Anda di halaman 1dari 10

KISTA DUKTUS NASOPALATINUS

DIAJUKAN SEBAGAI TUGAS


RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI 5

Disusun Oleh :
Meiza Pratiwi (04111004025)

Dosen Pembimbing :
drg. Shanty Chairani, M. Si.

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013

KISTA DUKTUS NASOPALATINUS


DEFINISI
Duktus nasopalatinus adalah saluran yang menghubungkan rongga hidung
dengan daerah anterior maksila. Terletak pada garis tengah dan palatum ke bagian
atas
maksila. Selama perkembangan janin, saluran secara bertahap menyempit sampai satu
atau dua celah sentral dan akhirnya terbentuk pada garis tengah rahang atas yang
hasilnya adalah pembentukan kanal insisivus yang membawa saraf dan pembuluh,
serta sisa epitel dari duktus nasopaltinus yang terdegenerasi.1,2
Kista duktus nasopalatinus pertama kali dijelaskan pada tahun 1914 oleh
Meyer. Kista ini juga juga dikenal dengan nama lain seperti anterior middle cyst,
maxillary midline cyst, anterior middle palatine cyst, dan incisor duct cyst yang
dianggap sebagai kista fissural. Saat ini, menurut klasifikasi World Health
Organization (WHO), lesi ini dianggap sebagai kista epitel, nonodontogenik dan
berhungungan dengan perkembangan dari maksila, bersama dengan kista nasolabial.1
EPIDEMIOLOGI
Kista duktus nasopalatinus adalah kista nonodontogenik yang paling umum
terjadi di rongga mulut, mewakili sampai dengan 1% dari semua kista rahang atas dan
10% dari kista rahang secara umum serta terjadi pada 1 dari setiap 100 orang. Lesi
ini
hampir tiga kali lebih sering pada laki-laki daripada perempuan dan lebih sering
tejadi
pada usia antara 40 sampai 60 tahun. Karena kurangnya studi representatif, belum
dijelaskan sepenuhnya mengenai kista ini yang lebih umum pada orang Kaukasia,
Negro atau orang Asia.1
PATOFISIOLOGI
Patogenesis yang diyakini sebelumnya adalah kista duktus nasopalatinus
berasal dari epitel yang terperangkap selama fusi dari proses embriologis. Konsep
ini
telah dihapus, dan saat ini kista duktus nasopaltinus diperkirakan berkembang dari
sisa-sisa epitel duktus nasopalatinus yang ada dalam kanal insisivus (kanal
Stenson).
Kista ini unik karena berkembang hanya dalam satu lokasi, yang merupakan garis
tengah anterior rahang atas, dalam hubungan dekat dengan kanal nasopalatinus.3
Penyebab kista duktus nasopalatinus pada dasarnya tidak diketahui. Trauma,
infeksi, dan retensi mukus dalam saluran kelenjar saliva disebutkan sebagai
kemungkinan faktor pemicu. Adanya kelenjar mukus diantara proliferasi epitel dapat
memberikan pembentukan kista sekunder oleh sekret musin dalam struktur yang
tertutup (enclosed srtucture). Namun, sebagian besar percaya bahwa degenerasi
kistik
spontan dari sisa epitel duktus merupakan etiologi yang paling mungkin dan beberapa
faktor genetik telah diusulkan. Kista duktus nasopalatinus dapat terbentuk dalam
kanal insisivus yang lokasinya pada tulang palatum dan dibelakang prosessus
alveolar
dari insisivus sentral rahang atas atau pada jaringan lunak palatum yang menutupi
foramen disebut kista insisivus papilla.3
GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan kista duktus nasopalatinus mungkin asimtomatik, dengan lesi
yang terdeteksi pada radiografi rutin, namun akan hadir dengan satu atau lebih
gejala.
Keluhan yang sering ditemukan adalah pembengkakan, biasanya di daerah anterior
garis tengah palatum. Pembengkakan juga terjadi di garis tengah pada aspek labial
dari alveolar ridge. Dalam sejumlah kasus, pembengkakan juga dihubungkan dengan
rasa sakit, drainase dan gatal. Pasien akan mengeluhkan rasa nyeri akibat kompresi
struktur yang berdekatan dengan kista, terutama ketika infeksi berlanjut, atau pada
pasien yang memakai gigi palsu akan menekan daerah kista tersebut. Semakin kaudal
lokasi kista, gejala semakin cepat pula muncul. Hal ini biasanya bermanifestasi
sebagai proses inflamasi yang terkadang menghasilkan asimetri wajah, karena
pertumbuhan atau ekspansi intraoral (palatum). Manifestasi klinis yang juga mungkin
muncul disebabkan peradangan, diantaranya nyeri, gatal, ulser, infeksi lokal
dan/atau
adanya fistula.1,2,3
Beberapa kista mungkin juga benar-benar tanpa gejala dan ditemukan oleh
dokter gigi selama pemeriksaan radiologi rutin. Vitalitas gigi seharusnya tidak
terpengaruh, namun tidak jarang terlihat gigi dengan perawatan endodontik karena
biasanya terjadi kesalahan diagnosis kista duktus nasopalatinus sebagai kista
periapikal atau granuloma.3
GAMBARAN HISTOLOGI
Secara histologi, kista duktus nasopalatinus dilapisi oleh epitel skuamosa
berlapis atau dalam kombinasi dengan epitel kolumnar pseudostratified (dengan atau
tanpa silia dan/atau sel goblet), epitel kolumnar selapis, dan epitel kuboid
selapis.
Dinding fibrous secara umum terdiri dari saraf, arteri dan vena. Selain itu,
jaringan
kelenjar saliva minor dan pulau-pulau kecil dari tulang rawan dapat ditemukan. Jika
kista terinfeksi, sel-sel inflamasi akut dan kronis akan terlihat di seluruh
spesimen.2
Jenis epitel kistik yang ditemukan bervariasi tergantung lokasi yang terlibat
(palatum, hidung atau diantaranya). Epitel sel skuamosa hampir selalu ditemukan,
meskipun epitel respiratorik bersilia dapat dilihat ketika lesi terletak lebih
tinggi atau
lebih ke arah hidung.1
Ciri mikroskopis dari lapisan epitel kista duktus nasopalatinus sangat
bervariasi, tergantung pada letaknya dari hidung dan rongga mulut. Telah dibuktikan
bahwa kista yang dilapisi oleh epitel respiratorik mungkin berasal dari bagian atas
duktus nasopalatinus, sedangkan yang dibatasi oleh epitel kuboid dan skuamosa
biasanya berasal dari bagian bawah duktus, dekat dengan rongga mulut. Namun,
sebagian besar lapisan kista memiliki kombinasi jenis epitel.3

Gambar 2. Photomicrograph dari kista duktus


nasopalatinus menunjukkan epitel kuboid dan epitel
Gambar   1.   Pemeriksaan   histologis   kista   duktus
nasopalatinus  dengan pewarnaan hematoxylineosin
(x 400). Epitel sel skuamosa (E) dan epitel silindris

kolumnar dengan sel goblet serta adanya histiosit


dan sel-sel inflamasi dengan microhemorrhages (H
& E 4x).3

GAMBARAN RADIOGRAFI

silia (C) ditemukan.1 

Lokasi
Kista duktus nasopalatinus banyak ditemukan di foramen atau kanal
nasopalatinus pada anterior maksila. Kista terletak apikal pada akar gigi insisivus
rahang atas dan jarang menyebabkan resorpsi akar. Namun, apabila kista ini
memanjang ke arah posterior dan melibatkan palatum keras, sering disebut sebagai
kista median palatal. Jika memanjang ke arah anterior antara gigi insisivus sentral
dan
meyebabkan gigi menyimpang, sering disebut sebagai kista median anterior
maksilaris. Posisi kista ini tidak selalu simetris.2,4
Gambar 3. Skema menunjukkan dua lokasi kista duktus nasopalatinus yang paling
sering. 1

Batas dan Bentuk


Kista ini berbatas jelas dan terkortikasi serta berbentuk bulat atau oval.
Bayangan tulang hidung sering mengalami superimposisi dengan kista sehingga
menghasilkan gambaran bentuk seperti hati.4
Ukuran
Kista duktus nasopalatinus memiliki ukuran bervariasi, dengan diameter ratarata 1,5
cm. Ukuran rata-rata radiografi lesi cenderung bervariasi menurut jenis
kelamin pasien. Hasil penelitian menunjukkan diameter kista 12 mm pada wanita dan
16 mm pada laki-laki. Diameter foramen insisivus diperkirakan tidak melebihi 6 mm,
membuat deteksi kista duktus nasoplatinus yang kecil menjadi sulit.1,2
Struktur Internal
Kista duktus nasopalatinus biasanya radiolusen. Beberapa kista yang langka
mungkin memiliki kalsifikasi distropik internal, yang muncul tidak jelas, tanpa
bentuk
dan radioopasitas yang menyebar.4
Efek pada struktur sekelilingnya
Kista paling sering menyebabkan akar pada gigi insisivus sentral bercabang,
dan kadang telihat adanya resorpsi akar. Dilihat dari perspektif lateral, kista
dapat
memanjang ke korteks labial maupun korteks palatal. Dasar nasal fossa dapat
berpindah ke arah atas.4

Gambar 4.1
Radiografi panoramik menunjukkan radiolusen berbatas jelas dikelilingi garis
radiopak,
berbentuk hati pada garis tengah rahang atas antara gigi 11 dan 21.

Pada gambaran radiografi, kista akan terletak ditengah dan biasanya unilateral.
Pada beberapa kasus, kista duktus nasopalatinus

akan terlihat bilateral dan

merupakan kasus yang langka dan sangat jarang terjadi.

Gambar 5.3
Pasien berusia 35 tahun memiliki keluhan utama bengkak dan elevasi daerah
nasolabial
kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu. Pada palpasi, ditemukan massa yang lembut,
berfluktuasi dan memanjang dari daerah bukal anterior ke dasar hidung. Pemeriksaan
radiografi (orthopan-tomograph dan CT scan) menunjukkan dua daerah radiolusen
berbeda
yang terpisah di daerah periapikal dari gigi insisivus atas. Lamina dura terlihat
utuh dan tidak
terjadi resorpsi akar meskipun apeks gigi anterior rahang atas tampak berada dalam
kista.

Pemeriksaan radiologis sangat penting untuk mendiagnosis kista duktus


nasopalatinus dan selain radiografi panoramik, teknik radiografi pelengkap lainnya
juga disarankan, seperti radiografi periapikal dan oklusal serta computed
tomography.
Teknik computed tomography menghasilkan detail dari struktur (biasanya utuh) yang
berdekatan dengan lesi serta radiotranslusen pada garis tengah, dengan margin
sklerotik yang didefinisikan dengan baik, dan menampilkan lokasi yang tepat dari
lesi. Selain itu, teknik ini juga memfasilitasi perencanaan pendekatan bedah.1,5

Gambar 6.1
Radiografi periapikal menunjukkan kista dengan batas jelas,  radiolusen berbentuk h
ati, tanpa
mempengaruhi akar dan dua gigi insisivus sentral permanen atas.
Gambar 7.1
Radiografi oklusal menunjukkan kista dengan batas jelas, radiolusen berbentuk bulat 
pada
garis tengah rahang atas dan menyebabkan resorpsi akar gigi 11 dan 21.

Gambar 8.1
Axial CT scan menunjukkan translusensi radial bulat pada garis tengah rahang atas.
Lesi
terletak di posisi hidung atau dalam, dan tampaknya melubangi lapisan kortikal
palatal.

Teknik diagnostik lainnya juga dapat digunakan untuk menilai lesi radiologis
semacam ini, seperti tomografi multimodal, yang selain memberikan dosis radiasi
lebih rendah dan akuisisi tomografi sectional pada bidang sagital untuk
menghasilkan
gambar tiga dimensi. Magnetic resonance imaging (MRI) juga mungkin berguna
dalam menegakkan diagnosis, khususnya kontras interior kista duktus nasopalatinus
dengan intensitas sinyal tinggi. MRI dapat menggambarkan adanya bahan cairan,
kental dan protein dalam kista, serta keratin yang melimpah pada superfisial.
Dengan
demikian, MRI sangat baik dalam mendiagnosis kista duktus nasopalatinus, kista akar
atau kista odontogenik lainnya.1

Diagnosis terperinci harus ditegakkan untuk menghindari perawatan

yang tidak perlu seperti prosedur endodontik pada gigi insisivus maksila yang
vital.
Diagnosis sementara harus didasarkan pada pengujian vitalitas dan perkusi negatif
yang ditemukan pada gigi insisivus maksila dan tidak memiliki masalah periodontal
atau pulpa. Diagnosis banding harus ditetapkan dengan kondisi lain seperti
pembesaran duktus nasopalatinus (diameter kurang dari 6 mm), central giant cell
granuloma, kista akar yang berhubungan dengan gigi insisivus sentral atas, kista
folikular gigi supernumerary (biasanya mesiodens), kista primordial, kista
nasoalveolar, osteitis dengan palatal fistulization, dan hubungan bucconasal
dan/atau
buccosinusal.1
PERAWATAN
Perawatan kista duktus nasopalatinus adalah dengan penghapusan lengkap
lesi, umumnya dengan pendekatan palatal. Seringkali prosedur biopsi menghasilkan
perawatan yang memadai. Rekurensi pun jarang ditemukan. Enukleasi adalah
perawatan pilihan dengan rekurensi yang sangat rendah. Pengobatan pilihan lain yang
dapat dilakukan adalah dengan bedah exeresis pada kista, meskipun beberapa penulis
mengusulkan marsupialisasi pada kista duktus nasopalatinus yang besar. Rangkaian
neurovaskular pada nasopalatinus memiliki struktur halus dan sangat vaskular
sehingga menimbulkan perdarahan berlimpah jika secara tidak sengaja dipotong
selama operasi. Elektrokoagulasi diperlukan dalam kasus tersebut. Oleh karena itu,
electroscalpel menawarkan keamanan yang memadai dalam prosedur pembedahan
tersebut. Paresthesia dari anterior palatal merupakan komplikasi yang jarang
terjadi.1,2

Gambar 9.1
Tampilan saat operasi menunjukkan penggunaan electroscalpel selama penghapusan
kista,
digenggam dengan mosquito forcep dan periosteotome.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jaume EF, Nieves AM, Leonardo BA, Cosme GE. Nasopalatine duct cyst:
report of 22 cases and review of the literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
2008 Jul 1;13(7):438-443.
2. Brenda LN, Ronald LL. Nasopalatine duct cyst head and neck pathol.
2010;4:121–122.
3. Marco C, Giovanni BG, Andrea B, Giacomo S, Francesco P, Carlo M. Rare
bilateral nasopalatine duct cysts: a case report. The Open Dentistry Journal.
2010;4:8-12.
4. White, Stuart C., Pharoah, Michael J. 2008. Oral Radiology: Principles and
Interpretation Ed.6. St Louis: Mosby.
5. Elaine CBB, Edson R, Luciano LD, Claudio C. An unusual case of
nasopalatine cyst in Brazilian population. J Health Sci Inst. 2012;30(3):292294.

Anda mungkin juga menyukai