Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN MATA LAPSUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
APRIL 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PERDARAHAN VITREUS PADA KATARAK SENILIS IMATUR

Disusun Oleh :

Dyah Ayu Larasati, S.Ked

105505405418

Pembimbing :
dr. St. Soraya Taufik, Sp. M

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

BAGIAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. EK
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Alamat : Jl. Aroepala
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata buram
Anamnesis Terpimpin : Pasien datang ke Poli Mata dengan keluhan
penglihatan mata kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Buram dirasakan
mendadak dan menutupi seluruh lapang pandang. Pasien sering merasa terdapat
benda yang melayang di mata kanannya dan tidak hilang walaupun mata
dibersihkan, akhirnya pasien hanya membiarkan dan akan hilang sendiri. Pasien
tidak pernah merasakan adanya kilatan cahaya dan pandangan seperti tertutup tirai
pada mata kanan. Beberapa bulan sebelumya, pasien sudah mengeluhkan
penglihatan mata kedua yang semakin buram. Buram dirasakan seperti ada kabut
yang menutupi penglihatan kedua mata. Namun, setelah penglihatan mata kanan
buram mendadak 1 tahun yang lalu, penglihatan mata kiri semakin bertambah
buram dan mulai dirasakan mengganggu sejak 3 bulan terakhir. Pasien
mengatakan bahwa buram pada mata kiri mengakibatkan ia tidak bisa membaca
teks di televisi yang sebelumnya dapat ia lakukan. Pasien juga mengeluhkan silau
pada mata kiri jika melihat cahaya, namun pasien merasa lebih baik saat berada
ditempat terang. Pasien tidak memiliki riwayat mata merah berulang pada kedua
mata dan riwayat trauma baik yang langsung ataupun tidak langsung pada kedua
mata.
Pasien sebelumnya berobat ke Rumah Sakit dan didiagnosis katarak pada
kedua mata, serta sudah direncanakan untuk dilakukan operasi. Namun, saat hari
operasi dokter menemukan kelainan lainnya pada mata kanan, sehingga operasi
tidak dilakukan.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata untuk membaca jauh
sejak berada di bangku SMP, dan menyatakan sering berganti kacamata karena
sudah tidak sesuai, namun pasien tidak dapat mengingat ukuran dioptri lensa
yang digunakan untuk kacamatanya. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes
mellitus, hipertensi, anemia, leukemia, hipotensi, trauma pada mata, infeksi mata,
dan alergi. Pasien memiliki riwayat gangguan katup jantung dan 6 bulan terakhir
rutin mengkonsumsi obat spironolakton 1 x 25 mg dan Cilostazol 1 x 50 mg.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada

C. STATUS GENERAL
Kesadaran : Kuantitatif : E4M6V5
Kualitatif : Composmentis

D. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS


1. Pemeriksaan Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis(-) Hiperemis(-)

Bola Mata Normal Normal


Mekanisme Muskular Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Jernih Jernih


Bilik Mata Depan Dangkal Dangkal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, RC (+) Bulat, RC (+)
Lensa Keruh sebagian Keruh sebagian

2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS

TIO Tn Tn
Nyeri tekan Tidak nyeri Tidak nyeri

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada


Glandula Preaurikuler Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Tonometri
TOD : 12/7,5 = 7,5 mmHg
TOS : 10/7,5 = 10,9 mmHg

4. Visus
VOD : 1/300
Koreksi : TDD

VOS : 6/9 Ph 6/9


Koreksi : TDD

5. Pemeriksaan Slit Lamp


SLOD : Edema palpebra (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih; BMD
dangkal, iris coklat kripte (+), iris shadow (+), pupil bulat, RC (+), lensa keruh
shadow test(+).
SLOS : Edema palpebra (-), konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih; BMD
dangkal, iris coklat kripte (+), iris shadow (+), pupil bulat, RC (+), lensa keruh
shadow test (+) .

6. Oftalmoskopi
FOD : Refleks fundus (+) sangat menurun, papil N II sulit dinilai, CDR : sulit
dinilai, A/V sulit dinilai, retina : sulit dinilai. Cairan vitreus : Keruh derajat III-
IV, Perdarahan (+).
FOS : Refleks fundus (+) menurun, papil N II berbatas tegas, CDR : 0,3, A/V
2/3, refleks makula (+), retina : Eksudat (-), perdarahan (-), fibrosis (-). Cairan
vitreus : Jernih.

E. RESUME
Ny. EK, 69 tahun datang ke Poli Mata dengan keluhan penglihatan mata
kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Buram dirasakan mendadak dan menutupi
seluruh lapang pandang. Pasien sering merasa terdapat benda yang melayang di
mata kanannya dan tidak hilang walaupun mata dibersihkan, akhirnya pasien
hanya membiarkan dan akan hilang sendiri. Beberapa bulan sebelumya, pasien
sudah mengeluhkan penglihatan mata kedua yang semakin buram. Buram
dirasakan seperti ada kabut yang menutupi penglihatan kedua mata. Namun,
setelah penglihatan mata kanan buram mendadak 1 tahun yang lalu, penglihatan
mata kiri semakin bertambah buram dan mulai dirasakan mengganggu sejak 3
bulan terakhir. Pasien mengatakan bahwa buram pada mata kiri mengakibatkan ia
tidak bisa membaca teks di televisi yang sebelumnya dapat ia lakukan. Pasien
juga mengeluhkan silau pada mata kiri jika melihat cahaya, namun pasien merasa
lebih baik saat berada ditempat terang. Pasien memiliki riwayat menggunakan
kacamata untuk membaca jauh sejak berada di bangku SMP, dan menyatakan
sering berganti kacamata karena sudah tidak sesuai, namun pasien tidak dapat
mengingat besarnya dioptri lensa yang digunakan untuk kacamatanya. Pasien
memiliki riwayat gangguan katup jantung dan 6 bulan terakhir rutin
mengkonsumsi obat spironolakton 1 x 25 mg dan Cilostazol 1 x 50 mg.

F. DIAGNOSIS KERJA
OD : Kekeruhan vitreus ec. susp perdarahan pada katarak senilis imatur
OS : Katarak senilis imatur, astigmat miopia simpleks

G. DIAGNOSIS BANDING
OD : Ablasio Retina, Oklusi pembuluh darah retina.
OS :-

H. TERAPI
Pro Fekoemulsifikasi + Vitrectomi + IOL OD
Catarlens 3x1 tetes ODS

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
J. DISKUSI
Penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstraokular dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada neuritis optik,
ablasi retina, obstruksi vena retina sentral, kekeruhan dan perdarahan badan kaca,
ambliopia toksik, histeria, retibopati serosa sentral, amaurosis fugaks, dan
koroiditis.(1,3,12)
Salah satu kelainan yang dapat terjadi pada badan kaca yaitu kekeruhan badan
vitreus. Kekeruhan badan vitreus dapat disebabkan oleh genetik, inflamasi,
degeneratif, traumatik, neoplasma, idiopatik, dan perdarahan. Perdarahan vitreus
dapat terjadi spontan pada diabetes mellitus, ruptur retina, ablasi badan kaca
posterior, oklusi vena retina dan pecahnya pembuluh darah neovaskular. (1,3,12)
Pasien pada kasus ini mengalami mata kanan buram mendadak sejak 1 tahun
yang lalu, dan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda
radang ekstraokular. Oleh karena itu, penyakit mata pasien tergolongkan dalam
mata tenang penglihatan turun mendadak. Adapun yang menyebabkan hal
tersebut adalah kekeruhan vitreus, hal ini dibuktikan dengan adanya keluhan
pasien berupa floater atau benda yang melayang pada mata kanan dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan refleks fundus yang sangat menurun dan pada
funduskopi didapatkan vitreus keruh dengan derajat III-IV.
Kekeruhan yang terjadi pada badan vitreus pasien diduga disebabkan oleh
perdarahan, hal ini dikarenakan terdapat bagian yang lebih merah pada saat
funduskopi yang dicurigai adalah perdarahan. Adapun perdarahan yang terjadi
diduga berhubungan dengan kelainan katup jantung yang diderita pasien yang
meningkatkan resiko terjadinya emboli pada pembuluh darah termasuk pembuluh
darah mata sehingga dapat terjadi CRVO, BRVO, CRAO, dan BRAO, yang
berujung pada terbentuknya neovaskularisasi yang rentan menyebabkan
perdarahan pada vitreus. Selain itu, resiko terjadinya perdarahan menjadi semakin
tinggi dengan adanya faktor obat yang diminum oleh pasien yaitu cilostazol yang
merupakan golongan antiplatelet.
Adapun kelainan lain yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan
penglihatan yang mendadak pada mata kanan pasien adalah ablasi retina.
Walaupun faktor resiko seperti miopia tinggi dan terdapatnya TIO yang rendah
pada mata kanan, namun diagnosis ini tidak diambil karena berdasarkan
anamnesis pasien tidak pernah merasakan kilatan cahaya dan penglihatan seperti
tertutup tirai serta tidak ditemukan riwayat trauma pada mata kanan. Sedangkan
pada funduskopi tidak dapat tentukan apakah retina mata kanan pasien mengalami
ablasi atau tidak, karena kekeruhan vitreus.
Dalam rangka menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang
seperti USG agar keadaan bagian posterior mata yang tidak dapat dilihat dengan
funduskopi akibat kekeruhan vitreus dapat ketahui. Selain itu, karena diduga
terdapat hubungan antara keluhan pasien dengan kelainan katup jantung yang
dimiliki maka pasien disarankan untuk konsultasi kepada spesialis kardiologi dan
penyakit dalam.
Katarak merupakan keadaan lensa yang mengalami kekeruhan sehingga
cahaya sulit mencapai retina. Kekeruhan lensa disebabkan hidrasi (penambahan
cairan) lensa, pemecahan protein karena proses oksidasi, hidrasi lensa, ataupun
keduanya. Klasifikasi katarak berdasarkan usia terjadinya dibagi menjadi katarak
kongenital, katarak juvenile, dan katarak senilis. Katarak senilis adalah kekeruhan
lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Dan berdasarkan
maturitasnya katarak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: insipien, imatur, matur,
hipermatur.
Pasien mengeluhkan penglihatan buram seperti tertutup kabut sejak beberapa
bulan sebelum mata kanan mengalami penurunan penglihatan mendadak. Selain
itu, mata kiri pasien juga dirasakan semakin memburuk dan silau dirasakan saat
melihat cahaya, terutama 3 bulan terakhir. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan
kekeruhan pada lensa kedua mata. Hal ini mengarah pada diagnosis katarak.
Karena usia pasien sudah lebih dari 50 tahun dan tidak ditemukan faktor lain yang
mempengaruhi katarak pasien, maka katarak yang dialami pasien adalah katarak
senilis. Adapun stadium maturitas dari katarak senilis yang dialami pasien adalah
katarak senilis imatur, hal ini dibuktikan dengan adanya shadow test pada
pemeriksaan fisik dan kekeruhan hanya terjadi pada sebagian lensa pada kedua
mata. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua mata pasien mengalami
katarak senilis imatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa merupakan sturktur bikonveks, avaskular, tidak ada serat nyeri dan
transparan yang terletak diantara iris dan badan kaca. Diameter lensa 9 mm dengan
ketebalan 4 mm. Lensa disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari badan
siliar. Lensa berperan sebagai media refraksi yang memiliki kekuatan hingga 10 – 20
Dioptri.4

Gambar 2.1. Bentuk dan posisi lensa mata5


Permukaan anterior anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian
posterior lensa. Lensa terdiri dari kapsul, epitel, dan serat lensa. Kapsul lensa
merupakan membran semipermeabel yang tersusun dari kolagen tipe IV dan berperan
dalam mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Tepat dibelakang kapsul
anterior terdapat lapisan epitel anterior. Sel-sel epitel subkapsular yang memanjang
akan membentuk serat lensa. Serat lensa di bagian sentral disebut nukleus sedangkan
serat lensa yang terbentuk di perifer disebut korteks.6

Gambar 2.2. Anatomi Lensa


Lensa berperan dalam akomodasi yang merupakan mekanisme yang dilakukan
oleh mata untuk mengubah fokus dari objek jarak jauh ke jarak dekat dengan
mengubah bentuk lensa. Hal ini bertujuan agar bayangan yang terbentuk tepat jatuh di
retina. Perubahan lensa akibat badan siliar terhadap serat zonula menyebabkan
terjadinya akomodasi. Saat musculus ciliaris berkontraksi mengendurkan tegangan
pada serat zonula sehingga lensa menjadi lebih bulat dan daya dioptri pun lebih kuat
untuk memfokuskan objek pada jarak dekat. Dengan bertambahnya usia, daya
akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring dengan penurunan
elastisitasnya.4
Lensa terdiri dari 65 % air, protein sebanyak 35 %, dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Protein lensa dapat terbagi menjadi yang larut
air dan tidak larut air. Protein lensa larut air terdiri atas kristalin merupakan protein
intraselular yang terdapat pada epitel dan membran plasma dari serat lensa.
Sedangkan protein lensa tidak larut air dapat dibagi menjadi dua yaitu yang larut urea
dan tidak larut urea. Fraksi yang larut urea yaitu protein sitoskeletal yang berperan
dalam rangka struktural dari sel lensa. Sedangkan fraksi yang tidak larut urea yaitu
major intrinsic protein (MIP) merupakan protein yang menyusun membran plasma.
Dengan bertambahnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi satu
sama lain sehingga mengaburkan cahaya. Selain itu, seiring dengan bertambahnya
usia, semakin banyak protein yang larut urea menjadi tidak larut urea.4
Lensa bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem persarafan, oleh sebab itu
lensa mendapatkan nutrisinya dari aqueous humor. Metabolisme lensa bersifat
anaerob karena rendahnya kadar oksigen di aqueous humor. Adapun tujuan
metabolisme lensa adalah untuk mempertahankan transparansinya.4
Faktor terpenting dalam menjaga ketransparan lensa adalah keseimbangan
cairan dan elektrolit. Lensa memiliki kadar kalium dan asam amino yang tinggi
dibandingkan aqueous humor dan vitreus dan kadar natrium dan klorida yang lebih
rendah dari sekitarnya. Hal ini diatur oleh sistem pump-leak lensa. Sistem ini
membolehkan terjadinya transportasi aktif natrium, klorida, kalsium dan asam amino
dari aqueous humor lensa. Sedangkan perpindahan secara difusi pasif terjadi pada
kapsul lensa posterior.7

2.2. Katarak Senilis


Katarak senilis disebut juga ‘age-related cataract’, merupakan tipe katarak
yang umum dijumpai pada individu dengan usia diatas 50 tahun. Dan pada individu
umur 70 tahun, sekitar 90 % akan mengalami katarak senil. Katarak senilis biasanya
terjadi bilateral, tapi hampir selalu satu mata yang terkena lebih awal dibanding mata
lainnya.
2.3.1. Definisi
Katarak senilis adalah kekeruhan pada lensa yang perlahan dan progresif pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun.1
2.3.2. Klasifikasi
Secara klinis, katarak senilis dikenal dalam 4 stadium, yakni stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur. 1Berikut pembagian klinis
dari katarak senilis:
Tabel 2.1. Klasifikasi dan gambaran klinis katarak senilis
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Seluruh
Cairan lensa Normal Bisa Normal Bisa Berkurang (air +
Bertambah massa lensa keluar)
(air masuk)
Iris Normal Bisa Normal Bisa Tremulans
Terdorong
Bilik mata Normal Bisa Dangkal Normal Bisa Dalam
depan
Sudut bilik Normal Bisa Sempit Normal Bisa Terbuka
mata
Shadow test Negatif Bisa Positif Negatif Bisa Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma - Uveitis,


Fakomorfik Glaucoma Fakolitik

2.3.3. Patofisiologi
Patofisiologi katarak masih belum dipahami sepenuhnya. Pada usia lanjut,
terjadi perubahan lensa berupa peningkatan berat dan tebalnya sementara terjadi
penurunan kemampuan akomodasi lensa. Seiring lapisan kortikal bertambah secara
konsentrik, nukleus sentral akan mengalami pemadatan dan pengerasan yang disebut
sklerosis lensa. Dan dengan bertambahnya umur , terjadi peningkatan protein yang
tidak larut air, sehingga dapat menyebabkan deposisi pigmen urochrome dan atau
melanin yang merupakan turunan asam amino di lensa.7
Terjadinya modifikasi kimiawi dan proses proteolitik pada kristalin
menyebabkan terbentuknya agregat protein sehingga mengurangi transparansi lensa.
Selain itu, terjadinya penurunan transparansi lensa dipengaruhi beberapa mekanisme.
Semakin tua umur, akan terjadi penurunan fungsi dari pompa Na+/K+ sehingga rasio
antara Na dan K berbalik. Terjadi penurunan kadar kalium dan peningkatan kadar
natrium sehingga terjadilah hidrasi serat lensa yang akan mempengaruhi transparansi
lensa. 7
Selain itu, terjadi penurunan reaksi oksidatif sehingga kadar asam amino
menurun. Kadar asam amino yang menurun akan berdampak pada penurunan sintesis
protein serat lensa lalu dapat terjadi denaturasi protein lensa. Adanya denaturasi
protein lensa itu dapat mempengaruhi transparansi lensa.7

2.3.4. Gambaran Klinis


Manifestasi gejala yang dirasakan penderita katarak terjadi secara progresif

dan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung jenis katarak

yang diderita pasien.

Gejala penderita katarak :


1. Glare (silau)
Penderita katarak pada awalnya akan mengeluhkan silau atau tidak tahan
dengan cahaya terang. Penderita mengeluh silau bila melihat sumber cahaya
misalnya lampu motor dari arah depan.
2. Uniocular polyopia
Penderita mengeluhkan penglihatan ganda atau triple ketika melihat objek. Ini
merupakan salah satu gejala awal.
3. Coloured halos
Hal ini terjadi karena adanya adanya droplet cairan di lensa yang memecah
cahaya putih menjadi beberapa spektrum warna.
4. Black spot di depan mata
5. Pandangan blur, distorsi gambar, dan berkabut
6. Penurunan penglihatan
Penurunan penglihatan pada katarak senilis bersifat progresif gradual. Pasien
dengan kekeruhan sentral (mis. katarak cupuliform) lebih awal mengeluh
kehilangan penglihatan. Pasien ini lebih baik melihat pada cahaya gelap (day
blindness). Sedangkan, penderita yang mengalami kekeruhan perifer (mis.
katarak kuneiform) penglihatan berkurang dengan lambat dan lebih baik
melihat saat cahaya terang. Dan pada sklerosis nuklear, penderita mengeluh
penglihatan dekat membaik tanpa kacamata.7

Gambar 2.5. Gambaran pandangan pada katarak senilis


Adapun tanda pada penderita katarak ialah :
1. Ketajaman penglihatan
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Tes shadow iris
4. Oftalmoskop direk
5. Pemeriksaan slit lamp7
Gambar 2.7. Tanda katarak senilis

2.3.5. Diagnosis
Diagnosa katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Adapun pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya

penyakit-penyakit yang menyertainya, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.


Dalam melakukan pemeriksaan fisik, kita harus menilai tajam penglihatan

pasien untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan slit lamp

dilakukan untuk menilai kekeruhan lensa selain itu juga dapat dinilai struktur okuler

lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Pemeriksaan terhadap lensa

perlu diperiksa juga sebab bila ada subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya

trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Selain itu,

pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis.

Dan pemeriksaan oftalmoskop direk maupun indirek dilakukan untuk menilain bagian

posterior bola mata.

2.3.6. Tatalaksana
Tidak terdapat tatalaksana medikamentosa yang terbukti membalikkan,
menghambat, atau mencegah perkembangan katarak senilis.9 Namun penelitian obat-
obat antikatarak masih dilakukan, termasuk aldose reduktase inhibitor, obat-obatan
penurun kadar sorbitol, aspirin, obat-obat untuk meningkatkan glutation, antioksidan
seperti vitamin C dan E.9
Pengobatan terhadap katarak adalah teknik pembedahan. Indikasi yang paling
sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu pasien menginginkan operasi
untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien memiliki katarak bilateral dengan
fungsi penglihatan yang signifikan maka operasi dilakukan pertama pada mata
dengan katarak yang lebih berat. Indikasi medis dari operasi katarak antara lain
glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa
ke kamera okuli anterior. Tambahan indikasi dari operasi katarak yaitu apabila lensa
sudah keruh seluruhnya sehingga tidak dapat dinilai fundus dan dapat mengganggu
diagnosis dan manajemen penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik dan
glaukoma. Selain itu, indikasi lain adalah kosmetik bila pasien ingin pupilnya
kembali hitam.7,8

2.3. Anatomi dan Fisiologi Badan Vitreus


Corpus vitreum / badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening
yang terletak antara lensa dengan retina. Corpus vitreum adalah bahan gelatin yang
jernih dan avaskuler yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. (1,3)
Corpus vitreum terdiri dari 99% air dan 1 % lainnya terdiri dari jaringan
kolagen dan hyaluronic acid yang memberi badan kaca konsistensi seperti agar,
karena kedua komponen tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk
menyerap air. Tidak berwarna dan tembus pandang.(2)
Corpus viterum mengisi sebuah rongga yang diliputi oleh lensa, zonula zinii,
badan silier, retina. Hubungan dengan jaringan tersebut tidak erat, terkecuali pada
tempat tertentu yang disebut basis badan kaca (vitreus base) yaitu daerah lensa, pars
plana badan silier, retina dibelakang ora serata, makula, papil saraf optik. Hubungan
dengan lensa menghilang dengan bertambahnya umur, sehingga ekstraksi lensa
intrakapsuler, tanpa prolaps badan kaca hanya dapat dilakukan pada orang dewasa,
tidak pada anak-anak. (2)
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian yang disebut
ora serrata, pars plana dan papil saraf optik.(1)
Nutrisi badan kaca diperoleh dari badan silier, koroid dan retina oleh karena
badan kaca sendiri tidak mengandung pembuluh darah A. Hilloidea yang semula ada
didalamnya tetapi kemudian menghilang pada bulan-bulan terakhir penghidupan
fetal.(2)
Gambar 2.10. Anatomi Vitreus

2.4. Pemeriksaan Badan Vitreus


Korpus vitreous normal tidak dapat dilihat dengan ofthlmoskopi direk atau
indirek. Ofthalmoskopi direk biasanya tidak cocok untuk mengamati vitreus
sedangkan ofthalmoskopi indirek memberikan lapangan pandang yang besar
sehingga pengamat dapat memeriksa kekeruhan lentikular dan vitreus, dan
menyediakan suatu pandangan stereoskopik.3 Berbagai gambaran yang terlihat
secara ofthalmoskopis adalah anomali- anomali yang disebabkan oleh perubahan
struktural, misalnya adanya floaters (benda-benda yang terlihat
melayang/mengapung) pada sinersis dan bentuk mirip cincin akibat terlepasnya
korpus vitreus posterior, atau adanya unsur-unsur invasif, misalnya darah, massa sel
darah putih, atau proliverasi fibrovaskular dari jaringan-jaringan sekitarnya.2

A. Pemeriksaan dengan Slit Lamp


Slit lamp ( biomikroskop ) adalah suatu mikroskop dengan sistem
iluminasi tertentu dapat membuat cairan yang tembus pandang / hampir tembus
pandang menjadi dapat terlihat. Untuk badan kaca anterior dapat dipakai slit
lamp biasa, sedang untuk yang lebih dalam harus dipakai slit lamp yang
biomikroskop.(2)
Corpus vitreum normal tidak dapat dilihat dengan oftalmoskopi langsung
atau tidak langsung. Berbagai gambaran yang terlihat secara oftalmoskopi
adalah anomali-anomali yang disebabkan oleh perubahan-perubahan struktural
atau adanya unsur-unsur invasif.(3)
Corpus vitreum normal insitu dan banyak anomali penting ( misal,
refraksi, kondensasi dan penciutan corpus vitreum yang khas untuk diabetes
atau cedera), hanya dapat dilihat dengan slit lamp.(3)

B. Lensa kontak sebagai alat bantu pemeriksaan corpus vitreum


Corpus vitreum sentral anterior adalah satu-satunya bagian dari bagian
dalam mata ( di belakang lensa ) yang hanya dapat dilihat dengan slit lamp saja.
Untuk melihat bagian-bagian lain dimata pasien harus diletakkan lensa kontak
khusus.

 untuk memodifikasi kekuatan lensa humor aquous dan lensa-lensa


( kristalin ) memfokuskan cahaya, dan
 untuk memperluas rentang sudut berkas pencahayaan slit lamp yang
terbatas dalam hubungannya dengan sumbu penglihatan bola mata.
Digunakan lensa kontak yang relatif tipis dengan permukaan depan yang datar
untuk menetralisir sifat membelokkan cahaya oleh mata sehingga jaringan pada
dan di dekat sumbu penglihatan mata, diskus optikus, koroid dan retina
posterior dan corpus vitreum aksial dapat diterangi secara detil tiga dimensi.(3)

C. Ultrasonografi
Ultrasonografi memberi gambaran anatomik dan topografik jaringan
intraokuler. Merupakan suatu alat yang mempergunakan gelombang suara
dengan frekuensi tinggi (8-10 MHZ). Untuk mendapatkan pantulan suara yang
didapat dari jaringan-jaringan lunak dengan bermacam-macam kepadatan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi di kenal A-Scan dan B-scan.
A-scan : memberi gambaran 1 dimensi
B-Scan : memberi gambaran 2 dimensi mengenai penampang jaringan
sehingga didapat gambaran tofografik.
A-scan menambah keterangan yang lebih pasti terhadap gambaran B-
scan, dengan demikian kedua cara tersebut saling membantu. Dengan USG,
dapat ditentukan adanya kekeruhan di dalam badan kaca, vitreus membrane,
hubungan badan kaca dengan retina, ablasi retina, juga adanya benda asing
inraokuler bahkan plasik dan kaca.(2)
Ultrasonografi B-Scan adalah alat diagnostik dan prognostik
penting yang digunakan pada banyak kelainan segmen posterior yang

berkaitan dengan kekeruhan korpus vitreus.2 Ultrasonografi B-scan penting


dalam menilai dasar dan tingkat keabnormalan mata dengan opasitas vitreus.
Alat ini juga berguna untuk menilai tingkat progresifitas penyakit retina. Mata
dengan vitreus yang keruh dapat dilakukan vitrektomi, evaluasi ultrasonik
membantu dalam mendiagnosa penyebab patologi, waktu yang tepat untuk
dilakukan operasi, pengoptimalan penggunaan alat-alat vitrektomi dan
memprediksi kualitas pengelihatan pasien pasca operasi. Sementara slitlamp
dan ofthalmoskop cahaya kurang bermanfaat, pemakaian ultrasonografi B-
scan secara optimal dapat memberi banyak informasi mengenai korpus

vitreum dan struktur-struktur di dekatnya.7


D. Pemeriksaan Faal elektrik
Memberi gambaran fungsional dari retina dan saraf optik. Dengan
elektrotinogram (ERG) didapat gambaran faal retina, sedang dengan visual
evoked Respons (VER) didapatkan gambaran sejauh mana saraf optik masih
berfungsi. Kedua pemeriksaan ini penting dalam persiapan tindakan operasi
vitrektomi.(2)

2.5. Kekeruhan Badan Vitreus


Bila terdapat kekeruhan di dalam badan kaca maka akan terjadi gangguan
penglihatan. Gangguan ini dapat berupa suatu bercak hitam yang mengapung dan
bergerak (moscae volitantes). Keadaan ini dapat disebabkan oleh setiap benda yang
menutupi masuknya sinar (jalan sinar) ke dalam bola mata.(1)
Gejala subyektif yang paling sering ialah Fotopsia "Floaters". Fotopsia ialah
keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di
lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali
dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redap
atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus
terhadap retina.(4,5,6)
"Floaters" ialah kekeruhan vitreus yang sangat halus yang memberi rangsang
kepada retina dan dilihat penderita sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap dan
turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan kecil tersebut dapat berupa : (1, 2, 3, 4, 6)
 Titik hitam
 Benang halus
 Cincin
 Lalat kecil dan sebagainya.
"Floaters" tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila "floaters"
ini datangnya tiba tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian
yang serius, karena keluhan "floaters" ini dapat menggambarkan latar belakang
penyakit yang serius pula, misalnya retina atau perdarahan di vitreus.
Adapun derajat kekeruhan badan vitreus berdasarkan funduskopi terdapat 5
tingkatan, yaitu:
1 : Tidak ada kekeruhan
1+ : Sedikit kekeruhan yang tersebar halus atau kasar. Fundus terlihat
jelas
2+ : Kekeruhan yang tersebar halus dan kasar. Fundus terlihat samar-
samar
di beberapa tempat
3+ : Beberapa kekeruhan dan ditandai dengan fundus yang kabur
4+ : Kekeruhan yang tebal. Fundus tidak terlihat

2.5.1. Gambaran klinis


“floaters” digambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba, objek-
objek serupa piring-piring kecil atau sebuah cincin tembus pandang. Sebanyak 70
% populasi mengeluhkan gejala ini. Gambaran ini muncul akibat adanya serat-serat
dan permukaan kolagen vitreous yang telah ada sebelumnya. Adanya eritrosit dan
kadang-kadang sel-sel radang dalam vitreus dapat menyebabkan pasien dapat
melihat floaters yang digambarkan sebagai objek mirip piring. Floaters seperti
cincin biasanya terlihat saat memvisualisasikan daerah korteks vitreus posterior
yang sebelumnya melekat pada nervus opticus.2,3,5,13
Floaters sentral yang relatif tidak bergerak akan menganggu dan bahkan dapat
menghalangi penglihatan. Floaters di bagian perifer sering tidak disadari, karena
umumnya intermiten dan memerlukan gerakan mata besar atau posisi khusus
agar terlihat. Floaters sangat sering terjadi pada pengidap miopia dan pasien
sineresis.2
Gambar 2.11. Floaters
2.5.2. Penyebab kekeruhan vitreus
Kekeruhan vitreus diklasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu:
 Kongenital
 Didapat (acquired)
- Endogenus
- Eksogenus
Seiring dengan berkembangnya teknologi diagnostik, etiologi dari kekeruhan
vitreus menjadi semakin berkembang. Penyebab kekeruhan vitreus yang didapat
dikategorikan menjadi:
 Genetic
 Inflammatory non infectious
 Inflammatory infectious
 Inflammatory iatrogenic
 Degenerative
 Traumatic
 Neoplastic
 Idiopathic
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang sering terjadi yang menyebabkan
timbulnya kekeruhan vitreus :
A. Muscae Volitantes
Ini merupakan suatu keadaan fisiologi opasitas dan merupakan residu dari
hyaloid primitive pembuluh darah. Pandangan pasien seperti titik halus dan
filament, yang sering hanyut kedalam dan keluar dari lapangan visual, dengan
latar belakang terang.
B. Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)
Ini merupakan hasil dari gagalnya struktus vitreous primer untuk
mengurangi hubungan dengan hypoplasia dari bagian posterior vascular. Secara
klinis dikarakteristikkan dengan adanya refleks putih pupil yang dapat dilihat
setelah lahir.
C. Proses degenerasi (4)
Kekeruhan karena proses degenerasi biasanya ditemukan antara lain pada:
 myopia tinggi
 keadaan senil
 degenerasi vitreo - retina.
Pada degenerasi vitreo - retina terjadi tarikan vitreus pada retina di tempat
dimana vitreus melekat erat pada retina. Apabila juga terjadi degenerasi retina,
maka tarikan tadi dapat mengakibatkan timbulnya lobang retina atau dialisis
retina di ora serata. Tarikan di daerah makula dapat menimbulkan kista makula.

D. Peradangan (2,3,4)
Kekeruhan vitreus karena peradangan ditemukan pada penyakit
korioretinitis, endoftalmitis dan sarkoidosis. Peradangan corpus vitreum
mencakup bermacam-macam gangguan yang berkisar dari beberapa sel darah
putih sampai pembentukan abses. Pada umumnya disebabkan peradangan koroid
atau retina, yang menimbulkan invasi sel-sel radang ke dalam badan kaca,
sehingga menjadi keruh. Penderita pada keadaan ini mungkin agak terganggu
visusnya dan merasa adanya vitreus floaters. Dengan bertambah banyaknya
infiltrasi ini, ketajaman penglihatannya menurun dan fundus menjadi tidak
tampak. Di dalam badan kaca tampak masa yang berwarna putih kekuning-
kuningan. Karena keadaan ini mengenai segmen posterior, penderita tidak
merasa sakit dan mata bagian luar tampak tenang.

E. Abses Badan Kaca (2,3)


Merupakan peradangan bagian dalam mata yang disertai dengan rasa sakit
yang sangat, fotofobia, mata merah, palpebra dan konjungtiva bengkak, suhu
badan tinggi. Abses korpus vitreum dapat terjadi setelah trauma tembus mata,
termasuk bedah mata. Diagnosis abses corpus vitreum dipastikan dengan
melakukan aspirasi 0,5 – 1 ml corpus vitreum di bawah anestesi lokal melalui
sklerotomi pars plana dengan menggunakan jarum berukuran 20 sampai 23.
Aspirat diperiksa secara mikroskopik.

F. Perdarahan (2,3,4)
Kekeruhan vitreus akibat perdarahan ditemukan pada diabetes melitus,
hipertensi, leukemi, rudapaksa, tarikan vitreus pada neovaskularisasi dan robekan
retina. Perdarahan halus di dekat ora serrata biasanya merupakan tanda dini
robekan retina, kemudian dapat disusul oleh ablasi retina. Perdarahan pada
diabetes melitus biasanya oleh karena adanya neovaskularisasi yang mudah
berdarah.
Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa
ruang potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini
dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau
dapat berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada
sebelumnya. Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans,
oklusi vena sentral, oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus
akut tanpa harus ada robekan. Etiologi terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga
kategori utama yaitu :
1. Pembuluh darah retina abnormal
Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada
penyakit seperti diabetik retinopati, sickle cell retinopati, oklusi vena retina,
retinopati prematuritas atau sindrom iskemik okular. Retina mengalami
pasokan oksigen yang tidak memadai, Vascular Endotel Growth Factor
(VEGF) dan faktor kemotaktik lainnya menginduksi neovaskularisasi.
Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya endotel tight junction
yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain
itu, komponen berserat yang sering menempatkan tekanan tambahan pada
pembuluh darah yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan
gerakan mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh tersebut

2. Pecahnya pembuluh darah normal


Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan
mekanik yang tinggi. Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah
retina dapat membahayakan pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi dengan
robekan retina atau ablasio. Namun, perdarahan vitreus dalam bentuk sebuah
PVD akut harus diwaspadai dokter karena risiko robeknya retina bercukup
tinggi (70-95 persen). Trauma tumpul atau perforasi bisa melukai pembuluh
darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama perdarahan
vitreus pada orang muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab
yang jarang dari perdarahan vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari
ekstravasasi darah ke dalam vitreus karena perdarahan subaraknoid.
Sebaliknya peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan venula
retina pecah

3. Darah dari sumber lainnya


Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan
vitreus juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan
dari makroaneurisma retina, tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua
dapat memperpanjang melalui membran batas dalam vitreus dan
menyebabkan perdarahan.
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur
atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada
bayangan dan jaring laba-laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia,
floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita
seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari
satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa menit. Kilatan cahaya
tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga
oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita
sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata
digerakkan. Bayangan kecil tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus,
cincin, lalat kecil dan sebagainya. Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar
biasa, kecuali bila floaters ini datangnya tiba-tiba dan hebat, maka keluhan
tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan floaters ini dapat
menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula, misalnya ablasio
retina atau perdarahan di vitreus. Perdarahan vitreus ringan sering dianggap
sebagai beberapa floaters baru, perdarahan
Vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada
perdarahan vitreus cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan
bahkan persepsi cahaya. Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan
perdarahan vitreus. Pengecualian mungkin terjadi apabila termasuk kasus
glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut sekunder yang parah atau trauma.
Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma, operasi mata, diabetes,
anemia sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.Pemeriksaan lengkap terdiri dari
oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi
neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap
segmen posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat
membantu memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti
retinopati diabetik proliferative.
Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil
dan semakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di
dalamnya. Dapat pula dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh
hemorrhage” atau sudah lama “clotted hemorrhage”. Bila perdarahan
disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran membran yang sejajar di B-scan
ultrasonografi. Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit untuk dideteksi. Pada slit
lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan cahaya set "off-
axis" dan mikroskop pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus ringan,
pandangan ke retina dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus
dapat ditentukan.Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal
sebagai perdarahan preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah
terperangkap dalam ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membran,
dan mengendap keluar seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam
korpus vitreus tidak memiliki batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah
merah sampai memenuhi keseluruhan dari segmen posterior.

G. Neoplasma (4)
Kekeruhan vitreus akibat neoplasma retina misalnya pada retinoblastoma
lanjut.

H. Fluid Vitreus (Synchisis) (2,3)


Berarti mencairnya badan kaca. Keadaan ini didapatkan pada orang tua,
disini badan kaca hanya sedikit mencair. Yang cair sekali didapatkan pada proses
degenerasi dari badan kaca, seperti akibat penyakit badan silier, koroid, retina
atau pada miopia tinggi.
Tanda Klinik :
 Bilik mata depan
 Tensi intraokuler
 Iris tremulans
 Ligamentum suspensorium lentis melemah akibat gangguan akomodasi.

I. Asteroid Hyalosis (2,3)


Biasanya didapatkan pada orang tua dengan mata yang sehat. Pada
pemeriksaan didapatkan kekeruhan berbentuk bula-bulat, kecil-kecil berwarna
kuning, banyak sekali, bergerak-gerak di dalam mata, tetapi selalu kembali pada
tempatnya semula karena melekat pada jaringan yang ada di dalam badan kaca.

J. Ablasi Badan Kaca (2,3)


Adalah pemisahan antara badan kaca dan jaringan sekitarna yang terjadi di
bagian depan yang dapat berupa retrolensa, retrozonula, atau gabungan antara
keduanya. Hal-hal ini dapat disebabkan oleh :
 Perdarahan badan kaca
 Peradangan
 Trauma mata
 Ablasi retina
 Orang tua ( syneresis )
K. Ablasi bagian belakang
Hal ini dapat disebabkan oleh masuknya eksudat, perdarahan di ruangan antara
badan kaca dan retina. Ataupun tarikan badan kaca yang disebabkan eksudat dan
perdarahan badan kaca yang lama.

2.5.3. Penatalaksanaan
Floaters di mata adalah tidak berbahaya dan hanya mengganggu penglihatan.
Kebanyaka akan hilang dengan sendirinya dan menjadi kurang mengganggu. Bila
floaters tersebut benar-benar menghalangi penglihatan, dokter akan menganjurkan
dilakukan tindakan operasi. Cara yang dapat dilakukan untuk membersihkan vitreus
dari bintik-bintik dan jaringan-jaringan adalah dengan mengangkat substansi gel dari
mata melalui prosedur vitrektomi.
Vitrektomi dibagi atas 3 tipe :
 Anterior vitrektomi : pengangkatan bagian anterior vitreus
 Core vitrektomi : pengangkatan bagian sentral vitreus
 Subtotal dan total vitrektomi : pengangkatan seluruh bagian vitreus
Terdapat 2 teknik vitrektomi yaitu :

 Open-sky vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk anterior vitrektomi. Adapun indikasi teknik ini
adalah :
- kehilangan vitreous sewaktu ekstraksi katarak
- aphakic keratoplasty
- rekonstruksi ruang anterior pasca trauma yang menyebabkan hilangnya
vitreus
- pemindahan lensa yang dislokasi
 Closed vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk core, subtotoal dan total vitrektomi. Adapun indikasi
teknik ini :
- endoptalmitis disertai abses vitreus
- perdarahan vitreus
- proliferative diabetes retinopati
- komplikasi pelepasan retina
- pemindahan benda asing di intraocular
- hyperplasia vitreus primer yang persisten
- pemindahan lensa intraocular dari ruang vitreus

Subsitusi vitreus pasca vitrektomi bertujuan untuk mengembalikan tekanan


intraokular dan sebagai tamponade intraokular. Substitusi vitreus yang ideal harus
memiliki tekanan permukaan yang tinggi dan jernih. Jika tidak ada substitusi yang
ideal, kita dapat menggunakan:4
1. Udara secara umum digunakan sebagai tamponade pada kasus yang
tidak memiliki komplikasi. Substitusi ini diserap dalam 3 hari.
2. Cairan fisiologis seperti ringer laktat atau cairan NaCl digunakan
pada kasus endopthalmitis atau perdarahan vitreus yang tidak memiliki
komplikasi.
3. Expanding gases digunakan untuk kasus-kasus kompleks yang
membutuhkan tamponade intraokular dalam jangka panjang. Contoh sulphur
hexaflouride (SF6) dan perfluoropropane.
4. Perflurocarbon liquids (PFCL) adalah cairan berat yang digunakan untuk
memindahkan nukleus yang jatuh atau IOL dari ruang vitreous dan
menstabilkan retina posterior selama pengelupasan membran epiretina.
5. Minyak silikon dapat digunakan sebagai tamponade intraokular jangka
panjang pasca operasi pelepasan retina.

Komplikasi vitrektomi frekuensinya sudah berkurang seiiring dengan


meningkatnya teknik, teknologi, dan keterampilan operasi. Tetapi walaupun begitu
kemungkinan untuk terjadinya kompikasi masih dapat ditemui, seperti: katarak
progresif, infeksi (endopthalmitis), retinal tear, retinal detachment, hipotony,
glaukoma, vitreous cavity hemorrhage, dan suprachoroidal hemorrhage.9

Harus diingat bahwa kemunculan secara tiba-tiba floaters dengan jumlah yang
signifikan, khususnya jika diikuti dengan kilatan cahaya atau gangguan penglihatan,
dapat mengindikasikan terjadinya pelepasan retina atau suatu masalah yang serius di
mata. Pelepasan retina (retinal detachment) adalah sesuatu yang emergensi, butuh
perhatian segera.12

Pemilihan penatalaksanaan alternatif adalah dengan Neodym-YAG laser telah


digunakan untuk kekeruhan vitreus lokal pada pasien bergejala, tapi mungkin
membutuhkan banyak sesi. Beberapa pasien melaporkan masih adanya kekeruhan
kecil walaupun pengobatan laser telah dilakukan. Prosedur ini kurang efektif bila
kekeruhan tidak lokal, melainkan menyebar dan diperlukan energi yang
besar pada kekeruhan lentikular. Pengobatan ini berpotensi komplikasi termasuk
pendarahan retina dan koroid dan kerusakan pada epitel pigmen retina. Oleh karena
itu, kekeruhan pada posterior vitreus dan dekat retina serta berpotensi menyebabkan
gejala, harus hendaknya tidak diperlakukan dengan metode ini. Dibandingkan Nd:
YAG vitreolisis dan pars plana vitrektomi untuk pengobatan floaters vitreus. Hanya
sepertiga pasien yang diobati dengan laser dinilai prosedur sebagai cukup efektif
sementara mayoritas menemukan tidak ada perbaikan. Vitrektomi, bagaimanapun,
mencapai hasil yang lebih unggul.

2.5.4. Komplikasi
Komplikasi tersering yang terjadi adalah retinal detachment, meskipun
hal ini jarang terjadi. Hal ini terjadi karena penarikan retina oleh vitreous.
Setelah terjadinya floaters dan flashes, perlu dilakukan follow up selama 30-60
hari karena dalam periode waktu ini retinal detachment seing terjadi. Ketika gejala
tiba-tiba meningkat, penting untuk dilakukan pemeriksaan mata pada waktu onset
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4.Jakarta: Badan Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
2. Nana Wijana S.D., Ilmu Penyakit Mata, Jakarta, 1989
3. Vaughan MD, Asbury T, Paul Riordan-Eva.Trauma, Ofthalmologi Umum,
Edisi 14, Widya Medika, Jakarta 2000
4. Radjamin T., Akman S.M., Marsetio M., dkk.,Ilmu Penyakit Mata, Airlangga
University Press, Surabaya, 1993
5. Eye Anatomi, Available at, www.acucentrs.Iv/Eng/images/Glaza
6. Vitreuous Floaters, Available at, www.tulsaworld.com/health
7. Tana L, Delima, Hastuti E, Gondhowiardjo T. Katarak pada petani dan
keluarganya di kecamatan teluk jambe barat. Media Litbang Kesehatan XIV
Nomor 4, 2006
8. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Buku pedoman
penyelenggaraan bakti sosial operasi katarak.Jakarta: PERDAMI, 2013
9. Riordan-Eva P dan Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum; alih
bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto.Ed
17.Jakarta: EGC, 2009
10. Lang, Gerhard K. Ophthalmology. Thieme: New York. 2000
11. Junqueira CL and Carneiro. Basic histology: text & atlas. 11 th ed. New York:
The McGraw-Hill; 2005
12. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age
International (P) Limited, 2007
13. American Academi of Ophtalmology. Lens and Cataract, basic and clinical
science course. AAO. 2011
14. Victor V and Foster CS. Senile cataract.
https://lionsden.molloy.edu/ICS/icsfs/Cataracts_Senile.pdf?target=31d0e87a-
c5f8-4b95-9012-b400a8d0bae5
15. Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review.
Singapore, World Scientific 2001 : 89 – 90
0

Anda mungkin juga menyukai