendingin, yang dimantapkan untuk menghilangkan 2.907,5 kWh pada tahap 6
(tinggi 4,3 m) dan 581,5 kWh pada tahap 3 (tinggi 1,1 m). Produk intermediet
yang dihasilkan reaktor falling film akan diteruskan ke proses digestion, di dalam
sebuah reaktor multitubular, melalui bagian bawah reaktor. Sedangkan, gas-gas
sisa reaksi akan dikeluarkan pada bagian atas reaktor. Melalui proses digestion
ini, hampir 99,8% produk intermediet dari reaktor falling film dikonversi menjadi
MES. Sisa-sisa metil ester yang belum bereaksi pada reaktor falling film juga
tersulfonasi secara sempurna melalui proses digestion ini. Pada suhu tinggi, reaksi
antar satu mol metil ester dengan dua mol gas SO3 akan menghasilkan produk
samping berupa disalt, yang akan mempengaruhi warna produk.

4. Bleaching dan Netralisasi


Produk keluaran digester dialirkan ke sebuah siklon untuk mengekstrak sisa-
sisa gas, sementara aliran produk yang berupa liquid diteruskan ke tahap
pencucian (bleaching) dan netralisasi. Di unit bleaching metanol dan hidrogen
peroksida (H2O2) ditambahkan sebagai agen pencuci, untuk menurunkan
kandungan impurities dalam produk. Dengan penambahan metanol, produk-
produk intermediet yang belum tersulfonasi sempurna akan diubah menjadi
MESA dan SO3 melalui proses re-transesterifikasi. Reaksi fasa gas antara SO 3 dan
metanol akan menghasilkan produk samping berupa asam metil sulfonat, yang

Laporan 1
24
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
dapat mencegah terbentuknya asam sulfat melalui reaksi antara SO 3 dengan air,

yang dapat menghidrolisis MES menjadi -sulfonated acids.

Setelah melalui proses bleaching, produk sulfonasi diteruskan ke proses


netralisasi untuk menetralkan kandungan asam dalam MES. Proses netralisasi
dilakukan di dalam sebuah tangki CSTR dengan menambahkan NaOH. Dengan
penambahan NaOH, MES akan berubah warna menjadi putih.

5. Pengeringan MES
Kandungan air dan metanol yang tinggi dalam produk dapat menyebabkan
hidrolisis garam, sehingga menurunkan kandungan aktif bahan. Produk MES dari
unit netralisasi diumpankan ke dalam unit flash untuk mengurangi kadar metanol
dalam MES dari 25,5% manjadi 0,3% berat dan menurunkan kandungan air dari
12,9% menjadi 0,4% berat.

6. Recovery Metanol
Metanol yang telah berhasil dipisahkan dari MES akan dikeluarkan sebagai
produk atas unit flash, sedangkan MES akan dikeluarkan sebagai produk bawah.
Metanol yang keluar dari unit flash kemudian diumpankan ke dalam menara
distilasi untuk dilakukan prosees recovery. Metanol akan dipisahkan dari air
sebagai produk atas agar dapat dimanfaatkan kembali. Setelah proses recovery,
produk atas unit distilasi berupa 86,8% metanol dan produki bawahnya berupa
97,3% air.

Laporan 1
25
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
BAB III
DASAR PERANCANGAN

3.1 Kapasitas Perancangan


Kapasitas pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO yang akan
dirancang, ditentukan mengikuti kebutuhan EMS yang masih belum tercukupi di
Indonesia. Dalam menentukan kapasitas ini, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :

3.1.1 Kebutuhan EMS di Indonesia


Kebutuhan EMS di Indonesia dapat dilihat dari besarnya impor surfaktan
yang diterima Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2019,
yang ditunjukkan pada tabel 3.1, dapat dilihat bahwa impor surfaktan semakin
meningkat setiap tahunnya.

Tabel 3.1 Data Impor Surfaktan Anionik Indonesia


Tahun Impor Surfaktan (ton)
2014 11.329,54
2015 16.355,21
2016 10.131,29
2017 18.795,93
2018 23.483,14
(Sumber: BPS, 2019)

Data impor surfaktan pada tabel di atas kemudian dapat digunakan untuk
membuat grafik hubungan jumlah impor surfaktan dengan tahun. Dari hubungan
tersebut kemudian dapat diketahui jumlah kebutuhan surfaktan pada tahun 2025,
yang kemudian dapat digunakan sebagai pertimbangan kapasitas pabrik yang akan
dirancang. Grafik hubungan jumlah impor surfaktan dengan tahun dapat dilihat
pada gambar 3.1 di bawah ini :

Laporan 1
26
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Gambar 3.1 Grafik Hubungan Jumlah Impor Surfaktan dengan Tahun

Dari persamaan yang didapat melalui grafik di atas, maka dapat diketahui
jumlah kebutuhan surfaktan pada tahun 2024 adalah sekitar 5.421.789,8 ton.

3.1.2 Kapasitas Pabrik yang Menguntungkan


Dalam menentukan kapasitas pabrik ini, kita juga perlu memperhatikan
kapasitas pabrik yang menguntungkan. Untuk mengetahui kapasitas pabrik yang
menguntungkan ini, kita dapat melihat kapasitas-kapasitas pabrik produsen
produk yang sama secara global. Pabrik-pabrik global yang menghasilkan EMS
dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Produsen Global Surfaktan EMS


Perusahaan Negara Kapasitas (ton/tahun)
Guangzhou Keylink Chemical Co. China 40.000
Zhejiang Zanyu Tech. Co., Ltd. China 60.000
Stepan United State 50.000
Dersa, Bogota Colombia 15.000
KLK Oleo Malaysia 100.000
Global Eco Chemicals Malaysia Malaysia 50.000
PT Global Eco Chemicals Indonesia 50.000
Indonesia
(Sumber: Hayes, D.G., dkk., 2019)

Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa kapasitas produksi pabrik yang paling
kecil adalah 15.000 ton/tahun dengan yang paling besar adalah 100.000 ton/tahun.
Besarnya kapasitas produksi suatu pabrik tidak boleh terlalu kecil, mengingat
akan terjadinya ketidakseimbangan biaya untuk memulai suatu proses produksi
Laporan 1
27
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
(start up) dengan hasil jual produk yang didapat. Menentukan besarnya kapasitas
produksi suatu pabrik juga perlu menimbang besarnya kebutuhan produk yang
akan dihasilkan dalam wilayah tersebut. Melihat dari jumlah kebutuhan EMS di
Indonesia pada tahun 2024 dan rentang kapasitas pabrik yang menguntungkan,
maka pabrik EMS akan di rancang untuk kapasitas produksi 100.000 ton/tahun.

3.1.3 Ketersediaan Bahan Baku


EMS adalah surfaktan anionik berbasis oleokimia, yang merupakan turunan
dari minyak sawit atau minyak kelapa melalui proses transesterifikasi dan
sulfonasi. Bahan baku utama pembuatan EMS adalah metil ester, sulfur dan
oksigen. Metil ester dapat diperoleh melalui proses transesterifikasi CPO. Karena
Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar didunia, maka CPO dapat
dipasok dari perusahaan penghasil CPO dalam negeri. Untuk metanol, dapat
diperoleh dari produsen metanol di Indonesia yaitu Kilang Metanol Bunyu milik
Pertamina dengan kapasitas produksi rata-rata 1.000 ton/hari atau 330.000
ton/tahun dan Kilang Metanol PT Kaltim Methanol Industry di Bontang
Kalimantan Timur, yang memiliki total kapasitas produksi 990.000 ton/tahun
(Anonim, 2010).
Oksigen sebagai bahan baku dapat diperoleh dari udara bebas. Dari yang
dikutip oleh Lutfiati, A. (2008), sulfur diperoleh dari kawah pegunungan Ijen,
yang terletak di Situbondo-Jawa Timur, sedangkan menurut Warmiaji, H.R.
(2012), seperti yang dikutip dalam tugas akhirnya, hidrogen peroksida dapat
diperoleh dari produsen Indonesia, yakni PT. Peroksida Industri Pratama, yang
memproduksi hidrogen peroksida 16.000 ton/tahun.

3.2 Spesifikasi Bahan Baku


Rancangan pabrik yang akan dibuat adalah rancangan pabrik yang akan
memproduksi surfaktan Metil Ester Sulfonat dari CPO. CPO akan diubah menjadi
metil ester melalui proses transesterifikasi, lalu metil ester yang dihasilkan akan
diubah menjadi surfaktan EMS melalui proses sulfonasi. Dari tahapan proses
tersebut kemudian dapat ditentukan bahan-bahan baku yang digunakan untuk
rancangan pabrik ini, yaitu :

Laporan 1
28
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
3.2.1 CPO (Crude Palm Oil)
Minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) merupakan trigliserida yang
terdiri dari berbagai asam lemak, salah satunya yaitu palmitat. Asam lemak tak
jenuh merupakan penyusun minyak kelapa sawit sehingga berwujud cair pada
suhu ruang. Sifat fisika minyak kelapa sawit yang lain ditunjukkan pada tabel
berikut :

Tabel 3.3 Sifat Fisika CPO


Parameter Nilai
o
Densitas (40 C) 0,85 g/ml - 0,94 g/ml
Viskositas (40oC) 39,49 Cst. - 45,83 Cst.
Bilangan iod 48,56 - 55
Bilangan penyabunan 196,1 - 201,3
Titik leleh 33,2oC - 38,2oC
ALB Maks. 5%
Air Maks. 0,25%
Kotoran (dirt) Maks. 0,25%
(Sumber: Hasibuan, H.A., 2012)
Sifat kimia dari CPO adalah :
1. CPO ada reaksi hidrolisa akan berubah menjadi asam lemak dan gliserol,
karena adanya air atau kelembaban tinggi.
2. Jika ditambahkan sejumlah basa, maka akan terjadi reaksi penyabunan.
3. Jika terjadi kontak dengan oksigen, maka CPO akan mengalami reaksi
oksidasi yang akan menyebabkan bau tengik.

3.2.2 Metanol
Metanol atau yang sering juga disebut sebagai metil alkohol merupakan
bentuk paling sederhana dari alkohol, yang memiliki rumus molekul CH 3OH.
Metanol merupakan cairan tak berwarna yang larut secara sempurna di dalam air
dan pelarut organik. Saat bercampur dengan udara, metanol membentuk suatu
campuran yang eksplosif dan terbakar dengan nyala tak bercahaya. Karena
memiliki sifat racun yang sangat berbahaya, meminum campuran yang
mengandung metanol dapat menyebabkan kebutaan ataupun kematian (Cetiner
Engineering Corproration, 2019).
1. Physical properties

Laporan 1
29
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Titik didih : 65oC
Melting point : -97,7oC
Densitas relatif : 0,79
Massa molekul (Mr) : 32,042 kg/kmol
Panas pembentukan : -201, MJ/kmol
Energi gibs bebas : -162,62 MJ/kmol
2. Critical properties
Suhu kritis : 512,6 K
Tekanan kritis : 81 bar absolut
Volume kritis : 0,118 m3/kmol
3. Liquid properties
Densitas pada 20oC : 791 kg/m3
Panas penguapan : 35.278 kJ/kmol
Viskositas (mNs/m2) : a = 555,3
b = 260,6
Dimana, log (viskositas) = a*(1/T – 1/b)
4. Vapor properties
Untuk kapasitas panas :
a = 21,152 b = 0,07092 c = 2,59E-05 d = -2,85E-08
Dimana, Cp (kJ/kmol.K) = a + b*T + c*T2 + d*T3
Untuk tekanan vapor :
a = 18,5875 b = 3626,55 c = -34,29
dimana ln(P) = a – b/(T + c)
P = mmHg
T = Kelvin

5. Chemical properties
Metanol terbakar dengan nyala biru pucat tak bercahaya untuk membentuk
karbon dioksida dan uap, melalui reaksi :

Jika agen pengoksidasi berlebih, formaldehid akan dioksidasi lebih lanjut lagi
menjadi asam format lalu menjadi karbon dioksida dan air, melalui reaksi :

Laporan 1
30
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Metanol juga dapat dioksidasi menjadi formaldehid dengan melewatkan uapnya di


atas tembaga yang dipanaskan hingga 300oC. Karena dua atom hidrogen dari
masing-masing molekul dieliminasi untuk membentuk gas hidrogen, maka proses
ini disebut dengan proses dehidrogenasi. Reaksinya adalah :

Metanol tidak mengalami reaksi dehidrasi, tetapi bereaksi dengan ester asam
sulfat membentuk dimetil sulfat melalui reaksi :

Metanol bereaksi dengan asam organik membentuk ester melalui reaksi :

Metanol bereaksi dengan natrium pada suhu ruangan untuk membebaskan


hidrogen. Reaksi ini mirip dengan reaksi natrium dengan etanol.

3.2.3 Katalis untuk Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan dengan katalis ataupun tanpa
katalis. Reaksi tanpa katalis membutuhkan kondisi operasi pada suhu dan tekanan
yang sangat tinggi, sehingga reaksi menjadi sangat tidak ekonomis. Karenanya,
reaksi transesterifikasi dengan katalis lebih umum digunakan. Katalis yang dapat
digunakan untuk reaksi ini dapat berupa asam maupun basa kuat seperti KOH,
NaOH dan H2SO4. Untuk kondisi operasi suhu dan tekanan rendah, katalis basa
cenderung membutuhkan waktu proses yang lebih singkat dibandingkan dengan
reaksi yang dikatalisis asam (Nasreen, S., dkk., 2018). Dengan pertimbangan ini,
maka katalis yang akan digunakan dalam proses transesterifikasi CPO menjadi
metil ester adalah basa NaOH.
Natrium Hidroksida lebih dikenal dengan nama Caustik Soda yang memiliki
rumus molekul NaOH. NaOH murni memiliki warna putih jernih, yang umumnya

Laporan 1
31
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
diproduksi dalam bentuk flake. NaOH mudah larut dan memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air, namun memiliki kelarutan yang lebih rendah dalam ethanol atau
methanol. Pada saat pencairan atau proses pelarutan NaOH ke dalam air, terjadi
reaksi reaksi eksotermis yang banyak melepaskan/membebaskan kalor ke udara.
Kristal soda api bersifat sangat rapuh dan mudah hancur jika digerus. Karena
sifatnya yang sangat higroskopis (deliquescence), kristal dari senyawa ini sangat
berbahaya jika bersentuhan langsung dengan kulit (Tim Bestekin, 2019).
Rumus molekul : NaOH
Massa molekul (Mr) : 40 g/mol
Melting point : 323oC
Boiling point : 1.388oC (1013,25 hPa)
Tekanan uap (20oC) : < 0,1 hPa
Densitas relatif (20oC) : 2,13
Densitas : 2130 kg/m3
(LabChem, 2018)

3.2.4 Sulfur
Menurut Sander (1983) yang dikutip oleh Lutfiati, A. (2008), sulfur memiliki
sifat-sifat fisika berikut :
Titik didih : 444,6 oC
o
Entalpi penguapan (400 C) : 278 j/g
Densitas (140oC) : 1,7865 g/ml (cair)
o
Viskositas (120 C) : 0,0017 Pa.s
Panas laten penguapan (200oC) : 308,6 J/kg
Sifat kimia dari sulfur adalah (Lutfiati, A., 2008) :
1. Sulfur bereaksi dengan udara membentuk sulfur dioksida
2. Sulfur bereaksi dengan klorida menghasilkan hidrogen sulfida (dengan
katalis Fe)

3.2.5 Udara
Fase : Gas
Komposisi : 20,9% O2
79,1% N2
o
Kapasitas panas (32 C) : 7,035 cal/gmol oC
Berat molekul : 28,84 g/gmol
Berat jenis (25oC) : 1,5 x 10-3 g/cc
3.2.6 Hidrogen Peroksida (H2O2)

Laporan 1
32
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat yang banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pemutih, desinfektan, oksidator dan bahan bakar roket. Sifat-sifat
hidrogen peroksida adalah sebagai berikut :
Rumus molekul : H2O2
Massa molekul : 34,0147 g/mol
Densitas (20oC) : 1,11 g/cm3 (30% (b/b) larutan)
1,450 g/cm3 (murni)
Titik lebur : -0,43oC
Titik didih : 150,2oC (terdekomposisi)
Tekanan uap (30oC) : 5 mmHg
Keasaman (pKa) : 11,75
Indeks bias : 1,4061
Viskositas (20oC) : 1,245 cP
Kapasitas kalor : 1,267 J/(g.K) untuk gas
2,619 J/(g.K) untuk cair
Entalpi pembentukan : -187,80 kJ/mol
(Wikipedia, 2019)

3.3 Spesifikasi Produk


3.3.1 Metil Ester Sulfonat
Metil Ester Sulfonat (EMS) merupakan salah satu surfaktan dengan
properti/sifat yang baik, yang diproduksi dari bahan baku yang relatif lebih
murah. Ditinjau dari sifat deterjensinya, EMS memiliki stabilitas yang baik. Jika
ditinjau dari sifat biologisnya, EMS memiliki sifat low toxicity dan lebih mudah
terdegradasi dibandingkan dengan LAS. Menurut Chemithon (2008), produk EMS
memiliki spesifikasi sebagai berikut :
- Warna EMS : biasanya cukup <100 (5% Klett)
- Minyak yang dapat diekstrak dalam EMS meliputi beberapa produk

samping, <4 1% AMB

- Minyak yang mudah menguapdalam EMS : sebagian besar metil ester <2

1% AMB

- Produk samping di-salt kurang dari 6% AMB


Laporan 1
33
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
- Konsentrasi aktif : 25%-85% (bebas alkohol)
- Tidak banyak mengandung sisa peroksida
- Sisa kandungan alkohol memenuhi spesifikasi produk

3.3.2 Gliserol
Gliserol (1,2,3-propanatriol) atau disebut juga gliserin merupakan senyawa
alkohol trihidrat dengan rumus bangun CH₂OHCHOHCH₂OH. Gliserol juga
merupakan senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil yang
bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol berwujud cairan jernih, higroskopis,
kental, terasa manis namun bersifat racun dan tidak berwarna dengan titik didih
290oC. Titik didih tinggi yang dimiliki oleh senyawa dengan bobot molekul 92,09
g/mol ini disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul
gliserol (Yurida, M., dkk., 2013). Menurut Kem (1966) yang dikutip oleh Yurida,
M., dkk. (2013), sifat fisika gliserol dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Sifat Fisika Gliserol


Parameter Nilai
Bobot molekul (g/mol) 92,09382
Titik leleh (oC) 18,17
Titik didih (oC) 290
Surface tension pada suhu 20oC 63,4
(dyne/cm)
Viskositas pada 20oC (Cp) 1499
Konduktivitas termal (W/m.K) 0,28
Tekanan uap pada 20oC (Pa) 0,33
Panas spesifik pada 26oC (kal/g) 0,5795
Densitas (g/cm3) 1,261
(Sumber: Yurida, M., dkk., 2013)

3.3.3 Di-salt ( -SFNa2)

Garam di-salt merupakan produk samping dari reaksi sulfonasi, yang


memiliki sifat deterjensi lebih rendah dibandingkan dengan EMS. Garam di-salt

Laporan 1
34
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
memiliki berat molekul 388,82 g/mol dan memiliki kelarutan yang rendah dalam
air, terutama pada suhu rendah. Garam di-salt memiliki sifat yang lebih sensitif
terhadap kesadahan, serta memiliki krafft point yang jauh lebih tinggi
dibandingkan EMS (Manurung, D., 2009).

3.3.4 Air (H2O)


Massa molekul : 18,153 g/mol
Densitas (20oC) : 0,998 g/cm3
Titik beku : 0oC
Titik didih : 100oC
Kapasitas panas : 4,184 J/(g.K)
Wujud : Cair
(Manurung, D., 2009)

3.3.5 Hidrogen Metil Sulfat (CH3OSO3H)


Massa molekul : 112 g/mol
Titik didih : 95oC
Wujud : Cair
Sifat : Korosif,
Beracun, dan
Dapat menyebabkan iritasi mata
(Manurung, D., 2009)

3.3.6 Natrium Metil Sulfat (CH3OSO3Na)


Massa molekul : 134 g/mol
Titik leleh : 210oC
Wujud : Serbuk
Warna : Putih
Sifat : Higroskopis,
Menyebabkan iritasi kulit, dan
Menyebabkan iritasi saluran pernafasan
(Manurung, D., 2009)

3.4 Pemilihan Lokasi Pabrik


Dalam merancang pabrik, menentukan lokasi pabrik didirikan menjadi salah
satu faktor pendukung dalam pengembangan pabrik. Pada rancangan ini, lokasi

Laporan 1
35
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
yang dipilih untuk pembangunan pabrik EMS dari CPO adalah Kalimantan
Timur. Alasan pemilihan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan
berikut, yaitu:
1. Ketersediaan Bahan Baku
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, EMS merupakan surfaktan
anionik yang berbasis oleokimia, yang merupakan turunan dari minyak
nabati, dimana salah satunya adalah CPO. Indonesia sebagai negara yang
memproduksi CPO terbanyak nomor dua setelah Malaysia, memiliki
banyak wilayah yang menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas
unggulannya. Salah satu wilayah yang menjadikan kelapa sawit sebagai
komoditas utamanya adalah Kalimantan Timur (Sutejo, B., dkk., 2018).
Kalimantan Timur juga memiliki beberapa perusahaan penghasil CPO,
yang pada tahun 2009 tercatat memiliki total produksi 730 ton/jam
(BPPMD rovinsi Kalimantan Timur, 2010), yang dapat dijadikan sebagai
pemasok bahan baku CPO untuk pabrik EMS yang dirancang ini. Selain
itu, Kalimantan Timur juga memiliki kilang metanol, yang juga dapat
dijadikan sebagai pemasok metanol untuk pabrik yang dirancang ini.
2. Aspek Lokasi
Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua, setelah Papua,
yang memiliki luas wilayah daratan 127.267,52 km2 dengan luas
pengelolaan laut 25.656 km2. Pada bagian Timur Kalimantan Timur,
terdapat kawasan Maloy yang telah dicanangkan sebagai kawasan
industri terpadu (BPPMD rovinsi Kalimantan Timur, 2010). Kawasan
Maloy ini juga merupakan pelabuhan yang letaknya sangat dekat dengan
laut Cina Selatan, yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Letak pelabuhan Maloy ini juga cukup strategis untuk dijadikan sebagai
Zona Ekonomi Spesial (ZES), karena berada di posisi segitiga emas
antara Sangatta, Muara Wahau dan Sangkulirang. Bukan hanya itu,
kawasan Maloy juga berhadapan dengan Selat Makassar yang merupakan
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Dengan mempertimbangkan

Laporan 1
36
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
aspek lokasi ini, merencanakan pabrik pada kawasan Maloy, Kalimantan
Timur ini, diharapkan akan memudahkan jalur pemasaran produk.

Gambar 3.2 Peta Lokasi Rancangan Pabrik

3. Aspek Kebutuhan Air


Air yang dibutuhkan selama proses produksi dapat diperoleh dari Sungai
Mahakam yang merupakan induk dari 13 sungai di Kalimantan Timur
dan merupakan pemasok untuk 76 danau yang tersebar di sepanjang
aliran sungai. Sungai Mahakam merupakan sungai terpanjang kedua
setelah Sungai Kapuas. Memiliki panjang sekitar 980 km, yang mengalir
dari hulu yang berada pada kaki Gunung Cemaru dan bermuara di Delta
Mahakam, perairan Selat Makassar (Febrianto, N., 2019).
4. Fasilitas Penunjang
Untuk wilayah Maloy, pelabuhan Maloy sendiri yang akan menjadi
fasilitas pelabuhan laut utama untuk transportasi laut. Untuk transportasi
udara, Kalimantan Timur memiliki dua pelabuhan udara yang dekat
dengan kawasan Maloy, yaitu Pelabuhan Udara PT. KPC di Tanjung
Bara dan Pelabuhan Udara Pertamina di Sangkimah, yang dapat dilabuhi
pesawat Cassa dengan kapasitas 21 penumpang. Transportasi udara dapat

Laporan 1
37
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
ditempuh 1 jam perjalanan dari Bandara Sepinggan, Balikpapan. Untuk
kondisi ketenagalistrikan yang dibutuhkan untuk kepentingan umum,
dapat diperoleh dari PT. PLN (Persero) di Ranting Sangatta, Kabupaten
Kutai Timur. Perusahaan ini memiliki daya terpasang sebesar 14,50 MW,
daya mampu 11,65 MW, dengan beban puncak 10,20 MW. Daftar
tunggu untuk ketenagalistrikan ini sebesar 6,291 MVA, dengan jumlah
calon pelanggan adalah 3.553 orang.

3.5 Aspek Keselamatan dan Keamanan Pabrik


Keselamatan kerja merupakan aspek yeng perlu diperhatikan secara serius
dan terpadu untuk kelangsungan produksi pabrik, baik dalam perancangan
maupun dalam proses operasinya. Salah satu faktor penting dalam menjamin
keselamatan kerja adalah dengan menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran
karyawan, akan pentingnya keselamatan kerja. Dalam perancangan pabrik MES
ini, dilakukan usaha-usaha pencegahan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin
terjadi sebagai berikut :
1. Melakukan pencegahan terhadap kebakaran dan peledakan, dengan
memasang instalasi alarm kebakaran otomatis. Sesuai dengan Peraturan
Tenaga Kerja No. Per/02/Men/1983, instalasi kebakaran harus terdiri dari
detektor kebakaran dan panel indikator kebakaran.
2. Melengkapi peralatan perlindungan diri untuk meningkatkan keselamatan
kerja karyawan, sesuai dengan bidang kerjanya. Peralatan-peralatan
kelengkapan tersebut dapat meliputi, Helm, pakaian dan perlengkapan
pelindung, pelindung mata, masker udara, sarung tangan dan sepatu
pengaman.
3. Mewajibkan setiap karyawan mengenakan perlengkapan perlindungan diri
selama bekerja dalam lokasi pabrik.
4. Memberikan penanganan yang cermat untuk bahan-bahan kimia yang
selama pembuatan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan
penggunaannya yang dapat menimbulkan ledakan, kebakaran, korosi,
maupun gangguan terhadap kesehatan.

Laporan 1
38
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Laporan 1
39
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
DAFTAR PUSAKA

Anonim, 2010, Laporan Market Intelligence Industri Methanol di Indonesia,


http://www.data con.co.id/Gasalam2010Methanol.html, diakses pada 8
Oktober 2019.
Ardy, A, dkk. 2011. Produksi Methyl Ester Sulfonate dari Methyl Ester : 1.
Review Teknologi dan Seleksi Proses. Fakultas Teknik UR : Pekanbaru.
BPPMD Provinsi Kalimantan Timur, 2010, Pengembangan Industri
Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur, Humas
BPPMD, Samarinda.
Cetiner Engineering Corporation, Physical Properties of Methanol,
http://cetiner.tripod. com/Properties.htm#PageTop, diakses pada 10 Oktober
2019.
Chalim, A, dkk. 2017. Studi Kinetika Reaksi Metanolisis Pembuatan Metil Ester
Sulfonat (MES) Menggunakan Reaktor Batch Berpengaduk. Politeknik
Negri Malang : Malang.Foster N.C. dan M.W. Rollock, 1997, “Medium to
very high active single step neutralization”, https://www.chemithon.com/ ,
diakses tanggal 12 Oktober 2019.
Chemithon, 2008, Methyl Ester Sulfonate The Next Generation Surfactant,
http://www.chemithon.com/Resources/pdfs/MES%20-%20Next%20Genera
tion%20Sur factant.pdf, diakses pada 11 Oktober 2019.
Febrianto, N., 2019, Mengenal Sungai Utama Kalimantan Timur, Sungai
Mahakam, https:// www.tagar.id/mengenal-sungai-utama-kalimantan-timur-
sungai-mahakam, diakses pada 11 Oktober 2019.

Ghazali, R., 2002, The Effect of Disalt on The Biodegradable of Methyl Ester
Sulphonates (MES), Journal of Oil Palm Research Vol 14 No 1, June
2002, p.45-50.
Goenadi, D.H., B. Drajad, L. Erningpraja, dan B. Hutabarat, 2005, “Prospek dan
Arah Pengembangan Agrisbisnis Kelapa Sawit di Indonesia”, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Green, W.D. dan Perry, R.H., 2008, Perry’s Chemical Engineers’Handbook, 8th
ed., McGraw-Hill.
Gumbira-Sa’id. E., 2001, “Penerapan Manajemen Teknologi dalam Meningkatkan
Daya Saing Global Produk Agribisnis/Agroindustri Berorientasi Produksi
Berkelanjutan”, Orasi Ilmiah Guru Besar Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Hambali, E., K. Syamsu, dan A. Pratomo, 2004, “Pemanfaatan Surfaktan Ramah
Lingkungan Dari Minyak Sawit Sebagai Oil Well Stimulation Agent Untuk
Meningkatkan Produksi Sumur Minyak Bumi”, Proposal Hibah Kompetisi
Pengembangan Masyarakat, Departemen Teknologi Industri Pertanian –
IPB. Bogor.
Hartriani, J. dan F. Nurhayati, 2019, “Lahan Sawit Perkebunan Rakyat Tumbuh
Paling Kencang”, https://databoks.katadata.co.id/, diakses tanggal 12
Oktober 2019.
Hasibuan, H.A., dkk., 2012, Kajian Mutu dan Karakteristik Minyak Sawit
Indonesia serta Produk Fraksinasinya, Jurnal Standarisasi, 14(1):13-21.
Hayes, D.G., Solaiman, D.K.Y., dan Ashby, R.D., 2019, Biobased Surfactant:
Synthesis, Properties, and Applications, 2nd Ed., Academic Press and AOCS
Press, Published by Elsevier.
Hidayati, S, dkk. 2003. Optimasi Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonat Dari
Minyak Inti Sawit. J.tek.ind.pert : Lampung.
Hovda, K.D., 1996, Sulphonation of Fatty Acid Esters, United States Patent,
http://www.freepatentsonline.com/5587500.
Iman, N, dkk. 2016. Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat(MES) Dari Metil
Laurat (Synthesis of Methyl Ester Sulfonic (MES) from Methyl Laurate).
Kovalen : Palu.
LabChem, 2018, Sodium Hydroxide, Safety Data Sheet,
http://www.labchem.com/tools/msds /index.php?all=true, diakses pada 11
Oktober 2019.

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Lutfiati, A., 2008, Prarancangan Pabrik Asam Sulfat dari Sulfur dan Udara
dengan Proses Kontak Kapasitas 225.000 ton per tahun [Laporan],
Surakarta (ID) : Universitas Muhammadiya Surakarta.
Manurung, D., 2009, Prarancangan Pabrik Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari
Metil Ester Stearin Sawit menggunakan Proses Chemithon dengan
Kapasitas Produksi 60.000 ton/tahun [Tugas Akhir], Medan (ID) :
Universitas Sumatera Utara.
Matheson K.L., 1996, “Surfactant Raw Materials: Classification, Synthesis, and
Use”, Illinois: AOCS Pr.
Myers, D., 1946, “Surfactant Science and Technology”, edisi 3 rd, John Willey and
Sons, Canada.
Nasreen, S., dkk., 2018, Review of Catalytic Transesterification Methods for
Biodiesel Production, https://www.intechopen.com/books/biofuels-state-of-
development/review-of-catalytic-transesterification-methods-for-biodiesel-
production, diakses pada 10 Oktober 2019.
Ningtyas, D.P, dkk. 2004. Pengaruh Katalis Basa (NaOH) Pada Tahap Reaksi
Transesterifikasi Terhadap Kualitas Biofuel Dari Minyak Tepung Ikan
Sardin. Kimia Fakultas Perikanan UGM : jogjakarta.
Seider, W. 2003. Product & Process Design Principles. Second Edition. John
Wiley and Sons : New York.
Setiaji, S, dkk. 2017. Alternatif Pembuatan Biodiesel Melalui Transesterifikasi
Minyak Castor (Ricinus communis) Menggunakan Katalis Campuran
Cangkang Telur Ayam dan Kaolin. Kimia Valensi : Bandung.
Suprihatini, R., 2004, “Perkembangan Dan Pemilihan Prioritas Jenis Industri Hilir
Teh Indonesia”, Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 4, 3, 2.
Sutejo, B., Amin, M.K., dan Sari, 2018, Perencana Pengembangan Industri di
Propinsi Kalimantan Timur dengan menintegrasikan metode Location
Quotient dan Analisis Bertingkat (Analytical Hierarchy Process), Jurnal
OPSI, 11(1):35-49.
Tano, T. 2003. Process for producing alpha-sulfo-fatty acid alkyl ester salt. http://
www.freepatentsonline.com, 2003/, diakses pada 12 Oktober 2019.

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Tim Bestekin, 2019, Sifat-sifat Soda Api, https://bestekin.com/2019/03/22/sifat-
sifat-soda-api/, diakses pada 11 Oktober 2019.
Vesovic, V., 2011, ThermopediaTM A-to-Z Guide to Thermodynamics, Heat &
Mass Transfer, and Fluid Engineering : Methanol, http://www.thermopedia.
com/content/952/, diakses pada 14 Oktober 2019.
Warmiaji, H.R., 2012, Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Palm
Stearin Methyl Ester Kapasitas 50.000 ton/tahun [Tugas Akhir], Surakarta
(ID) : Universitas Sebelas Maret.
Watkins, C., 2001, “Surfactant and Detergent: All Eyes are on Texas”, Inform 12,
1152-1159.
Wikipedia, 2019, Hidrogen Peroksida, https://id.wikipedia.org/wiki/
Hidrogen_peroksida, diakses pada 11 Oktober 2019.
Yurida, M., Afriani, E., dan Arita, S.R., 2013, Pengaruh Kandungan CaO dari
Jenis Adsorben Semen terhadap Kemurnian Gliserol, Jurnal Teknik Kimia,
19(2):33-42.

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

LAMPIRAN
PERHITUNGAN GPM (GROSS PROFIT MARGIN)

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

LAMPIRAN
PERHITUNGAN KINETIKA REAKSI

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
LAMPIRAN
THERMOPHYSICAL PROPERTIES

Tabel 1. Metanol Saturated Liquid dan Vapor

(Sumber: Vesovic, V., 2011)


Tabel 2. Saturated Hidrogen Peroksida (H2O2)

(Sumber: Green, W.D. dan Perry, R.H., 2008)


Tabel 3. Physical Properti (a) and Heat of Solution (b) of NaOH

(b)

(a)

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Tabel 4. Sifat Termodinamika Udara

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh


Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019

Lanjutan Tabel 4. Sifat Termodinamika Udara

Laporan 1

Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh

Anda mungkin juga menyukai