Anda di halaman 1dari 42

Agung Raharjo

Fitriani Azhari
Mayli Faroh Nabila
Mawar Septiani Sukma
Definisi
Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan kelainan patologi yang
diakibatkan oleh karena defisiensi protein saja atau
defesiensi energi saja atau protein dan energi baik
secara kuantitatif atau kualitatif yang biasanya sebagai
akibat/berhubungan dengan penyakit infeksi.
(I Wayan Sujana. “Kekurangan Energi Protein (KEP)”. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011 dari
http://idijembrana.or.id/index.php?module=artikel&kode=10)
Klasifikasi
 Klasifikasi menurut Gomez
 Klasifikasi menurut tipe
 Klasifikasi menurut Waterlow
 Klasifikasi kualitatif menurut McLaren dkk
Klasifikasi menurut Gomez (1955)
Klasifikasi didasarkan atas berat badan individu
dibandingkan dengan berat badan yang diharpkan
pada anak sehat seumur. Sebagi baku patokan dipakai
persentil 50 % baku Harvard (Stuart dan stevenson,
1954).
Klasifikasi menurut tipe
Klasifikasi ini menggolongkan KEP dalam kelompok
menurut tipenya gizi-kurang, marasmur, kwashiorkor,
dan kwashiorkor marasmik.
Klasifikasi menurut Waterlow
(1973)
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang
terjadi akut dan menahun. Beliau berpendapat,
bahwa defisit berat terhadap tinggi mencerminkan
gangguan gizi akut dan menyebabkan keadaan
wasting (kurus-kering), sedangkan defisit tinggi
menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi
yang berlangsung sangat lama yang dapat
mengakibatkan gangguan terhadap pertumbuhan
tinggi badan, hingga anak menjadi pendek (stunting)
untuk umurnya.
Klasifikasi kualitatif menurut
McLaren dkk
Mclaren mengklasifikasikan golongan KEP berat
dalam 3 kelompok menurut tipenya. Gejala klinis
edema, dermatosis, edema disertai dermatosis,
perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi
angka bersama-sama dengan menurunnya kadar
albumin atau total protein serum. Cara demikian
disebut dengan scoring system Mclaren.
Lanjutan...
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang
dapat dikumpulkan tiap penderita:
 0-3 angka = marasmus
 4-8 angka = marasmic-kwashiorkor
 9-15 angka = kwashiorkor
Gejala Klinis KEP
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang
ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis
KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB
bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain
adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor.
Kwashiorkor
 Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pedis)
 Wajah membulat dan sembab
 Pandangan mata sayu
 Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah
dicabut tanpa rasa sakit, rontok
 Perubahan status mental, apatis, dan rewel
 Pembesaran hati
 Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk
 Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
 Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut (anemia, diare)
Marasmus
 Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
 Wajah seperti orang tua
 Cengeng, rewel
 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit
sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)
 Perut cekung
 Iga gambang
 Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis
berulang seperti diare kronik atau konstipasi/susah
buang air)
Marasmik-Kwarshiorkor
 Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa
gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan
BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema
yang tidak mencolok

Depkes. “Pedoman tatalaksana gizi di Puskesmas dan Rumah Tangga”. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011 dari
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-pkm.shtml
Pengukuran Antropometri KEP
Berdasarkan WHO dan UNICEF (WHO child growth
standards and the identification of severe acute
malnutrition in infants and children, 2009) :
Indikator Ukuran Ambang batas
Severe wasting BB/TB1 <-3 sd
Severe wasting LILA <115 mm
Bilateral oedema Gejala klinis

1. Berdasarkan standar WHO (www.who.int/childgrowth/standards)


Prevalensi KEP menurut
Riskesdas 2007
Prevalensi KEP menurut Riskesdas
2010
40
35.7
35

30

25

20 17.9
15 13.3

10

0
Gizi Kurang Pendek Kurus
Perbandingan
40 36.835.7
35

30

25

20 18.417.9 Riskesdas 2007


13.613.3 Riskesdas 2010
15

10

0
Gizi Kurang Pendek Kurus
Penyebab KEP
 Faktor Langsung
 Faktor Tidak Langsung
 Faktor Lain
Faktor Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung
menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang
tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang
kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat
cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada
akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula
pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit
Faktor Tidak Langsung
 Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
 Pola pengasuhan anak kurang memadai.
 Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang
memadai.

Bohari. “KEP pada BALITA”. Diakses pada tanggal 21 Oktober dari http://bohkasim.wordpress.com/2009/05/19/kep-pada-balita/
Faktor Lain
 Faktor diet
 Faktor sosial-budaya, seperti :
 Perceraian
 Pria dengan penghasilan kecil
 Ibu yang mencari nafkah tambahan
 Faktor kepadatan penduduk
 Infeksi
 Kemiskinan
Solihin Pudjiadi. “Ilmu gizi klinis pada anak ed. 4th”. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2000
Dampak KEP terhadap Balita
http://dyah-purnamasari.blog.unsoed.ac.id/files/2011/03/KURANG-ENERGI-PROTEIN-PDF.pdf

• Menghambat pertumbuhan

• Rentan terhadap penyakit infeksi

• Mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan


Upaya penanggulangan masalah
KEP
 Dengan mengurangi/mengatasi faktor resiko, melalui
perawatan kesehatan,
 Pencegahan infeksi potensial KEP
 Pemberian ASI eksklusif,
 Perbaikan sosial ekonomi keluarga,
 Keluarga berencana,
 Imunisasi
Lanjutan...
 Kerjasama lintas program dan lintas sektor seperti:
kesehatan, pertanian (diversikasi pangan),
ketenagakerjaan, pendidikan (menambah pengetahuan
mengenai gizi seimbang), kesejahteraan sosial dan
kependudukan juga dibutuhkan.
 Revitalisasi posyandu dengan menggalakkan kegiatan
program : penimbangan balita secara rutin, imunisasi,
upaya kesehatan ibu dan anak, pelayanan keluarga
berencana, upaya perbaikan gizi, pemberian makanan
tambahan (PMT) seperti full cream sebanyak 60gr/hr (
2gelas/hari), pemulihan, penyuluhan kesehatan akan
sangat mendukung
Pelayanan Gizi Balita KEP
 KEP Ringan
 KEP Sedang
 KEP Berat
KEP Ringan
Diberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian
makanan di rumah dan pemberian vitamin.
Dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif (Bayi <4
bulan) dan terus memberikan ASI sampai 2 tahun.
Pada pasien KEP ringan yang dirawat inap untuk
penyakit lain, diberikan makanan sesuai dengan
penyakitnya dengan tambahan energi sebanyak 20%
agar tidak jatuh pada KEP sedang atau berat, serta
untuk meningkatkan status gizinya. Selain itu obati
penyakit penyerta.
KEP Sedang
 Penderita rawat jalan (di RS/Puskesmas): diberikan
nasehat pemberian makanan dengan tambahan energi
20-50% dan vitamin serta teruskan ASI bila anak <2
tahun. Pantau kenaikan berat badannya setiap 2
minggu dan obati penyakit penyerta
KEP Sedang
 Penderita rawat inap: diberikan makanan tinggi energi
dan protein, secara bertahap sampai dengan energi 20-
50% di atas kebutuhan yang dianjurkan (Angka
Kecukupan Gizi/AKG) dan diet sesuai dengan
penyakitnya, berat badan dipantau setiap hari, selain
itu diberi vitamin dan penyuluhan gizi. Setelah
penderita sembuh dari penyakitnya, tapi masih
menderita KEP ringan atau sedang, rujuk ke
puskesmas untuk penanganan masalah gizinya
KEP Berat
 Bilamana ditemukan anak dengan KEP berat/Gizi buruk
harus dirawat inap. Pada tata laksana rawat inap penderita
KEP berat/Gizi buruk di Rumah Sakit terdapat 5 (lima)
aspek penting, yang perlu diperhatikan:
 Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10
langkah utama)
 Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit
 Pengobatan penyakit penyerta
 Kegagalan pengobatan
 Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
 Tindakan pada kegawatan
Depkes. “Pedoman Tatalaksana Kurang Protein Rumah Sakit”. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011 dari http://gizi.depkes.go.id/pedoman-
gizi/download/ped-tata-kurang-protein-rs-kab-kodya-1.doc
Pengobatan Rutin yang dilakukan
di RS
 Atasi/cegah hipoglikemia
 Atasi/cegah hipotermia
 Atasi/cegah dehidrasi
 Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
 Obati/cegah infeksi
 Mulai pemberian makanan
 Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
 Koreksi defisiensi nutrien mikro
 Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
 Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Program Gizi dalam RAPGM 2010-
2014
 Untuk mengatasi persoalan gizi kurang karena KEP
dilakukan melalui upaya-upaya :
1. penyelenggaraan posyandu
2. pemberian ASI eksklusif dan MP ASI
3. tatalaksana gizi buruk
RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN
DAN GIZI 2011-2015
 Strategi Pangan dan Gizi Nasional
1. Perbaikan gizi masyarakat
2. Peningkatan aksesibilitas pangan
3. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi
Pertanyaan..
1. UU nomor berapa yang mendasari KEP, dan apakah
penanggulangan pemerintah pada riskesdas
2007/2010 dapat dikatakan berhasil? (Dani Suyana)
2. Bagaimana perbedaan gejala KEP ringan, KEP
sedang, dan KEP berat? (Karlina S)
Jawaban..
 UU sudah ada dan spesifik dalam pasal di UU no. 36
tahun 2009 Sedangkan penanggulangan pemerintah,
kami mengatakan sudah berhasil, karena jika
dikonversikan pada jumlah penduduk Indonesia, ini
merupakan angka yang cukup baik yang telah dicapai
pemerintah. Apalagi dalam kondisi ekonomi dan
politik Indonesia yang seperti ini.
Jawaban..
 Gejala klinis KEP ringan dan sedang berupa kurusnya
anak, yang indikatornya bisa dilihat pada KMS, jika
dibawah garis merah, maka sudah bisa dikatakan
menderita KEP. Bedanya, KEP ringan hanya
ditanggulangi dengan penyuluhan dan pemberian
makanan bergizi dari puskesmas setempat, sedangkan
KEP sedang harus rawat inap. KEP berat gejala
klinisnya dibagi tiga, yakni kwashiorkor, marasmus,
dan marasmic-kwarshiorkor
Daftar Pustaka
 http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658
 http://www.bappenas.go.id/get-file-
server/node/10655/
 Depkes. “Pedoman Tatalaksana Kurang Protein
Rumah Sakit”. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011
dari http://gizi.depkes.go.id/pedoman-
gizi/download/ped-tata-kurang-protein-rs-kab-kodya-
1.doc
 Solihin Pudjiadi. “Ilmu gizi klinis pada anak ed.
4th”. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2000
 Bohari. “KEP pada BALITA”. Diakses pada tanggal
21 Oktober dari
http://bohkasim.wordpress.com/2009/05/19/kep-
pada-balita/
 Depkes. “Pedoman tatalaksana gizi di Puskesmas
dan Rumah Tangga”. Diakses pada tanggal 22
Oktober 2011 dari
http://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/pd-kep-
pkm.shtml
 I Wayan Sujana. “Kekurangan Energi Protein
(KEP)”. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011 dari
http://idijembrana.or.id/index.php?module=artike
l&kode=10

Anda mungkin juga menyukai