Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

“Calcium Metabolism Serum Markers in Adult Patients with Epilepsy and the Effect
of Vitamin D Supplementation on Seizure Control”

Disusun Oleh:
Olyvia Ivana Catherine Lense
201670001

Pembimbing:
dr. Windi C. H. Marbun, Sp.N

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Journal Reading diajukan oleh :


Nama Lengkap Mahasiswa : Olyvia Ivana Catherine Lense

Nomor Induk Mahasiswa : 201670001

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Papua

Bagian Kepaniteraan : Ilmu Kesehatan Penyakit Saraf

Judul Journal Reading :


“Calcium Metabolism Serum Markers in Adult Patients With Epilepsy and the Effect
of Vitamin D Supplementation on Seizure Control”

Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal: ……………………………….

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Windi C. H. Marbun, Sp.N


“Calcium Metabolism Serum Markers in Adult Patients with Epilepsy and the Effect
of Vitamin D Supplementation on Seizure Control”

A. Pendahuluan
Epilepsi merupakan penyakit yang terjadi akibat gangguan sinaps pada sel otak
dengan tampilan klinis berupa gerakan involunter berulang sebagian (kejang partial)
atau seluruh tubuh (kejang general), dan terkadang diikuti dengan kehilangan kesadaran
dan kontrol sistem otonom. Kasus epilepsi lebih sering dijumpai pada negara
berkembang dibandingkan negara maju, dengan total kasus epilepsi di Indonesia
mencapai 700.000-1.400.000 kasus dengan pertambahan 70.000 kasus per tahun. Dalam
kurun waktu beberapa tahun terakhir, telah banyak penelitian yang menemukan peran
vitamin D secara sistemik terkait modulasi fisiologis dan patologis termasuk
pencegahan dan tatalaksana bagi berbagai penyakit kardiovaskular dan neurologi.
Beberapa penelitian telah menemukan hubungan atau peran vitamin D terhadap
epilepsi, dimana diketahui bahwa prevalensi defisiensi vitamin D cukup tinggi pada
pasien dengan epilepsi.1,2

B. Rangkuman Isi Jurnal


B.1 Identitas Jurnal
“Calcium Metabolism Serum Markers in Adult Patients with Epilepsy and the
Effect of Vitamin D Supplementation on Seizure Control” merupakan jurnal yang ditulis
oleh Maria Tombini, Andrea Palermo, Giovanni Assenza, Giovanni Pellegrino,
Antonella Benvega, Chiara Campana, Anda Mihaela Naciu, Federica Assenza, dan
Vincenzo Di Lazzaro. Jurnal ini diterbitkan pada 7 April 2018 dalam Seizure Journal
yang dipublikasikan oleh Elsevier British Epilepsy Association.

B.2 Ringkasan Jurnal


B.2.1 Latar Belakang dan Tujuan Jurnal
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, telah banyak penelitian yang
menemukan peran vitamin D secara sistemik termasuk pencegahan dan tatalaksana bagi
berbagai penyakit seperti demensia, penyakit Parkinson, multipel sklerosis, dan
skizofrenia. Vitamin D akan dimetabolisme menjadi bentuk hormonalnya yaitu 1,25-
dihidroksivitamin D (kalsitriol) di beberapa organ seperti usus dan ginjal, sehingga
dapat melewati sawar darah otak dan bekerja secara langsung di sel otak pada reseptor
intinya yaitu reseptor vitamin D (VDR) dan mempengaruhi berbagai jalur metabolisme
intrasel. Peran neuroprotektif dari vitamin D terhadap fungsi sistem saraf pusat
dipengaruhi juga oleh adanya enzim 25[OH]D3 hidroksilase yang dapat mengaktivasi
vitamin D, serta oleh adanya ekspresi VDR terutama di hipotalamus dan substansia
nigra. Beberapa penelitian telah menemukan hubungan atau peran vitamin D terhadap
epilepsi, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbandingan kadar
penanda serum untuk metabolisme kalsium (25-OH vitamin D, hormon paratiroid,
kalsium, dan fosfat) pada pasien-pasien dengan epilepsi yang mendapat terapi
antiepilepsi yang berbeda-beda, serta untuk mengevaluasi efek suplementasi vitamin D
oral terhadap frekuensi kejang pada subgrup pasien resisten terhadap antiepilepsi.

B.2.2 Metode
Desain studi pada penelitian ini adalah studi kohort cross-sectional. Penelitian
ini dilakukan pada tahun 2014 hingga 2016 di Pusat Epilepsi San Camillo Hospital di
Venice, Italia. Sampel pada penelitian ini berjumlah 160 pasien yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu pasien dengan epilepsi yang telah menjalani terapi antiepilepsi jangka
panjang (>6 bulan) dan 42 orang yang masuk ke dalam kelompok kontrol. Sampel yang
masuk dalam kelompok kontrol merupakan relawan dari keluarga pasien sehingga
memiliki kondisi lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi metabolisme vitamin
D yang serupa dengan pasien pada kelompok kasus seperti makanan dan paparan sinar
matahari. Kriteria eksklusi untuk sampel pada penelitian ini adalah memiliki penyakit
lain yang mempengaruhi metabolisme tulang selain epilepsi seperti gangguan hepar atau
ginjal, hipotiroidisme, obesitas, malabsorpsi, dan memiliki riwayat pengobatan yang
mempengaruhi metabolisme kalsium selain obat antiepilepsi seperti steroid dan tiazid.
Selama 4 bulan sebelum penelitian dimulai, atau disebut dengan periode awal,
sebanyak 63 pasien dinyatakan bebas kejang, sementara frekuensi median kejang pada
97 pasien lainnya selama 4 bulan tersebut adalah 4 kali. Durasi rata-rata penggunaan
obat antiepilepsi pada sampel adalah 15,7±16 tahun, dengan kisaran 6 bulan hingga 63
tahun. Obat-obatan antiepilepsi yang digunakan diklasifikasikan berdasarkan efeknya
terhadap enzim CYP-450, terdiri dari golongan enzyme-inducing (EIAEDs) seperti
fenitoin, fenobarbital, dan oxcarbazepine; golongan non-enzyme inducing (NEIAEDs)
seperti valproat, gabapentin, tiagabine, pregabalin, levetiracetam, clobazam, dan
vigabatrin. Sebanyak 39 pasien menjalani monoterapi dengan hanya obat golongan
EIAEDs saja, dan 87 pasien dengan hanya obat golongan NEIAEDs saja, sementara itu
sebanyak 34 pasien mendapatkan politerapi EIAEDs dan NEIAEDs.
Pengukuran kadar vitamin D, fosfat, hormon PTH, dan kalsium dilakukan
dengan sampel yang berasal dari sampel darah puasa yang diambil pada pagi hari pada
jam 8-9 pagi selama bulan Maret, April, dan Mei selama periode penelitian 3 tahun.
Kadar normal hormon PTH serum adalah 10-65 pg/mL, dan untuk vitamin D disebut
defisiensi bila kadarnya kurang dari 10 ng/mL dan kurang bila kadarnya antara 10-20
ng/mL.
Dilakukan juga penelitian untuk mengetahui efek suplementasi vitamin D
terhadap frekuensi kejang, yang terbatas pada subgrup pasien yang diketahui resisten
terhadap obat antiepilepsi, yang menurut guideline ILAE didefinisikan sebagai
kelompok yang gagal mencapai tahap bebas kejang setelah pemberian lebih dari 1 obat
antiepilepsi yang adekuat. Sebanyak 83 pasien dari kelompok kasus diikutkan, dan
mendapatkan suplementasi vitamin D oral selama 3 bulan tanpa modifikasi terapi
antiepilepsi, dan pada bulan ke 6 setelah awal pemberian supelementasi tersebut
dilakukan pengukuran kadar 25[OH]D dan dievaluasi kembali ada tidaknya perubahan
dalam frekuensi kejangnya.
Pada analisis statistik penelitian ini, variabel dengan distribusi normal
dinyatakan sebagai mean ± standar deviasi dan dievaluasi dengan analisis rerata dengan
uji Kolmogorov-Smirnov. Analisis perbandingan kadar serum 25[OH]D berdasarkan
terapi yang diberikan pada kelompok kasus dilakukan dengan uji Mann-Whitney U dan
Kruskal-Wallis, uji korelasi bivariat antara kadar serum 25[OH]D dan beberapa
parameter lain seperti usia, durasi terapi, dan frekuensi kejang dilakukan dengan uji
korelasi Spearman, serta dilakukan pula evaluasi efek terapeutik potensial dari vitamin
D terhadap perubahan frekuensi kejang selama 6 bulan. Semua data tersebut dianalisis
dengan menggunakan IBM SPSS Statistik versi 20.0, dimana nilai p <0,05 dianggap
signifikan atau bermakna secara statistik.

B.2.3 Hasil dan Diskusi


Berdasarkan hasil pengukuran kadar penanda metabolisme kalsium serum,
didapatkan penanda yang memiliki hasil yang berbeda secara signifikan antara kedua
kelompok sampel (p<0,001), yaitu pada kadar 25[OH]D antara kelompok pasien dengan
epilepsi dan kelompok kontrol, dimana kadar 25[OH]D diketahui cukup rendah pada
kelompok pasien dengan epilepsi yaitu 14,79±8,42 ng/mL dibanding kelompok kontrol
yaitu 23,39±10 ng/mL; untuk perbandingan kadar 25[OH]D pada kelompok pasien
dengan epilepsi didapatkan hasil yaitu sebanyak 33,1% pasien termasuk dalam kategori
defisiensi vitamin D, 41,9% insufisiensi vitamin D, dan 25% sisanya kategori normal.
Sementara itu pada kelompok kontrol, didapatkan hasil sebanyak 61,9% kontrol
termasuk dalam kategori normal, 31% insufisiensi, dan hanya 7,1% yang termasuk
dalam kategori defisiensi vitamin D.
Selain itu, diketahui pula bahwa kadar serum 25[OH]D bergantung secara
signifikan terhadap jumlah obat antiepilepsi yang digunakan (nilai p <0,001), dimana
kadar 25[OH]D didapatkan lebih tinggi pada pasien dengan epilepsi yang hanya
mendapatkan 1 obat untuk terapinya dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan
politerapi. Kadar serum 25[OH]D juga dipengaruhi oleh jenis obat antiepilepsi yang
digunakan (nilai p <0,013), dimana kadar 25[OH]D lebih rendah pada pasien yang
mendapat kombinasi EIAEDs-NEIAEDs dibanding pasien yang hanya mendapat
NEIAEDs. Diketahui pula bahwa kadar kalsium serum secara signifikan lebih rendah
pada pasien yang mendapat EIAEDs dibanding yang mendapatkan NEIAEDs, dan
kadar 25[OH]D berbanding terbalik dengan durasi terapi, serta tidak ditemukan adanya
hubungan yang signifikan antara kadar 25[OH]D serum dengan frekuensi kejang. Untuk
hasil penelitian pengaruh pemberian suplementasi vitamin D, didapatkan hasil bahwa
tidak terdapat perubahan yang signifikan dalam frekuensi kejang pada pasien dengan
suplementasi vitamin D.
Penelitian ini dapat mendukung hasil penelitian-penelitian sebelumnya terkait
prevalensi defisiensi vitamin D yang lebih tinggi pada pasien dengan epilepsi dibanding
pada kelompok kontrol yang utamanya dipengaruhi oleh jenis dan jumlah obat
antiepilepsi yang digunakan, dan pemberian suplementasi vitamin D oral selama 3 bulan
pada subgrup 48 pasien tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap perubahan
frekuensi kejang. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil uji klinis sebelumnya dimana
diketahui bahwa risiko fraktur pada pasien yang mendapatkan politerapi antiepilepsi
lebih tinggi dibanding pasien yang hanya mendapat terapi tunggal terkait dengan kadar
25[OH]D.
Hingga saat ini, 25[OH]D atau disebut juga kalsidiol, merupakan salah satu
penanda yang dianggap cukup baik dalam mengukur status vitamin D karena memiliki
afinitas yang lebih tinggi terhadap protein yang berikatan dengan vitamin D jika
dibandingkan dengan 1,25[OH]2D atau kalsitriol, walaupun kedua bentuk vitamin D
tersebut sama-sama dapat menembus sawar darah otak. Vitamin D memiliki peran
neuroprotektif terhadap fungsi susunan saraf pusat oleh adanya enzim 25[OH]D3
hidroksilase yang mengaktivasi vitamin D menjadi bentuk hormonal dan bekerja
sebagai neurosteroid yang mempengaruhi jalur metabolisme intrasel termasuk sel
neuron, sehingga disebutkan bahwa vitamin D memiliki efek antikonvulsan, dan
diketahui bahwa obat antiepilepsi terutama yang bekerja dengan menginduksi enzim
CYP-450 dapat menyebabkan peningkatan metabolisme vitamin D dan berakibat pada
terjadinya defisiensi vitamin D yang menyebabkan hipokalsemia dan
hiperparatiroidisme sekunder, serta peningkatan risiko gangguan struktur tulang.
Sementara itu, kegagalan terapi pada kontrol kejang diperkirakan disebabkan oleh
rendahnya konsentrasi metabolit aktif yaitu 1,25[OH]2D di serebral, akibat kurangnya
penetrasi melalui sawar darah otak dan/atau perubahan pada sintesis dan
metabolismenya.
Terkait penelitian efek pemberian suplementasi vitamin D terhadap frekuensi
kejang, penelitian ini tidak mendapatkan hasil yang signifikan, yang diperkirakan
dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran sampel yang terbatas sehingga tidak dapat
menunjukkan efek antikonvulsif dari suplementasi vitamin D oral.

C. Telaah Kritis
Penelitian ini merupakan studi prognosis, sehingga telaah kritis dilakukan
menggunakan daftar pertanyaan atau worksheet yang sesuai dengan jenis penelitian
tersebut, untuk menilai layak tidaknya jurnal tersebut untuk diterapkan pada populasi
kita saat ini.
C.1 Validity (Validitas)
No Penilaian Keterangan
.
1. Apakah pasien direkrut  Ya
pada periode tertentu  Perekrutan pasien pada penelitian ini dilakukan
penyakitnya? (umumnya pada 4 bulan sebelum penelitian dimulai
pada fase awal)
2. Apakah follow-up pasien  Ya
dilakukan cukup lama  follow-up dilakukan selama masa penelitian yaitu
dan lengkap? 3 tahun
3. Apakah kriteria outcome Ya, kriteria outcome diterapkan secara tersamar.
diterapkan secara
tersamar/blinded?
4. Bila dilakukan analisis Ya.
sub-grup apakah Selain analisis pada kelompok kasus yaitu pasien
disesuaikan dengan dengan epilepsi dan kelompok kontrol, dilakukan
faktor prognosis? pula analisis pada kelompok pasien dengan epilepsi
yang resisten terhadap obat, dengan pemberian
suplementasi vitamin D oral selama 3 bulan tanpa
modifikasi terapi antiepilepsi, dan pada bulan ke 6
dilakukan pengukuran kadar 25[OH]D.
5. Apakah dilakukan Tidak
validasi pada kelompok
pasien yang lain?

C.2 Importance (besarnya manfaat)


Komponen ini memiliki tujuan untuk menilai besar manfaat dari hasil penelitian
ini, serta kepentingannya secara klinis. Dalam studi prognosis, dilakukan penilaian
besar manfaat atau kepentingan klinis berdasarkan nilai p value dan confidence interval
(CI).
No. Penilaian Keterangan
1. Bagaimana Berkaitan dengan durasi terapi, jenis terapi, dan jumlah
kecenderungan terapi yang diberikan
outcome pasien
dengan berjalannya
waktu?
2. Berapa persis  Berdasarkan nilai interval kepercayaan atau p value
perkiraan prognosis?  Pada hasil penelitian diketahui nilai p value untuk
parameter kadar penanda metabolisme vitamin D
pada kelompok pasien dan kontrol adalah < 0,001
 Bermakna secara statistik terhadap prognosis efek
pemberian terapi antiepilepsi terhadap kadar vitamin
D dan efek samping lainnya seperti hipokalsemia
sehingga dapat meningkatkan presisi dari prognosis.

C.3 Applicability (penerapan bukti ilmiah pada pasien)


Komponen ini bertujuan untuk menilai apakah hasil penelitian yang telah dinilai
validitasnya dan berpotensi penting secara klinis melalui telaah kritis yang telah
dilakukan tersebut dapat diterapkan kepada pasien kita.

No Penilaian Keterangan
.
1. Apakah karakteristik pasien  Ya
kita mirip dengan pasien  Jumlah kasus epilepsi di Indonesia cukup
penelitian? tinggi yaitu sekitar 1,5 juta kasus
 pada pasien dengan kondisi klinis yang serupa,
penelitian ini dapat diterapkan
2. Apakah tersedia obat,  Ya
fasilitas, keahlian, biaya
yang diperlukan?
3. Apakah evidence tentang  Ya, jika bukti ilmiah ini disesuaikan dengan
prognosis ini mempunyai kondisi setempat, ketersediaan fasilitas
dampak yang berarti dalam termasuk SDM, serta keinginan dan persepsi
keputusan kita untuk pasien
menawarkan atau  Dalam memberikan informasi terkait
memberikan informasi pada prognosis, lebih baik disampaikan risiko
pasien? absolut yang ada pada pasien, tanpa
membandingkan dengan risiko pada pasien
lain dengan karakteristik yang berbeda dari
pasien kita (risiko relatif)
D. Kesimpulan

Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis yang banyak ditemukan,


dan memerlukan terapi seumur hidup. Penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi
perubahan kadar penanda metabolisme kalsium serum pada pasien dengan epilepsi,
yang sebagian besar dipengaruhi oleh defisiensi vitamin D dan berkaitan dengan tingkat
keparahan dan durasi terapi serta jenis obat antiepilepsi yang digunakan, sehingga
diperlukan pemantauan kadar penanda metabolisme kalsium dan kesehatan tulang pada
pasien-pasien yang mendapatkan obat antiepilepsi.
Berdasarkan hasil telaah kritis, penelitian yang dilaporkan dalam jurnal ini valid
atau sahih, dengan hasil yang bermakna secara klinis dan statistik, serta dapat digunakan
atau diterapkan karena tersedia fasilitas dan keahlian yang diperlukan.

E. Referensi
1. WHO. Epilepsy. World Health Organization [internet]. 2019 June [cited 2022
June]. Available from:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy
2. Tombini M, Palermo A, Assenza G, Pellegrino G, Benvenga A, Campana C, et
al. Calcium metabolism serum markers in adult patients with epilepsy and the
effect of vitamin D supplementation on seizure control. Seizure-British Epilepsy
Association [internet]. 2018 Apr 7 [cited 2022 June 7];58:75-81. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29674238/

Anda mungkin juga menyukai