LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien adalah usaha untuk mengurangi risiko cedera yang tidak
diharapkan dalam pelayanan kesehatan sampai nilai terendah yang bisa diterima.
Batas terendah ini ditentukan oleh pengetahuan terkini, fasilitas yang dimiliki, sumber
daya yang ada, dan prosedur yang dijalankan harus bernilai lebih daripada tanpa
tumpukan keju Swiss. Di mana terdapat banyak lubang pada tiap lapisan keju. Tiap
lapisan dari keju ini menggambarkan perlindungan yang dibentuk oleh sistem. Dalam
skema ini Reason menjelaskan bahwa kegagalan laten, di mana cenderung dimiliki
oleh individu dalam sistem, hanya akan menjadi kegagalan aktif apabila kegagalan ini
tidak tertangani oleh dinding yang ada, dengan kata lain, kegagalan ini bergerak
melalui celah sistem. Dinding-dinding pelindung itu secara fisik adalah kebijakan dan
dan fasilitas yang baik, dan lingkungan kerja yang menunjang keselamatan pasien.
Oleh karena itu, sistem keselamatan pasien bukanlah tugas individu atau seorang
pemimpin, ini adalah tugas kelompok, karena itu para pelaku dalam badan-badan
kesehatan dewasa ini membutuhkan kemampuan berpikir dalam sistem (Panesar et al.,
2014).
Budaya keselamatan pasien atau iklim keselamatan pasien adalah istilah yang
2013).
Dalam keselamatan pasien, dikenal istilah faktor manusia dan ergonomi, atau
“Human Factor and Ergonomic (HFE)” di mana bisa didefinisikan sebagai disiplin
ilmu yang mempelajari tentang faktor manusia dalam badan penyelenggara kesehatan,
di mana hal ini penting dalam pembelajaran ilmu keselamatan pasien, terbukti dengan
2. Manajemen Risiko
manajemen risiko khusus yang mencangkup semua proses, intrumen, aktivitas, dan
struktur yang membuat rumah sakit mampu untuk melakukan mengenali, menganalisa,
pasien (Briner et al., 2010). Sistem ini berfokus pada sistem pencatatan risiko, di
mana memiliki 4 tahap, yaitu mengenali risiko, menilai tingkat keparahan dan
biaya yang bisa diambil dari menurunnya risiko atau kerugian yang dapat ditimbulkan
oleh kejadian yang tidak diharapkan. Manajemen risiko yang efektif merupakan kerja
kelompok, sehingga pemahaman dan pola pikir dari tiap anggota kelompok tenaga
Menurut Reason (2000), kegagalan aktif, atau tindakan yang tidak diharapkan
memiliki dua faktor, yaitu: (1) faktor manusia melakukan kesalahan atau human
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dapat dikategorikan menjadi slips, lapse, dan
mistakes.
1) Slips, adalah kesalahan di mana suatu keputusan atau rencana sudah benar
2) Lapses, adalah kesalahan yang memiliki arti hampir sama dengan slips, namun
lebih mengarah pada hal yang tidak terlihat, seperti kendala memori atau daya
sulit.
b. Pelanggaran
telah ditetapkan, hal ini pun dibagi menjadi 3 jenis yaitu pelanggaran bersifat
dianggap kecil dan tidak masalah, seperti tidak mencuci tangan sebelum dan
tindakan yang sulit tanpa pengawasan karena pasien memiliki hubungan khusus
karena situasi yang mendesak, seperti tidak melakukan prosedur yang lengkap
Sejak laporan Institute of Medicine tahun 1999 oleh James Reason, “To Err
keselamatan pasien dalam pendidikan tenaga kesehatan. Pada tahun 2009 World
pasien untuk sekolah kedokteran, kurikulum ini berfokus pada 11 topik yang
Pada tahun 2011, beberapa universitas di Inggris dan Amerika Serikat telah
kebanyakan masih berupa kursus elektif, bukan topik formal dalam kurikulumnya
(Nie et al., 2011). Beberapa Beberapa mengalami hambatan internal, seperti pada
instansi lain juga telah memulai pendidikan keselamatan pasien dalam bentuk
kursus pendek, baik dalam beberapa waktu atau kursus sehari, seperti pada
Imperial College UK, di mana residen bedah dari 19 rumah sakit di London
al., 2012).
kesalahan yang sudah terjadi, jadi idealnya, hal inilah yang seharusnya menjadi
baru diperkenalkan, seperti checklist oleh WHO 2009, dalam kampanye "Safe Surgery
Saves Lives" yang diperkenalkan dengan nama "WHO Surgical Safety Checklist.”
Pada tahun 2009, sistem ini diperkenalkan di Inggris dan Wales, yang pada April
2010, mulai implementasikan ke semua rumah sakit di Inggris dan Wales, dengan
pendekatan lokal yang berbeda dan derajat kesuksesan yang bervariasi. Lebih dari
60% rumah sakit melaporkan bahwa checklist tersebut meningkatkan keselamatan dan
kerjasama, di mana hampir 40% dari rumah sakit melaporkan bahwa kecelakaan yang
sebagai tugas memberi tanda di dalam kotak kecil, budaya meletakkan checklist
dalam prioritas rendah, kurangnya kepemimpinan dalam klinik, dan strategi
Sebuah checklist lain, yaitu SURgical PAtient Safety System (SURPASS) atau
mana telah dikembangkan dan divalidasi di Belanda, checklist ini dibuat untuk pasien
bedah secara multidisiplin, mengandung lebih banyak informasi, dan berfokus pada
saat pergantian fase bedah, serta mengikuti alur dari saat pasien didaftarkan sampai
saat pasien dipulangkan (Ram dan Boermeester, 2013). Checklist adalah salah satu
langkah besar dalam membawa keselamatan pasien sebagai budaya di tengah badan
kemajuan ilmu keselamatan pasien sekarang ini, tidak menggunakan alat bantu yang
sederhana namun efektif ini, dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak profesional
keputusan, baik dalam berbagai studi dengan hewan uji maupun manusia, terdapat dua
pengalaman retrospektif, dan perilaku yang dilakukan untuk hasil prospektif atau
kognitif dan perilaku, melalui kerja mediator stress dalam usaha mengembalikan kita
ke kondisi homeostasis, dimana pada kondisi stress, sebagian besar mekanisme otak
kita menekan proses kognitif ke arah hal-hal di luar stressor, sehingga kita bisa cepat
menyelesaikan kondisi yang membuat kita stress, hal ini mendukung pembentukan
dan penggunaan memori retrospektif, namun mengurangi kemampuan kognitif dari
mengalami penurunan dalam berbagai aspek (Jackson et al, 2013). Irama sirkandian
yang kacau, terutama berhubungan dengan pola tidur, baik yang tidak teratur maupun
kurang tidur, dapat menimbulkan beberapa kondisi yang merugikan, seperti kenaikan
kortisol, peningkatan obesitas karena meningkatnya kadar insulin dan glukosa darah,
bersamaan dengna peningkatan pola makan, serta penurunan volume lobus temporal,
kejadian berbagai kelainan mental, seperti mood disorder dan dementia (McEwen &
Karatsoreos, 2015).
kehidupan manusia, secara epigenetik, perubahan ini dikarenakan asupan nutrisi yang
masuk mengubah ekspresi dan respon dari berbagai gen yang kemudian akan
mengubah variasi genetik seseorang, baik dalam jangka waktu pendek maupun
Motivasi seorang pelajar adalah hal yang memiliki banyak faktor dan bersifat
akan bermanifestasi pada komitmen dan pencapaian studi pelajar tersebut. Beberapa
inteligensia, self-efficacy, dan tujuan yang ingin dicapai oleh mahasiswa tersebut.
Mahasiswa atau pelajar yang percaya bahwa kepandaian adalah hal yang
bersifat adaptif, bukan bawaan yang tidak bisa berubah, akan memiliki strategi belajar
yang berbeda dengan yang menerima kemampuan berpikirnya adalah sesuatu yang
tidak bisa diubah, seperti saat menghadapi tugas yang membutuhkan kemampuan
yang lebih dari yang mereka miliki sekarang, di mana yang memandang bahwa
kepandaiannya bersifat adaptif akan mengatur proses belajar yang akhirnya bisa
tingkat kesulitan masalah yang dihadapi dan pengalaman pribadi sebelumnya. Pelajar
yang menyakini bahwa dirinya mampu melakukan tugas yang sulit dengan baik akan
memiliki motivasi yang lebih dalam hal ketekunan dan ketahanan dalam masa
pembelajaran. (Mega, Ronconi, & Beni, 2013; Lackaye & Margalit, 2006)
Pencapaian yang diinginkan oleh pelajar secara sederhana dibagi menjadi 6 tipe,
menurut 3x2 tabel, dimana pertama dibagi menjadi task (seberapa baik dapat
kategori tersebut dibagi menjadi 2, positif dan negatif, dimana positif berarti yang
membuat pelajar tersebut ingin mencapainya dan kategori negatif, atau yang dikenal
sebagai avoidance, adalah sisi yang ditimbulkan oleh pencapaian yang buruk dan
umumnya dihindari oleh pelajar tersebut (Murayama, Elliot, & Yamagata, 2011).
Berikut ini adalah 3 penyebab utama kejadian tidak diharapkan di kamar bedah:
kontaminasi pada pakaian dan alat yang digunakannya, yang mungkin menjadi
(WHO, 2009)
yang intensif, hal ini mungkin menjelaskan mengapa lebih banyak kejadian
sakit lainnya.
Bila kasus-kasus ini analisa lebih jauh, beberapa faktor laten dapat
protokol dan guideline, kepemimpinan tim yang kurang baik, kerjasama yang
sumberdaya yang tidak memadai, budaya kerja yang buruk, beban kerja yang
c. Komunikasi yang tidak efektif antar sejawat, baik sebelum, selama, dan
miskomunikasi, hal ini dianggap bertanggung jawab dalam kasus seperti salah
pasien, salah sisi, maupun salah prosedur. Selain itu kegagalan untuk
mereka di ruang operasi, bagi pelajar, stase bedah kadang merupakan stase
yang sangat sibuk. Selain tingginya beban kerja, lingkungan bedah merupakan
terjadi pada semua tingkatan fase bedah, namun terutama terjadi ketika pasien
berpindah dari satu fase rawat ke fase lainnya (WHO, 2009; Han, 2015)
salah.
jarum.
kelas 1.
B. Kerangka Pemikiran
Praktik
Manajemen
Pasien
Praktik
Pendidikan
Pengalaman Sistem
Teori
Stase Prevensi dan
Operatif Kontrol
Pendidikan
Infeksi
Dalam
Jumlah Stase Praktik Bentuk
Yang Sudah Komunikasi Simulasi
Dilalui Antar
Sejawat Bimbingan
Pengetahuan
dan
Supervisi Tentang Sistem
dari Senior Keselamatan
Pasien
Lingkungan
Pola tidur
Kerja
Pendidikan
Informal
Keluarga Stress Kondisi Fisik
Asupan
Genetik
Nutrisi
Individu
Faktor diluar
Sebagai
Pendidikan
Pelajar
Harapan Akan Goal-
Hasil Directed
(prospektif) Behaviour
Proses
Belajar
Pengalaman
Habitual
Masa Lalu
Behaviour
(retrospektif)
C. Hipotesis
Tingkat pengetahuan tentang keselamatan pasien pada dokter muda yang lebih
banyak memiliki pengalaman stase operatif lebih tinggi dibandingkan dokter muda