OLEH
Muhammad Abdulah
2
dikembangkan di suatu desa wisata. Pariwisata juga membantu
pembangunan daerah desa wisata tersebut agar semakin
berkembang dan dapat meningkatkan potensi wisatanya. Bukan
hanya itu saja, pariwisata juga dapat menjadikan lahan lapangan
kerja baru, misal: kantor pariwisata, penerjemah (guide), industri
kerajinan, tempat penjualan cenderamata, dan lain sebagainya.
Secara etimologi istilah pariwisata berasal dari bahasa
Sansekerta “pari” yang berarti ‘seluruh, semua atau penuh’ dan
“wisata” yang berarti ‘perjalanan’. Pariwisata dimaknai sebagai
perjalanan yang penuh atau lengkap, yaitu bepergian dari suatu
tempat tertentu ke satu atau beberapa tempat lain, singgah atau
tinggal beberapa saat tanpa bermaksud untuk menetap, dan
kemudian kembali ke tempat asal (Gamal, 2001:3; Soebagyo,
2010:70).
Pengertian semacam itu adalah rancu apabila dikaitkan
dengan pemakaiannya di dalam praktik. Pariwisata telah diterima
secara luas sebagai padanan dari kata “tourim” dalam bahasa
Inggris atau “toerisme” dalam bahasa Belanda. Di dalam bahasa
Inggris dibedakan antara travel, tour, dan tourism. Kata travel
artinya adalah “perjalanan” yang sepadan dengan kata wisata,
sedangkan kata tour artinya adalah “perjalanan berkeliling” yang
sepadan dengan kata pariwisata. Tambahan kata “ism” di belakang
kata “tour” merujuk pada faham atau fenomena yang berkaitan
dengan perjalanan yang dilakukan. Salah satu faham yang
dimaksudkan adalah: bahwa tujuan dari perjalanan adalah untuk
kegiatan rekreasi, dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk
bekerja atau tinggal menetap di tempat yang dituju (Soebagyo,
2010:70).
Coeper et al. (1993) mendefinisikan pariwisata sebagai
“rangkaian kegiatan berupa perjalanan sementara ke tempat tujuan
tertentu di luar rumah atau tempat kerja, tinggal sementara di
3
tempat tujuan dan menikmati fasilitas yang disediakan
untukmemenuhi kebutuhan wisatawan”. Terdapat berbagai definisi
pariwisata dengan berbagai perspektif yang seringkali tumpang
tindih sehingga menimbulkan kerancuan makna yang
membingungkan bagi upaya pengelolaannya. Definisi operasional
diperlukan agar pariwisata dan kepariwisataan dapat
diselenggarakan dan dikelola dengan tepat sehingga menghasilkan
manfaat yang sebesarbesarnya. Sulit dibayangkan apabila
pariwisata diselenggarakan dan dikelola berdasarkan definisi yang
berbeda-beda dan saling tumpang tindih. Di era peradaban modern
definisi pariwisata ternyata telah berkembang lebih luas dan
progresif. Di dalam praktik bermunculan jenis-jenis wisata yang
sebelumnya tidak dikenal atau pengertiannya masih tumpang tindih
seperti: wisata bisnis, wisata medis, wisata sipiritual/religi, wisata
alam, ekowisata, wisata alam liar, wisata petualangan, wisata
alternatif, wisata halal, dan sebagainya.
Berkenaan dengan perkembangan itu, United Nation World
Tourism Organization (UNWTO) merumuskan definisi pariwisata
yang terjemahan bebasnya sebagai berikut (UNWTO, 2013):
“pariwisata adalah aktifitas perjalanan dan tinggal seseorang atau
kelompok di luar tempat tinggal dan lingkungannya selama tidak
lebih dari satu tahun berurutan untuk berwisata, bisnis, atau tujuan
lain dengan tidak untuk bekerja di tempat yang dikunjunginya
tersebut”. Definisi operasional tentang pariwisata dan
kepariwisataan yang berlaku di Indonesia adalah definisi menurut
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Menurut undang-undang tersebut, segala hal yang berkaitan
dengan kepariwisataan didefinisikan sebagai berikut:
1. Pasal 1 (ayat (1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
4
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Pasal 1 ayat (2) Wisatawan adalah orang yang melakukan
wisata.
3. Pasal 1 ayat (3) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan
Pemerintah Daerah.
4. Pasal 1 ayat (4) Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan
yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap
orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Pasal 1 ayat (7) Usaha Pariwisata adalah usaha yang
menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
6. Pasal 1 ayat (9) Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha
pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
dalam penyelenggaraan pariwisata.
5
peringkat di antara dunia pariwisata 10 pada tahun 2012. Csukses
sebagai negara yang telah berhasil membawa Kedatangan
Wisatawan Internasional, memiliki berhasil menarik perhatian
berbagai pihak seperti pelaku, pemerintah, dan akademisi dunia.
Perkembangannya di Kedatangan Wisatawan Internasional sangat
signifikan. Hal ini membuat penulis tertarik membahas Malaysia ITA
tinggi, yang tidak dapat dipisahkan dari peran utama pemerintah
Malaysia tersebut.
6
kerja dan pertumbuhan ekonomi (Nizar, 2011). Dorongan tersebut
muncul karena mempunyai keterkaitan secara langsung ataupun
tidak langsung dengan jumlah industri lain pada perekonomian.
7
pengambilang keputusan negosiasi eksternal dan keputusan
internal. Penyaluran dan pengarahan kegiatan diplomatik dapat
mendukung ekspansi asing. Sehingga diplomasi ekonomi dapat
diartikan bahwa penggunakan politik luar negeri untuk mencapai
tujuan ekonomi dalam negeri (Faraji Rad, 2004). Pada sistem
diplomasi negara mempunyai posisi yang terhormat dan unik terkait
dengan lembaga dan organisasi lain dengan kategori pariwisata
yang cukup penting. Dimana pariwisata internasional merupakan
salah satu bentuk pariwisata yang cukup signifikan yang
mempunyai hubungan signifikansi, secara tidak langsung atau
langsung dengan sebuah keputusan Departemen Luar Negeri.
Maka diplomasi pariwisata dapat diartikan menyalurkan,
membimbing, memfasilitasi hubungan internasional dan wadah
industri pariwisata. Oleh karena itu, peningkatan, pengembangan,
penciptaan dan pendalaman hubungan geopolitik dengan pasar
pariwisata dan negara-negara tengga dan lainnya di berbagai
belahan dunia dianggap sebagai dari prioritas hubungan
internasional dan diplomatik bersama diplomasi ekonomi pada
umumnya serta adanya peningkatan kapasitas terhadap bidang
industri pariwata tertentu.
8
dengan negara-negara di belahan dunia. Dalam hal ini juga, suatu
negara tetangga berperan penting dalam menjamin perkembangan
ekonomi, politik, kemanan nasional serta pengembangan hubungan
timbal balik. Maka diplomasi pariwisata maupun diplomasi ekonomi
adanya sebuah keterkaitan satu sama lain terhadap teori dalam
hubungan internasional dalam hal sektor pariwisata.
9
mempelajari adat-istiadat, kelembagaan, dan cara hidup
masyarakat yang berbeda-beda, mengunjungi monumen
bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat kesenian
dan keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan
lain-lain.
4. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism) Pariwisata ini
dapat dibagi lagi menjadi dua kategori:
a. Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga
besar seperti Olympiade Games, kejuaraan ski dunia,
kejuaraan tinju dunia, dan lain-lain yang menarik
perhatian bagi penonton atau penggemarnya.
b. Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata
olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan
mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung,
olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lainlain.
5. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism)
Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah
bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada
kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak
memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan
maupun waktu perjalanan.
6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)
Pariwisata ini banyak diminati oleh negara-negara karena
ketika diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan
banyak peserta yang hadir untuk tinggal dalam jangka waktu
tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara yang
sering mengadakan konvensi akan mendirikan bangunan-
bangunan yang menunjang diadakannya pariwisata
konvensi
10
Faktor-faktor Berwisata Sebelum seseorang melakukan
perjalanan wisata, tentunya orang tersebut telah digerakkan oleh
motif untuk berwisata. Motivasi tersebut merupakan hal yang
sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata,
motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata. Faktor
pendorong dari dalam diri orang tersebut dinamakan faktor internal,
sedangkan faktor eksternalnya adalah sebagai penarik wisatawan
yang berasal dari keunikan atau khas sebuah destinasi wisata.
Keputusan seseorang dalam melakukan perjalan wisata sangat
dipengaruhi oleh kuatnya faktor pendorong (push factor) dan faktor
penarik berwisata. Berbagai faktor pendorong (pullfactor) bagi
seseorang untuk melakukan pejalanan wisata, diantaranya sebagai
berikut:
a. Escape, adalah keinginan yang bertujuan melepas kepenatan
dari lingkungan biasanya atau melepaskan kejenuhan
mengenai pekerjaan.
b. Educational Opportunity, keinginan untuk sesuatu yang baru,
mempelajari daerah lain
c. Relaxion, adalah keinginan yang bertujuan untuk penyegaran
dengan motivasi untuk melepas kepenatan.
d. Play, adalah keinginan untuk menikmati kegembiraan melalui
berbagai permainan dan dapat melepaskan diri sejenak dari
banyaknya urusan serius.
e. Self-Fulfilment, merupakan keinginan untuk menemukan jati
diri, karena biasanya dalam menemukan jati diri dapat
ditemukan pada saat kita menemukan daerah baru ataupun
orang yang baru.
f. Leisure Time, merupakan penggunaan waktu atau
memanfaatkan waktu senggang dari seseorang.
11
Faktor Penarik Berwisata (Pull Factor):
a. Cuaca/iklim tempat tujuan wisata
b. Transportasi, yaitu terkatit akses untuk menuju ke tempat
wisata, baik secara internasional maupun ke tempat-tempat
wisata pada sebuah destinasi
c. Atraksi wisata, aspek daya tarik suatu destinasi untuk
beraktifitas dan memiliki nilai skor
d. Amenities, adalah fasilitas yang ada di destinasi wisata yang
akan dikunjungi.
e. Lingkungan hidup yang alami dan juga yang buatan
DAFTAR PUSTAKA
12
Sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Fakultas
Pariwisata – Universitas Udayana Denpasar – Bali, 26 – 28
Januari 2016
13