KIAN
OLEH
NIM.22091022
111
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3-
6 TAHUN) DENGAN PENERAPAN TERAPI BERMAIN PLASTISIN
(PLAYDOUGHT) TERHADAP KECEMASAN YANG MENGALAMI
HOSPITALISASI
OLEH
NIM.22091022
111
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
Dengan Penerapan Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap
Kecemasan Yang Mengalami Hospitalisasi
Nama : Ruwi Donali Triandika Sari, S. Kep
NIM : 22091022
Program Studi : Profesi Ners
iii
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
HALAMAN PENGESAHAN
Ketua Penguji
(Ns. Riau Roslita, M.Kep,. Sp. Kep. An) (Ns. Sarika Dewi, S.Kep)
NIDN. 1016068801 NIP.198112052009032002
iv
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
(Ns. Siska Mayang Sari., M.Kep)
NIDN. 1019048201
Nim : 22091022
Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
Dengan Penerapan Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap
Kecemasan Yang Mengalami Hospitalisasi
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam KIAN ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan
saya tidak terdapat karya/pendapat yang pernah ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar psutaka.
v
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nim : 22091022
Agama : Islam
Email : Ruwidonalia185@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
vi
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan KIAN ini dengan judul “Analisis Asuhan Keperawatan
Pada Anak Dengan Penerapan Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap Kecemasan
Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di Ruang Edelweis
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru”. Penulisan KIAN ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners di Universitas Hang Tuah Pekanbaru. Dalam
menyelesaikan KIAN ini, penulis merasakan betapa besarnya manfaat bantuan yang telah
diberikan oleh semua pihak. Sehubungan dengan itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan KIAN ini, mudah-mudahan
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syafrani, M.Si selaku Rektor Universitas Hang Tuah Pekanbaru
2. Bapak Ns. Abdurrahman Hamid, M.Kep., Sp. Kep.Kom selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
3. Ibu Ns. Siska Mayang Sari., M. Kep selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
4. Ibu Ns. Sarika Dewi, S.Kep selaku Penguji Klinik dan Ibu Ns. Riau Roslita, M.Kep,. Sp. Kep.
An selaku Penguji Akademik yang bersedia meluangkan waktunya sebagai penguji dan telah
memberikan bimbingan,petunjuk serta saran kepada penulis.
5. Ibu Ns. Raja Fitrina Lestari, M. Kep selaku Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan
waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan, petunjuk serta saran kepada penulis sehingga
proposal KIAN ini dapat di selesaikan.
6. Koordinator Ruangan Edelweis, Kepala Ruangan dan seluruh perawat di Ruang Edelweis yang
telah memberikan izin kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan dan menyelesaikan
penerapan ini.
7. Ibu Ns. Susi Erianti, M. Kep selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan
dukungan dan motivasi yang membangun bagi penulis
8. Seluruh staff Dosen Pengajar dan Administrasi Program Studi Fakultas Kesehatan Universitas
Hang Tuah Pekanbaru yang selalu memberikan motivasi dan membantu segala hal yang
berhubungan dengan proses penyelesaian KIAN ini
vii
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
9. Kepada Kedua Orang Tua penulis yaitu Alm. Rusli Susanto dan Almh. Samiyem serta
Abang/Kakak saya dimana mereka yang mendukung serta mendoakan penulis dengan tiada
hentinya sehingga penulis sampai berada ditahap ini
10. Kepada Teman-Teman seperjuangan Profesi Ners yang telah sama-sama melewati waktu
bersama penulis selama 1 tahun dalam suka dan duka
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis
selama proses menyelesaikan penelitian ini dan semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keperawatan dimasa yang
akan dating.
viii
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ix
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Analisis Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Dengan
Penerapan Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap Kecemasan Yang
Mengalami Hospitalisasi
ABSTRAK
Semakin muda usia anak akan lebih beresiko terserang penyakit karena disebabkan oleh system
imun anak yang masih berkembang sehingga rentan terpapar penyakit dan menyebabkan anak
mudah sakit. Kondisi anak yang sakit tidak memungkinkan menjalankan perawatan di rumah
sehingga mengakibatkan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisi anak yang
mengalami hospitalisasi dapat berpengaruh terhadap psikososial anak, dan perkembangan anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak umumnya seperti berpisah dengan
orang tua, kecemasan, nyeri akibat tindakan intensive, dan takut akan kematian. Untuk
mengurangi rasa kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi ini, pemberian terapi non
farmakologi seperti permainan playdought. terapi playdought bertujuan dalam meningkatkan
kemampuan anak dalam memecahkan masalah, menurunkan kecemasan, pengendalian impuls
dan kemarahan. Penerapan ini menggunakan metode case study deskriptif dengan pretest dan
posttest design. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan kuisioner taylor
manifest anxiety scale dengan penerapan selama 1 hari 1 kali pertemuan dengan waktu 10-15
menit. Berdasarkan hasil penerapan terapi bermain plastisin (playdought) didapat bahwa anak
prasekolah yang mengalami kecemasan karena tindakan invasive mengalami penurunan
kecemasan mulai dari cemas berat (skor 14) menjadi cemas ringan (skor 11). Penerapan ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai alternative tindakan dalam mengurangi kecemasan pada
anak saat di hospitalisasi.
x
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
UNIVERSTY OF HANGTUAH PEKANBARU
FACULTY OF HEALTH, NURSE PROFESSIONAL STUDY
PROGRAM
Analysis of Nursing Care in Preschool Children (3-6 Years) With the Application of
Playdought Therapy Against Hospitalization Anxiety
The younger the child, the more at risk of developing a disease because it is caused by the
child's immune system which is still developing so that it is susceptible to disease and causes
children to get sick easily. The condition of a sick child does not allow for treatment at home,
causing the child to undergo treatment at the hospital. The condition of children who
experience hospitalization can affect the child's psychosocial and child development. Factors
that affect hospitalization in children are generally separated from parents, anxiety, pain due to
intensive action, and fear of death. To reduce anxiety in children who experience
hospitalization, non-pharmacological therapy is given, such as playdought games. Playdought
therapy aims to improve children's ability to solve problems, reduce anxiety, control impulses
and anger. This application uses a descriptive case study method with a pretest and posttest
design. Data collection techniques used observation sheets and Taylor manifest anxiety scale
questionnaires with implementation for 1 day 1 meeting with 10-15 minutes. Based on the
results of applying plasticine play therapy (playdought) it was found that preschool children
who experienced anxiety due to invasive actions experienced a decrease in anxiety ranging
from severe anxiety (score 14) to mild anxiety (score 11). This application is expected to be
used as an alternative action in reducing anxiety in children while in hospitalization.
Bibliography : (2012-2022)
Keywords: Hospitalization, Playdought Game, Anxiety
xi
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................1
xii
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
2.4 Anak Usia Prasekolah................................................................................................13
2.5 Hospitalisasi...............................................................................................................15
BAB 5 PEMBAHASAN.......................................................................................................28
5.4 Implikasi....................................................................................................................37
xiii
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
BAB 6 PENUTUP.................................................................................................................38
6.1 Kesimpulan................................................................................................................38
6.2 Saran..........................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................40
LAMPIRAN..........................................................................................................................43
xiv
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
DAFTAR TABEL
xv
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah mahluk rentan dan tergantung yang selalu dipenuhi dengan rasa ingin tahu, aktif,
serta penuh harapan. Anak prasekolah khususnya pada anak usia 3-6 tahun, lebih sering
mengalami kecelakaan dan cedera. Cedera yang dialami anak bermacam-macam bisa berupah
jatuh, aspirasi, panas demam, dan luka bakar sehingga memungkinkan anak untuk menjalani
perawatan di rumah sakit. Semakin muda usia anak akan lebih beresiko terserang penyakit
karena disebabkan oleh system imun anak yang masih berkembang sehingga rentan terpapar
penyakit dan menyebabkan anak mudah sakit (Muhammad Al-Ihsan, 2018).
Kondisi anak yang sakit tidak memungkinkan menjalankan perawatan di rumah sehingga
mengakibatkan anak untuk menjalani perawatan di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan suatu
keadaan dimana individu yang mengalami perawatan di rumah sakit. Kondisi anak yang
mengalami hospitalisasi dapat berpengaruh terhadap psikososial anak, dan perkembangan anak.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak umumnya seperti berpisah
dengan orang tua, kecemasan tentang kegelapan, monster, pembunuhan, dan binatang buas
yang di awali dengan yang asing, gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak diizinkan
menjenguk, nyeri akibat tindakan intensive, dan takut akan kematian. Dari faktor-faktor
tersebut mengakibatkan anak menjadi stress, cemas, takut, merasakan nyeri, kehilangan
kendali, perubahan gambaran diri (Heri Saputro, 2017).
Berdasarkan data World Health Organization diketahui bahwa 3%-10% pasien anak yang di
rawat di Amerika Serikat mengalami kecemasan selama hospitalisasi, sekitar 3%-7% yang di
rawat di Jerman juga mengalami hal yang serupa dan 5%-10% anak yang di hospitalisasi di
Kanada dan Selandia Baru juga mengalami tanda kecemasan selama di hospitalisasi (WHO,
2018). Di Negara Indonesia anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi sebesar 45%
(Kemenkes RI, 2018). Provinsi Jawa Timur data kecemasan pada anak yang mengalami
kecemasan akibat hospitalisasi sebesar 85% (Saputro et al, 2017). Untuk data anak yang
mengalami hospitalisasi diruangan Edelwis
pada minggu pertama sampai dengan minggu ke tiga berjumlah 10 orang dengan jenis kelamin
pada anak laki-laki sebanyak 9 orang dan pada anak perempuan sebanyak 1 orang. Dari data
tersebut dapat dibuktikan bahwa hospitalisasi memberikan rasa kecemasan pada anak,
1
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
pernyataan tersebut selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ade (2018) yang
2
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
3
Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien anak yang sedang
mengalami hospitalisasi. Kecemasan yang sering dialami seperti menangis, dan takut pada
orang baru. Banyak stressor yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi menimbulkan
dampak negative yang mengganggu perkembangan anak. Lingkungan rumah sakit dapat
merupakan penyebab stress dan kecemasan pada anak (Marni,2018). Upaya untuk mengurangi
kecemasan anak saat hospitalisasi dapat dilakukan dengan terapi bermain, Karena terapi
bermain berfokus untuk mengurangi rasa takut, kekhawatira dan kecemasan akibat hospitalisasi
pada anak (Oktaviati & Julianti, 2019).
Terapi bermain adalah suatu kegiatan bermain yang dilakukan untuk membantu dalam proses
penyembuhan anak dan sarana dalam melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan anak secara
optimal. Tujuan bermain bagi anak adalah menghilangkan rasa nyeri ataupun sakit yang
dirasakannya dengan cara mengalihkan perhatian anak pada permainan sehingga anak akan
lupa terhadap perasaan cemas maupun takut yang dialami, selama anak menjalani perawatan di
rumah sakit. Permainan akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangan melakukan permainan. Dengan terapi
bermain, diharapkan kecemasan pada anak segera menurun, sehingga dapat menjadikan anak
lebih bekerjasama pada petugas kesehatan (Alini, 2017). Terapi bermain yang diberikan pada
anak usia pra sekolah harus menyesuaikan dengan tahapan perkembangan sesuai usianya. Pada
masa pra sekolah jenis permainan salah satunya skill play, dimana jenis permainan ini sering
dipilih oleh anak, jenis permainan ini menggunakan kemampuan motoriknya. Salah satu
permainan skill play adalah permainan lilin (Fradianto, 2014). Lilin biasa disebut juga dengan
plastisin atau playdought.
Plastisin atau playdought adalah lilin malam lembut yang mudah dibentuk sesuai keinginan
dengan warna yang bervariasi dikarenakan teksturnya yang lembut. Terapi bermain dengan
menggunakan lilin sangat tepat karena tidak membutuhkan energy yang besar untuk bermain,
permainan ini juga dapat dilakukan diatas tempat tidur anak (Alini, 2017).
Pendapat ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dayani dkk, (2015) tentang
terapi bermain Playdought terhadap kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang
mengalami hospitalisasi di RSUD Banjar Baru dimana penelitian ini menyebutkan permainan
yang cocok diterapkan untuk anak usia prasekolah salah satunya adalah permainan membentuk
(kontruksi) seperti Playdought. Terapi bermain dengan menggunakan Playdought seperti
plastisin atau playdought cocok diberikan pada anak yang sedang menjalani perawatan, karena
tidak membutuhkan energy yang besar untuk bermain. Permainan ini juga, dapat dilakukan
diatas tempat tidur anak, sehingga tidak mengganggu dalam proses pemulihan kesehatan anak.
Penelitian ini juga menunjukan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi Playdought terhadap
penurunan kecemasan anak.
Namun menurut peneltian yang dilakukan oleh Muafifah (2013) tentang pengaruh Playdought
therapy terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD
Banyumas menunjukan bahwa tidak ada pengaruh Playdought therapy terhadap kecemasan
akibat hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di RSUD Banyumas.
Berdasarkan studi pendahuluan peneliti, saat praktik di ruangan perawatan edelweis. Peneliti
memperhatikan beberapa anak-anak usia prasekolah yang di rawat di rumah sakit selalu
menangis, menjerit, ketakutan, cemas dan menolak ketika akan dilakukan pengobatan oleh
perawat ruangan. Anak juga ketakutan saat melihat dokter atau perawat masuk ke dalam
ruangannya. Meskipun perawat diruangan tersebut selalu bernada lemah lembut dan berusaha
menghibur agar tidak mengalami cemas, tetapi anak tetap saja tahu bahwa mereka akan
menyakiti dengan dilakukan tindakan intensive pada anak sehingga menangis dan ketakutan.
Sedangkan diruangan tersebut perawat ruangan tidak melakukan terapi bermain kepada pasien
anak yang dirawat, dan biasanya terapi bermain hanya dilakukan oleh mahasiswa yang sedang
praktik saja.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun laporan ilmiah akhir Ners
tentang penerapan terapi bermain plastisin (playdought) terhadap kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penetapan masalah pada penulisan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah, Bagaimana penerapan intervensi terapi bermain plastisin
(playdought) terhadap kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami
hospitalisasi diruangan edelweiss RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui pengaruh terapi bermain plastisin
(playdought) terhadap kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) di ruangan edelweiss RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru.
1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) sebelum diberikan
terapi bermain plastisin (playdought) di ruangan edelweiss RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan anak usia prasekolah (3-6 tahun) sesudah diberikan terapi
bermain plastisin (playdought) di ruangan edelweiss RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh terapi bermain plastisin (playdought) terhadap kecemasan
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruangan edelweiss RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru.
Bagi masyarakat atau responden hasil penelitian ini dapat digunakan sebegai salah satu terapi
bermain dengan plastisin (playdought) untuk menurunkan kecemasan pada anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi di rumah sakit.
4. Bagi Peneliti
Bagi peneliti, selanjutnya agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dan informasi
dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.
Kecemasan adalah suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan, kegelisahan,
bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan terhadap ancaman nyata atau yang
dirasakan (Saputro, 2017). Kecemasan salah satu perasaan paling dominan terjadi pada anak-
anak dan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakan tingkah laku, baik tingkah laku
normal maupun tingkah laku yang menyimpang atau yang terganggu, kedua-duanya merupakan
pernyataan, penampilan, dari pertahanan terhadap kecemasan (Gunarsa, 2012). Rasa cemas
merupakan suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa
tingkatan dan berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti serta tidak berdaya (Kusumawati et
al, 2010).
1. Gejala fisiologi : peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, keluar keringat
berlebih, suara bergetar, gemetar, palpitasi, mual dan muntah, sering berkemih, diare, insomnia,
kelelahan, kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri, (khususnya dada,
punggung dan leher), gelisah, pingsan atau pusing, rasa panas dan dingin.
2. Gejala emosional : ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat
rileks, marah, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri
sendiri dan orang lain, menarik diri dan kurang inisiatif.
3. Gejala kognitif : ketidakmampuan berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa,
termenung, ketidakmampuan mengingat dan perhatian berlebih.
Menurut Norton (2012) faktor yang mempengaruhi kecemasan akibathospitalisasi pada anak
1. Usia : dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif anak. Anak usia pra sekolah belum
7
lingkungan asing
3. Jenis kelamin : dapat mempengaruhi tingkat stress hospitalisasi, dimana anak perempuan yang
menjalani hospitalisasi memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki
4. Faktor lingkungan rumah sakit : suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang
asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat
5. Faktor perpisahan : berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan berpisah dengan anggota
keluarga lainnya.
6. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian : aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur
medis yang dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat
mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan.
7. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan : semakin sering seorang anak
berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah
sebaliknya.
8. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit : berkomunikasi dengan anak juga
sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan
4. Kecemasan ringan (Mild Anxiety), berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari. Penyebabnya, seseorang menjadi lebih waspada, sehingga persepsinya meluas dan
dan memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
5. Kecemasan sedang (Moderate Anxiety), memusatkan perhatian pada hal- hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Perhatian seseorang menjadi selektif, namun dapat melakukan
6. Kecemasan berat (Savere Anxiety), ditandai lewat sempitnya persepsi seseorang. Selain itu,
memiliki perhatian yang terpusat padahal yang spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal
7. Panik, setiap orang memiliki kepanikan yang berbeda. Hanya saja, kesadaran dan kepanikan itu
diri dan detail perhatian kurang. Ketidakmampuan melakukan apapun meskipun dengan
A. Spence Children Anxiety Scale (SCAS) preschool adalah instrumen kecemasan untuk mengukur
respon kecemasan pada anak usia pra sekolah. Skala ini terdiri dari 28 pertanyaan kecemasan
dilengkapi dengan meminta orang tua untuk mengikuti petunjuk pada lembar instrument.
Jumlah skor maksimal pada skala kecemasan SCAS Preschool adalah 112 (Spence et al,
2011). Hasil total skor tingkat kecemasan anak dibagi menjadi 4 tingkat kecemasan yaitu :
B. Taylor manifest anxiety scale (TMAS) yang ditemukan oleh Janet Taylor. Tingkat kecemasan
akan diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka tingkat
kecemasan semakin tinggi, dan makin kecil skoar makan tingkat kecemasan semakin rendah
9
Uji validitas dan reabilitas kuesioner menunjukan nilai validitas sebesar 320,764 dengan
menggunakan kriterium luar “Manson Evaluation” dan uji reabilitas teknik belah dua Sperman
Brown, indeks reabilitasnya sebesar 0,855 (Utari, 2018).
a. Penetalaksanaan Farmakologi
1) Benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan.
2) Nonbenzodiazepine, seperti buspiron (Buspar)
1) Relaksasi : teknik yang dapat membuat pikiran dan tubuh menjadi rileks melalui sebuah proses
yang secara progresif akan melepaskan ketegangan otot di setiap tubuh (Potter & Perry,
2012).
Bermain merupakan aktifitas yang dapat dilakukan anak sebagai upaya stimulasi pertumbuhan
dan perkembangannya dan bermain pada anak dirumah sakit menjadi media bagi anak untuk
mengekspresikan perasaan, relaksasi dan distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini,
2014). Bermain merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap
suatu kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang, dengan tujuan melakukan
perubahan perubahan yang dimadsud bisa berarti menghilangkan mengurangi, meningkatkan
atau memodifikasi suatu kondisi atau tingkah laku tertentu (Adriana, 2012). Dengan terapi
bermain, diharapkan kecemasan anak segera menurun, sehingga dapat menjadikan anak lebih
bekerjasama pada petugas kesehatan (Ella et al, 2015).
Menurut Adriana (2012), ada beberapa prinsip dalam terapi bermain, meliputi:
11
Playdought merupakan alat permainan edukatif bertekstur lunak berbahan dasar tepung atau
tanah liat yang mudah dibentuk sesuai kreasi anak. Playdought juga dapat disebut dengan
plastisin Playdought karena berbahan dasar tepung dan tanah liat yang dapat mengeras bila di
angin-anginkan (Montolalu, 2012). Playdought merupakan permainan yang aman untuk anak
dan mudah didapatkan karena harganya terjangkau namun Playdought dapat mengeras apabila
bermain kreativitas seni dan keahlian yang sesuai dengan perkembangan anak usia prasekolah
Bermain terapeutik dengan menggunakan Playdought sangat tepat karena Playdought tidak
membutuhkan energi yang besar untuk bermain, meningkatkan kemampuan anak dalam
dapat membentuk sesuatu yang di inginkan serta meningkatkan kreatifitas anak terlihat saat
anak memainkan Playdought tersebut (Ariyanthi et al, 2014). Penggunaan Playdought sebagai
terapi dapat mempromosikan kreativitas, kesadaran diri dan menurunkan kecemasan akibat
12
D. Plastisin Playdought/Playdought Tepung berbahan dasar tepung dan dapat mengeras bila di
angin-anginkan
E. Lilin malam, termasuk dalam “keluarga” Playdought, biasanya untuk mainan anakanak, biasa
di jual di toko-toko buku dengan berbagai macam warna dan mudah dibentuk. Bentuknya tetap
F. Paper Playdought, terbuat dari bubur kertas, kebanyakan di jual dengan warna putih dan ada
pula dengan campuran gips. Hasil akhirnya keras dengan cara di anginanginkan dan di cat/di
beri warna.
G. Playdought Roti, berbahan dasar unik yaitu sisa-sisa roti tawar yang sudah di angin anginkan
agar teksturnya kering kemudian di campur dengan lem putih, minyak sayur, dan pengawet
makanan.
H. Polymer Playdought, jenis Playdought ini masih langka di Indonesia dan pengeringannya
dengan cara di oven (menggunakan oven khusus). Hasil akhirnya tergantung jenis Playdought,
dapat di olah lagi, setelah clay ini kering hasilnya menjadi ringan seperti gabus, clay ini cocok
K. Playdought Asli (Tanah Liat/Keramik), Playdought asli dari alam untuk membuat tembikar,
(Montolalu, 2012).
Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun yang terjadi
peningkatan kebebasan pada anak, kemampuan motorik, pengembangan sosial dan kematangan
emosional (Hockenberry & Wilson, 2011). Anak merupakan individu yang unik, dimana
mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan usianya, hal ini yang
perlu dipahami dalam memfasilitasi anak untuk mencapai tugas pertumbuhan dan
Petumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan, teratur dan berurutan
yang dipengaruhi oleh faktor maturasi, lingkungan dan genetik (Kozier et al, 2011). Menurut
Papalia dan Old (2001) dalam Astuti (2012) tahap pertumbuhan dan perkembangan anak pra
M.Masa pranatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
N. Masa bayi, yaitu masa usia sampai 18 bualan pertama kehidupan merupakan masa bayi,
14
R. Aspek fisik, ciri fisik anak usia pra sekolah umumnya sangat aktif, memiliki penguasaan
terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah anak
melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, otot-otot besar pada
pada anak usia prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Anak masih
sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang
kecil ukurannya, itulah sebabnya kordinasi tangan dan mata masih kurang sempurna. Rata-rata
kenaikan berat badan per tahun sekitar 16,7-18,7 kg dan tiggi badan sekitar 103cm dan muulai
terjadi erupsi gigi permanen
S. Aspek sosial, anak usia pra sekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang sekitarnya,
mereka juga mempunyai sahabat. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu
terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti. Anak menjadi
seangat mandiri agresif secara fisik dan verbal, bermain secara asosiatif, dan mulai
mengeksplorasi seksualitas.
T. Aspek emosi, ciri emosional anak usia pra sekolah cenderung mengekspresikan emosinya
dengan bebas dan terbuka. Sikap sering marah dan iri hati sering diperlihatkan.
U. Aspek kognitif, ciri kognitif anak usia pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa.
Sebagian besar dari mereka sering bicara, khususnya dalam kelompoknya dan sebagian dari
mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik (Dewi et al, 2015).
2.5 Hospitalisasi
2.5.1 Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan yang darurat atau terencana yang
mengharuskan anak untuk tinggal atau di rawat di rumah sakit, untuk menjalani perawatan atau
terapi sampai anak kembali sehat dan pulang kembali ke rumah (Setiawan dkk, 2014).
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun keluarganya, kecemasan
utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan
yang asing, kehilangan kemandirian dan kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh
perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan
koping terhadap cemas (Susilaningrum, 2013).
15
Reaksi anak terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap penyakit, sistem pendukung yang tersedia dan mekanisme koping yang
dimiliki. Reaksi hospitalisasi pada anak usia pra- sekolah menunjukan reaksi tidak adaptif
dimana dapat berupa menolak untuk makan, sering bertanya, menangis, dan tidak kooperatif
terhadap petugas (Salmela et al, 2010). Menurut Kyle & Carman (2014) hospitalisasi
menciptakan serangkaian peristiwa traumatik dan penuh kecemasan bagi anak, baik itu
merupakan prosedur elektif yang telah direncanakan sebelumnya ataupun akan situasi darurat
yang terjadi akibat trauma, selain efek fisiologis masalah kesehatan terdapat juga efek
psikologis penyakit dan hospitalisasi pada anak, yaitu :
A. Kecemasan dan ketakutan bagi anak, memasuki rumah sakit adalah seperti memasuki dunia
asing, sehingga akibatnya terhadap ansietas dan kekuatan. Kecemasan seringkali berasal dari
cepatnya awalan penyakit dan cedera, terutama anak memiliki pengalaman terbatas terkait
dengan penyakit dan cedera.
B. Kecemasan perpisahan, terhadap perpisahan merupakan kecemasan utama pada anak di usia
tertentu.
C. Kehilangan kontrol, ketika hospitalisasi anak mengalami kehilangan kontrol secara signifikan
(Kyle & Carman, 2014).
16
memproduksi hormon endorphine yang dapat membuat suasana hati anak menjadi lebih positif
atau tidak merasakan cemas sehingga hal itu dapat mempercepat proses penyembuhan
(Maharini et al, 2017). Terapi bermain Playdought dapat dilakukan diatas tempat tidur dan
tidak membutuhkan banyak energi sehingga tidak akan menganggu proses pemulihan dan
perpaduan warna, anak menjadi imajinatif karena dapat membentuk sesuatu yang di inginkan
serta meningkatkan kreatifitas anak pada saat anak memainkan Playdought tersebut (Ariyanthi
et al, 2014). Terapi bermain Playdought dapat melatih motorik halus anak, bereksplorasi
membuat bentuk yang sesuai keinginan sendiri, belajar untuk tekun, bersabar dan berimajinasi
(Susilaningsih, 2015).
17
Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hubungan yang relevan dengan
20
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
21
3. Menyiapkan alat plastisin (playdought) berwarna-warni, tisu basah, tisu kering, clipboard
(pengalas), cetakan untuk plastisin dengan berbagai bentuk yang menarik
4. Mencuci tangan
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam kepada pasien dan menyapa nama pasien
2. Memperkenalankan diri
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien sebelum dilakukan kegiatan
5. Menjelaskan cara bermain kepada anak dan orang tua
C. Tahap Kerja
1. Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
2. Membuat suasana senyaman mungkin
3. Mengatur posisi anak senyaman mungkin
4. Membina hubungan saling percaya dengan anak (komunikasi)
5. Memberikan plastisin (playdought) kepada anak
6. Mengajak anak bermain bersama membentuk plastisin (playdought) sesuai kreasi dan
kemauan anak (Libatkan orang tua)
7. Melakukan permainan selama 10-15 menit
8. Memberikan pujian atas hasil kreasi yang di buat oleh anak
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan
5. Dokumentasikan
penelitian (Notoatmodjo, 2018). Secara garis besar dalam melakukan penelitian ada
empat prinsip yang harus dipegang teguh yakni :
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada pasien anak yang
mengalami hospitalisasi diruangan Edelweis RSUD Arifin Achmad. Dalam bab ini,
penulis akan membahas meliputi segi pengkajian, diagnose, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan mengenai kasus yang penulis
angkat,
25
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
mengatakan ingin meminta segera pulang kerumah. Hasil pemeriksaan didapatkan :
keadaan composmentis, skala VAS: 3-4, N: 88 x/m, RR: 22 x/m, S: 37,2 C, pasien
26
Universitas Hang Tuah Pekanbaru
27
tampak cemas, pasien tampak khawatir ketika dilakukan tindak invasive, dan merasakan
nyeri. Hasil laboraturium pada tanggal 15 juni 2023 via IGD didapatkan : Hb (11,2),
Leukosit (14,41), Trombosit (666), Hematokrit (33,4), Ureum (75,0), Kreatinin (1.02),
Natrium (146), Kalium (4,7), Chlorida (111). Pasien saat ini mendapatkan terapi obat
infus RL (Ranger Laktat) 20 Tpm, injeksi ceftriaxone 2 x 500 gram, paracetamol 3 x 125
gram.
B. Masalah Keperawatan
Adapun masalah keperawatan yang muncul disini adalah gangguan kerusakan Integritas
kulit b/d tindakan operasi selang nefrostomi ulang hari ke-6 dan ansietas berhubungan
dengan krisis situasional, ancaman konsep diri ditandai dengan tampak gelisah, dan
tampak khawatir. Fokus laporan ini akan membahas masalah ansietas berhubungan
dengan krisis situasional, ancaman konsep diri ditandai dengan tampak gelisah, dan
tampak khawatir. Dan data objektifnya pada pasien tampak cemas dan takut, saat akan
dilakukan tindakan invansive oleh perawat ataupun dokter, pasien terpasan Iufd RL 20
Tpm, N: 88 x/menit, R: 22 x/m, S:37,2 C. Pemilihan masalah ansietas didapatkan
berdasarkan data-data yang telah diperoleh. Sesuai standar keperawatan Indonesia
(SDKI) 2017 dengan kode 0080, ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya
yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (SDKI
DPP PPNI, 2017).
C. Intervensi Keperawatan
Kegiatan ini merupakan bentuk maupun susunan perlakuan yang dilaksanakan nantinya,
penerapan ini dilakukan terhadap pasien dengan diagnose post operasi hari ke-6
nefrostomi yang berada diruangan Edelweis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada penerapan ini disusun untuk mengatasi
masalah ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman konsep diri ditandai
dengan tampak gelisah, dan tampak khawatir. Disusun berdasarkan standar luaran
keperawatan Indonesia (SLKI) dengan kode L.09093, yaitu ketika telah dilaksanakan
perlakuan keperawatan 3 x24 jam dinginkan : perilaku gelisah meningkat (1) dengan
capaian menjadi menurun (5), verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi cukup
meningkat (2) dengan capaian menjadi menurun (5). Intervensi perawatan yang disusun
adalah dengan teknik relaksasi yang diantaranya observasi, teraupetik, dan edukasi. Pada
tindakan observasi dilakukan identifikasi saat tingkat ansietas berubah, identifikasi
Penerapan terapi bermain plastisin (playdought) adalah hal yang menjadi pengalihan
dalam penerapan ini untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak untuk masalah
ansietas yang dialami An. M.Z. Menurut tinjauan kepustakaan pemberian terapi bermain
pada anak yang mengalami hospitalisasi dirumah sakit merupakan bagian dari kegiatan
yang bisa diterapkan oleh petugas medis, dimana manfaatnya merupakan memfasilitasi
anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing, memberikan kesempatan untuk
membuat keputusan dan kontrol, memberikan peralihan (distraksi) dan relaksasi,
membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan asing, serta membantu
mengurangi stress terhadap perpisahan. Tindakan ini mengikut sertakan keluarga/ wali
untuk menemani, selama proses saat dilakukan terapi bermain pada anak tersebut.
Berdasarkan teori tersebut, diharapkan penerapan terapi bermain plastisin (playdought)
ini dapat membantu dan mengurangi rasa kecemasan yang dialami oleh anak usia
prasekolah (3-6 tahun) tersebut yang masih menjalani hospitalisasi dirumah sakit,
terutama pada pasien anak berinisial An. M.Z.
D. Implementasi Keperawatan
Awal penerapan peneliti memberitahu maksud serta tujuan peneliti pada keluarga/ wali
yang akan melakukan terapi bermain plastisin (playdought) pada An. M.Z, lalu kemudian
meminta persetujuan terlebih dahulu kepada keluarga/wali, bahwa An. M.Z akan
dijadikan sebagai calon responden, untuk melakukan penerapan dan implementasi.
Implementasi yang telah diberikan pada pasien berupa mengidentifikasi saat tingkat
ansietas berubah yaitu pasien tampak gelisah dan mengalami kecemasan saat akan
dilakukan tindakan invasive oleh tenaga medis. Tindakan selanjutnya adalah menerapkan
dengan terapi bermain plastisin (playdought) terhadap kecemasan pada anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi. Sebelum dilakukan penerapan
EBNP, peneliti melakukan pretest dan posttest dengan pengukuran kecemasan pada anak
E. Evaluasi Keperawatan
Pada kasus An.MZ evaluasi dilakukan pada tanggal 21 juni 2023 pukul 14.30 wib
memakai strategi SOAP (subjektif, objektif, analisa data, dan planning). Hasil ini
terhadap An.MZ didapatkan data yaitu (S) pasien mengatakan tidak merasa cemas lagi
setelah dilakukan terapi bermain plastisin (playdought) tersebut, (O) tampak khawatir
dan gelisah setelah diberikan terapi bermain plastisin (playdought) berkurang, ekspresi
pada anak tampak senang. (A): masalah ansietas teratasi sebagian, (P) keluarga/wali bisa
melakukan kembali terapi bermain plastisin (playdought), peralihan (distraksi) secara
mandiri. Menurut data ini, masalah keperawatan pada ansietas pada An.MZ didapatkan
teratasi sebagian.
Setelah dilakukan pengkajian serta diperoleh data kemudian dianalisis dan juga
dibandingkan dengan tinjauan kepustakaan serta temuan kasus, didapatkan sebagian
kemiripan serta perbedaan. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada kasus, anak yang
mengalami hospitalisasi ini berusia 6 tahun, dimana hal ini berkaitan dengan penelitian
Alini (2017) yang menyebutkan bahwa anak usia prasekolah merupakan anak yang
berada pada rentang usia 3-6 tahun. Rasa takut pada anak usia 3-6 tahun umumnya terjadi
seperti takut kegelapan, ditinggal sendiri terutama pada saat menjelang tidur, takut
terhadap tindakan medis dan petugas kesehatan, seringkali anak usia prasekolah
menganggap bahwa hospitalisasi adalah sebagai hukuman dan pemisahan dari orang tua
dan hal inilah yang menyebabkan kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi.
Selain itu, karakteristik lain yang terdapat pada kasus ini yaitu pasien berjenis kelamin
laki-laki. Pernyataan ini sesuai dengan teori Muafifah (2013) yang menyatakan jenis
kelamin anak akan mempengaruhi aktivitas bermain anak. Anak laki-laki lebih banyak
melakukan permainan yang menghabiskan energi dibandingkan anak perempuan,
sehingga anak laki-laki lebih beresiko terkena penyakit atau cidera.
Data yang diperoleh pada saat pengkajian didapati bahwa pada pasien tampak cemas dan
takut, saat akan dilakukan tindakan invansive oleh perawat ataupun dokter, pasien
terpasang Iufd RL 20 Tpm, N: 88 x/menit, R: 22 x/m, S:37,2 C. Hal ini tentunya akan
dialami anak yang menjalani hospitalisasi karena takut bertemu dan berbicara dengan
orang asing termasuk dengan perawat dan dokter selama dirawat di rumah sakit. Hal ini
timbul akibat kurang nyamannya anak jika tidak melihat orang tuanya meski hanya
sebentar. Hasil penelitian ini juga di dukung oleh teori Saputro (2017), yang mengatakan
bahwa respon anak yang mengalami kecemasan akan tampak gelisah, kurang koordinasi
dan menarik diri dari hubungan interpersonal merupakan suatu respon psikologis anak
terhadap kecemasan. Oleh karena itu, anak tidak akan nyaman jika harus berpisah dari
orang tuanya. Menurut asumsi peneliti ketika anak berpisah dengan orang tuanya ia akan
merasa takut sehingga bertemu dengan orang asing pun seperti dokter atau perawat akan
menimbulkan reaksi tidak nyaman yang diperlihatkan oleh anak, dan hal ini adalah suatu
respon psikologis terhadap kecemasan saat anak dirawat dirumah sakit.
30
31
Berdasarkan tanda dan gejala penyebab terjadinya kecemasan pada anak dijelaskan pada
teori yang dibagi menjadi 3 kategori yaitu gejala fisiologi, gejala emosional,dan gejala
kognitif. Teori ini sama dengan yang ditemukan pada An.MZ bahwasannya anak
mengalami kecemasan saat selama menjalani hospitalisasi dirumah sakit, tanda dan gejala
yang ditunjukan ialah anak mengalami ketakutan, menangis, mudah marah, kelelahan
Diagnosa keperawatan yang diangkat oleh penulis yaitu gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tindakan operasi selang nekrostomi ulang hari keenam ditandai
dengan adanya luka draine yang masih terasa ngilu. Gangguan integritas kulit merupakan
kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau jaringan (membrane) mukosa, kornea, pasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi atau ligament (SDKI, 2017). Pada diagnosa ini
data yang mendukung adalah keluarga pasien mengatakan terdapat luka bekas operasi
yang masih diberikan perawatan luka oleh perawat. Data objektif dari diagnosa ini yaitu
luka tampak mulai mongering, tidak ada pus, dan tidak ada kemerahan disekitar luka.
Diagnosa kedua ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman konsep diri
ditandai dengan tampak gelisah, dan tampak khawatir. Berdasarkan teori Kecemasan
adalah pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu respons emosional yang tidak
menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa takut yang tidak tereksperikan dan tidak
terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu yang akan datang tidak jelas
dan tidak teridentifikasi (Solehati, 2015). Salah satu upaya untuk mengatasi kecemasan
antara lain dapat dilakukan dengan terapi bermain plastisin (playdought). Dengan
bermain, anak melepaskan ketakutan, kecemasan, mengekspresikan kemarahan dan
permusuhan, bermain merupakan cara koping yang paling efektif untuk mengurangi stres.
plastisin sangat tepat dilakukan padaanak dengan hospitalisasi karenaplastisin tidak
membutuhkan energi yang besar untuk bermain, permainanini juga dapat dilakukan di
atas tempat tidur anak sehingga tidakmengganggu dalam proses pemulihan kesehatan
anak.
nekrostomi ulang hari keenam ditandai dengan adanya luka draine yang masih terasa
ngilu dengan pemberian intervensi perawatan luka yaitu : Monitor karakteristik luka
(mis drainase, warna, ukuran, bau), Monitor tanda-tanda infeksi, Lepaskan balutan dan
plaster secara perlahan, Cukur rambut diarea luka, jika perlu, Bersihkan dengancairan
Nacl 0,9 atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan, Bersihkan jaringan nekrotik,
Berikan salep yang sesuai kekulit/lesi, jika perlu, Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka, Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase, Jadwalkan
perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien, Jelaskan tanda dan gejala
infeksi, Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein, Ajarkan prosedur
perawatan luka secara mandiri, Kolaborasi debridement, jika perlu, Kolaborasi
pemberian antibiotic.
Pada diagnosa kedua yaitu ansierts berhubungan dengan hospitalisasi dan prosedur
invasif yakni meliputi : Identifikasi tingkat Ansietas, pantau adanya tanda ansietas
meliputi verbal maupun non verbal, Ciptakan suasana terapeutik yang menginspirasi
kepercayaan, Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami, Libatkan
keluarga untuk mendampingi klien, yakinkan pasien dengan melakukan pendekatan
dengan tenang, Motivasi untuk Mengenali kondisi Penyebab Ketakutan, Anjurkan
mengungkapkan perasaan dan presepsi, Lakukan teknik pengalihan berdasarkan
penerapan yang akan dilakukan yaitu teknik terapi bermain lego untuk mengatasi
kecemasan yang dirasakan pada anak dan berikan edukasi kepada keluarga untuk
melakukan teknik terapi bermain lego ini kepada anak.
Pada saat dilakukan pengkajian didapati bahwa An. MZ mendapatkan skor kecemasan
dengan 13 Point yang dikaategorikan dengan cemas berat. Berdasarkan teori Stuart
(2016), menjelaskan bahwa respon yang timbul berdasarkan tingkat kecemasan,
diantaranya yaitu Kecemasan yang parah menyebabkan orang secara drastis mengurangi
jangkauan persepsi mereka. Orang cenderung fokus pada sesuatu yang spesifik dan tidak
memikirkan hal lain, semua tindakan telah ditunjukkan untuk meredakan ketegangan dan
respon emosional yang dihasilkan adalah kecemasan,kegelisahan, ketakutan,
kebingungan, perasaan tidak memadai, penarikan diri, penyangkalan dan keinginan
untuk bebas. Tentunya hal ini sangat berpengaruh pada saat petugas kesehatan hendak
memberikan tindakan invasive. Selain intervensi yang disarankan oleh SLKI terdapat
intervensi lain yang bisa digunakan yaitu pemberian terapi bermain plastisin
(playdought) merupakan hal terfokus bagi peneliti untuk memberikan asuhan
keperawatan untuk kasus kecemasan pada anak.
33
Efektifitas terapi bermain clay atau yang sejenisnya seperti plastisin (playdought) telah
dibuktikan dari beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh (Dewi, 2018) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antara sebelum dan sesudah pemberian terapi
bermain plastisin terhadap penurunan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia
prasekolah (3-6 tahun), dengan hasil p > 0,05 yakni sebesar 0,000. Penelitian (Dayani,
2015) yang menunjukkan bahwa nilai p-values 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat
pengaruh terapi bermain clay terhadap kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun)
yang menjalani hospitalisasi di RSUD Bnajarbaru. Penelitian lain yang sejalan juga yaitu
penelitian yang dilakukan oleh (Alini, 2017) membuktikan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi bermain plastisin (playdought) terhadap perubahan kecemasan pada
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi di ruangan perawatan
anak RSUD Bangkinang, dibutikan dengan p-value 0,00 (P< 0,05).
Hasil penelitian (Simamora, 2022) menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji t
pengaruh terapi bermain lilin dan musik terhadap kecemasan anak pra sekolah yang
34
menjalani hospitalisasi didapatkan didapatkan nilai p=0,000 (p < 0,05). Hal ini yang
menunjukkan adanya pengaruh terapi bermain lilin dan musik terhadap kecemasan anak
usia pra sekolah yang menjalani hospitalisasi. Data ini diperoleh dari hasil kuisioner yang
diisi oleh orang tua responden setelah diberikan terapi bermain lili dan musik yang
menunjukan perbedaan mean sebelum intervensi sebesar 39,32 dan mengalami
penurunan nilai mean setelah diberikan intervensi sebesar 34,37. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Noverita (2017), yang menyatakan ada perbedaan yang
signifikan antara tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terapi
bermain lilin pada anak pra sekolah di Poliklinik Anak Puskesmas Peukan Baro
Kabupaten Pidie. Dikarenakan permainan yang diberikan kepada anak sudah disesuaikan
dengan kondisi anak, dan terapi ini juga dilakukan di atas tempat tidur anak sehingga
tidak mengganggu aktivitas anak saat dirawat di rumah sakit.
Mengekpresikan perasaan dan pikiran pada anak yang diharapkan menimbulkan perasaan
rileks, emosi menjadi baik, dan menyebabkan peningkatan responadaptif sehingga cemas
akibat hospitalisasi pada anak akan menurun. Mengekspresikan rasa sedih, tertekan, stres,
dan menghapuskan segala kesedihan dan menciptakan gambaran-gambaran yang
membuat kita kembali merasa bahagia, membangkitkan masa-masa indah yang pernah
kita alami bersama orang-orang yang kita cintai. Anak yang mengalami hospitalisasi akan
mengalami berbagai kejadian yang sangat traumatik dan penuh dengan stres. Penyebab
stres pada anak diantarnya karena lingkungan rumah sakit itu sendiri seperti bangunan
rumah sakit, ruang rawat, alat-alat (jarum suntik), pakaian putih petugas kesehatan dan
lingkungan sosial seperti interaksi sesama pasien anak (Sudiyanto, 2020).
Sebelum dilakukan penerapan EBNP, peneliti melakukan pretest dan posttest dengan
pengukuran kecemasan pada anak menggunakan kuesioner T-MAS (Taylor Manifest
Anxieaty Scale) dengan jumlah pertanyaan 24 dengan 2 kriteria jawaban (YA / TIDAK)
yang didapati nilai 11 point yang dikategorikan dalam cemas sedang. Menurut
(Nurmayunita, Heny, dan Hastuti, 2019), kecemasan berat memungkinkan seorang untuk
memusatkan pada masalah yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung, dan pernafasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan
volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah
35
Setelah diberikan intervensi sesuai SLKI dan SIKI serta penerapan EBNP didapatkan
hasil Data Subjektif: pasien mengatakan bahwa merasa bosan selama melakukan
perawatan dirumah sakit, namun jika ada permainan seperti ini rasa bosan bisa berkurang,
selain itu pasien senang diajak bermain dan tidak takut lagi dengan kakak yang baik
dalam pemberian perawatan. Data Objektif: luka tampak kering, tidak ada tanda tanda
infeksi, composmentis, N: 88 x/m, RR: 22 x/m, S: 37,2 CA, cemas menurun dengan
kategori cemas sedang yatiu skor 11 point. Analisis : Masalah gangguan integritas kulit
dan Ansietas teratasi, Planning : Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein dan mengajak bermain lego kembali.
Berdasarkan inervensi yang diteapkan didapatkan hasil bahwa terapi bermain playdought
dilakukan selama 10-15 menit berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak dan untuk
mengurangi kecemasan akibat hospitalisasi. Dengan bermain, anak melepaskan
ketakutan, kecemasan, mengekspresikan kemarahan dan permusuhan, bermain
merupakan cara koping yang paling efektif untuk mengurangi stres. Terapi bermain yang
diberikan pada anak usia prasekolah harus menyesuaikan dengan tahapan perkembangan
sesuai usianya. Pada masa prasekolah, jenis permainan salah satunya adalah skill play,
dimana jenis permainan ini menggunakan kemampuan motoriknya. Salah satu permainan
skill play adalah bermain lilin. Lilin biasa disebut juga dengan plastisin atau playdought
(Periyadi, 2022).
Penerapan terapi bermain plastisin (playdought) merupakan hal terfokus bagi peneliti
untuk memberikan asuhan keperawatan untuk kasus kecemasan pada anak yang
mengalami hospitalisasi, pada anak berinisial An.MZ dengan usia 5 tahun. Berdasarkan
hasil kuisioner yang telah diisi oleh An. MZ didapati hasil prestest yaitu 14 point kategori
cemas berat. Sedangkan saat diberikan perlakuan terapi bermain playdought didapati
hasil dengan 11 point kategori cemas sedang. Hal ini tentunya memberikan dampak yang
signifikan karena terjadinya penurunan kecemasan, dari cemas berat turun menjadi cemas
sedang.
36
Terapi bermain diharapkan mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, stres,
frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak
yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering diajak
bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama selama masa perawatan.
Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anakanak untuk dapat
mengembangkan potensi kreativitas dari anak-anak itu sendiri. Untuk mengurangi
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi dapat dilakukan diantaranya dengan
relaksasi, terapi musik, aktivitas fisik, terapi seni dan terapi bermain (Yusuf, 2013).
Berdasarkan oleh penelitian Alini (2017), dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata
tingkat kecemasan responden sebelum diberikan intervensi berupa terapi bermain
plastisin (playdought) adalah 14,07. Sedangkan setelah diberikan intervensi terapi
bermain plastisin (playdought) rata-rata tingkat kecemasan responden adalah 9,60
sehingga perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain
plastisin (playdought) adalah sebesar 4,467. Hasil uji statistic dengan menggunakan uji
paired sample T-test menunjukan nilai p = 0,000 < 0,05 yang berati ada pengaruh yang
signifikan pemberian terapi bermain plastisin (playdought) terhadap kecemasan anak usia
prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami hospitalisasi diruangan perawatan anak RSUD
Bangkinang.
Hasil penelitian Dewi (2018) juga menyatakan bahwa sebelum diberikan terapi bermain
playdought tingkat kecemasan sangat berat sebanyak 14 anak (28,6 %) sedangkan setelah
diberikan terapi bermain playdought tingkat kecemasan sangat berat menurun mrnjadi 3
anak (6,1 %). Hasil uji statistic T-Test diperoleh angka signifikan atau nilai pprobabilitas
(0,000) jauh lebih rendah stadart signifikan dari 0,05 atau (p<α), maka H 0 ditolak dan H1
diterima yang berarti ada pengaruh terapi bermain playdought terhadap penurunan
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Paviliun Seruni
RSUD Jombang.
Keadaan tersebut sama dengan penerapan peneliti melakukan terapi bermain plastisin
(playdought) selama 1 hari 1 kali pertemuan dengan durasi waktu 10-15 menit, dengan
hasil yang didapatkan saat sebelum dilakukan penerapan terapi bermain plastisin
(playdought) menggunakan alat pengukuran kuesioner T-MAS 24 pertanyaan, dengan
jawaban ya = 1 dan tidak = 0, dari hasil penerapan pada sesi pretest didapatkan jawaban
ya = 14 dan jawaban tidak = 10, dari beberapa kategori yang sudah ada, hasil penerapan
sebelum dilakukan terapi bermain plastisin (playdouht) termasuk kategori cemas berat
37
dengan nilai rentang 13 – 18. Dan untuk hasil posttest setelah dilakukan penerapan
terapi bermain plastisin (playdought) dalam hal penerapan ini, didapatkan hasil dari
kuesioner tersebut yang menjawab iya = 11 dan yang menjawab tidak = 13, dan hasil dari
posttest termasuk kedalam kategori cemas sedang dengan rentang nilai 7 – 12. Setelah
dilakukan pretest dan posttest pada penerapan terapi bermain plastisin (playdought) dapat
simpulkan bahwasannya pada penerapan yang sudah dilakukan pada anak mengalami
penurunan kecemasan.
Hasil analisis yang menggunakan paired samples t-test (uji t dependen) ini menunjukkan
ada penurunan skor kecemasan responden anak dalam kelompok terapi bermain puzzle
dan kelompok terapi bercerita selama hospitalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
respon kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi di RS.Tk.III R.W.Mongisidi
Manado saat dilakukan terapi bermain puzzle pada 17 responden sangat efektif dalam
menurunkan kecemasan dimana nilai mean sebelum dilakukan terapi bermain puzzle
yaitu 34,71 dan sesudah terapi bermain puzzle yaitu 28,71. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada penurunan respon kecemasan anak usia prasekolah selama hospitalisasi
(Kaluas, 2015). Hasil penelitian lain sejalan dengan penelitian terdahulu Sufyanti (2015),
yang menyatakan bahwa setelah dilakukan terapi bermain dan musik dapat membantu
orang yang memiliki masalah emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat
perubahan positif dengan suasana hati dan anak akan lebih baik dalam mengekspresikan
perasaan dan pikirannya.
Hasil penelitian lain terkait terapi bermain yaitu terapi bermain mewarnai gambar.
Mewarnai gambar merupakan suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak diajak
untuk memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk atau pola
38
gambar, sehingga terciptalah sebuah kreasi seni Hasil penelitian ini didukung oleh
beberapa penelitian lainnya diantaranya berdasarkan hasil penelitian (Arifin and Udiyani,
2019) menunjukkan bahwa ada perbedaan efektifitas terapi menggambar dan mewarnai
gambar terhadap penurunan kecemasan pada anak usia pra sekolah di Rumah Sakit
RSUD dr. H. Andi Abdurrahman Noor. Sejalan dengan penelitian (Suryanti, Sodikin, and
Yulistiani, 2012) yang membuktikan terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan yang
dialami anak sebelum dilakukan terapi bermain (mewarnai dan origami) dan sesudah
dilakukan terapi bermain (mewarnai dan origami).
Maka diharapkan perawat atau keluarga/wali pada anak yang mengalami hospitalisasi
dapat melakukan terapi bermain plastisin (playdought) selama 10-15 menit dalam 1 hari
yang diterapkan 1 kali pertemuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian hasil penerapan
oleh Alini (2017), terapi bermain plastisin (playdought) dapat menurunkan kecemasan
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani hospitalisasi diruangan perawatan anak
RSUD Bangkinang, karena terapi bermain plastisin (playdought) dapat membantu anak
untuk mengekspresikan perasaanya melalui kegiatan bermain sehingga anak merasa lebih
nyaman.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ria Setia Sari dan Fina
Afriani, 2019) dengan penelitian terapi bermain clay terhadap tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah (3-6 tahun) dari hasil uji statistic menunjukan hasil uji Wilcoxon
Signed Rank Test bahwa dapat diketahui nilai P value dari data tersebut adalah 0,000
(P<0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan yaitu antara
tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi terapi bermain clay pada
anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat di RSUD Balaraja.
Efektifitas terapi bermain clay atau yang sejenisnya seperti plastisin (playdought) telah
dibuktikan dari beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2018), yang
menunjukan bahwa ada perbedaan nyata antara sebelum dan sesudah pemberian terapi
bermain plastisin terhadap penurunan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia
prasekolah (3-6 tahun), dengan hasil p > 0,05, yakni sebesar 0,000. Pada penelitian
Dayani juga menunjkan bahwa nilai p-values 0,000 < 0,05 yang berati terdapat perngaruh
bermain terapi clay terhadap kecemasan pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang
mengalami hospitalisasi di RSUD Banjarbaru.
39
Hasil uji statistik terhadap pengaruh terapi bermain plastisin terhadap penurunan
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan
menggunakan alat uji T didapatkan nilai p > 0,05 yakni sebesar 0,000. Hal ini
menunjukkan ada perbedaan nyata antara sebelum dan sesudah pemberian terapi bermain
plastisin terhadap penurunan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak usia prasekolah
(3-6 tahun).Peneliti berpendapat terapi bermain plastisin memiliki pengaruh terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada anak yang mengalami hospitalisasi, orangtua
mengatakan anak sudah tidak rewel dan tidak mudah menangis. Terjadi penurunan
kecemasan setelah dilakukan terapi bermain plastisin selama 15 menit. Anak yang
bermain plastisin merasa tenang dan rileks, karena rasa takut yang dialaminya teralihkan
oleh plastisin (Dewi, 2018).
5.4 Implikasi
Tabel 5.1 Gambaran Skala Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi Bemain
Plastisin (playdought)
14 11
Berdasarkan Tabel 5.1 menjelaskan bahwa pada saat pretest atau sebelum dilakukan
intervensi didapatkan hasil 14 dan memasuki kategori cemas berat, sedangkan saat
posttest didapatkan hasil 11 dan memasuki kategori cemas sedang.
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kecemasan adalah pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu respons emosional
yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa takut yang tidak
terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu yang
akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi. Terapi bermain berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan akibat hospitalisasi. Bermain
plastisin dipilih selain berfungsi sebagai terapi bagi anak juga bermanfaat dalam
meningkatkan kemampuan motoric halus anak, mengembangkan kemampuan imajinasi
dan kreativitas anak karena anak usia prasekolah mengalami perkembangan motoric
kasar dan halus dengan cepat serta dapat mengenalkan anak dengan warna.
Penerapan EBNP ini berguna untuk membantu anak dalam mengurangi rasa khawatir dan
kecemasan yang dialaminya saat menjalankan hospitalisasi di rumah sakit. Hasil yang
didapatkan setelah melakukan penerapan terapi bermain plastisin (playdought) pada
An.MZ dalam satu (1) kali pertemuan selama 10 menit dapat disimpulkan, hasil
penelitian adalah pada saat terapi bermain plastisin (playdought) dilakukan dan
didampingi orangtua/wali dan peneliti selama proses terapi bermain, tampak ada
perubahan pada perilaku dan ekspresi An.MZ. Dimana saat sebelum dilakukan intervensi
terapi bermain plastisin (playdought) An.MZ tampak suka menangis, khawatir dan suka
menolak dan marah saat akan dilakukan tindakan invansive. Setelah dilakukan intervensi
terapi bermain plastisin (playdought), ekspresi anak menjadi senang, tidak ada rasa
khawatir, anak menjadi tidak merasa takut dengan orang asing yang datang kedirinya.
6.2 Saran
a. Bagi Institunsi
Karya Ilmiah Akhir Ners ini memberikan gambaran mengenai penerapan intervensi terapi
bermain plastisin (playdought) untuk membantu anak mengurangi kecemasan dan rasa
khawatir saat menjalani hospitalisasi. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat menjadi
contoh kasus dalam pembelajaran mata aja keperawatan anak dan dapat dijadikan sebagai
sumber referensi.
b. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Bagi intitunsi tempat penelitian disarankan menjadi penelitian ini sebagai evidenbased
nursing dalam pelayanan keperawatan untuk membantu anak saat menjalani hospitalisasi
42
DAFTAR PUSTAKA
Ade & Nina. (2018). Pengaruh Hospitalisasi Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Preschool
Di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Kesdam I/Bb Medan. Jurnal Riset Hesti Medan, 2(3),
82-87.
Adriana. (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Alini. (2017). Pengaruh Terapi Bermain Plastisin (Playdoght) Terhadap Kecemasan Anak
Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi di Ruang Perawatan Anak
RSUD Bangkinang Tahun 2017. Jurnal Keperawatan , 1-10.
Ariyanthi, Eni, Arie. (2014). Pengaruh Bermain Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan
Akibat Pemberian Injeksi Obat IV pada Anak Usia Prasekolah di Ruang Anak RSUD
Cibabat. Jurnal Kesehatan Rajawali, 4(7), 28-35.
Astuti. (2012). Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Cahyaningsih. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta: Trans Info
Media.
Dayani, Lia, Dhian. (2015). Terapi Bermain Playdought Terhadap Kecemasan Pada Anak
Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi di RSUD Banjarbaru. Jurnal
Keperawatan dan Kesehatan, 3(2), 1-15.
Dewi, D. A. (2018). Pengaruh Terapi Bermain Plastisin Terhadap Penurunan Kecemasan
Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun). Skripsi Ilmu Keperawatan
Dewi, Satrio, Annisa. (2013). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum Di Rsud Dr. Moewardi
Surakarta. STIKES Aisyiyah Program Studi Ilmu Keperawatan , 3(1), 52-60.
Dewi, Rizki, Annisa. (2015). Teori dan Konsep Tumbuh Kembang : Bayi, Toddler, Anak,
dan Usia Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika.
Dinkes Provinsi Jawa Timur. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2014.
Surabaya: Dinkes Jatim.
Donsu. (2017). Psikologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Helena. (2016). Menurunkan Kecemasan Anak Usia Sekolah Selama Hospitalisasi Dengan
Terapi Bermain All Tangled Up Pendahuluan Metode. Journal Of Islamic Nursing , 1(1),
69-82.
Hockenberry, Wilson. (2011). Wong’s Clinical Manual of Pediatric Nursing 7th Ed. USA:
Mosby Elseiver.
Kaluas, Amatus, Rina. (2015). Perbedaan Terapi Bermain Puzzle dan Bercerita Terhadap
Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5 Tahun) Selama Hospitalisasi di Ruang Anak RS
TK. III.R. W. Mongisidi Manado. eJournal Keperawatan (e-Kp) , 3(2), 1-8.
Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kozier, Glenora, Audrey, Shirlee. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses & Praktik (7 ed., vol 1). Jakarta: EGC.
Kusumawati, Hartono. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Kyle & Carman. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Muhammad Al-Ihsan, E. S. (2018). Terapi Bermain Origami Terhadap Kecemasan Anak Usia
Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Hospitalisasi. Jurnal Keperawatan, 63-70.
Oktaviati & Julianti. (2019). Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan Anak.
Salmela, Sanna, Eeva. (2010). Coping with hospital related fears : exsperinces of pre-
school-aged children. Journal of Advanced Nursing, 66(6), 1222-1231.
Saputro, H., & Fazrin. (2017). Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Akibat Hospitalisasi
dengan Penerapan Terapi Bermain. Jurnal Konseling Indonesia (JKI), 3(31), pp.9–12.
Setiawan, Hendro, Hadi, Fahmi, Isnun, Hizar, Noni, Amanda, Dwi. (2014). Keperawatan
anak & tumbuh kembang (pengkajian dan pengukuran). Yogyakarta: Nuha Medika.
Simomora, Marthalena. (2022). Terapi bermain lilin dan musik terhadap kecemasan anak
akibat hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional
Indonesia Volume 10 No 1 Hal 211 - 218, Februari 2022, e-ISSN 2655-8106, p-
Solehati, T & Kosasih, C.E. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan
Maternitas. Bandung: Refika Aditama
Spence, Paula, Cynthia. (2011). Physcometric Properties of the Spence Children's Anxiety
Scale with Young Adolescents. Anxiety Disorders , 605-625.
Sudiyanto, Henry. (2020). Pengaruh stimulasi clay therapy terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada pasien anak usia prasekolah di ruang anak rsu dr. Wahidin sudiro
husodo mojokerto. Jurnal STIKes Majapahit Mojokerto. Vol 12 No. 2. Mojokerto
Supartini. (2012). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC.
WHO. (2018). WHO Pers Kemenkes. RI. (2014). Angka kesakitan dan Kematian anak.
Ganeva: http:/kemenkes.go.id
Email : Ruwidonalia185@gmail.com
Saya mahasiswa Profesi Ners Fakultas Kesehatan Universitas Hang Tuah Pekanbaru, dengan ini
saya mohon kesediaan Bapak/Ibu sebagai Orang Tua, untuk berpartisipasi dalam penerapan saya.
Pembimbing saya pada penerapan ini adalah Ibu Ns. Raja Fitriani Lastari, M.Kep. penerapan ini
akan dilakukan diruangan Edelweis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan judul “Analisis
Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Dengan Penerapan Terapi
Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap Kecemasan Yang Mengalami Hospitalisasi”
1) Tujuan penerapan untuk mendeskripsikan dan menganalisis gambaran kasus kelolaan pasien
pada anak dengan Analisis Asuhan Keperawatan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)
Dengan Penerapan Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap Kecemasan Yang
Mengalami Hospitalisasi, khususnya diruangan Edelweis RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
2) Penerapan ini diharapkan dapat bermanfaat menjadi salah satu intervensi yang diberikan kepada
anak dan keluarga terhadap kecemasan anak yang mengalami hospitalisasi, dalam hal ini dapat
disusun dalam bentuk Standar Prosedur Operasional (SPO).
Hormat saya,
1. Persiapan pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang hal yang akan
dilakukan
2. Persiapan Alat
- plastisin (plasydought) berwarna-warni
- tisu basah
- tisu kering
-clipboard (pengalas)
Persiapan Peneliti
3. Menyiapkan Alat dan mendekatkan kearah pasien
4. Persiapan Lingkungan
5. Pastikan lingkungan aman, nyaman, tenang jauh dari
kebisingan
Tahap Orientasi
1. Salam terapeutik
Evaluasi/validasi dengan menanyakan perasaan pasien
saat ini
2. Kontrak
- Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan
yaitu terapi bermain plastisin (playdought)
- Menjelaskan lama waktu kegiatan
3. Beri kesempatan pasien untuk bertanya sebelum
Tahap Kerja
1. Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
2. Membuat suasana senyaman mungkin
3. Mengatur posisi anak senyaman mungkin
4. Membina hubungan saling percaya dengan anak
(komunikasi)
5. Memberikan plastisin (playdought) kepada anak
6. Mengajak anak bermain bersama membentuk
plastisin (playdought) sesuai kreasi dan kemauan
anak (Libatkan orang tua)
7. Melakukan permainan selama 10-15 menit
8. Memberikan pujian atas hasil kreasi yang di buat oleh
anak.
Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan
5. Dokumentasikan
Hal-hal yang harus diperhatikan Observasi keadaan umum klien sebelum, selama, dan
setelah dilakukannya pemberian terapi bermain
plastisin (playdought). Kriteria Inklusi : Klien dengan
hospitalisasi dirumah sakit, klien yang tidak
mengalami gangguan pada ekstremitas atas seperti
fraktur atau luka bakar pada lengan. Sedangkan
Kriteria Eklusi : anak dengan kondisi sangat lemah,
anak tiba-tiba mengalami kondisi gawat darurat,
orang tua atau keluarga yang tidak bersedia menjadi
responden.
Dokumen terkait Rekam medis pasien
Lampiran 6.
(pretest)
10. Apakah anak merasa takut terjadi hal yang tidak menyenangkan? √
12. Apakah anak merasa baik-baik saja meninggalkan keluarga dan teman- X
temannya?
(Postest)
10. Apakah anak merasa takut terjadi hal yang tidak menyenangkan? √
12. Apakah anak merasa baik-baik saja meninggalkan keluarga dan teman- X
temannya?
Keterangan :
Responden : Pasien
Pretest Posttest
Gambar 2 : Peneliti mengajak An. MZ untuk melakukan terapi bermain plastisin (playdought)
Gambar 3 : peneliti melakukan dokumentasi bersama responden dan orang tua responden