Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN SISTEM KARDIOVASKULER (ACUTE MYOCARDIAL


INFARCT/AMI)

A.    KONSEP DASAR GANGGUAN SYSTEM KARDIOVASKULER (AMI)


I.       Definisi/Pengertian
            Myocardial infark adalah kematian jaringan otot myocard.
Myocardial infark merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil
dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena adalah koronaris kiri, percabangan
anterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh arteri yang tersumbat mungkin hanya satu, dua atau
tiga tempat.
            Myocardial infarct mengacu pada proses kerusakan atau kematian otot myocardial yang
disebabkan karena gangguan aliran darah pada system koronaria.

II.       Epidemiologi/ insiden kasus


            Infark miokard acut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin Setiawan
PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Jika hal ini diterapkan di Indonesia, berarti ada
sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan estimasi
penduduk 10 juta, diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir.
Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group, diperkirakan 30% harus
menemui ajalnya.

III.     Etiologi/penyebab
1.      Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan
total pada arteri oleh emboli atau trombus.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a.   Faktor pembuluh darah
           Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/
penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara
lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu
dingin yang ekstrim, (iv) merokok.

b.   Faktor Sirkulasi


           Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi
hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-
katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
c.   Faktor darah
           Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2.      Penurunan aliran darah system koronaria – menyebabkan ketidakseimbangan antara myocardial
O2 Supply dan kebutuhan jaringan terhadap O2.
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu dikompensasi,
diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu,
segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya
infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi
miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
IV.  Patofisiologi
Penyebab sumbatan tidak diketahui. Diperkirakan adanya penyempitan arteri koronaria yang
disebabkan karena penebalan dari dinding pembuluh darah, vasospasme, emboli atau trombus.
Karena penyempitan dinding pembuluh darah pada arteri koronaria menyebabkan suplay oksigen
yang menuju ke jantung berkurang, jantung yang kekurangan oksigen akan mengubah
metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob, perubahan ini menyebabkan penurunan
pembentukan fosfat yang berenergi tinggi dimana hasil akhir dari metabolisme anaerob ini
berupa asam laktat, apabila berlangsung lebih dari 20 menit akan terjadi ischemia jantung yang
meningkat, sehingga akan menyebabkan nyeri dada yang hebat bahkan karena nyeri dada yang
hebat tersebut terjadi shock kardiogenik.
Hemodinamik mengalami perubahan yang menyebabkan berkurangnya curah jantung.
Meningkatkan tekanan ventrikel kiri, retensi air dan garam sehingga dapat menimbulkan
kelebihan cairan dalam tubuh. Perubahan hemodinamik ini bila berlangsung lama akan
menyebabkan jaringan rusak bahkan kematian pada otot jantung.

V.     Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokardial yang saling berkaitan dengan morfologi, patogenisis, dan
penampakan klinis yang cukup berbeda. (Dasar Patologi Penyakit, 1999 : 319)
1.      Infark  Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh aterosklerosis
koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis oklusif yang superimposed.
2.      Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu daerah yang
secara normal mengalami penurunan perfusi.
             
NSTEMI
Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Disebabkan oleh suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST. Disebabkan oleh aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arteosklerosis yang sudah ada sebelumnya.

VI.   Gejala klinis


-       Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau
nitrat, nyeri menyebar secara luas ; dapat menyebabkan arrhythmias, hypotension, shock, gagal
jantung
-       Banyak keringat, kulit lengas lembab
-       Tekanan darah menurun
-       Dyspnea, kelemahan, dan membuat pingsan
-       Nausea dan vomiting
-       Cemas dan gelisah
-       Tachycardia atau bradycardia
-       Gejala yang jarang dikeluhkan kelelahan berat, abdominal distres atau epigastric distres, nafas
pendek.
Banyak pasien tidak memiliki tanda dan gejala di atas yang disebut dengan ”silent myocardial
infarctions”. Meskipun terjadi kerusakan myocardium.
Gejala klinis menurut buku Ilmu Penyakit Dalam :
STEMI
Gejalanya yang ditimbulkan yaitu :
     Plak arteriosklerosis mengalami fisur
     Rupture atau ulserasi
     Jika kondisi local atau sistemik akan memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
NSTEMI
Gejala yang ditimbulkan yaitu :
     Nyeri dada dengan lokasi khas atau kadang kala diepigastrium dengan ciri seprti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.
VII.            Pemeriksaan fisik
a.       Tampilam umum (inspeksi) :
         Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.
         Pasien tampak sesak
         Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
o   Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi.
b.      Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):
         Sinus takikardi (100-120 x/menit)
         Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
c.       Pemeriksaan jantung (auskultasi):
         Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung Pertama Dan
Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
         Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat sementara.

VIII.         Pemeriksaan diagnostik/Penunjang


-          Interview untuk mengetahui riwayat penyakit
-          Gambaran ECG berubah ( di dalam 2-12 jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam )
-          Peningkatan kadar serum isoenzim darah : CPK (creatinine phospokinase), SGOT, LDH, CK-
MB
-          Radionuclide imaging – mengetahui area yang terjadi penurunan perfusi sebagai cold spot yang 
terlihat di area ischemia dan infark
Menurut Dongoes :
a.       EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
b.      Enzim jantung dan iso enzim : CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung )
meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam :
LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk
kembali normal. AST ( aspartat amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi
dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
c.       Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi
kontraktilitas.
d.      Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM
sehubungan dengan proses inflamasi.
e.       Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan iflamasi.
f.       Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis
g.       GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h.      Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab IM.
i.        Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
j.        Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup/dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub.
k.      Pemeriksaan pencitraan nuklir :
-          Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia, contoh lokasi / luasnya IM
akut atau sebelumnya.
        Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.
l.        Pencitraan darah jantung / MUGA : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum,
gerakan dinding regional, fraksi ejeksi (aliran darah).
m.    Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi).
n.      Digital substraction angiography (DSA) : teknik yang digunakan untuk menggambarkan status
penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer.
o.      Nuclear magnetic esomance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah , serambi jantung
atau katup ventrikel, lesi ventrikel, pembentukan plak, area nekrosis / infark, dan bekuan darah.
p.      Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.

IX.              Therapy/tindakan penanganan


Tujuan dari theraphy/tindakan penanganan pada infrak miokard adalah menghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan
untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut dan memperkecil kerusakan jantung
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi.
a.       Memberikan oksigen karena persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat
menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L/menit apabila pasien tidak
mengalami penyakit paru sedangkan diberikan 2 L/menit untuk pasien dengan penyakit paru.
b.      Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-
jam pertama pasca serangan.
c.       Pasien dalam kondisi bedrest dapat menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan
otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan pada sel-
selnya untuk memulihkan diri.
d.      Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan
dengan komposisi Nacl 0,9 % atau Dextrosa 5%
e.       Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin untuk
mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap aspirin dapat diganti
dengan clopidogrel

Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan Infark miokard acut :


a.       Obat-obatan trombolitik : obat ini ditunjukkan untuk memperbaiki kembali aliran darah koroner,
sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obat ini digunakan
untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Ada tiga macam jenis obat
tombolitik yaitu :
-          streptokinase adalah obat yang efektif secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah.
Namun, obat ini juga dapat menyebabkan terjadi potensial pendarahan sistemik dan alergi dan
hanya efektif jika diinjeksikan langsung ke arteri koroner.
-          aktivaktor plasminogen tipe jaringan ini berbeda dengan sterptokinase yaitu mempunyai kerja
spesifik dalam melarutkan bekuan darah sehingga resiko pendarahan sistemik bisa dikurangi.
-          Anistreplase adalah obat trombolitik spesifik bekuan darah mempunyai efektifitas yang sama
dengan streptokinase dan t-PA (tisue plasminogen aktivator).
b.      Beta Blocker : obat ini dapat menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga untuk mengurangi
nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan.
c.       Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) : Inhibitors obat ini menurunkan tekanan darah dan
mengurangi cedera pada otot jantung.
d.      Antikoagulan : heparin untuk memperpanjang waktu bekuan darah, sehingga dapat menurunkan
kemungkinan pembentukan trombus dan heparin adalah antigulan pilihan untuk membantu
memepertahankan integritas jantung.
e.       Antiplatelet : obat ini dapat menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak
diinginkan.
f.       Analgetik : pemberian analgetik dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan
nitrat dan antigulan.
g.       Vasodilator. Untuk mengurangi nyeri jantung diberi nitrogliserin (NTG) intravena. Nitrogliserin
menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer,
sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan mengurangi beban kerja
jantung. Obat ini lebih baik diberikan dengan sublingual. Obat ini juga dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah sistemik. Dosis ditentukan berdasar berat badan dan diukur
berdasarkan miligram per kilogram berat badan.

X.                 Penatalaksanaan
Sasaran perawatan adalah untuk memperbaiki fungsi sirkulasi yang adekuat untuk
menyembuhkan myocardium, untuk membatasi ukuran infark, dan mencegah kematian.

XI.              Komplikasi
1.      Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga interstisial
maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut,
dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan
menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh
kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi
jantung  sudah sangat tidak adekuat.
2.      Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat.
3.      Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak output
yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya penyakit infark
miokardial.
4.      Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium.
5.      Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark
miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi miokardium
lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.
6.      Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi penghentian
sirkulasi yang efektif.

B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.      Pengkajian

. Aktifitas

Gejala :

· Kelemahan
· Kelelahan
· Tidak dapat tidur
· Pola hidup menetap
· Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
· Takikardi
· Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.

2.      Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes
mellitus.
Tanda :
· Tekanan darah
Dapat normal / naik / turun
Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
· Nadi
Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler
lambat, tidak teratur (disritmia).
· Bunyi jantung
Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan
kontraktilits atau komplain ventrikel.
· Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
· Friksi ; dicurigai Perikarditis
· Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

· Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
· Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3.      Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
4.      Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5.      Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6.      Higiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7.      Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : perubahan mental, kelemahan
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
· Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
· Lokasi :
Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah.
Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
· Kualitas :
“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
· Intensitas :
Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi,
lansia
9.      Pernafasan:
Gejala :
· dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat
· dispnea nokturnal
· batuk dengan atau tanpa produksi sputum
· riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
· peningkatan frekuensi pernafasan
· nafas sesak / kuat
· pucat, sianosis
· bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
10.  Interaksi sosial
Gejala :
· Stress
· Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :
         Kesulitan istirahat dengan tenang
         Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
         Menarik diri

C.        DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.        Perubahan cardiac output b/d faktor mekanis (preload, afterload, contractilitas)
2.        Nyeri b/d myocardial ischemia
3.        Ansietas b/d ketakutan kematian, lingkungan yang kompleks, dan ketidaktahuan etiologi dan
prognosa
4.        Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 myocardial
5.        resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
6.         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
7.        Resiko gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual & muntah

D.       INTERVENSI KEPERAWATAN


DX 1 :
1.      Rawat px di cardiac care unit (CVCU)
R : memonitor secara adekuat
2.      Pasang elektrode ECG
R : memonitor irama jantung dan mengkomfirmasikan pengaruh klinis dari myocardial infark
3.      Gunakan Hemodinamic monitoring
R : memonitor px yang kritis
4.      Kaji secara terus menerus perfusi jaringan
-          Mengukur dan merekam tanda-tanda vital
-          Kaji temperatur kulit dan warna
-          Auskultasi suara nafas
-          Kaji vena jugularis apakah ada pembendungan atau peningkatan tekanan vena juguralis
menandai gagal jantung untuk memompa secara efektif
-          Kaji perubahan status mental (apatis, kebingungan, gelisah)
-          Evaluasi output urine (30 ml/jam)- penurunan volume urine menggambarkan penurunan perfusi
darah ke ginjal
5.      Waspada atas indikasi komplikasi
-          Shock cardiogenik
-          Congesive heart failure

DX 2:
1.    Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon
hemodinamik (contoh; meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mencekram dada, napas cepat,
TD/ frekuensi jantung berubah)
R : Riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditunda sampai
nyeri hilang. Pernapasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhungan dengan cemas,
sementara hilangnya stres menimbulkan katekolamin akan meningkatkan kecepatan jantung dan
TD.
2.      Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi ; intensitas (0-10); lamanya;
kualitas (dangkal/menyebar) dan penyebaran.
R : Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Bantu pasien untuk
menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3.   Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM.
R : Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi
komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis.
4.   Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
R : Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri/ memerlukan peningkatan dosis
obat. Selain itu, nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang saraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjut dan mengganggu diagnostic dan hilangnya nyeri.
5.     Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman (contoh sprei yang
kering/ tak terlipat, gosokkan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
R : Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.

DX 3 :
1.      Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping pasien dan keluarganya.
      R : untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
2.      Bebaskan pasien dari cemas dan nyeri
      R : kecemasan dan ketakutan dapat meningkatkan heart rate, menaikan tekanan darah, dan
menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan epineprin yang dapat menimbulkan arritmia
3.      Rencanakan pemberian obat anti anciety
      R : cemas sangat berhubungan dengan peningkatan rangsangan simpatik
4.      Diskusikan dengan pasien tentang lingkungan ruang (cvcu) dan apa yang bisa mengantisifasi
dalam hari mendatang
      R : untuk menghilangkan kecemasan dan membantu pasien untuk menemukan sumber koping
5.      Jelaskan semua prosedur kepada pasien dan berikan kesempatan bertanya
      R : mengurangi kecemasan saat dilakukan prosedur kerja

DX 4 :
1.         Pertimbangkan dan anjurkan pasien bed rest dengan menjaga mobilisasi
        R : dengan bed rest, hearth rate, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung rendah sehingga
dapat mengurangi beban kerja jantung
2.         Bantu untuk memenuhi kebutuhan aktivitas shari-hari ADL dengan mandiri secara bertahap
        R : agar kebutuhan aktivitas tetap terpenuhi dan melatih kemampuan pasien
3.         Instruksikan pasien untuk menghindari usaha apapun yang tiba-tiba (harus bertahap)
        R : mencegah terjadinya peningkatan beban jantung
4.         Tawarkan pada pasien untuk melaksanakan aktivitas hiburan seperti membaca bacaan ringan
dan mendengarkan radio
        R : merilekskan pikiran, menghindari distres

DX 5 :
1. kaji  tekanan   darah
R : Hipotensi terjadi sehubungan terjadinya disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokardia dan
rangsang vagal
2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi
R : Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi
3. Adanya murmur atau gesekan
R : Menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung, contoh katup tak baik, kerusakan
septum / fibrasi otot papilar (komplikasi IM)
4. Auskultasi bunyi nafas
R : Krekels menunjukkan kongesti paru mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokardia
5. Pantau frekuensi jantung dan irama
R : Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktifitas sesuai dengan terjadinya
komplikasi.

DX 6 :
1.   Kaji tingkat pengetahuan pasien/ orang terdekat dan kemampuan/ keinginan untuk belajar.
     R : Perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu. Menguatkan harapan bahwa ini akan
menjadi pengalaman belajar. Mengidentifikasi secara verbal kesalahpahaman dan memberikan
penjelasan.
2.  Waspada terhadap tanda penghindaran, contoh mengubah subjek dari informasi yang ada atau
prilaku ekstrem (menolak/euforia).
R : Mekanisme pertahanan alamiah seperti marah, menolak pentingnya situasi, dapat
menghambat belajar, mempengaruhi respon pasien dan kemampuan mengasimilasi informasi.
Perubahan untuk mengurangi pola/struktur formal mungkin menjadi lebih efektif sampai
pasien/orang terdekat siap untuk menerima/memahami situasi tersebut.
3.   Beri penjelasn tentang penyakit, prognosa, dan tindakan diagnostic
R          : memungkinkan terjadinya partisipasi aktif

DX 7 :
1.   Kaji tingkat kebutuhan nutrisi klien
R : mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
2.   Konsultasikan pasien pada ahli gizi
R : menentukan diet pasien
3.   Monitor intake makanan
R : jenis diet ditentukan berdasarkan kondisi sirkulasi
4.   Berikan cairan selama 24 jam (sesuai intruksi dokter)
R : untuk mengurangi peningkatan cardiac out put yang diperlukan untuk pencernaan
5.   Hindari banyak makan makanan berat yang meningkatkan kebutuhan aliran darah dan
meningkatkan beban kerja jantung
R : mencegah peningkatan kebutuhan aliran darah dan beban kerja jantung
6.   Beri makan sedikit tapi sering
R : mengurangi efek mual

D. EVALUASI
DX 1 : perubahan cardiac output tidak terjadi
DX 2 : nyeri berkurang/ hilang
DX 3 : ansietas teratasi
DX 4 : pasien dapat melakukan aktivitas dengan normal
DX 5 : tidak terjadi penurunan curah jantung
DX 6 : pasien mengerti tentang penyakitnya
DX 7 : tidak terjadi gangguan keseimbangan nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakite Edisi 5. Jakarta : EGC
Situs internet.
Ruhyanudin, Faqih,S.Kep.,Ners.2007.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : UMM

Anda mungkin juga menyukai