Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL

Prophylactic Dosing of Vitamin K to Prevent Bleeding

Pembimbing :

dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp. A.

Disusun oleh :

Desha Akbar Hosen

1102015054

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RUMAH SAKIT DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, akhirnya penyusunan


jurnal dengan judul “Prophylactic Dosing of Vitamin K to Prevent Bleeding”
dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas
sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu penyakit
dalam di Rumah Sakit Umum Dr. Drajat Prawiranegara Serang.

Dalam menyelesaikan tugas jurnal ini, saya mengucapkan terima kasih


kepada dr. Shelvi Herwati Tamzil, Sp. A. selaku pembimbing dalam penyusunan
jurnal dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.

Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan


menerima kririk dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita
semua.

Serang, Mei 2019

Desha Akbar Hosen

Penyusun

1
ABSTRAK

Latar belakang masalah: Berdasarkan tingginya insiden perdarahan karna


defisiensi vitamin k atau vitamin K deficiency bleeding (VKDB) pada bayi yang
disusui (ASI) dengan kolestasis yang belum dikenali, seperti atresia billier (BA).
Maka dari itu untuk mencegah perdarahan pada bayi yang disusui, rejimen
belanda memberikan vitamin K secara oral dengan dosis 1 mg setelah bayi baru
lahir dan dilanjutkan dengan mengganti dosis harian oral yang diberikan pada
umur 2 minggu hingga 13 minggu dari 25 μg menjadi 150 μg vitamin K.
Kemudian dibandingkan efektivitas dari dosis rejimen 25 μg dengan 150 μg dan
dengan rejimen Denmark yaitu single dose intramuscular (IM), 2 mg vitamin K
saat lahir.

Tujuan: Untuk membandingkan efektivitas dosis rejimen vitamin K antara 25 μg,


150 μg dan single dose intramuskular 2 mg saat lahir terhadap perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.

Metode: Penelitian ini dilakukan secara komparatif. Data didapatkan dari negara
dengan penyakit atresia billier yang terdaftar : Grup rejimen dengan dosis 25 μg
diambil dari negara belanda dari bulan Januari 1991 sampai dengan Februari
2011, Grup rejimen dengan dosis 150 μg diambil dari negara Belanda dari Maret
2011 sampai dengan januari 2015, dan Grup IM 2 mg diambil dari negara
Denmark dari bulan Juli 2000 sampai dengan November 2014. Data dibandingkan
dengan perbandingan insidens kasus VKDB pada masing-masing grup.

Hasil: Perdarahan karena defisiensi vitamin K (VKDB) terjadi pada 45 dari 55


(82%) bayi dari kelompok rejimen dosis 25 μg, kemudian terjadi pada 9 dari 11
(82%) bayi dari kelompok rejimen dosis 150 μg, dan hanya 1 dari 25 (4%) dari
kelompok IM 2 mg (P <0,001). Empat puluh persen dari semua bayi dari
kelompok rejimen dosis 25 μg memiliki perdarahan intrakranial yang
menimbulkan gejala, dibandingkan dengan 27% bayi dari kelompok rejimen 150
μg (P = 0,43). perdarahan intrakranial tidak diamati pada kelompok mg IM 2 (0%;
P <0,001).

Kesimpulan: Sebuah vitamin K rejimen profilaksis 1 mg vitamin K secara oral


pada saat lahir diikuti oleh sediaan oral harian baik 25 μg atau 150 μg gagal untuk
mencegah VKDB pada bayi yang diberi ASI dengan BA masih belum diakui.
Namun dari data yang telah dipaparkan diketahui bahwa pemberian vitamin K IM
dengan dosis tunggal, 2 mg saat lahir dapat mencegah VKDB pada bayi.

2
Kata Kunci: profilaksis, vitamin k, dosis, bayi

PENDAHULUAN

Kekurangan vitamin K dapat benyebabkan perdarahan berat pada bayi


yang disusui karena kurangnya vitamin K pada air susu ibu (ASI). Perdarahan ini
dikenal sebagai vitamin K deficiency bleeding (VKDB), perdarahan ini dapat
diklasifikasikan sebagai : perdarahan dini yaitu usia <24 jam saat lahir,
perdarahan klasik yaitu terjadi pada minggu pertama kelahiran, dan perdarahan
lambat yaitu pada umur 1 minggu sampai dengan 6 bulan. Pada 50% dari pasien
VKDB perdarahan lambat, letak perdarahan melibatkan perdarahan intrakranial,
yang mana akan mengakibatkan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Penyerapan vitamin K sangat bergantung pada ketersediaan asam empedu di usus.
Berkurangnya atau tidak adanya bantuan empedu pada proses penyerapan diusus,
yang mana terjadi pada kondisi kolestasis akan mengakibatkan bayi berisiko
mengalami malabsorbsi vitamin K dan vitamin lain yang larut dalam lemak. Bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif berisiko tinggi mengalami VKDB tipe lambat,
yang mana kebanyakan kolestasis tidak terdiagnosa sejak awal.

Banyak negara telah memperkenalkan rejimen suplementasi vitamin K


untuk mencegah VKDB (Tabel 1). Dosis optimal, rute, dan frekuensi pemberian
vitamin K, masih belum jelas. Rejimen pemberian vitamin K oral dan
intramuskular (IM) saat lahir telah terbukti efektif dalam pencegahan VKBD
klasik. Dosis tunggal vitamin K IM saat lahir juga dapat mencegah VKDB tipe
lambat. Antara 1990 dan Februari 2011, semua bayi di Belanda menerima dosis

3
oral tunggal 1 mg vitamin K saat lahir, diikuti dengan suplemen oral harian yang
direkomendasikan dari 25 μg vitamin K sejak minggu ke- 2 sampai ke- 13 pada
bayi yang diberi ASI. Rejimen ini secara signifikan mengurangi kejadian VKDB
tipe lambat.

Berdasarkan studi surveilans dan studi pada populasi berisiko tinggi,


meskipun ada indikasi kepatuhan yang kuat terhadap rekomendasi. Namun
faktanya > 80% bayi dengan atresia bilier (BA), mengalami VKDB tipe lambat
yang parah dengan gejala yang muncul. Pengamatan ini sangat berbeda dengan
kejadian VKDB yang sangat rendah pada pasien BA di Denmark, di mana rejimen
vitamin K profilaksis lainnya digunakan. Pasien dengan BA di belanda memiliki
risiko 8-10 kali lipat lebih besar daripada pasien BA di Denmark, atau dengan
kata lain perbandingan rejimen profilaksis vitamin K di Belanda dengan dosis oral
mingguan 1 mg vitamin K dan dengan dosis IM tunggal 2 mg vitamin K saat lahir
di Denmark.

Sejak Maret 2011, rejimen profilaksis diubah di Belanda; dosis oral harian
yang disarankan dari 25 μg vitamin K ditingkatkan menjadi 150 μg setiap hari
untuk semua bayi yang disusui dari minggu 2 hingga 13 kehidupan. Dosis oral
tunggal 1 mg vitamin K saat lahir dipertahankan.

Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi efek pencegahan dari pedoman


Belanda yang diadaptasi sehubungan dengan kejadian dan tingkat keparahan
VKDB sebagai gejala yang muncul pada anak-anak yang diberi ASI dengan BA.
Kami membandingkan insidensi dan keparahan VKDB dengan 25 μg oral
berulang, 150 μg oral berulang, dan rejimen IM 2 mg tunggal.

METODE

Populasi Penelitian

Kelompok Studi Belanda tentang Biliary Atresia Registry (NeSBAR) telah


menjadi upaya bersama dari Masyarakat Belanda untuk Ilmu kesehatan anak dari
Gastroenterologi, Hepatologi, dan Nutrisi serta Ahli Bedah Anak. Data semua
pasien dengan BA yang lahir dari Januari 1991 hingga Januari 2015 dan dirawat
dalam 1 dari 6 pusat akademik khusus di Belanda diperoleh dari database
NeSBAR. Data semua pasien dari negara Denmark dengan BA yang lahir dari Juli
2000 hingga November 2014 diambil dari Departemen Bedah Anak di Rumah
Sakit Universitas Kopenhagen (Rigshospitalet). Pasien dengan usia kehamilan
<37 minggu atau berat lahir <2000 g dikeluarkan dari subjek penelitian. Bayi
yang lahir di luar negeri atau dirawat di rumah sakit sejak lahir juga dikeluarkan.
Data klinis yang relevan diperoleh dari rekam medis. Penelitian ini dilakukan
sesuai dengan pedoman komite etika medis dari University Medical Center
Groningen.

4
Perdarahan Karna Defisiensi Vitamin K

VKDB didefinisikan sebagai memar, perdarahan, atau perdarahan


intrakranial pada bayi di bawah 6 bulan, karena defisiensi vitamin K, bukan
karena koagulopati lain.

Vitamin K Profilaksis

Dalam penelitian ini, kami mengevaluasi kejadian VKDB pada bayi yang
diberi ASI dengan BA yang telah menerima 1 dari 3 rejimen profilaksis: (1)
kelompok 25 μg:1 mg oral saat lahir, diikuti dengan dosis oral harian 25 μg
vitamin K (Belanda, Januari 1991 hingga Februari 2011); (2) 150 μg kelompok: 1
mg oral saat lahir, diikuti oleh dosis oral harian 150 μg vitamin K (Belanda, Maret

5
2011 hingga Januari 2015); dan (3) grup IM 2 mg: dosis IM tunggal 2 mg vitamin
K saat lahir (Denmark, Juli 2000 hingga November 2014).

Dalam penelitian ini, kami menggunakan data ini, diperkaya dengan hasil
yang diperbarui pada rejimen baru, untuk membandingkan kemanjuran adaptasi
berkenaan dengan perlindungan terhadap VKDB

Analisis Statistik

Untuk menganalisis data klinis dan biokimia, kami menggunakan uji χ2


dalam hal parameter dikotomis, analisis varian 1 arah untuk parameter dengan
distribusi normal, dan uji Kruskal-Wallis untuk parameter dengan distribusi tidak
normal. Risiko relatif dan interval kepercayaan 95% untuk VKDB dihitung, dan
uji Fisher digunakan untuk perbandingan insiden VKDB dan perdarahan
intrakranial antar kelompok. Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Semua analisis dilakukan dengan SPSS (versi 22.0; IBM Corp, Armonk, NY).

HASIL

Dari Januari 1991 hingga Januari 2015, 238 pasien dengan BA terdaftar di
NeSBAR. Enam puluh dua pasien dikeluarkan karena berbagai alasan (Gambar
1). Dari bayi yang tersisa, 110 (62%) menerima susu formula atau kombinasi
pemberian susu formula dan menyusui. Lima puluh lima pasien yang disusui
secara eksklusif dimasukkan ke dalam kelompok 25 μg dan 11 pasien dalam
kelompok 150 μg. Antara Juli 2000 dan November 2014, 52 pasien terdaftar di
Danish Biliary Atresia Registry. Lima belas bayi dikeluarkan karena berbagai
alasan. Dua puluh lima (68%) dari 37 sisanya secara eksklusif disusui dan
termasuk dalam kelompok IM 2 mg.

6
Perdarahan Karena Defisiensi Vitamin K

Pada kelompok rejimen dosis 25 μg, VKDB terjadi pada 45 dari 55 (82%)
pasien. Dua puluh satu (38% dari total) didiagnosis dengan perdarahan multipel.
Dua puluh dua (40%) mengalami perdarahan intrakranial, didiagnosis dengan
computed tomography atau MRI scan. VKDB terjadi pada 9 dari 11 (82%) dari
kelompok rejimen dosis 150 μg. Enam (55%) dari pasien ini mengalami
perdarahan multipel, dan tiga (27%) mengalami perdarahan intrakranial. Pada
kelompok single dose IM 2 mg, VKDB terjadi hanya pada 1 dari 24 (4%) bayi
yang disusui. Tidak ada bayi yang mengalami perdarahan intrakranial.

7
DISKUSI

Kami mengevaluasi apakah rejimen profilaksis vitamin K dari 1 mg


vitamin K secara oral saat kelahiran diikuti oleh 150 μg setiap hari sejak minggu
ke 2 hingga 13 cukup untuk mencegah VKDB pada bayi yang diberi ASI. Pada
data kami dalam kelompok risiko tinggi, yaitu bayi yang tidak terdiagnosis
dengan BA, menunjukkan bahwa rejimen ini tidak berhasil mencegah VKDB,
berbeda dengan rejimen yang terdiri dari suntikan IM tunggal 2 mg vitamin K saat
lahir.

Penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatkan dosis harian rejimen


profilaksis vitamin K oral dari 25 μg menjadi 150 μg gagal mencegah VKDB
pada bayi yang diberi ASI dengan BA yang belum terdiagnosis. VKDB terjadi
pada 82% bayi dan beberapa termasuk kasus perdarahan intrakranial, yang telah
dikaitkan dengan morbiditas serius dan mortalitas tinggi. Risiko VKDB pada bayi
yang diberi ASI dengan BA pada dosis oral harian 150 μg vitamin K adalah 20
kali lipat lebih tinggi daripada pada dosis IM tunggal saat lahir. Dibandingkan
dengan rejimen sebelumnya 25 μg, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
kejadian VKDB.

Kami mempelajari kejadian VKDB sebagai gejala yang muncul pada bayi
yang diberi ASI dengan BA dalam 3 rejimen profilaksis yang berbeda. Karena
kami menggunakan basis data nasional di Belanda dan Denmark, di mana semua
pasien dengan atresia bilier terdaftar, kami meminimalkan risiko bias seleksi.
Hanya pasien atresia bilier yang tidak dibawa ke rumah sakit akademik yang bisa
terlewatkan.

Dewan Kesehatan Belanda merekomendasikan rejimen oral dengan


peningkatan dosis harian dibandingkan dosis IM tunggal karena, dalam situasi
terakhir, kelompok yang relatif besar akan menerima profilaksis ketika tidak
benar-benar membutuhkannya, yaitu bayi yang saat lahir (atau segera sesudahnya)
dimulai dengan pemberian susu formula daripada menyusui. Motivasi lain adalah
profilaksis oral itu dianggap sama efektifnya dengan profilaksis intramuskuler,
selama dosisnya memadai. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa profilaksis oral
mingguan 1 mg vitamin K dalam 3 bulan pertama kehidupan sangat efektif dalam
mencegah VKDB. Hipotesis pada waktu itu adalah bahwa profilaksis mingguan 1
mg lebih efektif daripada 25 μg setiap hari, karena dosis kumulatif per minggu
adalah 6 kali lipat lebih tinggi pada profilaksis mingguan (1,05 vs 0,175 mg). Data
kami saat ini jelas menunjukkan bahwa hipotesis ini perlu ditolak. Administrasi
kumulatif vitamin K 1,05 mg (150 μg setiap hari) tidak mengurangi kejadian
VKDB dalam populasi penelitian kami. Tidak jelas mengapa dosis tunggal 1 mg
mingguan tampaknya efektif, berbeda dengan dosis serupa yang dibagi atas fraksi
harian. Orang bisa berspekulasi bahwa penyerapan fraksional dari 1 dosis yang

8
lebih besar lebih tinggi daripada beberapa dosis kecil, tetapi data tentang
penyerapan vitamin K fraksional pada bayi kurang. Juga, kepatuhan terhadap
administrasi harian dapat memainkan peran. Namun, pada pasien yang diteliti,
kami menemukan bahwa, untuk sebagian besar pasien, dicatat bahwa orang tua
telah mematuhi administrasi sehari-hari. Karena itu kami merasa bahwa
kepatuhan yang buruk bukanlah penjelasan utama untuk temuan kami saat ini.

Demikian pula, masih belum dijelaskan mengapa bayi yang diberi susu
formula terlindungi terhadap VKDB, meskipun asupan vitamin K yang relatif
rendah dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI dengan profilaksis vitamin K
(25 hingga 50 μg setiap hari, berdasarkan formula 150 mL per kg berat badan, dan
150 μg setiap hari, masing-masing).Bersama-sama, pengamatan ini menggaris
bawahi kebutuhan untuk memahami secara lebih rinci, penyerapan vitamin K dari
usus bayi, untuk mencegah VKDB berdasarkan argumen rasional.

Pemberian vitamin K secara intramuskular saat lahir telah dibuktikan


sebagai pencegahan VKDB yang efektif. Data kami saat ini mengkonfirmasi
pengamatan ini, bahkan setelah analisis sekelompok bayi dengan risiko VKDB
yang jauh lebih tinggi. Manfaat besar dari jenis profilaksis ini adalah bahwa
profilaksis tidak bergantung pada kepatuhan harian atau mingguan terhadap
pemberian yang disarankan atau penyerapan vitamin K usus yang masih belum
terkarakterisasi pada bayi. Kerugian dari profilaksis IM adalah rasa sakit dan
mungkin hematoma pada tempat injeksi dan, meskipun sangat jarang, komplikasi
seperti osteomielitis dan perdarahan intramuskuler. Dalam penelitian ini, data
tentang efek samping pemberian IM belum dikumpulkan secara sistematis.

KESIMPULAN

Kami menyimpulkan bahwa rejimen profilaksis untuk bayi yang disusui


yang terdiri dari 1 mg vitamin K secara oral saat lahir, diikuti oleh 25 atau 150 μg
setiap hari sejak minggu 2 hingga 13, tidak cukup mencegah VKDB pada bayi
yang disusui dengan BA yang masih belum terdiagnosis. Kami berasumsi bahwa
pencegahan yang tidak memadai ini juga terjadi pada bayi dengan kolestasis
neonatal lain yang belum terdiagnosis. Efisien pencegahan diperoleh dengan
rejimen yang terdiri dari injeksi IM tunggal 2 mg vitamin K saat lahir, seperti
yang dilakukan dengan sukses di Denmark.

Anda mungkin juga menyukai