Anda di halaman 1dari 28

Prophylactic Dosing of Vitamin K to Prevent

Bleeding
Pembimbing :
dr. Sri Hastuti Andayani, Sp.A

Disusun oleh :
Ganang Suryansa Agusalim
1102015085
Latar belakang masalah

• Tingginya insiden perdarahan akibat defisiensi vitamin K atau vitamin K deficiency bleeding
(VKDB) pada bayi yang diberi ASI dengan kolestasis yang belum dikenali, seperti atresia billier
(BA)
Tujuan

• Untuk membandingkan dan mengetahui dosis pemberian vitamin K yang efektif dalam mencegah
terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K pada bayi yang diberi ASI
Metode
• Penelitian ini dilakukan secara komparatif.
• Data diperoleh dari 2 negara yaitu Belanda dan Denmark
• Data dari Belanda diperoleh dari NeSBAR (Netherlands Study group on Billiary Atresia
Registry)
• Data dari Denmark diperoleh dari Department of Pediatric Surgery at University Hospital of
Copenhagen
• Sampel dibagi menjadi 3 grup yaitu
• Grup 1 (Belanda, Januari 1991 sampai February 2011) : grup dengan pemberian vitamin K
dengan dosis 1 mg, secara oral ketika bayi baru lahir dan dilanjutkan dengan pemberian
vitamin K dengan dosis 25 μg per hari dari umur 2 minggu hingga 13 minggu.
• Grup 2 (Belanda, Maret 2011 sampai Januari 2015): grup dengan pemberian vitamin K
dengan dosis 1 mg, secara oral ketika bayi baru lahir dan dilanjutkan dengan pemberian
vitamin K dengan dosis 150 μg per hari dari umur 2 minggu hingga 13 minggu.
• Grup 3 (Denmark, July 2000 sampai November 2014): grup dengan pemberian vitamin K
dengan dosis tunggal, 2 mg secara intra muscular ketika bayi baru lahir
Populasi penelitian
 Kriteria Ekslusi :

 Pasien dengan kehamilan <37 minggu

 Berat badan lahir <2000 g

 Bayi yang lahir di luar negri

 Bayi yang dirawat di rumah sakit sejak lahir

 Bayi yang meminum susu formula


Perdarahan akibat defisiensi vitamin K

• Didefinisikan sebagai memar, perdarahan, atau perdarahan intrakranial pada bayi di bawah 6
bulan, karena defisiensi vitamin K, bukan karena koagulopati lain.

• Terdapat 3 klasifikasi dari VKDB


• VKDB dini yaitu terjadi pada neonatus <24 jam
• VKDB klasik yaitu terjadi pada bayi umur 1 minggu
• VKDB lambat yaitu terjadi pada bayi umur 1 minggu sampai 6 bulan
Analisis Statistik

• Untuk menganalisis data klinis dan biokimia, penelitian ini menggunakan uji χ2 dalam hal
parameter dikotomis,
• analisis varian 1 arah untuk parameter dengan distribusi normal
• uji Kruskal-Wallis untuk parameter dengan distribusi tidak normal.
• Risiko relatif dan interval kepercayaan 95% untuk VKDB dihitung, dan
• uji Fisher digunakan untuk perbandingan insiden VKDB dan perdarahan intrakranial antar
kelompok.
• Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Semua analisis dilakukan dengan SPSS (versi
22.0; IBM Corp, Armonk, NY).
Hasil

1. Pada kelompok rejimen dosis 25 μg


 VKDB terjadi pada 45 dari 55 (82%) pasien.

 21 (38% dari total) didiagnosis dengan perdarahan multipel.

 22 (40%) mengalami perdarahan intrakranial, didiagnosis dengan computed tomography atau


MRI scan.
2. Kelompok rejimen dosis 150 μg

 9 dari 11 (82%) mengalami VKDB


 6 (55%) dari pasien ini mengalami perdarahan multipel
 3 (27%) mengalami perdarahan intrakranial.

3. Kelompok rejimen dosis tunggal 2 mg IM

 Hanya 1 dari 24 (4%) bayi yang mengalami VKDB.


 Tidak ada bayi yang mengalami perdarahan intrakranial.
Diskusi
• Peneliti mengevaluasi tentang regimen vitamin K profilaksis dengan dosis 1 mg secara oral
diberikan saat lahir dan diikuti dengan pemberian vitamin K secara rutin setiap hari sejak
usia 2 minggu sampai 13 minggu dengan dosis 150 μg ternyata tidak berhasil mencegah VKDB
• Penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatkan dosis regimen dari 25 μg ke 150 μg gagal
untuk mencegah terjadinya VKDB
• Jika dibandingkan kelompok regimen oral 150 μg dengan kelompok dosis tunggal IM 2mg
maka risiko terjadinya VKDB lebih besar 20 x lipat
• Dewan Kesehatan Belanda merekomendasikan rejimen oral dengan peningkatan dosis harian
dibandingkan dosis IM tunggal karena, dalam situasi terakhir, kelompok yang relatif besar akan
menerima profilaksis ketika tidak benar-benar membutuhkannya, yaitu bayi yang saat lahir (atau
segera sesudahnya) dimulai dengan pemberian susu formula daripada menyusui.
• Motivasi lain adalah profilaksis oral itu dianggap sama efektifnya dengan profilaksis
intramuskuler, selama dosisnya memadai.
• Studi sebelumnya menunjukkan bahwa profilaksis oral mingguan 1 mg vitamin K dalam 3 bulan
pertama kehidupan sangat efektif dalam mencegah VKDB.
• Hipotesis pada waktu itu adalah bahwa profilaksis mingguan 1 mg lebih efektif daripada 25 μg
setiap hari, karena dosis kumulatif per minggu adalah 6 kali lipat lebih tinggi pada profilaksis
mingguan (1,05 vs 0,175 mg).
• Data saat ini jelas menunjukkan bahwa hipotesis ini perlu ditolak.
• Data saat ini jelas menunjukkan bahwa hipotesis ini perlu ditolak.
• Orang bisa berspekulasi bahwa penyerapan fraksional dari 1 dosis yang lebih besar lebih tinggi
daripada beberapa dosis kecil, tetapi data tentang penyerapan vitamin K fraksional pada bayi
masih kurang.
• Bersama-sama, pengamatan ini menggaris bawahi kebutuhan untuk memahami secara lebih
rinci, penyerapan vitamin K dari usus bayi, untuk mencegah VKDB berdasarkan argumen
rasional.
• Pemberian vitamin K secara intramuskular saat lahir telah dibuktikan sebagai pencegahan VKDB
yang efektif.
Kesimpulan
• Rejimen profilaksis untuk bayi yang disusui yang terdiri dari 1 mg vitamin K secara oral saat
lahir, diikuti oleh 25 atau 150 μg setiap hari sejak minggu 2 hingga 13, tidak cukup mencegah
VKDB pada bayi yang disusui dengan BA yang masih belum terdiagnosis
• Efisien pencegahan diperoleh dengan rejimen yang terdiri dari injeksi IM tunggal 2 mg
vitamin K saat lahir, seperti yang dilakukan dengan sukses di Denmark.
Critical Appraisal
Prophylactic Dosing of Vitamin K to Prevent Bleeding

I. VALIDITY
1. Apakah studi ini membahas sebuah masalah dengan fokus/tujuan yang jelas?

Ya, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dosis rejimen


vitamin K antara 25 μg, 150 μg dan single dose intramuskular 2 mg saat lahir terhadap
perdarahan akibat defisiensi vitamin K.
2. Apakah peneliti menggunakan alat dan pertanyaan yang sesuai dengan Tujuan dari
studi?

• Untuk menganalisis data klinis dan biokimia, kami menggunakan uji χ2 dalam hal
parameter dikotomis, analisis varian 1 arah untuk parameter dengan distribusi
normal

• uji Kruskal-Wallis untuk parameter dengan distribusi tidak normal. Risiko relatif dan
interval kepercayaan 95% untuk VKDB dihitung

• uji Fisher digunakan untuk perbandingan insiden VKDB dan perdarahan intrakranial
antar kelompok. Nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik. Semua analisis
dilakukan dengan SPSS
3. Apakah data diambil dengan cara yang sesuai dengan tujuan studi ?

• Jawaban : Ya, teknik pengambilan data menggunakan retrospektif, yaitu dengan


melihat data secara mundur. Data yang diambil dari january 1991 – february
2011( group 25 µg), maret 2011- january 2015 ( group 150 µg) dan july 2000 –
november 2014 ( group IM 2 mg) ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk
membandingkan efektivitas dosis rejimen vitamin K antara 25 μg, 150 μg dan single
dose intramuskular 2 mg
4. Apakah digunakan kriteria outcome yang obyektif dan tidak berbias?

• Jawaban : Ya. Pada penelitian ini peneliti menilai kejadian VKDB pada bayi yang diberi
ASI dengan BA yang telah menerima 1 dari 3 rejimen profilaksis:
• (1) kelompok 25 μg:1 mg oral saat lahir, diikuti dengan dosis oral harian 25 μg
vitamin K (Belanda, Januari 1991 hingga Februari 2011);
• (2) 150 μg kelompok: 1 mg oral saat lahir, diikuti oleh dosis oral harian 150 μg
vitamin K (Belanda, Maret 2011 hingga Januari 2015); dan
• (3) grup IM 2 mg: dosis IM tunggal 2 mg vitamin K saat lahir (Denmark, Juli 2000
hingga November 2014). Dalam penelitian ini, kami menggunakan data ini, diperkaya
dengan hasil yang diperbarui pada rejimen baru, untuk membandingkan kemanjuran
adaptasi berkenaan dengan perlindungan terhadap VKDB
5. Bagaimana hasil dari uji ini dan apakah temuan utamanya?

• Jawaban : Hasilnya adalah Pada kelompok rejimen dosis 25 μg, VKDB terjadi pada 45
dari 55 (82%) pasien. Dua puluh satu (38% dari total) didiagnosis dengan perdarahan
multipel. Dua puluh dua (40%) mengalami perdarahan intrakranial, didiagnosis
dengan computed tomography atau MRI scan.
• VKDB terjadi pada 9 dari 11 (82%) dari kelompok rejimen dosis 150 μg. Enam (55%)
dari pasien ini mengalami perdarahan multipel, dan tiga (27%) mengalami
perdarahan intrakranial.
• Pada kelompok single dose IM 2 mg, VKDB terjadi hanya pada 1 dari 24 (4%) bayi
yang disusui. Tidak ada bayi yang mengalami perdarahan intrakranial.
5. Apakah terdapat penjelasan yang jelas mengenai temuan yang didapat ?

• Jawaban : Ya, hasil dalam penelitian ini dijelaskan dalam bentuk tabel terdapat
penjelasan yang jelas mengenai temuan yang didapat seperti yang sudah dijelaskan
pada nomor 5 diatas.
II. IMPORTANCE

7. Seberapa penting hasil dari penelitian ini?

• Jawaban : Hasil dari penelitian ini penting karena memberikan pengetahuan bahwa
ternyata dosis profilaksis pemberian vitamin K pada pasien perdarahan akibat
defisiensi vitamin K pada anak untuk mencegah perdarahan menunjukan 2 mg single
dose lebih efektif dibandingkan dengan 1 mg per oral diikuti dengan 25µg dosis
harian dan 1 mg per oral diikuti dengan 150 µg dosis harian. Hal ini bisa dijadikan
pertimbangan untuk dokter di Indonesia menentukan dosis efektif.
III. APPLICABILITY

8. Apakah Penelitian ini dapat diaplikasikan pada populasi lokal?

• Jawaban : Bisa dijadikan pertimbangan untuk dapat diaplikasikan pada populasi lokal
KESIMPULAN

• Dari hasil telaah kritisi jurnal bahwa jurnal tersebut valid dikarenakan fokus
pembahasan masalahnya jelas, alat yang digunakan dan data yang diambil sesuai
dengan tujuan dari penelitian, kriteria outcomenya objektif dan tidak berbias serta
terdapat temuan utama dalam penelitiannya. Penelitian ini penting karna dapat
dijadikan pertimbangan untuk pemberian dosis efektif profilaksis pasien anak dengan
perdarahan akibat defisinsi vitamin K.

Anda mungkin juga menyukai