Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE(EBNP)


The effect of Vitamin D administration on treatment of anemia in
end-stage renal disease patients with Vitamin D deficiency on
hemodialysis: A placebo-controlled, double-blind clinical trial

Kelompok Peminatan Urologi


Syahrir
P4200114011
Ade Rendra Kurniawan
P4200214001
Muhammad Zukri Malik
P4200214017
Sitti Maryam Bachtiar
P4200214405
Fitria Hasanuddin
P4200214401
Dina Oktaviana
P4200214027
Nurdiana Djamaluddin
P4200214038
Andi Tenri Aswinta AmaliaP4200214026
Maria Ulfah Azhar
P4200214009
Marlin Brigita
P4200214004

PRAKTIKAPLIKASI 1 KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
PENDAHULUAN

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang digunakan pada
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Hemodialisis mempunyai fungsi dalam
mengeluarkan produk produk atau hasil sisa metabolisme seperti potassium dan urea
dari darah dengan menggunakan mesin mesin dialyzer. Berawal dari studi pendahuluan
yang dilakukan mahasiswa PSMIK Angkatan V peminatan Urologi di ruang
Hemodialisa Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanauddin didapatkan data bahwa,
salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada pasien gagal ginjal yang melakukan
hemodialisa adalah anemia.
disebabkan oleh karena

Munculnya anemia

pada pasien gagal ginjal kronik

produksi eritropoeitin ( EPO ) yang kurang , yaitu

ketidakmapuan ginjal untuk mensekresi erirtropoetin dalam merangsang hematopoiesis


secara optimal sehingga berespon terhadap penurunan

fungsi

pada glomerulus.

Eritropoetin merupakan hormone yang dapat menstimulus sumsum tulang

yang

menghasilkan sel darah merah (Marya, 2013).


Pada pasien gagal ginjal kronik , anemia dapat menyebabkan penurunan kualitas
hidup , komplikasi

pada penyakit system kardiovaskular, gangguan pada aktifitas

fisiologisbahkan dapat menimbulkan kematian. Karena penyebab utama dari anemia


adalah kurangnya produksi eritropoetin , maka salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah pemberian eritropeutin dan Vitamin D. Pasien dengan gagal ginjal memerlukan
supplement vitamin D ,asam folat, dan fosfor karena vitamin yang larut dalam air
didialisis keluar, vitamin D yang normalnya diaktifkan dalam ginjal, ketika ginjal tidak
berfungsi dengan baik, maka kalsium tidak terserap dalam kualitas yang cukup. Untuk
mendapatkan Vitamin D dapat diperoleh dengan bantuan sinar matahari, supplement
dan makanan yang mengandung Vitamin D (Black & Hawks, 2009)

Dari fenomena yang di temukan

di atas dan belum menjadi SOP ( Standar

Operasional Prosedur ) di ruangan Hemodialisa , maka kami dari mahasiswa Aplikasi I


Keperawatan Medikal Bedah Universitas Hasanuddin akan menawarkan proposal EBN
dan merekomendasikan ke Rumah Sakit Pendidikan Unhas agar pasien yang mengalami
anemia akibat dari gagal ginjalnya perlu dilakukan pemberian vitamin D.
A. Identifikasi Masalah
1. Topik
Pemberian vitamin D dapat membantu mengatasi anemia pada pasien End Stage
Renal Disease (ESRD) yang menjalani program hemodialisis.
2. Analisis PICOT
Rumah sakit unhas merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang berada di
kota makassar, fasilitas lengkap yang dimiliki menjadikannya rumah sakit yang
banyak diminati. Salah satu fasilitas unggulan yang banyak dikunjungi adalah
ruangan hemodialisis, setiap hari rata-rata menerima 24-26 orang pasien yang
menjalani cuci darah (hemodialisis) dengan siklus dan interval waktu yang
bervariasi. Hasil study didapatkan bahwa pasien yang menjalani terapi
hemodialisis rata-rata mengalami anemia.
Ruangan tersebut telah memiliki standar operasional prosedur (SOP)
untuk mengatasi anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu dengan
pemberian transfusi PRC, selain itu pada kasus anemia berat akan diberikan
eritropoitin. Hasil evaluasi dari kedua prosedur tersebut masi sering didapatkan
kendala, seperti pada tranfusi untuk golongan darah tertentu memiliki persedian
darah yang terbatas, sehingga proses transfusi kadang terhambat. Sementara
untuk pemberian eritropoitin, kendalanya terdapat pada mahalnya biaya setiap
satu kali pemberian terapi, sehingga tidak semua pasien mendapatkan terapi

eritropoitin. Dari pertimbangan tersebut diperlukan intervensi lain yang


diharapakan dapat membantu mengatasi keluhan anemia yang dialami pasien,
salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah pemberian Vitamin D pada
pasien yang mengalami anemia.
3. Pertanyaan penelitian: Apakah pemberian vitamin

efektif mencegah

terjadinya anemia pada pasien ESRD yang menjalani program hemodialisis?


4. Critical Appraisal
Critical Appraisal of Validity
1.Apakah percobaan membahas pertanyaan dengan jelas? Ya.
Population or patients :
Jumlah populasi pada penelitian yaitu 64 pasienend stage renal disease

(ESRD) yang mengalami anemia dan defesiensi vitamin D.


Intervention :
Intervensi yang diberikan yaitu pemberian suplemen vitamin D 50.000 IU
Comparison :
Pembanding yang diberikan adalah pemberian placebo yang sama bentuknya
atau mirip dengan vitamin D.
Outcomes:
- Vitamin D dan placebo diukur setelah 4 bulan
- Konsentrasi nilai Hb diperiksa setiap bulan
- Dosis EPO kumulatif dilaporkan setiap minggu pada setiap pasien
- Pengobatan anemia diukur menggunakan Kidney Disesase Improving

Global Outcomes guideline


Timing : 2013 - 2014
2.Apakah penempatan pasien untuk percobaan dilakukan secara acak? Ya.
Dalam penelitian ini, semua partisipan yang dialokasikan pada kelompok
intervensi dan kontrol diacak/dirandom dengan menggunakan computergenerated blocked randomization.
3.Apakah semua pasien dalam percobaan dihitung secara tepat untuk kesimpulan?
Ya
Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 64 pasien yang bersedia untuk

mengisi informed consent. 64 pasien sudah memenuhi kriteria inklusi diantaranya


adalah pasien harus berusia diantara 18 80 tahun, pasien yang menderita ESRD dan
telah mengikuti hemodialysis minimal 3 bulan, pasien yang memiliki konsentrasi Hb
kurang dari 11 g/dl, pasien yang mengalami defesiensi Vitamin D ( 25(OH) Vitamin
D <30 ng/ml). Dari 64 pasien tersebut dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok
intervensi dan kelompok control, dan jumlah responden tersebut tetap dihitung
hingga kesimpulan.
a. Apakah tindak lanjut lengkap? Ya
Jumlah responden dari awal hingga akhir penelitian sama dan tidak ada yang lost
to follow up, sehingga tindak lanjutnya lengkap.
b. Apakah pasien dianalisis dalam kelompok mereka diacak?Tidak tahu
Dalam artikel, peneliti tidak mencantumkan apakah pasien dianalisis dalam
kelompok diacak atau tidak.
4.Apakah pasien, petugas kesehatan, dan personil penelitian buta terhadap
perawatan? Ya
Penelitian ini termasuk dalam tipe RCT Double Blind dimana responden dan
pelaksana tidak mengetahui alur penelitian sedangkan peneliti mengetahui
dengan jelas alur penelitian. Dokter, keluarga, dan semua investigator penelitian
buta mulai dari alokasi kelompok sampai analisis data selesai.
5.Apakah kelompok sama pada awal percobaan? Ya
Dalam artikel ini, khususnya pada tabel karakteristik data terdiri dari data
karakteristik umur, BMI dan Hb, dimana semua variabel tersebut yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Umur pasien pada kelompok intervensi dengan
nilai mean/SD yaitu 60/19 dan kelompok control 62/21, jarak nilai pada kedua
kelompok tidak terlalu signifikan sehingga bisa dikatakan sebanding. BMI pasien
pada kelompok intervensi 27,4/8 dan kelompok control 26,2/6, nilai pada kedua

kelompok tidak terlalu jauh sehingga masih dikatakan sebanding sedangkan nilai
Hb pada kelompok intervensi yaitu 9,93/1,65 dan kelompok control 9,19/1,42
nilai pada kedua kelompok sama atau sebanding. Dari karakteristik

data

tersebut nilai antar kelopok intervensi dan control hampir sebanding sehingga
bisa dikatakan bahwa proses pengacakan/random pada kedua kelompok adalah
sama.
6.Selain perlakuan pada kelompok intervensi, apakah kelompok diperlakukan
sama? Ya
Karena pada penelitian ini, baik kelompok control dan intervensi tidak mendapatkan
perawatan atau tes tambahan.
Kesimpulan : Valid

Critical Appraisal of reliability/result

7. Berapa besar efek perawatan?


Berdasarkan data yang disajikan pada hasil penelitian, variabel yang diukur adalah :
-

Level vitamin D pada kelompok control dan intervensi pada saat sebelum dan
sesudah penelitian menunjukkan nilai confident interval (CI) yang range nya

cukup luas dan tidak mengandung nilai nol.


Level konsentrasi Hb pada kelompok control dan intervensi pada saat sebelum
dan sesudah penelitian menunjukkan nilai confident Interval (CI) yang range

nya tidak terlalu luas dan tidak mengandung nilai nol.


8. Bagaimana ketepatan perkiraan efek perawatan?
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel hasil penelitian, hasil analisis statistic
pada dua variabel yang diteliti hasilnya adalah sebagai berikut :
-

Level Vitamin D pada kelompok kontrol


Data yang disajikan pada kelompok kontrol baik responden laki-laki maupun
perempuan diperoleh range nilai CI agak luas dan nilai P value >0,05, syarat
dikatakan signifikan jika nilai P < 0,001 dan harus didukung oleh nilai CI yang

range nya tidak terlalu luas dan tidak ada nilai nol,.
Level Vitamin D pada kelompok intervensi
Data yang disajikan pada kelompok kontrol baik responden laki-laki maupun
perempuan diperoleh range nilai CI agak luas dan nilai P value <0,001, syarat
dikatakan signifikan jika nilai P < 0,001 dan harus didukung oleh nilai CI yang

range nya tidak terlalu luas dan tidak ada nilai nol,.
Level Hb pada kelompok kontrol
Data yang disajikan pada kelompok kontrol baik responden laki-laki maupun
perempuan diperoleh range nilai CI yang sempit dan nilai P value > 0,05,
syarat dikatakan signifikan jika nilai P < 0,05 dan harus didukung oleh nilai CI

yang range nya tidak terlalu luas dan tidak ada nilai nol,.
Level Hb pada kelompok intervensi
Data yang disajikan pada kelompok kontrol baik responden laki-laki maupun
perempuan diperoleh range nilai CI yang sempit dan nilai P value > 0,05,
syarat dikatakan signifikan jika nilai P < 0,05 dan harus didukung oleh nilai CI
yang range nya tidak terlalu luas dan tidak ada nilai nol,.

Kesimpulan :Reliabel

Critical Appraisal of applicability of the result

9. Dapatkah hasil diterapkan di tempat Anda? Tidak


Bila dilihat secara visual, hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi
setelah mendapatkan pengobatan mempunyai nilai persentase yang lebih tinggi
dibanding dengan kelompok control namun hasil uji statistic yang diperoleh
khususnya level vitamin D hasilnya tidak signifikan namun hasil secara klinik
adalah signifikan sehingga bisa disimpulkan bahwa hasil penelitian ini bisa
diaplikasikan.
10. Apakah semua hasil klinis penting untuk dipertimbangkan? Ya
Karena pemberian suplemen vitamin D dapat menurunkan jumlah pasien yang

menggunakan Eritropoetin (EPO) karena anemia.


11. Apakah penelitian seimbang antara manfaat yang diperoleh dengan bahaya
dan biaya yang dikeluarkan? Ya
Pemberian vitamin D memiliki manfaat yaitu penggunaannya yang mudah dan biaya
yang murah sehingga mampu menurunkan penggunaan eritropoetin (EPO) pada
pasien karena biayanya cukup mahal.
Kesimpulan : Aplikabel
5. Strategi Pencarian
Jurnal database yang digunakan dalam pencarian artikel ini adalah ebscohost.
Dalam penelusuran artikel, kata kunci yang di gunakan adalah vitamin D AND
anemia dengan hasil pencarian 565 artikel kemudian mengganti kata kunci
dengan effect of vitamin D AND anemia di dapatkan hasil pencarian sebanyak
147 artikel. Kemudian mengganti kata kunci kembali dengan effect of vitamin
D AND renal disease dan di dapatkan hasil pencarian sebanyak 29 artikel,
kemudian kata kunci di ganti kembali dengan effect of vitamin D AND
hemodialysis dengan hasil pencarian sebanyak 16 artikel. Selanjutnya hasil
pencarian artikel ini di kombinasikan antara S2 AND S3 AND S4 dengan
meggunakan batasan tahun yaitu antara tahun 2010 sampai 2015, jenis jurnal
RCT dan full text dengan hasil pencarian menjadi 8 artikel dan artikel yang
relevan di temukan di urutan pertama.
a. Tehnik Pencarian Artikel
No
1
1
2
3
4
5
6
7

Pencarian
Renal Disease
Vitamin D
Anemia
Hemodialysis Patients
Effect of Vitamin D
Vitamin D AND Anemia
Effect of Vitamin D AND Anemia
Effect of Vitamin D AND Renal Disease

Hasil
69.107
34379
34.650
14.522
10.620
565
157
29

8
9

Effect of Vitamin D AND Anemia AND Renal Disease


4 AND 2 AND 1 AND 3

29
8

b. ConsortStatement

Wolf, et all (2007)

(2008) Tentory, et all

Jean, et all (2015)

(2008) Shoben, et all

CONSORT TABLE COHORT STUDY

X
X
X

7
8

Membahas pertanyaan dengan jelas


Kohortdirekrutdengan carayang dapat diterima
Diukur secara akuratuntuk meminimalkanbias
Hasilnya diukur secara akurat untuk meminimalkan bias.
Mengidentifikasi semua faktor penting yang mungkin
berpengaruh.
Memperhitungkanfaktoryang mungkin berpengaruh
dalam desaindan/atauanalisis.
Tindak lanjut (follow up) subjek penelitian lengkap
Tindak lanjut(follow up) subjek penelitian cukup lama.
Hasil dari penelitian
Hasilnya tepat.

X
X

9
10
11
12

Hasilnya bisa dipercaya.


Hasilnya bisa diterapkan pada penduduk lokal.
Membahas hasil penelitian lain yang sejenis
Implikasi hasil penelitian untuk praktek klinis

X
X
X

X
X
X

NO

1
2
3
4
5

Appraisal checklist (CASP)

KET:

Ya
X Tidak

B. Literatur Review
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Black, J.M, &
Hawks, J.H., 2009).
Tujuan penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin, mengidentifikasi semua faktor yang
berkontribusi terhadapa penurunan fungsi ginjal dan untuk mencegah gagal ginjal
1.
2.
3.
4.
5.

tahap akhir (Smeltzer, 2010). Terapi kolaborasi terdiri dari :


Koreksi kelebihan cairan ekstraseluler dan deficit nutrisi,
Terapi eritropoetin,
Terapi antihipertensi, suplemen kalsiun dan phosfat binder,
Terapi untuk penurunan kalium.
Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Brunner & Suddarth, 2008).
a. Hemodialisis.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialysis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Keberhasilan tindakan hemodialisis adalah adekuasi hemodialisis atau
kecukupan dialisis yang dapat dilihat penilaian keberhasilan cuci darah dengan
melibatkan faktor-faktor kemampuan dari ginjal buatan, lamanya cuci darah
dan volume tubuh pasien.
Hemodialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan
cairan tubuh melalui darah. Hemodialisis merupakan salah satu terapi
pengganti ginjal selain transplantasi ginjal bagi pasien penyakit ginjal
kronik.Pada hemodialisis, penyaringan terjadi di luar tubuh menggunakan
mesin dialisis.Prinsip utama hemodialisis adalah difusi partikel melewati suatu

membran semipermeabel dengan kompartemen dialisat.Tujuan utama dari


hemodialisis adalah untuk mengembalikan kedaan cairan intraselular dan
ekstraseslular ke keadaan normal.
b. Dialisis peritoneal (DP).
Akhir-akhir ini sudah popular Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri).
c. Transplantasi ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu : Cangkok ginjal
(kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan
hemodialisis hanya mengambil alih 70- 80% faal ginjal alamiah, kualitas hidup
normal kembali, masa hidup (survival rate) lebih lama, komplikasi (biasanya
dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk
mencegah reaksi penolakan, biaya lebih murah dan dapat dibatasi (Lewis, S.L.,
Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, I.M., 2011).
Komplikasi dari terapi hemodialisis antara lain demam, hipotensi, hemolisis,
demensia, kejang, perdarahan daan nyeri otot.selain itu dapat pula terjadi reaksi
hipersensifitas terhadap dialiser, thrombosis, iskemia, serta amiloidosis yang
berhubungan dengan dialisis. Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien

hemodialisis adalah terjadinya dialysis disequilibrium syndrome, gejala dan tanda


dari sindrom ini diantaranya adalah pusing, edema cerebri, peningkatan tekanan
intra cranial, koma, hingga dapat menyebabkan kematian. Anemia secara fungsional
didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity).
Anemia dapat ditunjukan dengan keadaan kadar hemoglobin, hematokrit dan
disusul hitung eritrosit yang berada dibawah batas normal.
Nilai normal blood count pada dewasa
Pria

Wanita

Hemoglobin
14-18 g/dl
12-16 g/dl
Hematokrit
41.5-50.4%
36-45%
MCV
80-96 fL
80-96 fL
MCH
27.5-33.2 pg
27.5-33.2 pg
MCHC
32-36 g/dL
32-36 g/dL
Retikulosit
0.5-2.0%
0.5-2.0%
Leukosit
4.0-11.0 x109 /l
4.0-11.0 x109 /l
Platelet
150,000-400,000/mcl
150,000400,000/mcl
Dikutip dari : Turgeon ML. Clinical hematology : theory and procedures.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2004.
Anemia merupakan salah satu komplikasi yang paling penting dari stadium
akhir penyakit ginjal (ESRD), terutama pada pasien hemodialisis reguler. Pada
pasien ini, anemia dapat menyebabkan morbiditas lain seperti penurunan kualitas
hidup dan peningkatan kardiovaskular komplikasi dan juga meningkatkan angka
kematian (Naini, A, E., Hedaiati, Z, P., Gholami, D., Pezeshki, A, H., & Moinzadeh,
F, 2015).

Anemia ikut berkontribusi untuk penurunan kualitas hidup pada pasien


dengan penyakit ginjal kronik.Meskipun biasanya dalam tahap sedang dan tidak
terdapat simptom yang jelas, terjadinya anemia pada pasien PGK menyebabkan
outcomes

yang

buruk

serta

peningkatan

biaya

yang

tinggi.National

KidneyFoundation mendefinisikan anemia pada penyakit ginjal kronik apabila


kadar Hb =13.5 g/dl pada pria dan 12.0 g/dl pada wanita.
Secara umum, pasien dengananemiapada penyakitkronis ataupenyakit ginjal
kronisdapat

diobatisecara

rawat

jalan.Adapun

beberapa

faktoryangperlu

ditanganidikedua penyakittersebut termasuk diantaranya adalah kehilangandarah


yang disebabkan oleh proses penyakit atau dialisis, kekurangan zat besi, atau
kekuranganvitamin B12danatauasam folat.Anemia merupakan gambaran umum
dari penyakit CKD yang dikaitkan dengan hasil yang buruk.Skema representasi dari
mekanisme yang mendasari anemia pada CKD adalah zat besi dan EPO yang sangat
penting untuk produksi sel darah merah di sum-sum tulag belakang.Ketersediaan
zat besi dikendalikan oleh hormon hepcidin di hati. Ada beberapa proses umpan
balik yang mengontrol kadar hepcidin, termasuk zat besi dan EPO (Jodie & Herbert,
2012).

Gambar 2. Mekanisme Umpan Balik yang Mengontrol Kadar Hepcidin


(Jodie & Herbert, 2012).
Vitamin D adalah mikronutrien mendasar dengan implikasi besar bagi kesehatan
manusia, dan gangguan metabolisme vitamin D merupakan salah satu gangguan yang
paling diakui berhubungan dengan penyakit ginjal kronis (CKD). Pada pasien dengan
CKD, produksi 1,25-dihydroxy- vitamin D [1,25 (OH) 2D], bentuk aktif dari vitamin
D, penurunannya selalu disertai dengan penurunan fungsi renal. Tidak seperti pasien
tanpa penyakit ginjal, yang mampu mengatur ketat 1,25 (OH) 2D dalam kisaran
normal, pasien dengan penyakit ginjal menunjukkan pengurangan besar dalam 1,25
(OH) 2D (Wu, S., Wang, J., Wang, F., & Wang, L, 2014).
Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak penelitian telah menunjukkan
bahwa kekurangan vitamin D bisa menjadi salah satu faktor risiko yang terlibat dalam
hyporesponsiveness ini. Prevalensi defisiensi vitamin D (konsentrasi serum lebih kecil
dari 30 mg/dl) di ESRD pasien jauh lebih tinggi daripada di populasi lain, sehingga
75% dari pasien-pasien ini diperkirakan menderita kekurangan Vitamin D. Hal ini bisa

disebabkan menurunkan enzim hidroksilase ginjal, penurunan paparan sinar matahari,


dan kekurangan gizi. Hal ini juga diketahui bahwa vitamin D bersama dengan
erythropoietin memiliki efek sinergis, stimulasi sel-sel prekursor sumsum tulang, dan
pembentukan sel darah merah. Selain itu, beberapa jaringan mengekspresikan reseptor
vitamin D dan karenanya mampu mengubahnya menjadi bentuk aktif, sehingga
tingkat vitamin D bisa menjadi efektif pada fungsi jaringan tersebut (Naini et al,
2015).

C. Plan of Action
1. Analisis SWOT
Strenght
Weakness
- Kepala ruangan dan perawat
- RS Belum terakreditasi KARS dan
hemodialisa terbuka untuk hal-hal
JCI
- Masa operasional ruang HD yang
baru.
- SDM yang masih muda dan terlatih
baru berjalan 2 tahun.
- Kualifikasi
SDM
di
ruang
- Kewenangan
dan
kompetensi
hemodialisa adalah S1 Ners
perawat dalam menginsersi vena
- Perawat hemodialisa rutin update
masih minim (3 perawat)
hasil penelitian terkini melalui
Journal Reading
- Karakteristik pasien yang banyak
dan kasus yang bervariasi
- Sarana dan prasarana yang lengkap
dan canggih
Opportunity
- RS Unhas sebagai RS pendidikan
yang mengedepankan aspek
pelayanan, pendidikan dan
penelitian
- Paket perawatan di HD di cover
oleh BPJS

Threat
- Banyaknya RS yang menjadi
competitor dalam pelayanan HD
- Ketersediaan
fasilitas
pendukungdalam
hal
ini
pemeriksaan laboratorium yang
tidak tersedia di RS. Unhas

2. Tahap tahap Perencanaan


BULAN
MINGGU KETANGGAL
1

Orientasi

&Sosialisasi

2
3

EBNP
Implementasi EBNP
Evaluasi EBNP

14

15

I
1

21

DESEMBER 2015 JANUARI 2016


II
III
2 23 2 2 2 2 3 3
1
2

IV
6

DAFTAR PUSTAKA
Babit, J, L & Lin, H, Y. (2012). Mechanisms of Anemia in CKD. JASN, 23 (10), 16311634. doi: 10.1681/ASN.2011111078
Black, J.M, & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing: Clinical management for
positive outcome (8th ed.). St.Louis: Saunders Elsevier
Brunner & Suddarth. (2008). Texbook of Medical-Surgical Nursing (8thed). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Lewis, S.L., Dirksen, S.R., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, I.M. (2011).
Medical-surgical nursing: Asessment and management of clinical problems.
(8th ed.). St. Louis: Elsevier Mosby.
Naini, A, E., Hedaiati, Z, P., Gholami, D., Pezeshki, A, H., & Moinzadeh, F. (2015). The
Effect of Vitamin D Administrastion on Treatment of Anemia in End-Stage
Renal Disease Patient with Vitamin D Deficiency on Hemodialysis: A Placebocontrolled, Double-Blind Clinical Trial. Journal of Research in Medical
Sciences,
20,
745-750
diakses
dari
halaman
website
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26260475
Smeltzer, S. (2010).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.Volume
2 Edisi 8.Jakarta : EGC.
Wu, S., Wang, J., Wang, F., & Wang, L. (2014).Oral Active Vitamin D Treatment and
Mortality in Maintenance Hemodialysis Patients.CardioRenal Medicine, 4,
217-224. Doi:10.1159/000368203

Anda mungkin juga menyukai