Lap. I
Lap. I
25.1.2019
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan 1
1
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
berorientasi ekspor (Suprihatini, 2004). Keluaran dari pembangunan agroindustri
adalah perolehan nilai tambah yang signifikan atas input teknologi yang
diberikan. Semakin canggih teknologi yang digunakan untuk melakukan
diversifikasi produk dari bahan baku, maka semakin tinggi pula nilai tambah
produk diversifikasi tersebut serta memiliki harga yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan harga komoditas awalnya (Gumbira Sa’id, 2001). Hambali
dkk (2004), menyatakan bahwa surfaktan memiliki nilai tambah hampir delapan
kali lipat bila dibandingkan dengan minyak sawit mentah (CPO dan PKO).
Pada umumnya surfaktan disintesis dari turunan minyak bumi dan gas alam.
Beberapa produknya antara lain linear alkil benzen sulfonat (LABS), alkil sulfat,
alkil etoksilat dan alkil etoksilat sulfat. Surfaktan yang banyak dikembangan saat
ini antara lain metil ester sulfonat (MES) yang berasal dari minyak nabati. Dalam
hal ini minyak nabati yang dimanfaatkan adalah crude palm oil (CPO). Dalam
dunia perdagangan, surfaktan MES banyak dimanfaatkan untuk industri detergen,
kosmetik, kertas, cat, dan sebagai zat aditif dalam proses Enhanced Oil Recovery
(Myers, 1946).
Metil ester sulfonat (MES) merupakan salah satu surfaktan anionik yang
berfungsi sebagai bahan aktif penurun tegangan permukaan suatu larutan.
Menurut Matheson (1996), MES berbahan minyak nabati memiliki kinerja yang
sangat menarik, diantaranya adalah karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang
baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water).
Surfaktan MES diproduksi dengan mereaksikan metil ester dengan bahan
sulfonasi. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan
penting yang harus dipertimbangkan adalah suhu reaksi, konsentrasi SO3 yang
ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH, dan suhu
netralisasi (Foster dan Rollock 1997). Kelebihan surfaktan MES dari metil ester
minyak sawit adalah tidak menggumpal pada air formasi (air dalam reservoir)
dengan tingkat salinitas yang tinggi, dapat mempertahankan deterjensinya pada air
formasi dengan tingkat kesadahan yang tinggi dan tahan terhadap ion Ca2+
(Watkins, 2001).
Laporan 1
2
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Proses produksi metil ester sulfonat secara umum terdiri dari tahap
sulfonasi, tahap pemucatan, dan tahap netralisasi. Proses sulfonasi yang dilakukan
dengan mereaksikan agen sulfonasi dengan minyak, asam lemak ataupun ester
asam lemak. Menurut Pore (1993), pembuatan metil ester sulfonat melaui proses
sulfonasi membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai kuantitas hasil
metil ester yang diinginkan. Dalam makalah skripsi yang disusun ini akan
dilakukan studi awal tentang pembangunan pabrik metil ester sulfonat (MES) dari
bahan baku crude palm oil (CPO) dengan menggunakan proses sulfonasi.
1.2 Tujuan
Perancangan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester
sulfonat (MES) dari crude palm oil (CPO).
2. Mengembangkan industri hilir kelapa sawit dengan membuat produk
surfaktan yang lebih ramah lingkungan.
3. Mendapatkan kondisi yang efisien dalam proses produksi surfaktan metil
ester sulfonat (MES) dari crude palm oil (CPO).
4. Memperoleh karakteristik produk surfaktan metil ester sulfonat (MES).
Laporan 1
3
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
(MES) merupakan salah satu jenis surfaktan anionik (anionic surface active
agent). Kebutuhan surfaktan anionik di Indonesia meningkat tiap tahunnya seiring
berkembangnya industri kimia di Indonesia. Kebutuhan surfaktan anionik di
Indonesia yang belum terpenuhi diimpor dari negara lain. Peluang pasar
ditentukan berdasarkan kemampuan industri dalam memenuhi pasar atau industri
pemakainya. Jika industri yang ada tidak mampu memenuhi permintaan tersebut,
berarti terdapat peluang untuk dapat mendirikan pabrik untuk melakukan
perluasan demi memenuhi kebutuhan.
Laporan 1
4
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Dari Gambar 1.1 menunjukkan bahwa produksi CPO dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan. Pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang sangat pesat.
Dari grafik di atas diperoleh hubungan antara jumlah produksi CPO dan tahun
produksinya yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = 6.358.048,10x +
10.820.115,10. Dari persamaan tersebut dapat diperkirakan besarnya jumlah
produksi pada tahun 2020-2024 yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.2 Jumlah Perkiraan Produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia
Tahun Jumlah Perkiraan Produksi (ton)
2020 12.854.077.277
2021 12.860.435.325
2022 12.866.793.373
2023 12.873.151.421
2024 12.879.509.470
Laporan 1
5
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Gambar 1.2 Hubungan Jumlah Impor Surfaktan Anionik dengan Tahun Impor di
Indonesia
Dari Gambar 1.2 menunjukkan bahwa impor surfaktan dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan dan penurunan atau fluktuatif. Namun kebutuhan
impor surfaktan pada tahun 2018 terjadi kenaikan yang pesat. Dari grafik di atas
diperoleh hubungan antara jumlah impor surfaktan dan tahun impor surfaktan
yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = 2674,8x + 7994,6. Dari persamaan
tersebut dapat diperkirakan besarnya impor surfaktan pada tahun 2020-2024 yaitu
sebagai berikut :
Laporan 1
6
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Tahun Jumlah Perkiraan Produksi (ton)
2014 21.533,33
2015 17.311,73
2016 12.162,55
2017 11.997,88
2018 11.005,41
(Sumber: BPS, 2018)
Gambar 1.3 Hubungan Jumlah Ekspor Surfaktan Anionik dengan Tahun Ekspor
di Indonesia
Dari Gambar 1.3 menunjukkan bahwa impor surfaktan dari tahun 2014 -
2018 mengalami kenaikan dan penurunan atau fluktuatif. Namun kebutuhan
impor surfaktan pada tahun 2015 terjadi kenaikan yang pesat. Dari grafik di atas
diperoleh hubungan antara jumlah impor surfaktan dan tahun impor surfaktan
yang dapat dirumuskan dalam persamaan y = -2637x + 22713. Dari persamaan
tersebut dapat diperkirakan besarnya impor surfaktan pada tahun 2020-2024 yaitu
sebagai berikut.
Laporan 1
7
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
2020 5.304.027
2021 5.306.664
2022 5.309.301
2023 5.311.938
2024 5.314.575
Dapat dilihat bahwa jumlah produksi CPO dan jumlah impor surfaktan
anionik meningkat tiap tahunnya di Indonesia. Karena itu pabrik surfaktan metil
ester sulfonat (MES) layak didirikan di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan
akan surfaktan anionik dan mengurangi angka impor surfaktan di Indonesia.
Tabel 1.7 Gross Profit Margin (GPM) Pembuatan Metil Ester Sulfonat (MES)
GPM
No. Proses Pembuatan Reaksi yang Terjadi
(Rupiah/kg)
Laporan 1
8
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
RCH2COOCH3 + SO3 →
2 Sulfonasi Gas SO3 21.048,9
RCH2COOCH3(SO3H)
Berdasarkan nilai GPM, proses pembuatan metil ester sulfonat (MES) yang
dipilih yaitu proses sulfonasi gas SO3 karena memiliki nilai GPM positif terbesar
yang berarti proses yang memiliki keuntungan yang besar secara perhitungan
kasar.
Laporan 1
9
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
BAB II
DESKRIPSI PROSES
Laporan 1
10
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Laporan 1
12
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Proses Chemithon dan Proses-proses Lain
untuk Pembuatan MES
Proses Kelebihan Kekurangan
Prosesnya sederhana Residu alkohol >1% (masih
Vessel Perolehan mes cukup memiliki kecenderungan
Reaction tinggi untuk meledak)
Method Warna klett mes
Perolehan MES
terbaik
masih kurang
dibandingkan dengan
roses Chemithon
New Menghasilkan
Perolehan MES yang rendah
Sulfonation kadar di-salt
Process terendah
Warna MES cukup
baik
Menggunakan
Halogen
pengelantanga
Bleaching
n halogen
Process
(masalah iritasi
kulit)
Perolehan
MES rendah
Kadar di-salt
tinggi
Residu alkohol
cukup besar
Waktu
pengelantanga
n lama (±1
hari)
Warna Klett
MES masih
gelap
Ultra Purity Memerlukan
Methyl bahan baku
EsterProcess metil ester
dengan
kemurnian
tinggi
Perolehan
MES rendah
Kadar di-salt
tinggi
Laporan 1
13
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Residu alkohol
cukup besar
Waktu
pengelantangan
lama (±1 hari)
warna Klett
MES masih
gelap
Chemithon Perolehan MES Prosesnya cukup rumit
Process tertinggi Kadar di-salt lebih tinggi
Warna Klett MES dibandingkan Vessel Reaction
cukup terang Method dan New Sulfonation
adar di-salt cukup Process
rendah Warna produk lebih gelap
Residu alkohol dibandingkan Vessel Reaction
rendah, <1% Method
Sudah melibatkan
pengeringan dan
pemulihan metanol
(Sumber: Hovda, 1996; Sheats & Norman, tanpa tahun; Tano, 2003)
1. Sulfonasi NaHSO3.
Pembuatan metil ester sulfonat dilakukan melalui proses sulfonasi metil
ester dengan reaktan NaHSO3.
Laporan 1
15
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
SO3 diperlukan untuk menjamin terjadinya proses sulfonasi sesuai yang
diharapkan karena sulfonasi ini berlangsung melalui satu atau lebih tahap
intermediate yang membutuhkan dua mol SO3 untuk setiap mol metil ester. Oleh
karena itu di dalam industri SO3 dibuat berlebih sekitar 15-30%. Iman (2016),
mempelajari proses sulfonasi untuk menghasilkan MES yang optimal dengan
membuat mol reaktan SO3 berlebih pada perbandingan mol reaktan metil ester dan
SO3 sebesar 1,6 : 1 dan kondisi terbaik dalam proses sulfonasi adalah masing-
masing pada suhu reaksi 100 oC dan lama reaksi 4,5 jam. Reaksi sulfonasi
berlangsung cukup lama sehingga menggunakan katalis aluminium oksida (Al2O3)
1,5 % (b/b) untuk mempercepat reaksi. Karena reaksi sulfonasi merupakan reaksi
eksoterm, maka penambahan metanol memberikan keuntungan lain yaitu mampu
meningkatkan pindah panas selama reaksi berlangsung ( Iman, 2016).
Na-bisulfit (NaHSO3) memiliki keunggulan, yaitu produk yang dihasilkan
berwarna lebih cerah, mudah diaplikasikan pada skala produk kecil dan dapat
digunakan dalam proses curah. Hidayati, (2003) mempelajari reaksi sulfonasi
alkil α-sulfopalmitat dengan menggunakan natrium bisulfit (NaHSO 3) pada suhu
antara 60-100oC dengan waktu reaksi tiga sampai enam jam tanpa pemurnian
menghasilkan tegangan permukaan 40,2 mN/m dan tegangan antarmuka 9,7
mN/m (Hidayati, ,2003).
2. Sulfonasi oleum-H2SO4
Oleum H2SO4 sering digunakan sebagai agen sulfonasi. Reaksi sulfonasi
dengan menggunakan reagent ini ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.3 Reaksi Sulfonasi Oleum H2SO4 dengan Metil Ester ( Ardy, 2011).
Laporan 1
16
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
penting untuk diperhatikan karena H2SO4 bersifat sangat korosif. Proses ini
merugikan karena selama proses berlangsung banyak H2SO4 yang tidak bereaksi
(Ardy, 2011).
Gambar 2.4 Reaksi Sulfonasi Gas SO3 dengan Metil Ester ( Ardy, 2011).
Reaksi dilakukan dalam reaktor falling film dan digester. Sekitar 75% reaksi
sulfonasi berlangsung dalam reaktor falling film. Digester merupakan salah satu
bentuk baffled plug flow reactor dimana temperatur reaktor terkontrol dan dibuat
dari bahan stainless steel. Reaksi sulfonasi dan tahap digestion dikontrol untuk
menghasilkan produk akhir dengan kadar minyak yang rendah, yield yang tinggi,
warna yang cerah, dan hanya menggunakan sedikit SO3 Pada tahap sulfonasi ini
rasio mol antara methyl ester dan gas SO 3 yang dimasukkan kedalam reaktor
adalah 1:1.5 (lebih sering digunakan 1:1.25), kemudian dilanjutkan dengan tahap
digestion pada 80oC-95oC (temperatur yang sering digunakan 85oC) selama 30
menit. Sebelum gas SO3 masuk kedalam reaktor, SO3 dicampur dengan gas inert
sehingga konsentrasi gas SO3 yang masuk kedalam reaktor 7% volum. Methyl
ester dan gas SO3 masuk kedalam reaktor falling film dengan aliran
countercurrent (Ardy, 2011).
Laporan 1
17
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
karakteristik produk. Terdapat tiga macam teknologi proses yang akan ditinjau
yaitu NaHSO3, oleum-H2SO4 dan gas SO3.
1. NaHSO3
Kelebihan metode ini:
Produk yang dapat dihasilkan berwarna lebih cerah
Mudah diaplikasikan pada skala produk kecil
NaHSO3 berlebih mampu untuk memaksimalkan terbentuknya gugus
sulfonat pada metil ester
Sulfonasi ini berlangsung melalui satu atau lebih tahap intermediate
yang membutuhkan dua mol SO3 untuk setiap mol metil ester
Karena reaksi sulfonasi merupakan reaksi eksoterm, maka penambahan
metanol memberikan keuntungan lain yaitu mampu meningkatkan pindah
panas selama reaksi berlangsung
Dapat digunakan dalam proses curah
Kelemahan metode ini:
Reaksi sulfonasi ini berlangsung cukup lama
Membutuhkan katalis aluminium oksida (Al2O3) 1,5 % (b/b) untuk
mempercepat reaksi
Karena adanya katalis proses ini memerlukan biaya tambahan untuk
pembelian katalis
(Hidayati, 2003).
2. Oleum-H2SO4
Kelebihan:
Pada pembuatan MES dengan menggunakan Oleum-H2SO4 tidak
terlihat adanya penanganan khusus untuk pemakaian bahan berbahaya.
Reagent berlebih tidak terlalu kritikal
Kelemahan:
Laporan 1
18
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Penanganan reaksi exotermis dilakukan dengan pendinginan
menggunakan air laut.
Biaya reagen lebih mahal
Selama proses berlangsung banyak H2SO4 yang tidak bereaksi.
(Ardy, 2011).
3. Gas SO3
Kelebihan:
Penanganan reaksi exotermis gas SO3 dilakukan dengan cara
menurunkan konsentrasi SO3 pada aliran umpan reaktor. Konsentrasi SO 3
diturunkan dengan cara menambahkan gas inert seperti N2 pada aliran
masuk gas sehingga pendinginan dari luar hanya dilakukan dengan air
pendingin sehingga membutuhkan biaya yang lebih murah.
Tidak membutuhkan agitasi, hanya menggunakan kecepatan reaksi
falling film
Proses falling film (waktu kontak cepat) mengikuti profil temperatur
reaksi tinggi; tidak menggunakan solvent
Reaksi spontan(cepat)
Sangat eksotermis; tidak membutuhkan penambahan panas
Menggunakan pendingin air untuk sulfonasi; sangat efisien
Suhu reagent boiling point rendah
Kelemahan:
Reagent berlebih sangat kritikal
( Ardy, 2011).
Laporan 1
20
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
penambahan H2O;
sebagian warna hilang
selama pemisahan
H2SO4
Reagent boiling point 290o – 317oC 44.5oC
(Sumber: Ardy, 2011).
Dari tabel di atas,dapat dilihat bahwa kedua teknologi proses ini memiliki
kelebihan dan kekurangan masing masing. Oleum H 2SO4 dan gas SO3
merupakan bahan kimia dengan tingkat bahaya yang tinggi. Menurut heuristicnya
jika menggunakan bahan beracun dan berbahaya maka digunakan salah satu
reaktan berlebih selama reaksi berlangsung agar bahan tersebut dapat terkonsumsi
sempurna (Seider, 2003).
Reaksi sulfonasi pembuatan MES merupakan reaksi yang sangat eksotermis.
Menurut heuristic, untuk mengontrol temperatur akibat reaksi eksotermis dapat
menggunakan reaktan berlebih, pengenceran dengan penambahan inert, atau
dengan cara cold shot. Harga bahan baku pada pemakaian gas SO3 memberikan
biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan Oleum-H 2SO4.
Sehingga teknologi proses yang terbaik untuk memproduksi MES adalah dengan
menggunakan gas SO3 (Seider, 2003).
Laporan 1
21
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
1. Pengeringan Udara
Untuk mencegah masalah akibat korosi dan pembentukan asam,
kelembaban udara yang akan digunakan sebagai reaktan dalam proses sulfonasi
harus dikurangi. Pada proses ini, udara dikeringkan dengan mendinginkan udara
sampai suhu 1oC untuk mengkondensasi kandungan air dalam udara. Setelah
didinginkan, udara kemudian dilewatkan dalam menara absorber yang berisi
alumina aktif untuk mencapai kelembaban udara yang diinginkan. Menurut de
Groot (1991) yang dikutip oleh Martinez, D., dkk. (2010), kelembaban udara
untuk dapat digunakan dalam roses sulfonasi ini adalah <0,01 g air/m3.
2. Pembuatan SO3
SO3 yang digunakan sebagai agen sulfonasi metil ester, diperoleh dari
proses pembakaran sulfur menjadi SO2 oleh udara, dalam sulfur burner. SO2 yang
terbentuk dalam sulfur burner kemudian dioksidasi lebih lanjut untuk
Laporan 1
23
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
menghasilkan SO3 dalam sebuah reaktor packed bed yang dibagi menjadi 4
bagian, yang memungkinkan terjadinya proses pertukaran panas. Reaktor packed
bed ini diisi dengan katalis Vanadium Pentoksida (V2O5) dan dilengkapi dengan
dua buah Heat Exchanger (HE). SO3 yang terbentuk kemudian akan diumpankan
ke dalam reaktor falling film untuk memproduksi MES dari metil ester, melalui
proses sulfonasi.
Laporan 1
24
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
dapat mencegah terbentuknya asam sulfat melalui reaksi antara SO 3 dengan air,
5. Pengeringan MES
Kandungan air dan metanol yang tinggi dalam produk dapat menyebabkan
hidrolisis garam, sehingga menurunkan kandungan aktif bahan. Produk MES dari
unit netralisasi diumpankan ke dalam unit flash untuk mengurangi kadar metanol
dalam MES dari 25,5% manjadi 0,3% berat dan menurunkan kandungan air dari
12,9% menjadi 0,4% berat.
6. Recovery Metanol
Metanol yang telah berhasil dipisahkan dari MES akan dikeluarkan sebagai
produk atas unit flash, sedangkan MES akan dikeluarkan sebagai produk bawah.
Metanol yang keluar dari unit flash kemudian diumpankan ke dalam menara
distilasi untuk dilakukan prosees recovery. Metanol akan dipisahkan dari air
sebagai produk atas agar dapat dimanfaatkan kembali. Setelah proses recovery,
produk atas unit distilasi berupa 86,8% metanol dan produki bawahnya berupa
97,3% air.
Laporan 1
25
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
BAB III
DASAR PERANCANGAN
Data impor surfaktan pada tabel di atas kemudian dapat digunakan untuk
membuat grafik hubungan jumlah impor surfaktan dengan tahun. Dari hubungan
tersebut kemudian dapat diketahui jumlah kebutuhan surfaktan pada tahun 2025,
yang kemudian dapat digunakan sebagai pertimbangan kapasitas pabrik yang akan
dirancang. Grafik hubungan jumlah impor surfaktan dengan tahun dapat dilihat
pada gambar 3.1 di bawah ini :
Laporan 1
26
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Dari persamaan yang didapat melalui grafik di atas, maka dapat diketahui
jumlah kebutuhan surfaktan pada tahun 2024 adalah sekitar 5.421.789,8 ton.
Dari tabel 3.2 dapat dilihat bahwa kapasitas produksi pabrik yang paling
kecil adalah 15.000 ton/tahun dengan yang paling besar adalah 100.000 ton/tahun.
Besarnya kapasitas produksi suatu pabrik tidak boleh terlalu kecil, mengingat
akan terjadinya ketidakseimbangan biaya untuk memulai suatu proses produksi
Laporan 1
27
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
(start up) dengan hasil jual produk yang didapat. Menentukan besarnya kapasitas
produksi suatu pabrik juga perlu menimbang besarnya kebutuhan produk yang
akan dihasilkan dalam wilayah tersebut. Melihat dari jumlah kebutuhan EMS di
Indonesia pada tahun 2024 dan rentang kapasitas pabrik yang menguntungkan,
maka pabrik EMS akan di rancang untuk kapasitas produksi 100.000 ton/tahun.
Laporan 1
28
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
3.2.1 CPO (Crude Palm Oil)
Minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) merupakan trigliserida yang
terdiri dari berbagai asam lemak, salah satunya yaitu palmitat. Asam lemak tak
jenuh merupakan penyusun minyak kelapa sawit sehingga berwujud cair pada
suhu ruang. Sifat fisika minyak kelapa sawit yang lain ditunjukkan pada tabel
berikut :
3.2.2 Metanol
Metanol atau yang sering juga disebut sebagai metil alkohol merupakan
bentuk paling sederhana dari alkohol, yang memiliki rumus molekul CH 3OH.
Metanol merupakan cairan tak berwarna yang larut secara sempurna di dalam air
dan pelarut organik. Saat bercampur dengan udara, metanol membentuk suatu
campuran yang eksplosif dan terbakar dengan nyala tak bercahaya. Karena
memiliki sifat racun yang sangat berbahaya, meminum campuran yang
mengandung metanol dapat menyebabkan kebutaan ataupun kematian (Cetiner
Engineering Corproration, 2019).
1. Physical properties
Laporan 1
29
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Titik didih : 65oC
Melting point : -97,7oC
Densitas relatif : 0,79
Massa molekul (Mr) : 32,042 kg/kmol
Panas pembentukan : -201, MJ/kmol
Energi gibs bebas : -162,62 MJ/kmol
2. Critical properties
Suhu kritis : 512,6 K
Tekanan kritis : 81 bar absolut
Volume kritis : 0,118 m3/kmol
3. Liquid properties
Densitas pada 20oC : 791 kg/m3
Panas penguapan : 35.278 kJ/kmol
Viskositas (mNs/m2) : a = 555,3
b = 260,6
Dimana, log (viskositas) = a*(1/T – 1/b)
4. Vapor properties
Untuk kapasitas panas :
a = 21,152 b = 0,07092 c = 2,59E-05 d = -2,85E-08
Dimana, Cp (kJ/kmol.K) = a + b*T + c*T2 + d*T3
Untuk tekanan vapor :
a = 18,5875 b = 3626,55 c = -34,29
dimana ln(P) = a – b/(T + c)
P = mmHg
T = Kelvin
5. Chemical properties
Metanol terbakar dengan nyala biru pucat tak bercahaya untuk membentuk
karbon dioksida dan uap, melalui reaksi :
Jika agen pengoksidasi berlebih, formaldehid akan dioksidasi lebih lanjut lagi
menjadi asam format lalu menjadi karbon dioksida dan air, melalui reaksi :
Laporan 1
30
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Metanol tidak mengalami reaksi dehidrasi, tetapi bereaksi dengan ester asam
sulfat membentuk dimetil sulfat melalui reaksi :
Laporan 1
31
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
diproduksi dalam bentuk flake. NaOH mudah larut dan memiliki kelarutan yang
tinggi dalam air, namun memiliki kelarutan yang lebih rendah dalam ethanol atau
methanol. Pada saat pencairan atau proses pelarutan NaOH ke dalam air, terjadi
reaksi reaksi eksotermis yang banyak melepaskan/membebaskan kalor ke udara.
Kristal soda api bersifat sangat rapuh dan mudah hancur jika digerus. Karena
sifatnya yang sangat higroskopis (deliquescence), kristal dari senyawa ini sangat
berbahaya jika bersentuhan langsung dengan kulit (Tim Bestekin, 2019).
Rumus molekul : NaOH
Massa molekul (Mr) : 40 g/mol
Melting point : 323oC
Boiling point : 1.388oC (1013,25 hPa)
Tekanan uap (20oC) : < 0,1 hPa
Densitas relatif (20oC) : 2,13
Densitas : 2130 kg/m3
(LabChem, 2018)
3.2.4 Sulfur
Menurut Sander (1983) yang dikutip oleh Lutfiati, A. (2008), sulfur memiliki
sifat-sifat fisika berikut :
Titik didih : 444,6 oC
o
Entalpi penguapan (400 C) : 278 j/g
Densitas (140oC) : 1,7865 g/ml (cair)
o
Viskositas (120 C) : 0,0017 Pa.s
Panas laten penguapan (200oC) : 308,6 J/kg
Sifat kimia dari sulfur adalah (Lutfiati, A., 2008) :
1. Sulfur bereaksi dengan udara membentuk sulfur dioksida
2. Sulfur bereaksi dengan klorida menghasilkan hidrogen sulfida (dengan
katalis Fe)
3.2.5 Udara
Fase : Gas
Komposisi : 20,9% O2
79,1% N2
o
Kapasitas panas (32 C) : 7,035 cal/gmol oC
Berat molekul : 28,84 g/gmol
Berat jenis (25oC) : 1,5 x 10-3 g/cc
3.2.6 Hidrogen Peroksida (H2O2)
Laporan 1
32
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat yang banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pemutih, desinfektan, oksidator dan bahan bakar roket. Sifat-sifat
hidrogen peroksida adalah sebagai berikut :
Rumus molekul : H2O2
Massa molekul : 34,0147 g/mol
Densitas (20oC) : 1,11 g/cm3 (30% (b/b) larutan)
1,450 g/cm3 (murni)
Titik lebur : -0,43oC
Titik didih : 150,2oC (terdekomposisi)
Tekanan uap (30oC) : 5 mmHg
Keasaman (pKa) : 11,75
Indeks bias : 1,4061
Viskositas (20oC) : 1,245 cP
Kapasitas kalor : 1,267 J/(g.K) untuk gas
2,619 J/(g.K) untuk cair
Entalpi pembentukan : -187,80 kJ/mol
(Wikipedia, 2019)
- Minyak yang mudah menguapdalam EMS : sebagian besar metil ester <2
1% AMB
3.3.2 Gliserol
Gliserol (1,2,3-propanatriol) atau disebut juga gliserin merupakan senyawa
alkohol trihidrat dengan rumus bangun CH₂OHCHOHCH₂OH. Gliserol juga
merupakan senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan hidroksil yang
bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol berwujud cairan jernih, higroskopis,
kental, terasa manis namun bersifat racun dan tidak berwarna dengan titik didih
290oC. Titik didih tinggi yang dimiliki oleh senyawa dengan bobot molekul 92,09
g/mol ini disebabkan adanya ikatan hidrogen yang sangat kuat antar molekul
gliserol (Yurida, M., dkk., 2013). Menurut Kem (1966) yang dikutip oleh Yurida,
M., dkk. (2013), sifat fisika gliserol dapat dilihat pada tabel berikut :
Laporan 1
34
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
memiliki berat molekul 388,82 g/mol dan memiliki kelarutan yang rendah dalam
air, terutama pada suhu rendah. Garam di-salt memiliki sifat yang lebih sensitif
terhadap kesadahan, serta memiliki krafft point yang jauh lebih tinggi
dibandingkan EMS (Manurung, D., 2009).
Laporan 1
35
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
yang dipilih untuk pembangunan pabrik EMS dari CPO adalah Kalimantan
Timur. Alasan pemilihan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan
berikut, yaitu:
1. Ketersediaan Bahan Baku
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, EMS merupakan surfaktan
anionik yang berbasis oleokimia, yang merupakan turunan dari minyak
nabati, dimana salah satunya adalah CPO. Indonesia sebagai negara yang
memproduksi CPO terbanyak nomor dua setelah Malaysia, memiliki
banyak wilayah yang menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas
unggulannya. Salah satu wilayah yang menjadikan kelapa sawit sebagai
komoditas utamanya adalah Kalimantan Timur (Sutejo, B., dkk., 2018).
Kalimantan Timur juga memiliki beberapa perusahaan penghasil CPO,
yang pada tahun 2009 tercatat memiliki total produksi 730 ton/jam
(BPPMD rovinsi Kalimantan Timur, 2010), yang dapat dijadikan sebagai
pemasok bahan baku CPO untuk pabrik EMS yang dirancang ini. Selain
itu, Kalimantan Timur juga memiliki kilang metanol, yang juga dapat
dijadikan sebagai pemasok metanol untuk pabrik yang dirancang ini.
2. Aspek Lokasi
Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua, setelah Papua,
yang memiliki luas wilayah daratan 127.267,52 km2 dengan luas
pengelolaan laut 25.656 km2. Pada bagian Timur Kalimantan Timur,
terdapat kawasan Maloy yang telah dicanangkan sebagai kawasan
industri terpadu (BPPMD rovinsi Kalimantan Timur, 2010). Kawasan
Maloy ini juga merupakan pelabuhan yang letaknya sangat dekat dengan
laut Cina Selatan, yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Letak pelabuhan Maloy ini juga cukup strategis untuk dijadikan sebagai
Zona Ekonomi Spesial (ZES), karena berada di posisi segitiga emas
antara Sangatta, Muara Wahau dan Sangkulirang. Bukan hanya itu,
kawasan Maloy juga berhadapan dengan Selat Makassar yang merupakan
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Dengan mempertimbangkan
Laporan 1
36
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
aspek lokasi ini, merencanakan pabrik pada kawasan Maloy, Kalimantan
Timur ini, diharapkan akan memudahkan jalur pemasaran produk.
Laporan 1
37
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
ditempuh 1 jam perjalanan dari Bandara Sepinggan, Balikpapan. Untuk
kondisi ketenagalistrikan yang dibutuhkan untuk kepentingan umum,
dapat diperoleh dari PT. PLN (Persero) di Ranting Sangatta, Kabupaten
Kutai Timur. Perusahaan ini memiliki daya terpasang sebesar 14,50 MW,
daya mampu 11,65 MW, dengan beban puncak 10,20 MW. Daftar
tunggu untuk ketenagalistrikan ini sebesar 6,291 MVA, dengan jumlah
calon pelanggan adalah 3.553 orang.
Laporan 1
38
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
Laporan 1
39
Dibuat oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Pabrik EMS (Ester Metil Sulfonate) dari CPO
25.1.2019
DAFTAR PUSAKA
Ghazali, R., 2002, The Effect of Disalt on The Biodegradable of Methyl Ester
Sulphonates (MES), Journal of Oil Palm Research Vol 14 No 1, June
2002, p.45-50.
Goenadi, D.H., B. Drajad, L. Erningpraja, dan B. Hutabarat, 2005, “Prospek dan
Arah Pengembangan Agrisbisnis Kelapa Sawit di Indonesia”, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Laporan 1
Laporan 1
Laporan 1
Laporan 1
LAMPIRAN
PERHITUNGAN GPM (GROSS PROFIT MARGIN)
Laporan 1
LAMPIRAN
PERHITUNGAN KINETIKA REAKSI
Laporan 1
(b)
(a)
Laporan 1
Laporan 1
Laporan 1