Anda di halaman 1dari 15

Antibiotik sebagai Bagian dari Penanganan

Malnutrisi Akut Berat


Indi Trehan, M.D., M.P.H., D.T.M.&H., Hayley S. Goldbach, Sc.B.,
Lacey N. LaGrone, M.D., Guthrie J. Meuli, B.S., Richard J. Wang, M.D.,
Kenneth M. Maleta, M.B., B.S., Ph.D., and Mark J. Manary, M.D.

ABSTRAK
LATAR BELAKANG
Malnutrisi akut berat (Severe Acute Malnutrition) menyebabkan 1 juta kematian anak setiap
tahunnya. Penambahan obat antibiotik rutin bersamaan dengan terapi nutrisi dapat
meningkatkan tingkat penyembuhan dan mengurangi tingkat kematian diantara anak dengan
malnutrisi akut berat yang diobati di komunitas.
METODE
Pada penelitian randomisasi, double-blind [buta ganda] dengan kontrol placebo, peneliti
secara acak memasukkan anak Malawian berusia 6-59 bulan dengan Malnutrisi akut berat
untuk menerima amoxicillin, cefdinir, atau placebo selama 7 hari disertai penambahan
theurapeutic food (makanan terapi) siap makan untuk pengobatan pasien rawat jalan dengan
malnutrisi akut berat tanpa komplikasi. Hasil utama yang dinilai adalah tingkat pemulihan
nutrisi dan tingkat kematian.
HASIL
Total 2767 anak dengan malnutrisi akut berat dimasukkan ke dalam penelitian. Pada
kelompok anak yang menerima amoxicillin, 88.7% anak sembuh sementara pada kelompok
cefdinir 90.9% dan 85.1% pada anak yang menerima placebo (resiko relatif untuk kegagalan
pengobatan dengan placebo vs amoxicillin 1.32;95% confidence interval [CI], 1.04-1.6;
resiko relatif untuk placebo vs cefdinir, 1.64; 95% CI, 1.27-2.11). Tingkat mortalitas untuk
ketiga kelompok adalah 4.8% (amoxicillin), 4.1% (cefdinir), 7.4% (placebo) (Resiko realtif
untuk tingkat kematian placebo vs amoxcillin, 1.55;95% CI, 1.07-224; resiko relatif untuk
placebo vs cefdinir, 1.80;95% CI, 1.22-2.64). Diantara anak yang sudah sembuh, tingkat
penambahan berat badan meningkat pada kelompok anak yang menerima antibiotik. Tidak

ada hubungan antar tipe malnutrisi akut berat dan kelompok intervensi yang diamati terhadap
tingkat pemulihan nutrisi atau tingkat mortalitas.
KESIMPULAN
Penambahan antibiotik untuk sediaan terapi terhadap pengobatan malnutrisi akut berat
dihubungkan dengan perbaikan bermakna dan penurunan tingkat mortalitas. (Didanai oleh
Hickey Family Foundation dan lainnya; ClinicalTrials.gov number, NCT01000298.)

Peran malnutrisi akut berat terhadap beban kesehatan anak terkait tingkat morbiditas
dan mortalitas terbilang sangat besar, dimana lebih dari 20 juta anak mengalami kekurangan
gizi berat di seluruh dunia, dimana beberapa mengalami kwarsiorkor, dan tingkat kematian
kasus (case fatality rate) diantara anak yang dirawat terbilang tinggi yaitu mencapai 50%.
Selama beberapa dekade, penanganan utama untuk malnutrisi akut berat dilakukan
berdasarkan rehabilitasi pasien dengan penggunaan susu formula pembantu. Namun, panduan
kosensus internasional saat ini menyarankan penggunaaan ready-to-use therapeutic food
(RUTF) [Makanan terapi siap makan] yang biasanya terdiri dari pasta kacang, susu bubuk,
minyak, gula, dan suplemen mikronutrisi pada latar penatalaksanaan pasien rawat jalan,
RUTF dipilih untuk penanganan pasien dengan malnutrisi akut berat tanpa komplikasi.
Walaupun hasil yang lebih baik terlihat pada observasi, 10-15% pasien masih belum
mengalami pemulihan, walaupun sudah dilakukan penelitian klinis terkontrol yang sangat

ketat. Bahkan sedikit perbaikan nutrisi dan penurunan tingkat mortalitas dapat membantu
ribuaan nyawa pasien setiap tahunnya.
Banyak penelitian, namun tidak semuanya yang menunjukkan tingginya prevalensi
terjadinya infeksi diantara anak yang dirawat karena malnutrisi berat. Hasil pengamatan ini
menyebabkan adanya panduan pengobatan yang menyarankan penggunaan obat antibiotik
rutin untuk anak yang dirawat jalan, walaupun pasien rawat jalan lebih jarang mengalami
infeksi sistemik dibandingkan pasien dengan kasus komplikasi yang membutuhkan
perawatan khusus. Saran dari penggunaan obat antibiotik oral ini dilakukan berdasarkan
pendapat ahli dan masih belum pernah diuji langsung di penelitian klinis, sementara data
observasional menyatakan bahwa pemberian antibiotik tidak dibutuhkan atau bisa
membahayakan pasien anak dengan malnutrisi akut berat tanpa koplikasi (contoh anak
dengan nafsu makan baik dan tidak mempunyai tanda-tanda sepsis).
Kebanyakan anak dengan Malnutrisi akut berat bisa diobati di pos kesehatan daerah
terpencil di seluruh negara berkembang. Pemberian terapi antibiotik disertai RUTF untuk
semua anak gizi buruk pada tempat ini bukan hanya bisa mempersulit dan menambah biaya
pengobatan namun masih dipertimbangkan kegunaannya, dan bahkan ada yang mengatakan
bahwa antibiotik bisa membahayakan pasien. Peneliti melakukan penelitian kinis prospektif
untuk menentukan apakah pemberian antibiotik oral rutin untuk penanganan Malnutrisi akut
berat pada pasien rawat jalan di Malawi dan dihubungkan dengan perbaikan dari hasil
penelitian sebelumnya. Daerah Malawi yang menjadi perwakilan adalah agrarian sub-Saharan
Afrika dan populasinya rata-rata bekerja sebagai petani. Perkiraan 11% dari populasi dewasa
di Malawi terkena infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan 53% dari anak
mempunyai postur stunted [kerdil] (height-for-age z score < dari -2 [tinggi/berat badan]).
METODE
POPULASI DAN KELAYAKAN PENELITIAN
Peneliti memasukkan pasien anak dari bulan Desember 2009 hingga Januari 2011 dari
18 feeding clinic di daerah Malawi. Berat, panjang, dan lingkar lengan atas setiap anak
diukur. Anak yang berusia 6-59 bulan, dengan edema (menunjukkan kwashiorkor), dan nilai
weight-for-height z score (berat/tinggi badan) kurang dari -3 (menunjukkan marasmus), 24
atau keduanya (marasmic-kwarsiorkor), layak masuk ke dalam penelitian. Setiap pasien anak
yang sudah layak akan diberikan 30-g test feeding (uji makanan awal) dengan menggunakan
RUTF25 dibawah pemantauan perawat untuk memastikan apakah anak tersebut layak untuk
menjadi kandidat pasien terapi rawat jalan. Anak yang terlalu lemah untuk mengonsumsi

dosis makanan di klinik akan ditampilkan di Supplementary Appendix dan protokol


penelitian, keduanya tersedia dalam tulisan lengkap di artikel ini pada NEJM.org.
PENGAWASAN PENELITIAN
Penelitian ini disetujui oleh bagian etika di Universitas Malawi, Universitas
Washington di St.Louis dan Pemerintahan Malawi. Bagian pengamatan data dan kemanan
akan memantau adanya efek samping dan hasil penelitian. Perawat dari anak yang mengikuti
penelitian akan dimintai persetujuan medis secara oral dan tertulis sebelum dimasukkan ke
dalam penelitian. Antibiotik akan dibeli dari biaya yang disediakan Bagian Farmasi Rumah
Sakit Anak St.Louis. RUTF akan dibeli dari biaya yang berasal dari Project Peanut Butter,
yang berada di Blantyre, Malawi. Penulis pertama dan terakhir akan menilai tingkat akurasi
dan kelengkapan data dan melaporkan analisa, serta keabsahan laporan berdasarkan protokol
penelitian.
RANCANGAN DAN INTERVENSI PENELITIAN.
Penelitian uji klinis randomisasi, double-blind, dengan kontrol placebo ini akan
membandingkan tingkat nutrisi dan mortalitas diantara anak dengan malnutrisi akut berat
tanpa disertai komplikasi yang menerima pengobatan pasien rawat jalan, baik dengan
penambahan atau tanpa pemberian antibiotik. Semua anak akan menerima konseling standar
dan RUTF yang menyediakan sekitar 175 kcal/kgBB/hari. Satu kelompok akan menerima 8090 mg/kgBB/hari sirup amoxicillin, yang akan dibagi menjadi dua dosis; kelompok kedua
akan menerima sekitar 14 mg/kgBB sirup cefdinir per hari, dan dibagi menjadi dua dosis.
Sirup dengan kandungan 250 mg amoxicillin per 5 ml akan digunakan, dan dosis akan
diberikan kepada setiap anak berdasarkan jumlah yang ditentukan dengan menggunakan
plastic syringe yang sudah ditandai oleh ahli farmasi setempat, cara yang sama juga
dilakukan untuk kelompok cefdinir. Kelompok kontrol akan menerima placebo 2x/hari.
Perawat akan diinstruksikan untuk memberikan obat penelitian disertai penambahan RUTF
pada 7 hari terapi awal.
PROSEDUR PENELITIAN
Peserta akan dimasukkan ke dalam kelompok penelitian masing-masing ketika perawat
sudah mengamil amplop putih yang berisi satu dari sembilan kode yang menggambarkan
salah satu dari tiga kelompok intervensi. Perawat dan personal penelitian yang dilibatkan
dalam penilaian klinis dan analisa data tidak akan mengetahui pemberian intervensi pada
setiap kelompok. Obat dan palcebo akan dimasukkan ke dalam botol plastik putih, dengan
plastic syringe yang ditandai untuk pemberian dosis obat yang tepat pada anak. Setelah
distribusi dari semua intervensi penelitian, perawat akan menyuruh para pengurus untuk

menggunakan syringe dan memberikan obat penelitian dan kemudian akan diamati setelah
pemberian dosis pertama di klinik.
Setelah dimasukkan ke dalam penelitian dan memberikan instruksi kepada perawat,
setiap anak akan dipulangkan disertai pemberian obat penelitian dan persediaan RUTF25
selama 2 minggu. Jika di rumah, terdapat anak sehat dengan usia yang sama dengan peserta,
atau jika makanan RUTF dibagikan kepada anak lain, penambahan RUTF akan diberikan.
Anak akan dijadwalkan untuk mendapatkan kunjungan follow-uo setiap interval 2 minggu,
dimana setiap kunjungan akan dilakukan pengukuran anthropometric ulang, perawat juga
akan ditanyakan tentang riwayat penyakit anak dan kepatuhan pemberian intervensi
penelitian.
Anak yang tetap mengalami bipedal pitting edema atau skor weight-for-height z score
dibawah -2 pada kunjungan follow-up akan tetap dimasukkan ke dalam penelitian dan
menerima konseling nutrisi dan penambahan RUTF selama 2 minggu. Semua anak yang
mengalami perburukan kondisi di saat penelitian atau tetap mengalami gizi buruk setelah 6
kunjungan follow-up akan dirujuk untuk menerima perawatan di rumah sakit Anak yang tidak
kembali untuk kunjungan follow-up akan dikunjungi di rumah oleh pekerja kesehatan
masyarakat dan anggota tim penelitian. Anak akan dipertimbangkan mengalami pemulihan
ketika mereka tidak mengalami edema dan mempunyai nilai weight-for-height z score -2 atau
lebih. Anak yang menarik diri dari penelitian, tetap mengalami gizi buruk setelah enam kali
kunjungan follow-up akan dirawat di rumah sakit karena berbagai alasan, atau yang
meninggal akan dipertimbangkan sebagai pasien kategori gagal pengobatan (treatment
failure).
ANALISIS STATISTIK
Penilaian akhir penelitian adalah tingkat pemulihan nutrisi dan penurunan tingkat
mortalitas pada ketiga kelompok penelitian. Peneliti menghitung sampel 900 anak di setiap
kelompok yang akan menyediakan kekuatan penelitian 80% dengan tingkat alpha 0.05 untuk
mendeteksi adanya penurunan 4 persen point dari tingkat kegagalan pengobatan, dari
perkiraan nilai dasar 11% dan penurunan 3.5 persen pin dari tingkat mortalitas dari perkiraan
nilai awal 8%.
Selain itu, satu analisa subkelompok dilakukan untuk memantau interaksi antara tipe
malnutrisi akut berat dan intervensi yang diterima, dengan penilaian akhir berupa tingkat
pemulihan dan mortalitas. Interaksi ini akan dipantau dengan model multiple logistic
regression yang memasukkan karaktersitik dasar yang bermakna hubungannya dengan hasil
utama pada analisa bivariate.

Hasil sekunder yang diamati termasuk penambahan berat badan, panjang badan, apakah
pemberian antibiotik dihubungkan dengan peningkatan efek samping, dan waktu pemulihan.
Analisa Intention-to-treat digunakan, dan semua uji hipotesa dilakukan secara dua sisi. Hasil
dichotomous akan dibandingkan dengan menggunakan uji chi-square dan Fisher exact;
variabel berkelanjutan akan dibandingkan dengan penilaian rata-rata uji Student t dan analisa
varian lainnya. Rasio resiko relatif untuk hasil dari ketiga kelompok intervensi juga akan
dikomputerisasi, dimana plot Kaplan-Meier untuk waktu pemulihan dan kematian akan
disiapkan untuk penilaian.
HASIL
POPULASI PENELITIAN
Total 3212 anak dengan malnutrisi akut diidentifikasi dari bulan Desember 2009 hingga
Januari 2011; setelah dilakukan ekslusi dari pasien anak yang tidak layak, penelitian akhirnya
memasukkan total 2767 anak (Gambar S1 dalam Supplementary Appendix)
Karakteristik dasar dari anak pada penelitian ini dinyatakan serupa untuk ketiga
kelompok penelitian (Tabel 1, dan Tabel S1 dalam Supplementary Appendix).

INTERVENSI PENELITIAN DAN EFEK SAMPING


Total 924 anak dimasukkan secara acak ke dalam kelompok amoxicillin, 923 ke dalam
kelompok cefdinir, dan 920 ke dalam kelompok placebo. Perawat melaporkan bahwa lebih
dari 98% anak menyelesaikan jalur pengobatan 7 hari yang diberikan berdasarkan penelitian
(Tabel S2 di dalam Supplementary Appendix).
Tidak ada kasus alergi berat atau anafilaksis yang teridentifikasi. Total tiga efek
samping yang terjadi dan dilaporkan karena interaksi obat: ruam papular generalisata pada
anak yang menerima amoxicillin, thrush pada anak yang menerima cefdinir, dan diare
berdarah yang sembuh spontan ketika pengobatan anak dengan cefdinir diteruskan.

Anak yang menerima placebo mempunyai tingkat kejadian batuk dan diare yang lebih
tinggi seperti yang dilaporkan pada kunjungan follow-up pertama dibandingkan anak yang
menerima obat antibiotik; perawat dari anak yang menerima amoxicillin melaporkan bahwa
kejadian batuk lebih jarang terjadi, sementara anak yang menerima cefdinir mempunyai
tingkat diare yang paling sedikit dibandingkan kedua kelompok lainnya (Tabel S2 dalam
Supplementary Appendix).

Secara keseluruhan, 88.3% anak yang dimasukkan ke dalam penelitian akan pulih dari
malnutrisi akut berat (Tabel 2). Anak dengan marasmic kwashiorkor lebih sulit pulih dan
mempunyai tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan anak yang mengalami
kwashiorkor atau marasmus saja. Jumlah anak yang sembuh lebih rendah pada anak yang
menerima placebo dibandingkan anak yang menerima amoxicillin (3.6% lebih rendah; 95%
confidence interval [CI], 0.6-6.7) atau cefdinir (5.8 persen lebih rendah; 95% CI, 2.8-8.7).
Kematian terhitung paling banyak pada sejumlah anak yang tidak mengalami pemulihan di
setiap kelompok penelitian dan untuk setiap tipe malnutrisi akut berat di penelitian ini.
Tingkat mortalitas secara keseluruhan adalah 5.4% namun tingkat mortalitas lebih tinggi
secara bermakna pada anak yang menerima placebo dibandingkan anak yang menerima

amoxicillin (resiko relatif, 1.55;95%CI, 1.07-2.24) atau cefdinir (resiko relatif, 1.80; 95% CI,
1.22-2.64) Tidak ada perbedaan bermakna terkait penyebab kematian, yang dlaporkan
berdasarkan autopsy verbal (cth, pemeriksaan terstruktur dari kejadian yang bisa
menyebabkan kematian) yang teridentifikasi diantara ketiga kelompok penelitian (Tabel S3
dalam Supplementary Appendix). Walaupun perkiraan nilai untuk tingkat pemulihan nutrisi
terbilang lebih tinggi dan tingkat kematian lebih rendah pada anak yang menerima cefdinir
dibandingkan amoxicillin, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (P = 0.22 untuk
pemulihan dan P = 0.53 untuk kematian, untuk perbandingan antara amoxicillin dan cefdinir
berdasarkan regresi logistik). Tingkat pemulihan terlihat lebih tinggi dan tingkat kematian
lebih rendah pada anak yang menerima antibiotik dibandingkan placebo (Gambar S2 dalam
Supplementary Appendix).

HASIL SEKUNDER
Anak dengan marasmic kawshiorkor akan lebih lambat pulih dibandingkan anak
dengan kwashiorkor atau marasmus saja (Tabel 3). Kaplan-Meier survival analysis untuk
semua anak di dalam penelitian menunjukkan bahwa waktu pemulihan terlihat lebih pendek
pada kelompok cefdinir dibandingkan amoxicilllin atau placebo dan lebih pendek pada
kelompok amoxicillin dibandingkan kelompok placebo (Gambar 1A). Hal ini juga serupa
pada anak yang menerima obat antibiotik dan bertahan lebih lama dibandingkan anak yang
menerima placebo (Gambar 1B).
Penambahan berat badan dari awal penelitian hingga kunjungan follow-up kedua (atau
hingga kunjungan follow-up pertama untuk anak dengan satu kunjungan saja) menunjukkan
hasil yang lebih tinggi pada anak yang menerima cefdinir dibandingkan placebo. Anak yang
menerima obat antibiotik juga mempunyai peningkatan ukuran lingkar lengan atas
dibandingkan anak yang menerima placebo.

KARAKTERISTIK DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PERBAIKAN


Jika dibandingkan dengan anak yang tidak membaik, pasien yang mengalami perbaikan
biasanya mempunyai umur yang lebih tua dan masih mempunyai ayah (tidak yatim) serta

bertempat tinggal di rumah (Tabel S4 dalam Supplementary Appendix). Diantara anak


dengan marasmus atau marasmic kwashiorkor, pasien dengan lingkar lengan atas terendah
dan z skor weight-for-height yang lebih rendah pada saat awal penelitian lebih sering
mengalami kegagalan pengobatan atau meninggal dunia. Anak dengan nilai z-score heightfor-age [tinggi berdasarkan usia] yang rendah lebih sering mengalami perbaikan. Walaupun
hanya 874 dari 2765 anak (31.6%) yang diuji untuk HIV, pasien dengan HIV-seropositive,
terutama jika tidak menerima terapi antiretroviral, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengalami kegagalan pengobatan atau kematian. Gejala infeksi akut dan nafsu makan yang
buruk pada saat awal penelitian dan kunjungan follow-up pertama (Tabel S5 dalam
Supplementary Appendix) juga dihubungkan dengan peningkatan resiko dari kegagalan
pengobatan.
Model multiple logistic-regression yang digunakan untuk penilaian awal dan
karaktersitik intervensi dihubungkan dengan tingkat pemulihan nutrisi yang ditunjukkan pada
pasien dengan usia lebih muda, marasmic kwashiorkor, stunting (postur kerdil) yang lebih
parah, paparan HIV atau infeksi, dan batuk sebelum penelitian dimulai juga dihubungkan
dengan peningkatan resiko terjadinya kegagalan pengobatan (Tabel 4). Faktor ini juga
terbukti berhubungan dengan peningkatan resiko kematian; selain itu laporan perawat terkait
nafsu makan yang baik pada saat awal penelitian juga dihubungkan dengan penurunan resiko
kematian. Berdasarkan hasil dari analisa univariate, pemberian amoxicillin dan cefdinir
dihubungkan secara erat dengan perbaikan hasil penelitian, walaupun tidka ada perbedaan
bermakna antara hasil dari amoxicillin dan cefdinir. Interaksi antara tipe dari malnutrisi akut
berat dan tipe intervensi tidak terbukti bermakna secara statistik (P = 0.98 untuk tingkat
pemulihan nutrisi dan P = 0.45 untuk kematian).

PEMBAHASAN
Walaupun perbaikan gejala sudah bisa dilakukan pada pengobatan malnutrisi akut
selama beberapa tahun, dengan pemberian dan penyebarluasan RUTF, namun masih lebih
dari 1 juta anak/tahun yang meninggal karena penyakit ini. Karena tingginya kejadian
malnutrisi akut berat di seluruh dunia, sejumlah anak tetap meninggal walaupun sudah
diberikan pengobatan terkini. Pada penelitian buta ganda, randomisasi dengan kontrol
placebo ini, peneliti menemukan bahwa penambahan amoxicillin atau cefdinir rutin
untuk penanganan pasien rawat jalan dengan malnutrisi akut berat dapat menambah
tingkat pemulihan dan menurunkan tingkat mortalitas dan menambah berat badan
dan ukuran lingkar lengan atas secara bermakna.
24.4% (95% ci, 4.1-40.4) penurunan tingkat kegagalan pengobatan terlihat ketika
amoxicillin ditambahkan untuk terapi rutin dan 38.9% (95% CI, 21.1-52.7) penurunan terlihat
pada pemberian cefdinir (Tabel 2). Selain itu, 35.6% (95% CI, 6.9-55.4) penurunan tingkat
mortalitas telihat pada pemberian amoxicillin dan 44.3% (95% CI, 18.0-62.2) penurunan
mortalitas terlihat pada pemberian cefdinir. Hasil sekunder (Tabel 3) juga serupa dengan
temuan ini, dimana waktu terpendek untuk pemulihan nutrisi dan penambahan berat badan
serta ukuran lingkar lengan atas yang lebih tinggi terlihat pada anak yang menerima cefdinir,
dan tingkat pemulihan terlama serta penambahan berat badan serta ukuran lingkar lengan atas
yang paling sedikit telrihat pada anak yang menerima palcebo.
Penelitian ini dilakukan di daerah pedesaan Sub-Saharan Afrika dengan populasi yang
bekerja sebagai petani dengan beban masalah makanan dan infeksi HIV serta Acquired
Immunodeficiency Syndrome, jadi hasil ini mungkin tidak bisa diaplikasikan kepada
popuplasi lain. Namun, tidak ada hubungan antara tipe dari malnutrisi akut berat dan
kelompok intervensi yang terlihat, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor ini sendiri tidak
bisa disebarkan kepada populasi umum. Walaupun hanya beberapa anak yang mendapatkan
pemeriksaan HIV, sebagian besar anak yang terinfeksi mengalami kegagalan pengobatan atau
meninggal (Tabel S4 dalam Supplementary Appendix), sehingga bukti lebih lanjut masih
dibutuhkan untuk perawatan ketat terhadap infeksi HIV dan malnutrisi pada pasien anak
seperti diatas.
Pada saat penelitian, peneliti mengejar strategi agresif untuk menentukan status klinis
dari anak yang tidak terpantau. Hampir semua anak seperti ini bisa dideteksi, dan dinyatakan
meninggal atau sakit berat sehingga membutuhkan perawatan. Penelitian ini menghitung
kematian yang lebih tinggi dibandingkan penelitian lainnya di Malawi, dimana anak yang
tidak terpantau dinyatakan mengundurkan diri dari penelitian.

Amoxicillin yang digunakan di dalam penelitian ini menelan biaya rata-rata $2.67 per
anak, dan biaya untuk cefdinir adalah $7.85 namun bisa lebih murah jika dibeli dalam jumlah
yang banyak. Untuk perbandingan, biaya dari RUTF sekitar $50 untuk sekali siklus terapi.
Perawat melaporkan tingkat kepatuhan sempurna untuk konsumsi RUTF dan obat dan tidak
ada laporan kesulitan dalam memberikan pengobatan. Diantara anak yang menerima
antibiotik, tingkat dari efek samping yang sering (diare) lebih rendah dibandingkan anak yang
menerima placebo (Tabel S2 dalam Supplementary Appendix). Dapat disimpulkan bahwa
mekanisme obat antibiotik dapat meningkatkan efektifitas dari penguatan status gizi (cth
menurunkan tingkat bakteri pneumonia dan diare dehidrasi pada pasien dengan gangguan
immunitas).
Anak yang dimasukkan ke dalam penelitian ini mengalami malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi, dimana kebanyakan anak dengan gizi buruk membutuhkan perawatan, namun
masih menunjukkan nafsu makan yang baik pada awal penelitian dan tidak menunjukkan
tanda sepsis. Sejumlah anak yang tidak memenuhi kriteria ini akan dipindahkan untuk
menerima pengobatan rawat inap. Pertahanan mukosa (baik di sistem respirasi atau intestinal)
biasanya mengalami gangguan pada anak-anak gizi buruk di Malawi. Penelitian tentang
bakterimia pada anak dengan gizi buruk menyatakan bahwa kebanyakan infeksi invasif
bakterial berat terjadi karena perpindahan bakteri dari permukaan mukosa. Karenanya, anak
awalnya tidak menunjukkan tanda-tanda sepsis pada saat masuk, sehingga antibiotik dapat
secara efektif mengurangi resiko terjadinya koplikasi pada saat pengobatan nutrisil.
Walaupun peningkatan terjadinya resistensi antimikroba pada negara berkembang tidak boleh
dihiraukan, peneliti meyakini bahwa penggunaan antibiotik rutin dapat dijadikan
pertimbangan serius karena terbukti efektif untuk membantu tingkat pemulihan nutrisi dan
menurunkan resiko kematian pada populasi tertentu yang beresiko tinggi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa anak dengan malnutrisi akut berat tanpa
komplikasi yang bisa menerima terapi rawat jalan, tetap saja memiliki resiko untuk
mengalami infeksi bakterial berat dan pemberian antibiotik rutin sebagai bagian dari terapi
nutrisi jelas dibutuhkan. Penelitian prospektif, randomisasi, buta ganda, dengan kontrol
placebo ini membantah penelitian retrospektif sebelumnya, yang menyatakan bahwa tidak
ada keuntungan dari pemberian terapi amoxcillin rutin pada pasien ini. Hasil dari penelitian
sebelumnya bisa saja menjadi bias karena luasnya perbedaan karakteristik dasar pada anak
yang menerima antibiotik dan tidak, sehingga bisa terjadi bias oleh hal lainnya, selain itu
faktor terkait protokol pemberian makanan di kedua kelompok juga tidak jelas. Penelitian
lebih lanjut tetap dibutuhkan untuk memantau hasil jangka panjang untuk penggunaan

antibiotik rutin pada anak dengan malnutrisi akut berat tanpa komplikasi, dan untuk
menentukan apakah populasi resiko tinggi tertentu bisa ditangani dengan lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai