Pembimbing:
dr. Rifa Atuzzaqiyah, M.Sc., Sp.A
Oleh:
Alfian Rahman Hadi
H1A016004
Metode: Ini adalah protokol untuk fase IV dari uji coba pragmatis acak superior
label terbuka oleh Rumah Sakit Universitas King Saud di Riyadh. Anak dengan
epilepsi yang menggunakan obat antiepilepsi kronis dan anak dengan kadar 25
(OH) vitamin D di batas normal secara acak akan mendapatkan pemberian
Cholecalciferol 400IU/hari untuk dibandingkan dengan pemberian Cholecalciferol
1000IU/hari selama 6 bulan. Hasil utama yang kami cari adalah untuk mengetahui
proporsi dari anak dengan insufisiensi vitamin D (kadar 25 (OH) vitamin D < 75
nmol/L) setelah 6 bulan. Hasil penyerta yang kami cari mencakup kegagalan
tatalaksana kejang, frekuensi kejang, kadar PTH (Para Thyriod Hormone),
densitas mineral tulang, dan keamanan.
2. Metode
2.1. Desain uji coba
Ini adalah fase IV dari uji coba pragmatis acak superior label terbuka. Protokol
penelitian ini mengacu pada panduan SPIRIT untuk melaporkan poin protokol
untuk RCT. Uji coba ini telah mendapatkan persetujuan dari badan telaah institusi
Universitas King Saud. Formulir persetujuan telah diberikan kepada pasien dan
orang tuanya. Populasi penelitian diambil dari poliklinik neurologi anak di Rumah
Sakit Universitas King Saud sejak Desember 2017 selama 2 tahun. Rumah Sakit
Universitas King Saud adalah pusat akademik tersier yang memberikan perawatan
pada lebih dari 250 anak dengan epilepsi setiap tahunnya. Nomor registrasi
clinicaltrials.gov penelitian ini adalah NCT03536845.
Tatalaksana
Partisipan: 25 (OH) Vit D < 75 nmol/l Vit. D3 5000 IU/hari
Anak usia 2 – 16 tahun selama 2 bulan Paket Tatalaksana Ke-2
Vit. D3 5000 IU/hari selama 2
bulan
Kunjungan klinik
pertama:
25 (OH) Vit. D > 75 nmol/l
Data pasien
Antropometri Pengacakan
25 (OH) Vit D > 75 nmol/l
Persetujuan Dosis lanjutan Vit. D3
Kuesioner selama 6 bulan
Laboratorium
Pemantauan 3 bulan
Laboratorium
Pemantauan 6 bulan
Antropometri
Laboratorium
Densitas Mineral Tulang
2.3. Keamanan Uji Coba
Walaupun toksisitas Vit. D, hiperkalsemia, dan hiperkalsiuria tidak sering
dijumpai pada anak-anak yang mendapatkan dosis suplementasi standar Vit. D,
kami akan tetap memonitor kejadian komplikasi tersebut pada anak-anak di bulan
ke-3 dan ke-6. Karena bukti ilmiah berupa RCT pada anak dengan epilepsi masih
sangat sedikit dan sebagian anak-anak dengan epilepsi berada dalam posisi
berbaring terus menerus sehingga meningkatkan resiko mereka untuk mengalami
hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai nilai total koreksi kalsium > 2,5 mg/dL,
hiperkalsiuria didefinisikan sebagai rasio kalsium : kreatinin urin > 1,2 mol/mol,
dan toksisitas Vit. D didefinisikan sebagai nilai 25 (OH) vitamin D > 250 nmol/L.
Pasien manapun yang menunjukkan tanda-tanda yang telah disebutkan
sebelumnya kapanpun akan langsung diberhentikan dari penelitian dan dihentikan
konsumsi Vit. D serta diberikan tatalaksana yang seharusnya apabila kondisi
hiperkalsemia tersebut terjadi.
3. Analisis Statistik
3.1. Estimasi besar sampel
Hasil utama yang kami harapkan adalah kadar 25 (OH) vitamin D < 75 nmol/L
pada kedua kelompok independen. Data yang didapatkan sebelumnya
menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya defisiensi Vit. D pada anak yang
mendapatkan monoterapi OAE dan 400 IU Vit. D adalah 0,45. Jika prevalensi
defisiensi Vit. D sebenarnya pada anak yang mendapatkan 1000 IU adalah 0,1,
maka kami membutuhkan 28 orang pasien dalam setiap lengan penelitian untuk
dapat menolak hipotesis nul yang menyatakan bahwa prevalensi untuk kedua grup
adalah sama dengan probabilitas B = 0,85, dan α = 0,05. Lebih lanjut, untuk dapat
menguji hipotesis sub-kelompok mengenai dampak dari tipe OAE dan status IMT
terhadap kadar Vit. D kami memerlukan setidaknya 56 orang pasien pada setiap
lengan penelitian. Dengan ekspektasi angka drop-out sebesar 20%, kami
memerlukan total 135 orang pasien yang sedang menjalani monoterapi OAE.
Data yang telah didapatkan sebelumnya menunjukkan bahwa pasien politerapi
OAE cenderung memiliki kadar Vit. D yang lebih rendah -16 hingga -18 + 13,6
dibandingkan dengan pasien monoterapi. Walaupun begitu, tidak didapatkan data
sebelumnya yang menunjukkan perbedaan kadar Vit. D di antara pasien dengan
politerapi OAE berdasarkan status IMT mereka. Namun, data terkait hal ini pada
pasien monoterapi OAE telah didapatkan. Oleh karena itu kami menggunakan
estimasi dari data monoterapi tersebut untuk mendapatkan estimasi besar sampel
kami. Kami memerlukan 26 orang pasien untuk setiap lengan penelitian (total 68
orang pasien dengan ekspektasi angka drop-out sebesar 20%) untuk menguji
hipotesis pada dampak dari monoterapi OAE dibandingkan politerapi OAE
dengan B = 0,85, α = 0,05.
Besar sampel saat ini akan memungkinkan kami untuk menguji perbedaan
kegagalan tatalaksana kejang di antara 2 kelompok intervensi. Data yang telah
didapatkan sebelumnya menunjukkan estimasi kegagalan tatalaksana pada anak
dengan placebo adalah 0,6. Apabila angka kegagalan sebenarnya pada anak yang
mendapatkan suplementasi Vit. D adalah 0,9, maka kamu memerlukan 36 orang
pasien untuk setiap lengan penelitian dengan probabilitas B = 0,85 dan α = 0,05.
4. Analisis Data
Kami akan menganalisa hasil yang ada secara berkelanjutan dengan
menggunakan student t-test untuk sampel independen dengan data yang
terdistribusi normal dan Wilcoxon sign test untuk data non-parametrik dengan
model analisa intention-to-treat. Kami akan menampilkan estimasi proporsi
kelompok dan perbandingan laju saat ini setelah melalui penyesuaian dan sebelum
melalui penyesuaian. Respon tatalaksana Vit. D dan kegagalan tatalaksana kejang
akan melalui penyesuaian untuk tipe OAE, jumlah OAE yang digunakan, dan
IMT dengan menggunakan model regresi logistik. Data yang hilang akan
ditangani dengan menggunakan metode last observation carried forward.
5. Pembahasan
Defisiensi Vit. D pada anak-anak dengan epilepsi adalah permasalahan yang
seringkali terlewatkan walaupun beberapa bukti ilmiah menyatakan bahwa
kondisi ini dapat memberikan dampak negatif untuk kontrol kejang dan kesehatan
tulang secara keseluruhan. Vit. D memainkan peran penting dalam perkembangan
otak dan perilaku. Vit. D terbukti memiliki karakteristik neuroaktif yang dapat
memengaruhi perkembangan otak. Penelitian pada hewan juga menunjukkan
bahwa Vit. D dapat berperan sebagai senyawa anti-kejang. Siegel et al.
menunjukkan bahwa Vit. D3 yang dihantarkan menuju hipokampus meningkatkan
ambang batas kejang dengan pemicu kimiawi pada rodensia dan mencit dengan
reseptor Vit. D yang dimatikan menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap
kejang.
Uji coba kami bertujuan untuk mengevaluasi efikasi dari dosis lanjutan Vit. D
yang umum digunakan terhadap kadar 25 (OH) vitamin D, kontrol kejang, dan
kesehatan tulang pada anak-anak yang menggunakan obat kontrol kejang
monoterapi dan politerapi. Sebagai tambahan, untuk memperkirakan beban
layanan kesehatan berupa defisiensi Vit. D pada anak-anak dengan epilepsi, hasil
penelitian kami mungkin akan membantu pembuatan paduan suplementasi Vit. D
untuk anak-anak dengan epilepsi, memberikan bukti ilmiah hubungan antara
kadar 25 (OH) vitamin D dan kontrol kejang.
Kekuatan utama yang menjadi kunci dari protokol kami mencakup penggunaan
desain uji coba pragmatis untuk mencapai pengaturan kondisi praktik klinis sesuai
dengan keadaan nyata sebenarnya, penggunaan rekomendasi pemberian dosis Vit.
D terkini oleh AAP dan Endocrine Society, definisi hasil, dan rencana analisis
yang diajukan untuk memastikan penelitian sebelumnya yang melaporkan adanya
interaksi antara dosis Vit. D, OAE induksi sitokrom P450, dan IMT. Kami juga
telah mengantisipasi dampak durasi penelitian yang pendek akan memengaruhi
observasi hubungan kadar 25 (OH) vitamin D dan hasil penelitian kami.
Pengakuan
RCT ini didanai oleh Dallah Healthcare, Kerajaan Arab Saudi, dengan nomor
persetujuan (CMRM-DHG-1/006). Dallah Healthcare tidak ikut serta terlibat
dalam perencanaan, pengumpulan, manajemen, analisis, dan interpretasi data;
penulisan laporan; dan pengambilan keputusan untuk mempublikasikan laporan
ini.
ANALISIS PICO
3. Comparison, Control:
Tidak ada kelompok yang dijadikan pembanding kontrol pada penelitian ini
karena semua kelompok dalam penelitian ini adalah kelompok eksperimental.
4. Outcome:
Parameter utama yang dinilai dalam penelitian ini adalah kadar 25 (OH)
vitamin D yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium. Kadar 25 (OH)
vitamin D ini digunakan untuk menilai terjadinya defisiensi vitamin D atau tidak
pada anak-anak dengan epilepsi yang sedang menjalani terapi OAE dan diberikan
suplementasi Vit. D3 (Cholecalciferol) dengan dua dosis berbeda yaitu 400
IU/hari dan 1000 IU/hari.
Selain kadar 25 (OH) Vitamin D, penelitian ini juga memiliki sub-penelitian
yang akan turut menganalisis hubungan jumlah dosis lanjutan Vit. D3
(Cholecalciferol) terhadap jenis terapi OAE (monoterapi dan politerapi), tipe OAE
(P450 dengan induksi enzim dan P450 non-induksi enzim), IMT (normal dan
kelebihan berat badan), dan kegagalan terapi kejang (gabungan dari peningkatan
frekuensi kejang yang signifikan secara klinis, penambahan OAE baru,
penambahan dosis OAE, terjadinya penyakit kambuhan lainnya).
Critical Appraisal
A Apakah bukti tentang aspek terapi ini valid?
Apakah alokasi pasien Ya (+)
terhadap terapi dalam
penelitian ini dilakukan Pada jurnal disebutkan bahwa penelitian
dengan diacak? dilakukan secara randomisasi dengan
menggunakan amplop tersegel berwarna putih
tersegel.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA