PeningkatanUbi Makalah PDF
PeningkatanUbi Makalah PDF
ABSTRAK
Ubikayu dan ubijalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan dan bahan
baku industri (pangan dan kimia). Meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya
industri peternakan dan industri berbahan baku ubikayu dan ubijalar (termasuk industri
bioethanol) dipastikan akan mendorong kebutuhan ubikayu dan ubijalar meningkat secara
tajam. Peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan cara
intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas ubikayu
dan ubijalar yang masih rendah ( masing-masing 18,2 t/ha dan 11 t/ha), dilakukan
dengan menanam varietas unggul dan menerapkan teknologi budidaya yang lebih maju.
Ekstensifikasi dilakukan dengan meningkatkan luas areal tanam/panen ke lahan kering
dengan berbagai jenis tanah, memanfaatkan lahan tidur dan lebih meningkatkan indeks
pertanaman. Perakitan varietas untuk perbaikan kualitas ubikayu sebagai bahan pangan,
selain produktivitas tinggi juga diarahkan pada rasa enak (kadar HCN rendah), mempur
dan tidak berserat. Sementara pada ubijalar diarahkan pada fungsi nya sebagai makanan
kesehatan (functional foodt) yaitu mempunyai rasa enak dan kandungan betakaroten atau
antosianin yang tinggi.Sebagai bahan baku industri (ethanol) selain produktivitas dan
kadar pati tinggi juga mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi.
ABSTRACT
Cassava and sweet potato were used as food, feed and rough materials for industries
(food and chemical industries). Increasing of the human population, development of
veteriner industries, and many cassava/sweet potato based idustries (including
bioethanol) was believed to sharply increase the cassava/sweet potato demands.
Increasing of the cassava/sweet potato production could be achieved through increasing
their productivity which are still low (18.2 t/ha and 11 t/ha respectively) by planting of
improved varities followed by available advanced cultural practices and expanded the
cassava and sweet potato to upland areas, sleeping land and increasing cropping indext.
Crop improvement of eating-cassava was directed to high productivity, low HCN
content and not fiberous, while for industrial was directed to high productivity, high
starch and total glucose content and high ethanol-conversion values. For sweet potato
crop improvement was directed in accordance to its role as functional food, i.e. high
productivity and high betacarotene and anthocyanin content.
1
PENDAHULUAN
Ubikayu dan ubijalar merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut tercermin dari daerah penyebaran
komoditas tersebut di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Sebagai bahan sumber
karbohidrat, ubikayu dan ubijalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, bahan pakan
serta bahan baku industri (pangan dan kimia). Menurut Hafsah (2003) sebagian besar
produksi ubikayu di Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (85-
90%), sedang sisanya diekspor dalam bentuk gaplek, chip dan tepung tapioka. Dari total
produksi yang ada (19,3 juta ton), lebih kurang sebanyak 75% dikonsumsi sebagai bahan
pangan (secara langsung atau melalui proses pengolahan), 13-14% untuk keperluan
industri non-pangan, 2% untuk pakan dan 9% tercecer
Jumlah penduduk Indonesia yang besar (247 juta) dengan pertumbuhan yang masih
tinggi (1,47%/tahun) mendorong Pemerintah untuk terus meningkatkan produksi ubikayu
sebagai bahan pangan alternatif mendukung ketahanan pangan Nasional. Dalam ransum
pakan ternak maupun unggas, ubikayu digunakan dalam bentuk tepung tapioka, pellet
maupun limbah industri ubikayu (onggok). Penggunaan ubikayu untuk pakan relatif
masih rendah, sekitar 2%. Namun usaha peternakan yang meningkat dengan laju
pertumbuhan 12,9% per tahun untuk ternak pedaging dan 18,0% per tahun untuk ternak
petelur, permintaan ubikayu untuk pakan juga akan meningkat. Ubikayu banyak
digunakan sebagai bahan baku industri diolah melalui proses dehidrasi ( chip, pellet,
tepung tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses
fermentasi (alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll). Pencanangan bio-ethanol
sebagai sumber energi alternatif terbarukan berupa Gasohol-10 (campuran premium
dengan 10% etanol), dimana 8% keperluan etanol berasal dari ubikayu dan peningkatan
kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 7%/tahun akan lebih memacu kebutuhan
ubikayu.
Seperti halnya ubikayu, sebagian besar (89%) ubijalar juga dimanfaatkan sebagai
bahan pangan, baik secara langsung (direbus, digoreng, dioven, juice) atau setelah
melalui proses pengolahan (kue basah, kue kering, rerotian, mie, selai). Hanya sebagian
yang digunakan untuk bahan pakan dan baku industri. Di Papua, ubijalar merupakan
makanan pokok dan merupakan komoditas yang punya arti penting dalam beberapa
upacara adat. Sejalan dengan Program difersifikasi pangan, ubijalar yang banyak
mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin ubijalar juga berpeluang dimanfaatkan
sebagai sumber pangan alternatif (non beras), bahkan dengan beberapa keunggulannya
(mengandung beta karoten, antosianin, senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks
glisemiknya (Glycemic Index), ke depan ubijalar difungsikan juga sebagai makanan
untuk kesehatan (functional food) (Ginting et al.,.2011).
KERAGAAN PRODUKSI
Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas ubikayu dan ubijalar
selama dasa warsa terakhir (tahun 2000-2009) menunjukkan bahwa produksi ubikayu
dan ubijalar meningkat masing-masing 3,25% dan 0,75%/tahun, namun luas tanam
berkurang -0,37% dan -0,58%/tahun (Tabel 1 dan 2). Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan produksi lebih disebabkan karena peningkatan produktivitas yang mencapai
2
3,89%/tahun pada ubikayu dan 1,35%/tahun pada ubijalar. Hal ini berarti pula bahwa
perbaikan teknologi produksi pada ubikayu yang meliputi penggunaan varietas unggul
dan perbaikan teknologi budidaya telah berhasil meningkatkan produktivitas secara lebih
nyata dibanding pada ubijalar, namun keduanya mampu meningkatkan produksi ubikayu
dan ubijalar.
3
SENTRA PRODUKSI
Ubikayu dan ubijalar sebagian besar diusahakan di lahan kering dan hanya sebagian
kecil ditanam di lahan sawah dengan berbagai jenis tanah yaitu: Alfisol. Ultisol,
Inceptisol yang pada umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah. Provinsi sentra
produksi ubikayu meliputi: Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa
Tenggara Timur dan D.I. Yogyakarta. Data produksi ubikayu tahun 2000-2009 terlihat
pada tahun 2000 pulau Jawa masih merupakan sentra produksi ubikayu yang dominan
dalam memberi kontribusi produksi nasional (57,2%), Sumatera (25,5%), dan propinsi di
pulau lainnya (17,3%). Namun pada tahun 2009, kontribusi produksi ubikayu di pulau
Jawa menurun menjadi 44,56%, sementara pulau Sumatera naik mennjadi 42,33%, dan
pulau lainnya sedikit turun menjadi 12,23% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan adanya
pergeseran sentra produksi ubikayu dari pulau Jawa ke pulau Sumatera.
Data produksi ubikayu tahun 2000-2009 juga memperlihatkan bahwa angka
pertumbuhan produksi nasional adalah 3,25%/tahun, dengan angka pertumbuhan untuk
pulau Jawa sebesar 0,70%/tahun dan Sumatera 9,08%/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
pengembangan ubikayu banyak terjadi di Sumatera dibandingkan di Jawa. Di antara
enam provinsi sentra produksi ubikayu, provinsi Lampung menunjukkan angka
pertumbuhan produksi tertinggi yaitu 11,31%/tahun, diikuti provinsi D.I.Yogajakarta
(4,97%/tahun), Jawa Barat (2,11%/tahun), dan Nusa Tenggara Timur(1,77%/tahun).
Angka pertumbuhan yang tinggi di provinsi Lampung diduga erat hubungannya dengan
berkembangnya industri-industri pengolahan berbahan baku ubikayu. Di provinsi
Lampung angka pertumbuhan produksi ubikayu yang tinggi terjadi pada tahun 2001 dan
2003 yang masing-masing sebesar 22,56% dan 43,60% akibat meningkatnya luas panen
ubikayu di provinsi tersebut. Hal ini diduga terkait dengan harga ubikayu yang cukup
baik pada tahun 2000 dan 2002, sehingga petani berusaha meningkat produksi ubikayu
pada tahun berikutnya. Fluktuasi luas panen antar waktu merupakan gambaran tanggap
terhadap tinggi rendahnya harga umbi dari waktu sebelumnya. Saleh et al. (2000) juga
menjelaskan bahwa sebagian besar usahatani ubikayu di Indonesia yang dilakukan oleh
petani kecil dengan kemampuan modal dan teknologi terbatas sangat respon terhadap
signal harga yang diimplementasikan dalam bentuk usahatani ubikayu mereka pada
tahun berikutnya. Apabila harga ubikayu baik, luas panen musim berikutnya naik dan
sebaliknya bila harga ubikayu pada musim tersebut kurang bagus, maka luas panen pada
tahun berikutnya juga berkurang. DI Yogyakarta merupakan propinsi sentra produksi
ubikayu yang dari tahun ke tahun selalu menunjukkan angka pertumbuhan positif dari
1,88% pada tahun 2002 hingga 6,93% pada tahun 2004. Kenaikan angka pertumbuhan
pada tahun 2004 diduga berkaitan dengan berkembangnya industri Tiwul instan dan
meningkatnya kebutuhan ubikayu sebagai substitusi bahan pangan.
Seperti halnya dengan ubikayu, pulau Jawa masih merupakan sentra produksi
ubijalar . Pada tahun 2000, produksi ubijalar di pulau Jawa mencapai 0,73 juta ton yang
berarti memberi kontribusi produksi nasional 39,9%, namun pada tahun 2009
kontribusinya sedikit turun menjadi 35,4%. Selama kurun waktu satu dasawarsa 2000-
2009, pertumbuhan produksi tertinggi dicapai oleh propinsi Papua yaitu 5,61%/tahun,
diikuti Sumatera Utara yang mencapai 2,22%/tahun. Sementara propinsi lain justru
mengalami pertumbuhan produksi yang negatif.. Di Papua, produksi tertinggi terjadi pada
4
tahun 2003 yang mencapai 0,51 juta ton, yang berart1 meningkat 96% dibanding tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 0,26 juta ton. Hal tersebut diduga adanya gerakan
meningkatkan pangan utama(ubijalar), setelah terjadinya kasus kelaparan di Yahokimo
pada tahun 2002. Namun pada tahun-tahun berikutnya produksi relatif stabil antara 0,30-
0,34 ton. Pada tahun 2009, propinsi Jawa Barat dan Papua masing-masing memberi
kontribusi sebesar 20% dan 17,43%. Besarnya produksi ubijalar di propinsi Jawa Barat
diduga didorong oleh adanya perusahaan yang bermitra kerja dengan kelompok tani dan
mengekspor ubijalar ke negara Jepang, Malaysia dan Taiwan. Sementara propinsi Jawa
Timur, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan NT.Timur memberi kontribusi antara 5,6 –
7,17%. (Tabel 4). Di Sumatera Utara ubijalar selain sebagai pangan, juga digunakan
sebagai pakan babi. Pada beberapa tahun terakhir ubijalar (jenis Beniazuma) banyak
dikembangkan untuk diekspor ke Jepang.
Sumatera 4.1 4.74 4.55 5.96 5.75 5,84 6,58 7,33 8,96 9,31 9,08
Jawa 9.2 9.74 9.71 9.82 10.68 10,63 10,44 9,85 9,90 9,80 0,70
Prop.lain 2,8 2,57 2,65 2,74 2,83 2,85 2,94 2,80 2,90 2,69 1,23
Indonesia 16.09 17.05 16.91 18.52 19.26 19,32 19,98 19,98 21,76 21,99 3,24
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: BPS, 2009 dan 2005
Jawa 0,73 0, 69 0,73 0,70 0,74 0,73 0,70 0,70 0,67 0,69 - 0,48
Indonesia 1.83 1.75 1.77 1.99 1.90 1,86 1,85 1,88 1,88 1,95 0,75
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: BPS, 2009 dan 2005
5
TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKSI
Hingga tahun 2009, produktivitas ubikayu dan ubijalar masing-masing baru mencapai
18,2 t/ha dan 11 t/ha, jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubikayu dan
ubijalar yang masing-masing dapat mencapai 30-40 t/ha dan 20-35 t/ha. Karama (2003)
menyatakan bahwa rendahnya produktivitas ubikayu dan ubijalar antara lain disebabkan
oleh: (a). Sebagian besar petani masih menggunakan varietas lokal yang umumnya
produktivitasnya rendah, (b). Kualitas bibit yang digunakan seringkali kurang baik, (c).
Ubikayu dan ubijalar sebagian besar diusahakan di lahan kering yang seringkali
kesuburannya lebih rendah dibanding lahan sawah, (d). Pengelolaan tanaman dilakukan
secara sederhana dengan masukan (input) sekedarnya.
Secara umum, peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan melalui
peningkatan produktivitas (intensifikasi), terutama pada daerah-daerah sentra produksi
ubikayu dan ubijalar yang sudah ada, dan perluasan areal tanam/panen (ekstensifikasi) ke
daerah pengembangan baru di lahan kering dan lahan tidur terutama di luar Jawa.
Menurut Wargiono (2007) untuk memenuhi kebutuhan ubikayu perlu peningkatan
produksi yang tumbuh secara berkelanjutan 5-7%/tahun. Hal tersebut dapat dicapai
melalui peningkatan produktivitas 3-5%/tahun dan perluasan areal 10-20%/tahun.
1. Intensifikasi
1.a. Varietas unggul baru (VUB).
VUB merupakan komponen teknologi produksi yang sangat strategis dalam upaya
meningkatkan produksi ubikayu/ubijalar karena berkaitan dengan potensi hasil yang
tinggi. Varietas unggul baru yang mempunyai karakter sesuai dengan kebutuhan dan
preferensi pengguna juga relatif mudah diterima petani, dan kompatibel dengan
komponen teknologi budidaya lain. Hingga tahun 2009, Badan Litbang Pertanian
telah melepas masing-masing 10 varietas unggul ubikayu dan 19 ubijalar, masing-
masing dengan sifat keunggulan (Tabel 5 dan 6). Dibandingkan dengan komoditas
pangan lainnya (padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubijalar),
pembentukan/pelepasan varietas unggul ubikayu di Indonesia adalah tertinggal atau
lambat, sebab selama ini di samping komoditas ubi kayu belum memperoleh prioritas,
juga karena umur panennya panjang (8–10 bulan).
Ubikayu varietas UJ-5 dan UJ-3 yang mempunyai hasil dan kadar pati yang
tinggi telah berkembang secara luas di propinsi Lampung, sebagai bahan baku
industri tepung dan pati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Malang-4
beradaptasi dan menghasilkan umbi 40-55 t/ha di kabupaten Lampung Selatan dan
Lampung Utara (Saleh et al., 2006 ; Rajid et al., 2008). Varietas Adira-4, MLG-6 dan
Kaspro yang juga mempunyai produksi dan kadar pati tinggi telah berkembang luas
di Jawa Timur.
6
Tabel 5. Varietas unggul ubikayu yang telah dilepas di Indonesia sejak 1978-2009
Varietas Asal usul Tahun Umur Hasil Keunggulan
dilepas (bln) (t/ha)
Adira 1 Mangi/Ambon 1978 7-10 22 - Agak tahan tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Tahan terhadap bakteri
hawar daun, Pseudomonas
solanacearum, dan
Xanthomonas manihotis
Adira 2 Mangi/Ambon 1978 8-12 22 - Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan terhadap
Pseudomonas
solanacearum
Adira 4 Silang bebas dari 1978 10 35 - Cukup tahan tungau
induk betina BIC 528 merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan terhadap
Pseudomonas
solanacearum dan
Xanthomonas manihotis
Malang 1 CM1015-19/CM849-1 1992 9-10 36,5 -Toleran tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Toleran bercak daun
(Cercospora sp.)
-Adaptasi cukup luas
Malang 2 CM922-2/CM507-37 1992 8-10 31,5 -Agak peka tungau merah
(Tetranichus bimaculatus)
- Toleran bercak daun
(Cercospora sp.)
Darul 1998 8-12 102,10 -Agak peka tungau merah
Hidayah (Tetranichus sp.)
- Agak peka busuk jamur
(Fusarium sp.)
UJ-3 Thailand 2000 8-10 20-35 -Agak tahan CBB (Cassava
Bacterial Blight)
UJ-5 Thailand 2000 9-10 25-38 - Agak tahan CBB
(Cassava Bacterial Blight)
Malang 4 Silang bebas dari 2001 9 39,7 -Agak tahan tungau merah
induk betina Adira 4 (Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara sub-
optimal
Malang 6 MLG10071/MLG 10032 2001 9 36,4 -Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara sub-
optimal
Sumber: Balitkabi, 2011
7
Tabel 6. Varietas unggul ubijalar yang telah dilepas di Indonesia sejak 1977-2009
Varietas Asal usul Tahun Umur Hasil Keunggulan
dilepas (bln) (t/ha)
Daya Putri selatan/jonga 1977 4 23 - Agak tahan hama boleng
- Tahan terhadap penyakit
keriting
Borobudur No.380/Filipina II 1982 3,5-4 20 - Toleran hama penggerek
- Toleran penyakit kudis
Prambanan - 1982 -- 28 --
Mendut IITA, Nigeria 1989 4 35 -mampu beradaptasi lahan
marginal
- Dapat ditanam sampai
900 m dpl
Kalasan AVRDC, Taiwan 1991 3-4 40 -Agak tahan karat daun
Mampu beradaptasi pada
lahan marginal
8
Preferensi pengguna terhadap ubijalar lebih dinamis dan bervariasi tergantung
daerah dan peruntukan dan perkembangan pasar. Di beberapa daerah petani menyukai
umbi dengan kulit umbi merah dan daging umbi krem, sementara di daerah lain petani
lebih suka kulit umbi dan daging umbi yang putih.Varietas Sari yang berumur genjah
(dipanen 3,5-4 bulan) telah tersebar luas di kabupaten Karanganyar dan Malang, sebagian
besar produknya dikirim ke Sidoarjo/Surabaya sebagai bahan baku industri saus. Varietas
lokal Asih yang mempunyai kadar pati tinggi banyak ditanam di Cirebon untuk bahan
baku industri pasta dan kubus beku untuk diekspor ke Jepang.
1.2. Teknologi Budidaya pendukung
Di samping varietas, teknologi budidaya pendukung akan membantu masing-masing
varietas untuk menghasilkan sesuai dengan potensi hasilnya. Jarak tanam atau populasi
tanaman per hektar merupakan komponen teknologi yang paling pertama dulu mendapat
perhatian para petani, sebab komponen tersebut selain mudah dipahami dan diterapkan
petani, juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
1.2.a. Jarak tanam. Jarak tanam ubi kayu/ubijalar yang sesuai sangat ditentukan antara
lain oleh sistem tanam, pola pertumbuhan tanaman dan tingkat kesuburan lahan. Pada
sistem monokultur, penanaman ubikayu dapat dilakukan pada jarak tanam 100 cm x 100
cm atau 100 cm x 80 cm. Ubikayu dengan pola percabangan di bawah (misal varietas
Darul Hidayah) umumnya ditanam dengan jarak yang lebih lebar (125 cm x 125 cm).
Pada tanah yang kurang subur (daerah Lampung) untuk mendapatkan hasil yang tinggi
per satuan luas, ubikayu dapat ditanam dengan jarak tanam yang lebih rapat (Tabel 7).
Dengan menanam lebih rapat, meskipun hasil per tanaman lebih sekit tapi karena
populasinya tinggi hasilumbi per satuan luas menjadi lebih tinggi pula.
Tabel 7. Hasil ubikayu pada populasi tanam yang berbeda di Lampung Timur dan
Lampung Tengah MT. 2007
Lampung Timur Lampung Tengah
Varietas
12.500 20.000 40.000 12.500 20.000 40.000
tan/ha tan/ha tan/ha tan/ha tan/ha tan/ha
UJ-3 31,0 0 bc 28,57 c 28,28 c 27,34 30,20 30,49
UJ-5 36,98 a 31,83 b 28,40 c 29,59 32,91 31,80
Sumber: Balitkabi, 2010
Keterangan: Angka yang didampingi huruh yang sama tidak berbeda menurut BNT 0,05
Ubijalar umumnya ditanam pada guludan dengan ukuran yang bervariasi lebar dasar
80-100 cm, tinggi 15-30 cm, sehingga jarak antar puncak guludan berkisar 80-120 cm.
Jarak tanam di dalam baris (gulud) berkisar 20-30 cm, sehingga diperoleh populasi
tanaman 40.000-60.000 setiap hektarnya. Populasi tanaman sangat menentukan ukuran
dan produksi umbi. Varietas Sari yang mempunyai tajuk kompak dapat ditanam dengan
jarak tanam antar tanaman yang lebih rapat (20 cm), sehingga hasilnya meningkat. Hasil
penelitian di tanah Entisol Blitar dan Mojokerto menunjukkan bahwa tinggi guludan 30
cm memberi hasil yang lebih baik dibanding tanpa guludan (Tabel 8).
9
Tabel 8. Produktivitas umbi ubijalar pada berbagai tinggi guludan di tanah Entisol
Blitar dan Mojokerto MK 2003.
Tinggi guludan (cm) Produktivitas (t/ha)
Blitar Mojokerto
Tanpa guludan 33,11 28,45
Tinggi 10 cm 28,82 32,70
Tinggi 20 cm 31,29 29,61
Tinggi 30 cm 33,97 43,86
Sumber: Balitkabi, 2003
Keterangan: Pada umur 4-5 minggu dilakukan pembubunan, sehingga semua perlakuan
mempunyai tinggi guludan 30 cm; * = berbeda nyata dibanding kontrol tanpa gulud.
1.2.b. Pemupukan
Ubikayu merupakan tanaman yang adaptasi pada lingkungan tumbuh yang lebih baik
dibanding tanaman pangan lain (toleran kekeringan, toleran masam, toleran kadar Al-dd
yang lebih tinggi, mampu mengekstrak hara yang lebih efektif). Kemampuan adaptasi
tanaman ubi kayu yang baik menyebabkan tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan
biarpun diusahakan pada lahan sub-optimal maupun marjinal. Jumlah hara yang diambil
untuk setiap ton umbi yang dihasilkan adalah lebih kurang 6,5 kg N, 2,24 P205 dan 4,32
kg K20. Hara yang terangkut dari dalam tanah tersebut perlu diganti melalui tindakan
pemupukan organik dan anorganik (Howeler, 1994; Howeler, 2002). Oleh karena itu
dalam jangka panjang produktivitasnya pada lahan sub-optimal/marjinal juga akan cepat
menurun apabila dalam pengusahaannya apabila tanpa disertai dengan pemupukan yang
seimbang dengan hara yang diekstraksi.
Untuk memperoleh hasil ubikayu yang tinggi pemupukan sangat diperlukan,
mengingat tanaman ini banyak dibudidayakan pada lahan yang tanahnya mempunyai
kesuburan sedang sampai rendah seperti tanah Alfisol (Mediteran), Oxisol (Latosol), dan
Ultisol (Podsolik). Karena relatif banyak membutuhkan hara N dan K, ubikayu tanggap
terhadap pemupukan unsur hara tersebut. Pada lahan kering bertanah Alfisol di Patuk
(Gunung Kidul) pemberian pupuk ZA sebagai sumber hara N dan S pada takaran yang
meningkat dari 50 sampai 100 kg/ha selalu diikuti oleh peningkatan hasil umbi secara
signifikan (Tabel 9). Pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur (Malang)
yang mengandung K-dd (K-dapat ditukar) 0,2 me/100 g dan 0,5 me/100 g, tanaman ubi
kayu tanggap terhadap pemupukan K hingga takaran 100 kg KCl/ha (Tabel 10).
Berdasarkan hasil penelitian pada lahan kering Alfisol di Malang, pupuk KCl dianjurkan
diaplikasi dua kali yaitu pada saat tanam dan umur 60 hari setelah tanam (Tabel 11).
Pada lahan kering masam di luar Jawa yang tanahnya didominasi Ultisol (Podsolik)
yang banyak mengandung Al-dd dan miskin unsur hara serta bahan organik. Dari segi
keracunan Al, tanaman ubikayu tergolong tahan, karena kadar kritis kejenuhan Al-dd
bagi ubikayu adalah sekitar 80%, padahal tingkat kejenuhan Al-dd tanah Ultisol di
Indonesia umumnya jarang yang melampaui 75%. Walaupun demikian, pemberian kapur
10
dengan takaran rendah yang ditujukan untuk memupuk Ca dan/atau Ca + Mg ternyata
dapat meningkatkan hasil ubi kayu, dan takaran kapurnya cukup 300 kg/ha (Tabel 12).
Pada tanah Alfisol Bantur (Malang) yang kandungan bahan organiknya rendah (kadar
C-organik 1,04%), pemberian pupuk kandang dengan takaran 3 dan 6 ton/ha dapat
meningkatkan hasil ubikayu (Tabel 13). Dalam praktik, penggunaan pupuk kandang
sekarang banyak dilakukan oleh petani ubikayu di Lampung, hal ini sebagian terkait
dengan semakin sulit dan mahal untuk mendapatkan dan membeli pupuk anorganik.
Sehubungan dengan ini maka usahatani integrasi ternak–tanaman akan semakin strategis
untuk membantu petani dalam menyediakan pupuk organik.
Tabel 9. Pengaruh pemberian pupuk ZA terhadap hasil lima klon/varietas ubikayu pada
lahan kering Alfisol Gunung Kidul.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hasil umbi segar (ton/ha)
Pupuk ZA ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
(kg/ha) KTKN No. 13 No. 10 No. 12 Adira-1
Tabel 10. Hasil ubikayu pada lahan kering Alfisol di Gunung Kidul dan Malang pada
berbagai takaran pupuk KCl.
0 18,89 33,00
50 21,56 36,33
100 24,45 44,56
150 23,12 44,33
11
Tabel 11. Hasil ubikayu pada tanah Alfisol di Patuk (Gunung Kidul) dan Bantur
(Malang) pada beberapa takaran dan frekuensi pemberian pupuk KCl.
Tabel 12. Pengaruh pemberian kapur pada takaran rendah terhadap hasil ubikayu pada
lahan kering masam di Metro dan Tulangbawang (Lampung).
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hasil umbi segar (ton/ha) *)
Takaran kapur ––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
(kg/ha) Metro Tulangbawang
0 32,84 26,64
300 39,56 32,06
600 39,44 28,40
12
Tabel 13. Pengaruh pupuk kandang terhadap hasil dua varietas ubikayu pada tanah
Alfisol di Bantur (Malang). MT 2004/2005.
0 15,00 15,06
3 18,80 19,47
6 22,00 22,20
13
Tabel 14. Komponen teknologi produksi ubikayu spesifik lokasi di Malang Selatan,
KP Genteng dan Lampung.
Lokasi
Komponen Malang Selatan Genteng Natar, Sulusuban
teknologi
Lampung Lampung
Persiapan lahan Dibajak 2 kali Dibajak 2 kali Dibajak 2 kali Dibajak 2 kali Dibajak 2 kali
Cara tanam Guludan Guludan Guludan Guludan Guludan
Jarak tanam 125 m x 100 cm 125 m x 100 100 cm x 80 cm 100 cm x 80 cm 100 cm x 80 cm
Klon (varietas) MLG-6 dan cm Adira-4, UJ-5, OMM 9908-4. OMM 9908-4.
Sembung MLG-6, Kaspro dan lokal Adira 4, Kaspro Adira 4, Kaspro
Adira 4, UJ-5, Dampit dan MLG-6 dan MLG-6
Cecek hijau
dan Sembung
Waktu tanam Oktober Oktober Nopember Nopember Nopember
Pemupukan :
Urea 600 kg 300 kg 300 kg 300 kg 300 kg
SP-36 200 kg - 100 kg 200 kg 200 kg
Ponska 200 kg 300 kg - - -
KCl - - 100 kg 200 kg 200 kg
Pupuk kandang 10 t 10 t 5t 5t 5t
Dolomit - - - 500 kg 500 kg
Penyiangan 2 kali 2 kali 2 kali 2 kali 2 kali
Pembumbunan 2 kali 2 kali 1 kali 1 kali 1 kali
Herbisida - - 4 liter 4 liter 4 liter
Sumber: Radjit et al.(2008) ; Radjit et al. (2009) dan Radjit et al.. (2010)
Tabel 15. Hasil umbi ubijalar pada berbagai pemupukan di tanah Entisol Pasuruan
dan Blitar MK 2003
---------------------------------------------------------------------------------------------
Pemupukan Hasil umbi (t/ha)
Pasuruan Blitar
---------------------------------------------------------------------------------------------
Tanpa pupuk 33,26 32,28
Pupuk kandang 10 t/ha 33,67 32,47
100 kg Urea+ 100 kg KCl/ha 34,64* 34,85*
100 kg Ure + 100 kg KCl/ha
+ 5 ton pupuk kandang 34,21 34,42 *
200 kg Urea + 200 kg KCl/ha 34,22 34,85*
Forgcomp 5 t/ha 38,55* 36,21*
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Balitkabi, 2003
Keterangan: Forgcompt = pupuk organik dari kotoran ayam yang dicampur dengan
serbuk arang komposit; * = berbeda nyata dibanding kontrol
14
Pupuk organik biasanya diberikan bersamaan dengan pembuatan guludan. Umumnya
pemupukan diberikan dua kali, yaitu pada awal sejumlah 1/3 bagian, dan yang ke dua
pada umur 1,5-2 bulan sejumlah 2/3 bagian.
Hara yang terangkut oleh panen ubijalar dengan taraf hasil 15 t/ha umbi segar
sejumlah 70 kg N, 20 kg P dan 110 kg K. Oleh karena itu, bagi tanah yang ditanami
terus-menerus dan kurang subur dianjurkan untuk menggunakan dosis 200 kg Urea +
100 kg SP-36 + 150 kg KCl/ha ditambah mulsa jerami 10 t/ha serta pupuk kandang 10
t/ha. Untuk menghemat biaya pupuk kandang tidak perlu diberikan setiap tahun, tetapi
setiap dua tahun. Di tanah vulkanik muda Kediri yang relatif subur, ubijalar yang
ditanam setelah padi dan tanpa penambahan pupuk mampu menghasilkan 23 t/ha.
Pemupukan yang berlebihan justru sering menimbulkan pertumbuhan tajuk yang
maksimal, sehingga hasil umbi berkurang.
15
Tabel 16. Sebaran dan luas jenis tanah Inceptisol, Alfisol dan Ultisol di Indonesia
Jenis dan luas (000 ha) Lahan Tidur Tipe iklim (%)
Propinsi Inceptisol Alfisol Ultisol 000 ha) Basah Kering
Sumatera Utara 2517 36 855 244 100 0
Sumatera Barat 1700 14 1472 321 100 0
Riau 1676 0 2230 273 100 0
Jambi 1209 0 973 349 100 0
Bengkulu 894 0 609 166 100 0
Sumatera Selatan 1635 0 1602 1022 100 0
Lampung 967 0 467 97 100 0
Total Sumatera 8638 50 6678 2383
PENINGKATAN KUALITAS
Sebagai sumber karbohidrat ubikayu dan ubijalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, pakan dan bahan baku industri melalui proses dehidrasi ( chip, pellet, tepung
tapioka ), hidrolisa (dekstrose, maltose, sukrose, sirup glukose) dan proses fermentasi
(alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll).
Sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung (digodok, digoreng) diperlukan
ubikayu yang rasanya enak (tidak pahit dengan kadar HCN< 50 ppm), mempur tidak
berserat. Sebaliknya untuk bahan baku industri tepung atau tapioka, selain
produktivitasnya yang tinggi, juga diperlukan kadar pati yang tinggi.
Untuk bahan baku ethanol, selain produksi dan kadar pati juga diperlukan varietas
yang mempunyai kadar gula total dan nilai konversi etanol yang tinggi. Beberapa
16
varietas/klon ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol antara lain : Adira-4, UJ-5,
UJ-3, OMM 9908-4, CMM 99008-3 dan MLG 0311 (Tabel 17 ).
Tabel 17. Varietas ubikayu yang sesuai untuk bahan baku ethanol
Klon Kadar bahan Kadar gula total Kadar pati Konversi umbi segar kupas
ubikayu kering (%) (% bb) (% bk) menjadi etanol (kg/liter) a
Adira-4 39,51 40,93 80,31 4,70
UJ-3 41,34 36,22 79,57 4,93
UJ-5 46,31 43,47 80,24 4,52
Pada ubijalar, peningkatan kualitas umbi diarahkan pada fungsi ubijalar sebagai
pangan kesehatan (functional food). Aspek fungsional tersebut berkaitan dengan
keberadaan beta karoten (pada umbi berdaging kuning/orange) dan antosianin (pada umbi
berdaging ungu), senyawa fenol, dan serat pangan serta nilai indeks glisemiknya
(Glycemic Index). Akhir-akhir ini dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan, permintaan ubijalar berdaging umbi kuning(orange) dan ungu
meningkat.
Fungsi utama beta karoten ubijalar adalah sebagai pro vitamin A. Di samping memiliki
aktivitas vitamin A, beta karoten dilaporkan juga dapat memberi perlindungan/
pencegahan terhadap kanker, penuaan, penurunan kekebalan tubuh, penyakit jantung,
stroke, katarak, sengatan cahaya matahari dan gangguan otot (Mayne 1996). Hal ini
berkaitan dengan kemampuannya untuk menangkap radikal bebas, yang dipercaya
sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker. Varietas ubijalar yang mengandung
betakarotene adalah Sari, Papua Solossa, Sawentar , Beta-1 dan Beta -2 (Tabel 18).
Antosianin yang terdapat pada ubijalar ungu, memiliki kemampuan yang tinggi
sebagai antioksidan karena kemampuannya untuk menangkap radikal bebas dan
menghambat peroksidasi lemak, penyebab utama kerusakan pada sel yang berasosiasi
dengan terjadinya penuaan dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti arteosklerosis,
17
jantung koroner, dan kanker (Cevallos-Casals dan Cisneros-Zevallos 2002; Suda et al.
2003). Selain itu, antosianin memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik (Yamakawa dan Yoshimoto 2002). Antosianin juga dapat mencegah
gangguan pada fungsi hati, antihipertensi, dan antihiperglisemik (Suda et al., 2003).
Beberapa varietas/klon ubijalar yang berdaging ungu dan mengandung antosianin tinggi
adalah Antin-1, Antin-2, Ayamurasaki, RIS 03065-03, MSU 03028-10
Kandungan senyawa fenol pada ubi jalar ungu lebih tinggi dibandingkan ubi jalar
kuning dan putih. Keberadaan senyawa fenol tersebut berasosiasi dengan tingginya
aktivitas antioksidan ubijalar ungu (Yashimoto et al., 1999).
KESIMPULAN
1. Sebagai sumber karbohidrat untuk pangan, pakan dan bahan baku industri, pada masa
mendatang kebutuhan ubi kayu dan ubijalar akan meningkat secara tajam sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya industri peternakan dan
industri berbahan baku ubikayu dan ubijalar.
2. Selama kurun waktu dasawarsa terakhir (tahun 2000-2009), produksi ubikayu dan
ubijalar meningkat dengan pertumbuhan 3,5 dan 0,75 %/tahun. Namun luas tanam
ubikayu dan ubijalar cenderung stagnan bahkan menurun. Peningkatan produksi
lebih disebabkan oleh meningkatnya produktivitas.
3. Hingga tahun 2009, rata-rata produktivitas ubikayu dan ubijalar masih rendah, yaitu
masing-masing 18,2 t/ha dan 11 t/ha. Peningkatanm produktivitas ubikayu dan ubijalar
dapat dilakukan dengan menanam varietas unggul, disertai teknologi budidaya yang
maju.
4. Peningkatan produksi ubikayu dan ubijalar dapat dilakukan dengan memperluas areal
tanam/panen. Ke lahan kering, lahan tidur dan meningkatkan indeks tanam.
5. Dalam merakit varietas unggul, perbaikan kualitas ubikayu untuk pangan lansung
diarahkan pada rasa enak, kadar HCN rendah dan tidak berserat. Untuk ubikayu
sebagai bahan baku industri selain produktivitas tinggi, juga diarahkan pada kadar pati
dan gula total.
6. Untuk ubijalar, perakitan varietas diarahkan pada peran ubijalar sebagai functional
food sehingga diarahkan pada kadar beta karoten dan antosianin yang tinggi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Balitkabi. 2003. Hasil Utama Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Tahun
2003. Balitkabi Malang.
Balitkabi. 2011. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Balitkabi
Malang.179 hal.
Balitkabi.2010. Hasil Utama Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Tahun
2005-2009. Balitkabi Malang.66 hlm.
BPS (2005). Statistik Indonesia. 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta., Indonesia. 604 p.
BPS. 2009. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik- Jakarta. 640 hlm.
Cevallos-Casals, B.A. and L.A. Cisneros-Zevallos. 2002. Bioactive and functional
properties of purple sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam). Acta Horticulture
583:195-203.
Ginting, E., S.S. Antarlina, J.S. Utomo, dan Ratnaningsih. 2006. Teknologi pasca panen
ubi jalar mendukung difersifikasi pangan dan pengembangan agroindustri,
Bulletin Palawija no.11:15-28.
Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2011. Potensi ubijalar ungu sebagai
pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan 6(1):116-138.
Hafsah, M.J. 2003. Bisnis ubi kayu Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 263 p.
Howeler, R.H. 1994. Integrated soil and crop management to prevent environment
degradation in cassava based cropping systems in Asia. Proc. Of workshop on
Upland Agriculture in Asia, April 6-8, Bogor, Indonesia, : 195-224
Howeler, R.H. 2002. Cassava mineral nutrition and fertilization. In. R.J. Hillocks, J.M.
Thresh and A.C.Belloti (ed). Cassava Biology. Production and Utilization. Pp:
115 – 147. Cabi Publishing, CAB International, Wallingford. Oxon.
Mayne, S.T. 1996. Beta-carotene, carotenoids and disease prevention in humans. FASEB
J. 10:690-701.
Ispandi, A, L.J. Santoso, dan Mayar. 2003. Pemupukan dan dinamika kalium dalam tanah
dan tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p.190–201. Dalam: Koes Hartojo
et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu mendukung ketahanan pangan nasional dan
pengembangan agribisnis kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Ispandi, A dan A. Munip. 2004. Efektivitas pemupukan N, K, dan frekuensi pemberian
pupuk K pada tanaman ubi kayu di lahan kering Alfisol, p. 368–383. Dalam: A.
K. Makarim et al. (ed.). Kinerja penelitian mendukung agribisnis kacang-
kacangan dan umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.
19
Ispandi, A dan A. Munip. 2006. Pengaruh pupuk organik dan pupuk K terhadap
peningkatan serapan hara dan produksi umbi beberapa klon ubi kayu di lahan
kering Alfisol. Makalah bahan seminar hasil penelitian tanaman pangan di
Balitkabi, Malang (belum dipublikasi).
Karama, S. 2003. Potensi, tantangan dan kendala ubi kayu dalam mendukung ketahanan
pangan, p.1–14. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan ubi kayu
mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis
kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Munip, A dan A. Ispandi. 2004. Pengaruh pengapuran terhadap serapan hara, hasil umbi
dan kadar pati beberapa klon ubi kayu di lahan kering tanah masam. Laporan
Teknis. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (belum
dipublikasi).
Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 5., tentang
Kebijakan Enerji Nasional
Saleh, N., K. Hartojo and Suyamto. 2000. Present situation and future potential of
cassava in Indonesia. Cassava Potential in Asia in 21 st Century. Proc. 6th
Regional Cassava Workshop. Ho Chi Minh city, Vietnam. p : 47-60.
Slamet, P; L.J. Santoso, dan A. Ispandi. 2003. Pengaruh dosis pemupukan ZA terhadap
hasil umbi lima klon/varietas ubi kayu di lahan kering tanah Alfisol Gunung
Kidul Yogyakarta. p. 202–213. Dalam: Koes Hartojo et al. (ed.). Pemberdayaan
20
ubi kayu mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis
kerakyatan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y. and Furuta, S. 2003. Review:
Physiological functionality of purple-fleshed sweetpotatoes containing
anthocyanins and their utilization in foods. JARQ. 37(3):167-173.
http://www.jircas.affrc.go.jp . Accessed 1 march 2006.
Wargiono, J., B. Santoso dan Kartika, 2009. Dinamika Budidaya Ubikayu. Hal 138 – 167.
Dalam (Wargiono, Hermanto dan Sunihardi) Ubikayu. Inovasi Teknologi dan
Kebijakan Pengembangan. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.
21