Anda di halaman 1dari 9

MANFAAT VITAMIN A DALAM MENGURANGI KEPARAHAN DIARE AKUT PADA ANAK Marlisye Marpaung, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji

Abstrak Latar Belakang Diare akut dan defisiensi mikronutrien merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup banyak ditemukan pada bayi dan anak terutama di negara berkembang. Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan defisiensi mikronutrien tertentu dengan penyakit diare. Pada saluran pencernaan, defisiensi vitamin A dapat sebagai faktor risiko maupun akibat diare. Telah banyak studi mengenai manfaat penggunaan vitamin A dalam penanganan diare akut, namun masih kontroversial. Tujuan Menilai manfaat vitamin A dalam mengurangi keparahan diare akut. Metode Uji klinis acak tersamar tunggal, dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun di unit pelayanan kesehatan yang ada di delapan desa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, sejak Agustus 2009 sampai Januari 2010. Semua anak diare yang datang di rehidrasi terlebih dahulu sesuai standar WHO. Setelah itu pasien dipilih secara consecutive sampling. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian, diacak menjadi dua kelompok. Kelompok I diberikan vitamin A dosis tunggal dengan dosis 100 000 IU untuk usia 6 sampai 11 bulan atau berat badan < 10 kg dan 200 000 IU untuk usia 12 bulan atau berat badan > 10 kg. Kelompok II diberikan plasebo satu kali secara oral. Penyembuhan diare dinilai berdasarkan penurunan keparahan diare akut dengan mengamati perubahan frekuensi diare, konsistensi tinja, volume tinja dan durasi diare setelah pemberian terapi. Untuk membandingkan perbedaan antara kedua kelompok digunakan uji t independen dan uji Kai-kuadrat, juga dilakukan analisis intention to treat. Hasil Seratus dua puluh anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berpartisipasi pada studi ini, diacak menjadi dua kelompok, 60 anak menerima terapi vitamin A dan selebihnya menerima plasebo. Ditemukan perbedaan yang bermakna pada frekuensi diare (P = 0.009) dan konsistensi tinja (P = 0.001) sejak pemantauan hari kedua, pada volume tinja (P = 0.001) sejak pemantauan hari pertama, serta durasi diare antara kedua kelompok (84.0 jam dan 117.2 jam; P = 0.001 ; IK 95% = - 40.60 ; - 25.79). Bila diamati sejak hari pertama diare sampai diare sembuh, juga didapatkan perbedaan bermakna pada lama diare antara kedua kelompok (106.9 jam dan 146.5 jam; P = 0.001 ; IK 95% = - 49.70 ; - 29.46). Kesimpulan Pemberian vitamin A efektif mengurangi keparahan diare akut pada anak sehingga bermanfaat dalam pengobatan diare akut pada anak. Kata kunci: Diare akut, Defisiensi vitamin A, Vitamin A, Keparahan diare akut, Pengobatan diare akut

Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Sejak tahun 1980 dan 1990-an, beberapa peneliti telah mulai mempertanyakan apakah defisiensi mikronutrien tertentu dapat berhubungan dengan penyakit diare. Pada saluran pencernaan, defisiensi vitamin A dapat sebagai faktor risiko maupun akibat diare. Defisiensi mikronutrien merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di negara sedang berkembang. Vitamin A dapat diperoleh dari makanan maupun suplemen vitamin. Pengetahuan yang kurang akan pentingnya asupan vitamin A dalam makanan sehari-hari dan sosio-ekonomi yang rendah, menjadi penyebab utama defisiensi vitamin A di negara sedang berkembang, terutama pada usia balita. Pemberian suplemen vitamin A merupakan suatu cara yang rasional karena efektif, efisien dan biaya terjangkau. Telah banyak studi mengenai manfaat pemberian vitamin A pada diare akut dalam beberapa dekade terakhir, namun masih kontroversial. Penelitian di Indonesia mengenai manfaat vitamin A terhadap prevalensi diare dan terhadap insiden dan durasi diare pernah dilakukan dan mendapat hasil bahwa tidak ada manfaat suplementasi vitamin A terhadap prevalensi, insiden maupun durasi diare. Namun belum pernah ada penelitian di Indonesia mengenai manfaat vitamin A terhadap keparahan diare akut. Maka pada penelitian ini penulis berhipotesis bahwa Pemberian vitamin A efektif dalam mengurangi keparahan diare akut.

METODE Desain penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal, Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dan penelitian dilakukan selama 6 bulan mulai Agustus 2009 sampai Januari 2010. Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 60 orang. Kriteria Inklusi adalah anak usia enam bulan sampai lima tahun yang menderita diare akut. Sementara itu,Kriteria eksklusi adalah anak dengan dehidrasi berat, kolera, Anak dengan penyakit penyerta yang berat seperti gizi buruk, ensefalitis, meningitis, sepsis, bronkopneumonia, tuberkulosis paru dan lain lain, Anak dengan klinis defisiensi vitamin A, anak-anak yang mendapat suplementasi vitamin A dalam 4 bulan terakhiru untuk menghindari kondisi hipervitaminosis dan anak yang menderita campak dalam 6 minggu terakhir. Semua subyek penelitian telah diminta persetujuan dari orang tua dan penelitian telah disetujui oleh komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pemilihan subjek penelitian dipusatkan di salah satu puskesmas yang ada di Kecamatan Secanggang yaitu Puskesmas Hinai Kiri. Pengambilan subjek penelitian dilakukan tiap 3 hari sampai jumlah subjek terpenuhi. Subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (consecutive sampling). Penilaian derajat dehidrasi subjek berdasarkan derajat dehidrasi WHO 2005. Semua subjek diberikan cairan per oral atau intravena sesuai standar WHO.

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan mendapat persetujuan orang tua dimasukkan dalam penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak dengan menggunakan randomisasi sederhana, memakai tabel random. Peneliti memberikan terapi vitamin A pada kelompok I dengan dosis 100 000 IU pada usia 6 sampai 11 bulan atau berat badan < 10 kg dan 200 000 IU pada usia 12 bulan atau berat badan > 10 kg yang diberikan satu kali secara oral pada saat datang ke Puskesmas. Sementara pada kelompok II diberikan plasebo satu kali secara oral pada saat datang ke Puskesmas. Untuk subjek dengan dehidrasi ringan sedang, dilakukan rehidrasi terlebih dahulu dan dipantau sampai selesai, dan setelah rehidrasi tercapai diberikan vitamin A atau plasebo satu kali secara oral. Pemberian terapi vitamin A maupun plasebo dilakukan oleh peneliti Pemantauan dilakukan tiap 3 hari sampai subjek sembuh. Diare sembuh adalah keadaan tidak dijumpai lagi pengeluaran tinja dengan frekuensi 3 x /24 jam disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan atau tanpa darah/ lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah selama lebih atau sama dengan 48 jam. Diare akut biasanya akan sembuh secara spontan selama 7-10 hri tanda pengobatan, tetapi episode diare dapat muncul kembali setelah 2 hari tanpa pengobatan. Setiap kunjungan Orangtua diminta mengamati dan mengisi lembar pemantauan frekuensi diare, konsistensi tinja, dan volume tinja yang dilakukan setiap hari (24 jam). Pada orangtua dijelaskan cara mengukur frekuensi, menilai konsistensi tinja, dan penilaian volume tinja per kali mencret dengan gelas plastik yang sudah diberi tanda garis penakar. Subjek dan orangtua / pengasuh bertemu kembali dengan peneliti setiap 3 hari di puskesmas. Pada saat ini peneliti memeriksa kembali kondisi subjek dan meminta lembar pemantauan yang sudah diisi dan menanyakan ulang pada orangtua / pengasuh tentang kebenaran pengisian lembar pemantauan tersebut. Peneliti juga menanyakan apakah terdapat komplikasi seperti muntah, mual, demam, sakit kepala, kejang dan lain-lain. Juga ditanyakan apakah kepada subjek diberikan obat lain selain vitamin A. Bila orangtua dan subjek tidak datang ke puskesmas, peneliti melakukan kunjungan ke rumah subjek untuk memantau penyembuhan diarenya. Penilaian penyembuhan diare akut berdasarkan perubahan frekuensi, konsistensi, volume tinja, dan durasi diare yang dinilai setiap hari sampai diare sembuh. Data yang terkumpul diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS Versi 15.0, Microsoft Excel tahun 2007). Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% (IK 95%) dan batas kemaknaan P < 0.05.

HASIL Diperoleh sampel 129 anak yang menderita diare dengan derajat dehidrasi yang berbeda, dimana 9 anak dieksklusikan dari penelitian karena : 5 anak menderita gizi buruk, 2 anak dengan dehidrasi berat, dan 2 anak tidak mendapat persetujuan dari orang tua. Dari 120 anak diare yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi dua kelompok secara acak terbuka, yaitu 60 anak

mendapat vitamin A dosis tunggal dan 60 anak mendapat plasebo dosis tunggal. Kedua kelompok masing-masing dipantau sampai sembuh (Gambar 1). Kedua kelompok memiliki gambaran karakteristik demografi subjek yang sama. Subjek berusia 6 sampai 60 bulan dimana rerata usia subjek adalah 24.1 (SD 12.39) bulan. Rata-rata frekuensi diare, konsistensi tinja, volume tinja dan lama diare sebelum pemberian terapi pada kedua kelompok berturut-turut adalah 5.1 kali per 24 jam, bersifat cair, 75.7 ml/kali (SD 26.93) dan 26.1 jam (SD 14.85). Sebelum diberikan terapi, lebih banyak ditemukan anak dengan tanpa dehidrasi (rata-rata 69%) daripada dengan dehidrasi ringan sedang (rata-rata 31%) pada kedua kelompok. (Tabel 1) Pemantauan keparahan diare pada kedua kelompok dilakukan setiap hari selama 5 hari. Setelah pemberian terapi, ditemukan perbedaan bermakna rata-rata frekuensi diare/hari pada kelompok vitamin A dibandingkan dengan kelompok plasebo sejak pemantauan hari kedua hingga hari kelima (Gambar 2). Setelah pemberian terapi, ditemukan perbedaan bermakna pada perubahan konsistensi tinja/kali diare pada kelompok vitamin A dibandingkan dengan kelompok plasebo sejak pemantauan hari kedua hingga hari kelima. Meskipun demikian, terdapat penurunan persentase konsistensi tinja cair atau lembek pada kedua kelompok dari hari pertama hingga hari kelima pemantauan (Tabel 2) Setelah pemberian terapi, juga ditemukan perbedaan bermakna pada rata-rata volume tinja/hari diare pada kelompok vitamin A dibandingkan dengan kelompok plasebo, dimana ditemukan rata-rata volume tinja/hari yang lebih sedikit pada kelompok vitamin A dibandingkan dengan kelompok plasebo sejak pemantauan hari pertama (Gambar.3). Pada penelitian ini, didapatkan perbedaan bermakna pada durasi diare sejak pemberian terapi hingga diare sembuh antara kedua kelompok dimana kelompok vitamin A ditemukan durasi diare yang lebih singkat dibandingkan dengan kelompok plasebo, dengan nilai rerata masingmasing adalah 84.0 jam (3.5 hari) dan 117.2 jam (4.9 hari). Bila diamati sejak hari pertama diare sampai diare sembuh, maka juga didapatkan perbedaan bermakna pada lama diare antara kedua kelompok, dimana kelompok vitamin A lebih cepat sembuh dibanding kelompok plasebo dengan nilai rerata masing-masing 106.9 jam (4.5 hari) dan 146.5 jam (6.1 hari) (Tabel 3)

DISKUSI Pada penelitian ini, setelah pemberian terapi, ditemukan perbedaan bermakna rata-rata frekuensi diare per hari, konsistensi tinja per kali diare, serta volume tinja per hari yang dinilai sejak pemberian terapi sampai sembuh. Frekuensi diare dan konsistensi tinja menjadi normal pada

pemantauan hari kedua dan volume tinja sejak pemantauan hari pertama pada kelompok vitamin A. Sementara pada kelompok plasebo, frekuensi diare dan volume tinja mulai normal pada pemantauan hari ketiga, sedangkan konsistensi tinja pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi penyembuhan antara kelompok vitamin A dan plasebo, dimana kelompok vitamin A lebih cepat mengalami penyembuhan diare daripada kelompok plasebo. Hasi penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelum ini mengenai manfaat pemberian vitamin A dalam mengurangi keparahan pada diare akut.

Pada saluran pencernaan, defisiensi vitamin A dapat sebagai faktor risiko maupun akibat diare. Diare dapat menyebabkan defisiensi vitamin A melalui beberapa mekanisme. Pertama, kerusakan mikrovili usus menekan fungsi brush border retinyl esterase yang berperan dalam absorpsi vitamin A pada usus. Kedua, banyaknya vitamin A yang keluar bersama dengan diare.

Sebaliknya, anak dengan defisiensi vitamin A cenderung mengalami diare karena defisiensi vitamin A memperpanjang siklus sel dari sel crypt dan menggangu kemampuan migrasinya, menekan differensiasi sel goblet usus dan produksi mukus, menyebabkan terjadi kerusakan atau atrofi vili usus, sehingga integritas epitel usus terganggu, dan menjadi rentan terhadap infeksi.23,26 Selain itu, defisiensi vitamin A menyebabkan gangguan respon antibodi tubuh.27 Karena itu, pada tahun 1996, IVACG (International Vitamin A Consultative Group) mengeluarkan Policy Statement on Vitamin A, Diarrhea and Measles, yang merekomendasikan suplementasi vitamin A sebagai strategi penting memperkecil konsekuensi dari defisiensi vitamin ini. Hubungan diare dan status vitamin A, pada 137 anak di Lima,Peru, dengan mengukur kadar serum retinol pada 72 anak dengan diare dan 65 anak tanpa diare. Pada penelitian Salazar-Lindo E et Al, Didapatkan kadar serum retinol lebih rendah pada anak yang diare. Penelitian Kurcukbay et al di Malatya, Turkey mendapatkan bahwa kejadian diare berulang pada anak berhubungan dengan serum vitamin A yang rendah. Penelitian Ahmed et al di Bangladesh menemukan bahwa rendahnya absorpsi vitamin A di usus berhubungan dengan beberapa infeksi terutama diare, kecacingan dan infeksi pernafasan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara diare dan defisiensi vitamin A, walaupun tidak jelas apakah diare yang menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin A atau sebaliknya atau adanya infeksi lain pada anak. Juga ditemukan bahwa defisiensi vitamin A memperbesar kemungkinan terjadinya diare kronik dan disentri. Penelitian di India mendapatkan bahwa kerusakan integritas epitel saluran pencernaan saat terjadi gangguan pencernaan, akan menunjukkan respon positif dengan pemberian vitamin A. Penelitian selanjutnya di India juga membuktikan bahwa kelompok yang mendapat suplementasi vitamin A lebih cepat terlihat pemulihan integritas epitel usus dibanding kelompok yang mendapat plasebo, walau bagaimana mekanismenya masih belum jelas. WHO memperkirakan sekitar 254 juta anak pra-sekolah di dunia berisiko tinggi mengalami defisiensi vitamin A, dimana 50% diantaranya terdapat di Asia Tenggara.WHO merekomendasikan suplementasi vitamin A untuk daerah dimana defisiensi vitamin A dan xeropthalmia . Rekomendasi terbaru dosis 100.000 IU untuk usia 6-11 bulan dan 200.000 IU untuk usia lebh dari 12 bulan setiap 3-6 bulan. Studi ini dilakukan di desa dimana jumlah penduduk 69 940 orang yang terdiri dari 29 406 orang (42.04%) anak-anak. Kepada subjek diberikan suplementasi vitamin A sesuai dosis rekomendasi WHO. Pemberian dengan dosis ini terbukti efektif dalam mengurangi angka mortalitas dan morbiditas akibat defisiensi vitamin A dengan efek samping minimal. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan sampel dengan klinis defisiensi vitamin A rabun senja maupun efek samping setelah pemberian suplementasi vitamin A.

Beberapa studi di berbagai negara terutama di negara berkembang telah membuktikan manfaat vitamin A pada diare. Suatu meta analisis oleh Grotto menyatakan pemberian vitamin A dosis tinggi menurunkan angka mortalitas dan keparahan diare. Suatu uji klinis yang dilakukan di Brazil mendapatkan penurunan keparahan dan durasi diare dengan pemberian vitamin A. Uji klinis tersamar ganda yang dilakukan Semba di Calcutta pada tahun 1999 pada 174 anak usia 12 sampai 71 bulan yang mendapat vitamin A 200 000 IU dan plasebo, di dapat hasil yang signifikan dalam menurunkan durasi diare per episode.55 Di New Delhi, uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang mendapat suplementasi vitamin A dosis tunggal sesuai rekomendasi WHO, tidak mendapatkan perbedaan yang signifikan dalam rata-rata durasi diare pada kedua kelompok, namun di dapat penurunan durasi diare yang signifikan pada beberapa sampel yang telah mengalami defisiensi vitamin A. Uji klinis acak tersamar ganda dengan plasebo pada 900 anak usia 12 sampai 60 bulan yang juga dilakukan di New Delhi, melaporkan terjadi penurunan keparahan diare pada sampel setelah diberi suplementasi vitamin A 200 000 IU. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini, setelah pemberian terapi, ditemukan perbedaan bermakna rata-rata frekuensi diare per hari, konsistensi tinja per kali diare, serta volume tinja per hari yang dinilai sejak pemberian terapi sampai sembuh. Frekuensi diare dan konsistensi tinja menjadi normal pada pemantauan hari kedua dan volume tinja sejak pemantauan hari pertama pada kelompok vitamin A. Sementara pada kelompok plasebo, frekuensi diare dan volume tinja mulai normal pada pemantauan hari ketiga, sedangkan konsistensi tinja pada hari keempat. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan durasi penyembuhan antara kelompok vitamin A dan plasebo, dimana kelompok vitamin A lebih cepat mengalami penyembuhan diare daripada kelompok plasebo. Pada penelitian ini, dengan mengamati frekuensi diare, konsistensi tinja, dan volume diare sejak diberi vitamin A, maka didapati perbedaan yang bermakna durasi penyembuhan diare yaitu 84.0 jam (3.5 hari) pada kelompok vitamin A dan 117.2 jam (4.9 hari) pada kelompok plasebo (P = 0.001). Jika dinilai dari hari pertama terjadi diare, didapati rerata lama diare yang dialami kelompok vitamin A adalah 106.9 jam (4.5 hari) sedangkan kelompok plasebo 146.5 jam (6.1 hari). Kesembuhan diare akut dinilai dari frekuensi diare menjadi normal yaitu kurang dari 3x dalam sehari, konsistensi tinja dari cair atau lembek menjadi normal, serta volume tinja menjadi normal yaitu kurang dari 200 ml per hari,58 yang diamati selama 48 jam.43 Penyembuhan diare akut dapat terjadi spontan 7 sampai 10 hari tanpa pengobatan. Dua penelitian sebelumnya di Indonesia tidak mendapatkan manfaat suplementasi vitamin A pada anak yang mengalami diare. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. Penelitian yang dilakukan di Aceh adalah suatu uji klinis acak dengan plasebo yang berbasis komunitas, bertujuan untuk menilai manfaat vitamin A terhadap prevalensi diare pada anak usia 1 sampai 5 tahun, yang diberikan vitamin A 200 000 IU pada awal penelitian dan enam bulan kemudian dan dilakukan pengamatan selama satu tahun. Hasilnya, tidak terdapat perbedaan prevalensi diare pada anak

pada kedua kelompok. Penelitian lainnya di Jawa Barat adalah suatu uji klinis acak tersamar ganda dengan plasebo yang berbasis komunitas, bertujuan untuk menilai manfaat vitamin A terhadap insiden dan durasi diare pada anak usia 6 sampai 47 bulan, yang diberikan vitamin A sesuai dosis rekomendasi WHO tiap empat bulan selama 24 bulan. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran serum retinol darah subjek pada awal dan akhir penelitian. Didapati 6% subjek dengan status vitamin A yang defisiensi, 52% rendah dan selebihnya normal pada awal penelitian, dan pada akhir penelitian didapatkan rerata kadar serum retinol pada kelompok vitamin A 24% lebih tinggi dibanding kelompok plasebo. Namun tidak didapatkan perbedaan bermakna insiden dan durasi diare pada kedua kelompok pada akhir penelitian. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna dan banyak dijumpai keterbatasan, diantaranya yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan status vitamin A sampel sebelum dan sesudah pemberian terapi sehingga tidak diketahui ada tidaknya hubungan timbal balik diare dan defisiensi vitamin A, serta ketidakmampuan peneliti mengamati setiap harinya kesembuhan pasien dan hanya berdasarkan keterangan orangtua atau pengasuh sehingga bisa menyebabkan bias pengukuran. Keterbatasan lannya adalah tidak dilakukannya pemeriksaan feses untuk mengetahui penyebab diare dan tidak dilakukannya analisa terhadap faktor lain seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, sarana air bersih, serta kondisi lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi kesembuhan diare akut. Kesimpulannya, suplementasi vitamin A efektif dalam mengurangi keparahan dari diare akut pada anak usia dibawah 5 tahun.

Anda mungkin juga menyukai