Anda di halaman 1dari 7

materi Konsep dan Perkembangan Industri Pariwisata

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan
bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan
yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pariwisata adalah
keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mengatur, mengurus dan
melayani kebutuhan wisatawan. (Karyono, 1997:15). Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain.
Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh
pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.

Menurut Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan
seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu tempat di kota lain atau di
negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis,
keperluan ilmiah, bagian kegiatan agama, muhibah atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu
fenomena kebudayaan global yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang
dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu wisatawan (tourist), elemen
geografi (geographical elements) dan industri pariwisata (tourism industry).

Defenisi pariwisata menurut Yoeti (1996:108) adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha
atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup
guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beranekaragam. Robert Mc. Intosh
bersama Shashiakant Gupta mengungkapkan bahwa pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan
yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah
dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya (Pendit,
1999:31).

The Ecotourism Society (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu
bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat”.

Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut
kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-
orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini
terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang. Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang dalam tahap pembangunannya, berusaha membangun industri
pariwisata sebagai salah satu cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang.
Melalui industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002).

Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki peranan yang sangat
penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus merupakan salah satu faktor yang sangat
strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara Pariwisata lebih populer dan
banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah tourism, yaitu turisme,
Terjemahan yang seharusnya dari tourism adalah wisata. Yayasan Alam Initra Indonesia (1995)
membuat terjemahan tourism dengan turisme. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah pariwisata yang
banyak digunakan oleh para rimbawan, mempergunakan istilah pariwisata untuk menggambarkan
adanya bentuk wisata yang baru muncul pada dekade delapan puluhan.

Pengertian tentang pariwisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada
hakekatnya, pengertian pariwisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap
kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan
mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk
pariwisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan o!eh penduduk dunia.
Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis.

Semula pariwisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata
tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Namun
dalam perkembangannya ternyata bentuk pariwisata ini berkembang karena banyak digemari oleh
wisatawan. Pada tahun 1995 The Tourism Society kemudian mendefinisikan pariwisata sebagai bentuk
baru dari kegiatan perjalanan wisata bertanggungjawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah
yang dikelola dengan kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya juga
melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan
peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar daerah tujuan pariwisata.

Di beberapa wilayah berkembang suatu pemikiran baru yang berkait dengan pengertian pariwisata.
Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata ini. Hal ini seperti yang didefinisikan
oleh Australian Department of Tourism yang mendefinisikan pariwisata adalah wisata berbasis pada
alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya
masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang
terkait tidak hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat dengan pariwisata
minat khusus, alternatife tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata
alam.

1.      Pengertian Industri Pariwisata

Istilah industri pariwisata mungkin terasa sebagai sebutan yang agak aneh. Hal ini disebabkan
pengertian kita yang klasik tentang industri, yang senantiasa berarti suatu proses produksi barang-
barang yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pengaruh pengertian klasik ini membuat kebanyakan
orang bila mendengar kata industri, terus terbayang bangunan pabrik dengan segala perlengkapannya
dan cerobong asap yang membubung tinggi.

Pariwisata sebagai industri baru dikenal di Indonesia setelah instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1969,
dimana pada bab 2 pasal 3 disebutkan, “usaha-usaha pariwisata di Indonesia bersifat suatu
pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan
serta kesejahteraan masyarakat dan Negara”. Dengan keluarnya Inpres tersebut, istilah industri
pariwisata semakin memasyarakat. Istilah industri pariwisata dalam literature kepariwisataan luar negeri
dalam bahasa inggris disebut tourist industri or travel industri.

Mendesaknya kebutuhan dalam kehidupan ekonomi modern telah membangkitkan begitu kompleksnya
bidang produksi dan begitu bervariasinya aktivitas produksi sehingga pengertian kita mengenai apa yang
dimaksud dengan industri dalam defenisi klasik harus ditinjau kembali. Suatu produksi apakah dapat
dijamah atau tidak dapat dijamah bila dapat memenuhi kebutuhan tertentu manusia, haruslah dianggap
sebagai suatu produksi industri.

Jika serangkaian suatu produk yang dihasilkan oleh berbagai badan usaha dan organisasi kerja
menunjukkan secara khusus bahwa fungsi mereka di dalam kehidupan ekonomi, maka badan usaha dan
organisasi tersebut harus dianggap sebagai suatu kesatuan industri.

Uraian diatas sejalan dengan batasan industri yang dikemukakan para ahli dewasa ini. Para ahli
umumnya memberi batasan industri sebagai berikut: 1) Industri adalah suatu kelompok badan usaha
yang menghasilkan baran gatau jasa tertentu; 2) Industri adalah segala usaha yang bertujuan untuk
menghasilkan barang-barang atau jasa; dan 3) Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan
yang mempunyai proses yang sama untuk menghasilkan barang atau jasa-jasa.

Produksi pariwisata sebagai salah satu industri berbeda dengan produksi industri biasa yang dapat
dilihat dan dipindahkan. Ia hanya merupakan rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi
ekonomis, tetapi juga bersifat social, psikologi dan alamiah. Dapat kita bayangkan betapa banyaknya
jasa-jasa yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat dari rumah, selama dalam perjalanan,
selama berada di tempat obyek wisata hingga ia kembali ke rumah.

Jasa-jasa yang dibuthkan wisatawan ini tidak mungkin dapat dihasilkan atau dilayani oleh satu
perusahaan saja. Sudah pasti harus dihasilkan atau dilayani ileh beberapa perusahaan yang berbeda
fungsi dan proses pemberian pelayanannya. Setiap kali kegiatan kepariwisataan maka akan selalu ada
permintaan akan jasa-jasa pelayanan dari perusahaan. Gelaja ini akan berlangsung terus-menerus.
Proses dari gejala kebutuhan sebagai akibat adanya permintaan akan pelayanan jasa-jasa dari berbagai
bidang usaha yang secara bersama-sama untuk menenuhi kebutuhan wisatawan maka dapat kita sebut
pariwisata sebagai salah satu industri.

Kita telah mengetahui bahwa kebutuhan wisatawan ini dilayani oleh beberapa perusahaan yang
berbeda fungsi dan proses pelayanannya. Perusahaan-perusahaan yang dimaksud ialah perusahaan biro
perjalanan, perusahaan angkutan, perusahaan penginapan, perusahaan bar dan yang berkaitan dengan
aktivitas wisatawan.

Keseluruhan perusahaan inilah yang disebut industri pariwisata. Dari uraian diatas dapatlah dibuat
batassan industri pariwisata sebagai berikut, industri pariwisata adalah kumpulan dari berbagai ragam
bidang usaha yang secara bersama-sama bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa-jasa yang
dibutuhkan oleh wisatawan semenjak ia berangkat dari rumah, selama dalam perjalanan, selama berada
di tempat objek wisata hingga kembali ke rumah.
 

2.      Syarat-Syarat Pariwisata sebagai Industri

Pariwisata baru dapat dikatakan sebagai salah satu industri apabila memenuhi syarat sebagai berikut: 1)
Ada aktivitas wisatawan yang menciptakan permintaan akan pelayanan perusahaan secara
berkesinambungan; 2) Ada beberapa ragam bidang usaha yang berbeda fungsi namun saling melengkapi
untuk melayani kebutuhan wisatawan; dan 3) Ada proses produksi dari perusahaan sebagai akibat
adanya permintaan dari wisatawan.

3.      Peranan Industri Pariwisata dalam Pembangunan Nasional

Dipandang dari segi ekonomi dapat: 1) Meningkatkan pendapatan masyarakat di tempat tujuan wisata
melalui pengeluaran-pengeluaran yang dibelanjakan para wisatawan; 2) Memperbesar penerimaan
devisa Negara dan memperbaiki neraca pembayaran; 3) Meningkatkan pendapatan daerah dan pusat
melalui pajak-pajak dari perusahaan yang berkaitan dengan pariwisata, bea cukai dan retribusi; 4)
Meningkatkan kegiatan penanaman modal dalam negeri dan modal asing yang langsung berhubungan
dengan pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan; dan 5) Merangsang tumbuhnya sector-sektor
ekonomi lain seperti usaha peternakan, perkebunan, industri kerajinan dan lain-lain.

Dipandang dari segi sosial dapat: 1) Menciptakan dan memperluas lapangan kerja dan mengurangi
pengangguran; 2) Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan social masyarakat; 3) Memperluas
cakrawala pandangan terhadap nilai-nilai kehidupan yang dibawa wisatawan; dan 4) Menimbulkan sikap
toleransi dalam pergaulan dengan orang asing sekaligus memperkuat nilai-nilai kepribadian sendiri
(tradisi).

Dipandang dari segi budaya dapat: 1) Merangsang perhatian masyarakat terhadap peningkatan
pendidikan, pengetahuan, kecerdasan masyarakat dan nilai budaya sendiri; 2) Dapat memperkenalkan
budaya kita kepada wisatawan asing; dan 3) Mendorong pengembangan, pelestarian nilai-nilai budaya
melalui kegiatan menghidupkan kembali kumpulan-kumpulan seni budaya tradisional dan sarasehan-
sarasehan.

4.      Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Industri Pariwisata

Faktor pendorong perkembangan industri pariwisata: 1) Keunikan dari alam, sejarah, kebudayaan dan
keindahan daerah objek wisata. Keunikan yang akan ditawarkan suatu daerah akan mengiring orang
kedalam suatu bentuk penjelajahan, petualangan dan penemuan baru. Keunikan bias bersifat alamiah,
buatan manusia atau bersifat manusiawi. Bersifat alamiah, misalnya panorama yang indah, iklim, fauna
dan flora, tata letak tanah, pantai berpasir, ombak lautan, cuaca, gua lembah, sungai, air terjun dan lain-
lain. Bersifat buatan manusia misalnya berupa peninggalan sejarah seperti candi, prasasti, makanan,
monument raja, bangunan rumah adat, bangunan rumah ibadah, karya-karya seni. Sedangkan yang
bersifat manusiawi misalnya tata krama, tarian, sandiwara, music, upacara adat dan upacara yang
bersifat sacral; 2) Pertambahan waktu luang. Dengan adanya kesadaran memberi waktu berlibur akan
menambah produktivitas para pekerja dan meningkatnya jaminan social yang mengatur hak-hak untuk
berlibur serta memperoleh biaya liburan di Negara-negara maju mengakibatkan maraknya pariwisata
sebagai industri tersendiri; 3) Perkembangan teknologi. Teknologi yang maju pesat baik dalam bidang
transportasi, informasi dan komunikasi akan membuat dunia terasa sempit, sehingga wisatawan dengan
mudah bepergian kemana-mana tanpa ada rasas takut dan khawatir; 4) Faktor ekonomi dunia yang
semakin mantap, peningkatan pendapatan percapita sangat mendorong perkembangan industri
pariwisata; dan 5) Kebijakan politik pemerintah. Kebijakan politik pemerintah yang menciptakan iklim
usaha, berupa pemberian ijin suaha, penurunan pajak usaha, kemudahan keimigrasian atau birokrasi,
pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan. Disamping itu perlu secara terpadu promosi untuk
memperkenalkan objek wisata, penawaran barang dan jasa dengan mutu terjamin, pengisian waktu
dengan atraksi-atraksi menarik, pemandu wisata yang cakap dan kondisi kebersihan dan kesehatan
lingkungan hidup.

Faktor penghambat perkembangan industri pariwisata yaitu: 1) Tingkat kesadaran masyarakat masih
rendah. Kenyataan menunjukkan tingkat kadar pemahaman sadar wisata masih perlu ditingkatkan.
Kadangkala dalam melayani keperluan wisatawan yang mengunjungi suatu daerah tujuan wisata baik
oknum petugas karyawan industri pariwisata dan masyarakat belum menunjukkan sikap sebagai tuan
rumah yang baik. Keluhan dan rasa kecewa sering dilontarkan wisatawan atas perilaku dan palayanan
yang kurang baik yang mereka alami sewaktu berwisata; 2) Prasangka negative terhadap wisatawan.
Masih terdapat pada sebagian masyarakat yang belum menerima kehadiran wisatawan mananegara,
karena menganggap akan merusak kebudayaan, keindahan alam, nilai-nilai agama, nilai-nilai pergaulan
hidup bahkan kekhawatiran ketularan penyakit; 3) Kurang koordinator antara instansi dalam hal
penggalangan sadar wisata. Seringkali ada perasaan antar instansi bahwa tanggung jawab penggalangan
sadar wisata hanya pada Direktorat Jenderal Pariwisata saja. Hal ini berarti, harus ditumbuhkan sadar
wisata di kalangan industri pariwisata dan kalangan pejabat instansi yang terkait dan masyarakat pada
umumnya; 4) Mutu produk industri pariwisata sangat rendah. Bila dibandingkan dengan Negara-negara
lain, profesionalisme di bidang industri pariwisata sangat rendah, sehingga pelayanan akan kebutuhan
wisatawan masih kurang; 5) Belum ada landasan hokum yang kuat tentang kepariwisataan, yang
mengikat semua sector di bidang usaha kepariwisataan. Undang-undang pariwisata banyak memberikan
rumusan juridis dan usaha pengelolaan tanpa proaktif memberikan perlindungan terhadap eksistensi
wisatawan sebagai subjek dan komponen/sumber yang membangun produk wisata itu sendiri; 6)
Promosi pariwisata keluar negeri masih rendah. Meningkatkan promosi pariwisata membutuhkan
sumber dana yang besar. Bila dibandingkan dengan negar-negara ASEAN, Indonesia termasuk paling
rendah untuk dana promosi pariwisata keluar negeri.

Dari beberapa factor penghambat tersebut di atas, jika dilihat datangnya hambatan dapat disimpulkan
dan dibedakan menjadi: Hambatan yang datang dari luar negeri. Faktor penghambat pengembangan
yang dating dari luar negeri dapat berupa: Lemahnya citra dan promosi diluar negeri, dengan mantapnya
keterpaduan upaya promosi, Persaingan antar Negara yang semakin kuat, karena belum stategi sebagai
berikut: Atraksi, sarana dan prasarana pariwisata di banyak Negara yang senantiasa dibangun dan
dikembangkan, Harga yang dipasarkan selalu ditekan/diturunkan, Kegiatan promosi dilaksanakan secara
besar-besaran, agresif ditunjang fasilitas dan dana yang memadai. Hambatan yang dating dari dalam
negeri yaitu Tingkat kesadaran pariwisata di masyarakat masih rendah, Adanya prasangka   yang kurang
baik terhadap wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara, Kurang serasinya koordinasi antar
lembaga yang terkait, dan Belum kuatnya landasan hokum yang mengatur tentang kepariwisataan yang
dapat mengikat berbagai sector.

5.      Konsep Pengembangan Pariwisata

Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu:
1) Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di
jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik
khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut;
2) Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu
yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena
bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu
membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana; dan 3) Something to buy adalah fasilitas untuk
wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga
bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985). Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan
langkah-langkah yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan
perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling terkait sehingga pengembangan
tersebut menjadi realistis dan proporsional.

Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik, maka faktor
yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut. Karena
sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata.
Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985), mengatakan: “Prasarana
kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan
berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang
beraneka ragam”. Prasarana tersebut antara lain: 1) Perhubungan: jalan raya, rel kereta api, pelabuhan
udara dan laut, terminal; 2) Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih; 3) Sistem telekomunikasi,
baik itu telepon, telegraf, radio, televise, kantor pos; 4) Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas
maupun rumah sakit; 5) Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-
pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata; 6) Pelayanan wistawan baik itu berupa
pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata; 7) Pom bensin; Dan 8) lain-lain. (Yoeti, 1984)

Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan,


baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung pada
kedatangan wisatawan (Yoeti, 1984). Sarana kepariwisataan tersebut adalah: 1) Perusahaan akomodasi:
hotel, losmen, bungalow; 2) Perusahaan transportasi: pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus-
bus yang melayani khusus pariwisata saja; 3)  Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung
yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung
dari obyek wisata tersebut; 4) Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang
notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek tersebut;
dan 5) Dan lain-lain. (Yoeti, 1985). Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana
tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek wisata dapat membuat
wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak
pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas di sekitar
obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai