Anda di halaman 1dari 12

ANALISA HEAD LOSS SISTEM JARINGAN PIPA PADA

SAMBUNGAN PIPA KOMBINASI DIAMETER BERBEDA


WASPODO
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Pontianak
e-mail : waspodo_ugm1976@yahoo.co.id

Abstrak

Kehilangan energi merupakan faktor yang mempengaruhi kapasitas pipa sebagai sarana
penghantar aliran baik air maupun minyak. Kehilangan energi menyebabkan terjadinya pengurangan debit
aliran. Kehilangan energi disebabkan beberapa faktor diantaranya kekasaran dinding pipa dan akibat
gesekan melalui pipa belokan. Hasil analisa Head Loss dari Reservoar ke Pipa Distribusi didapat
kehilangan tekanan maksimum tertinggi ada pada pipa dengan diameter paling kecil yaitu antara diameter
berbeda 63 ke 50 mm sebesar 0,40 m (HL, rata-rata komulatif), sedangkan tekanan maksimum paling rendah
ada pada pipa besar, yaitu diamter 90 ke 63 mm sebesar 0,07 (HL, rata-rata komulatif). Tekanan yang hilang
dari Reservoar ke Pipa Distribusi sebesar 5,73 atm dari tekanan fluida yang berada di Reservoar (5,8 atm).
Sedangkan hasil analisa Head Loss dari Intake ke Reservoar tanpa kombinasi diamter berbeda
didapat kehilangan tekanan maksimum diameter 90 mm sebesar 8,48 m (HL komulatif). Tekanan yang hilang
dari Intake ke Reservoar sebesar 0,164 atm dari tekanan fluida air awal (0,9 atm).

Kata Kunci : Jaringan pipa transmisi, jaringan pipa distribusi, kebutuhan air, kehilangan energi tekanan,
profil memanjang

1. PENDAHULUAN

Penggunaan pipa banyak digunakan oleh umum, baik perusahaan-perusahan sebagai pendistribusian
air minum, minyak maupun gas bumi. Demikian juga dengan kebutuhan air pada rumah tangga, penggunaan
pipa ini paling banyak digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi. dikarenakan pipa
merupakan sarana pendistribusian fluida yang murah, memiliki berbagai ukuran dan bentuk penampang.
Baik berpenampang lingkaran maupun kotak. bahan pipa bermacam-macam, yaitu baja, plastik, PVC,
tembaga, kuningan, acrylic, dan lain sebagainya. Pada penelitian sekaligus perencanaan jaringan pipa untuk
Sarana Air Bersih dengan sistem gravitasi dengan menggunakan kombinasi diameter pipa berbeda dengan
jarak jaringan pipa 3,6 km.
Perencanaan sistem jaringan pipa Sarana Air Bersih (SAB) dilaksanakan di Desa Tangai Jaya
Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu dalam program Community Water Services and Health
Project (CWSHP) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan, khususnya Dinas Kesehatan Kapuas Hulu melalui dana hibah Asean
Development Bank (ADB).
Kebutuhan air yang harus dipenuhi akan menentukan tipe dan ukuran sistem pipa transmisi dan pipa
distribusi jaringan pipa yang di inginkan. Bila tekanan rendah, maka akan menimbulkan masalah dalam
pentransmisian dan pendistribusian jaringan pipa. Namun bila tekanan terlalu besar akan menyebabkan
kehilangan energi. Fluida, terutama air dan gas merupakan zat yang tidak bisa lepas dalam kehidupan kita
sehari-hari, dimanapun kita berada. Fenomena-fenomena dalam fluida cair dan pendistribusiannya dapat
dipelajari dalam ilmu fisika atau secara spesifik dapat di dalami dalam ilmu mekanika fluida, aliran dua fase
dan perpipaan. Dan dalam pendistribusian air tersebut sering sekali dipakai sambungan pipa (fittings), pipa
lengkung, maupun flange. Tetapi dalam pendistribusian fluida yang digunakan untuk membelokan arah
aliran fluida dipakailah pipa lengkung atau elbow. Pipa belokan maupun elbow terdiri dari bermacam-macam
klasifikasi, tergantung dari radius belokan, sudut belokan, maupun ada atau tidaknya tangent.
Pada dasarnya aliran fluida dalam pipa akan mengalami penurunan tekanan atau pressure drop
seiring dengan panjang pipa ataupun disebabkan oleh gesekan dengan permukaan saluran, kehilangan
tekanan (Head Loss) dan juga ketika aliran melewati sambungan pipa, belokan, katup, difusor, dan
Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 1
sebagainya. Dan pada semua pipa belokan fluida akan mengalami pressure drop, termasuk pada pipa
belokan 900 dan 450, tetapi yang menjadi catatan perbedaan besar pressure drop tersebut terhadap jari- jari
belokan dan diameter pipa belokan tersebut.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Mekanika Fluida


Mekanika fluida merupakan ilmu yang mempelajari keseimbangan dan gerakan zat cair maupun gas,
serta gaya tarik dengan benda–benda disekitarnya atau yang dilalui saat mengalir. Fluida dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu zat cair dan gas. Perbedaan antara keduanya juga bersifat teknis, yaitu berhubungan
dengan akibat gaya kohesif. Zat cair terdiri atas molekul-molekul tetap dan rapat dengan gaya kohesif yang
relatif kuat, sehingga cenderung mempertahankan volumenya dan akan membentuk permukaan bebas yang
rata dalam medan gravitasi. Sebaliknya gas, karena terdiri dari molekul-molekul yang tidak rapat dengan
gaya kohesif yang cukup kecil (dapat diabaikan). Sehingga volume gas dapat memuai dengan bebas dan
terus berubah. Secara mekanis, sebuah fluida adalah suatu substansi yang tidak mampu menahan tekanan
tangensial. Hal ini menyebabkan fluida pada keadaan diamnya berbentuk mengikuti bentuk wadahnya.
Istilah fluida sendiri di dalam mekanika fluida adalah zat yang yang akan berdeformasi terus menerus selama
dipengaruhi oleh tegangan geser. Tegangan geser terjadi apabila ada gaya tangensial pada sebuah
permukaan. Secara umum fluida dibagi dua, yaitu fluida statik dan fluida dinamik. Fluida statik adalah fluida
yang diam atau tegangan gesernya nol, atau tidak bergerak, sedangkan fluida dinamik adalah fluida yang
bergerak atau tegangan gesernya tidak nol.

2.2. Jenis – Jenis Aliran Fluida


Aliran fluida terbagi berdasarkan beberapa kategori, diantaranya berdasarkan sifat pergerakannya
adalah :
 Uniform Flow
Merupakan aliran fluida yang terjadi dimana besar dan arah dari vektor-vektor kecepatan konstan dari
suatu titik ke titik selanjutnya pada aliran fluida tersebut.
 Non Uniform Flow
Aliran yang terjadi dimana besar dan arah vektor-vektor kecepatan fluida selalu berubah terhadap lintasan
aliran fluida tersebut, hal ini terjadi apabila luas penampang medium fluida juga berubah.
 Steady Flow
Merupakan aliran yang terjadi apabila kecepatannya tidak dipengaruhi oleh waktu, sehingga
kecepatannya konstan pada setiap titik pada aliran tersebut.
 Non Steady Flow
Merupakan aliran yang terjadi apabila ada suatu perubahan kecepatan aliran tersebut terhadap perubahan
waktu.
Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap volume, fluida dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Fluida tak termampatkan (incompressible)
Pada kondisi ini fluida tidak mengalami perubahan dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak
termampatkan.
2. Fluida termampatkan (compressible)
Pada keadaan ini, fluida mengalami perubahan volume dengan adanya perubahan tekanan, sehingga
fluida ini secara umum disebut fluida termampatkan.
Fluida dapat juga dibedakan berdasarkan kekentalannya, yaitu fluida nyata (viscous fluid) dan fluida
ideal (non viscous fluid). Fluida nyata adalah fluida yang memiliki kekentalan, fluida ini dapat kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari contohnya air dan udara. Sedangkan fluida ideal, tidak ada dalam kehidupan
sehari-hari dan hanya dipakai dalam teori dan kondisi-kondisi khusus saja.
Kemudian jenis aliran fluida berdasarkan gaya yang terjadi pada fluida dibedakan atas :
 Aliran Laminar
Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan, atau laminar –laminar dengan satu lapisan
meluncur secara lancar . Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan

terjadinya gerakan relative antara lapisan.


 Aliran Turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami
percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 2


bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka
turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga
menghasilkan kerugian – kerugian aliran.
 Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan antara aliran laminar dan aliran turbulen.

2.3. Bilangan Reynolds


Bilangan Reynolds aliran digunakan untuk menunjukkan sifat utama aliran, yaitu apakah aliran
adalah laminar, turbulen, atau transisi serta letaknya pada skala yang menuujukkan pentingnya secara relatif
kecenderungan turbulen berbanding dengan laminar.
................................................................... (2.1)

dimana :
V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
r = Massa jenis fluida (kg/m3)
m = Viskositas dinamik fluida (kg/m.s)

Pada fluida air, suatu aliran diklasifikasikan laminar apabila aliran tersebut mempunyai bilangan
Reynolds (Re) kurang dari 2300. Untuk aliran transisi berada pada bilangan 2300 < Re < 4000, disebut juga
sebagai bilangan Reynolds kritis. Sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai bilangan Reynolds lebih dari
4000.

2.4. Rapat Jenis (Density)


Rapat jenis atau density (r ) adalah ukuran konsentrasi suatu zat dan dinyatakan dalam satuan massa
per satuan volume. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung ratio massa zat yang terkandung dalam suatu
bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut :
......................................................... (2.2)
dimana :
m = Massa fluida (kg)
V = Volume fluida (m3)
Besar nilai rapat jenis dipengaruhi oleh temperatur, semakin tinggi temperatur maka kerapatan fluida
akan berkurang dikarenakan gaya kohesi dari molekulmolekul fluida menjadi berkurang.[2]

2.5. Viskositas
Viskositas fluida adalah ukuran ketahanan suatu fluida terhadap deformasi atau perubahan bentuk.
Viskositas dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, kohesi dan laju perpindahan momentum molekularnya.
Viskositas zat cair cenderung menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan temperatur hal ini disebabkan
gaya – gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya
temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair tersebut.
Viskositas dibedakan atas dua macam yaitu :
1. Viskositas kinematik, adalah perbandingan antara viskositas mutlak terhadap rapat jenis / density
......................................................... (2.3)
dimana :
 = Nilai dari viskositas mutlak atau viskositas dinamik (kg./m.s)
 = Nilai kerapatan massa fluida (kg/m3)

2. Viskositas dinamik atau viskositas


mutlak mempunyai nilai sama dengan hukum viskositas Newton.
...................................................... (2.4)

dimana :
 = Tegangan geser pada fluida (N/m2)
du/dy = Gradient kecepatan ((m/s)/m)

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 3


2.6. Debit Aliran Fluida
Debit aliran fluida merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung kecepatan aliran fluida,
yaitu sebagai berikut :
...................................................................... (2.5)
Kemudian dari persamaan kontinuitas akan didapat :

maka kecepatan aliran dalam suatu penampang adalah :

.................................................................. (2.6)

dimana :
Q = Debit aliran (m3/s)
A = Luas penampang (m2)
∨ = Kecepatan aliran fluida (m/s)
V = Volume fluida (m3)

2.7. Fluida Newtonian dan Fluida Non-Newtonian


Fluida berdasarkan tegangan geser yang dihasilkan dibagi menjadi dua macam yaitu fluida
Newtonian dan fluida Non- Newtonian. Fluida Newtonian merupakan fluida yang memiliki hubungan linear
antara rate of share dan besarnya tegangan geser yang terjadi pada permukaan dinding pipa dan laju
perubahan bentuk yang terjadi. Dapat diartikan bahwa viskositas dinamik fluida konstan. Sedangkan fluida
Non-Newtonian merupakan fluida yang memiliki hubungan tidak linear antara tegangan geser yang terjadi
dan laju perubahan bentuknya. Umumnya zat cair yang encer dan gas merupakan jenis fluida yang bersifat
Newtonian, sedangkan suatu zat hidrokarbon yang berantai panjang dan kental bersifat Non-Newtonian.
Sementara suatu zat tiksotropik mempunyai viskositas yang tergantung pada perubahan zat langsung
sebelumnya dan memiliki kecenderungan mengental apabila fluida tersebut diam, contohnya adalah tinta
cetak. Lalu plastik ideal merupakan hubungan tegangan searah tertentu dan hubungan linear yang konstan
antara tegangan geser dan laju perubahan bentuk.

Gambar 1 Diagram Rheologi[2]

2.8. Persamaan Kontinuitas


Prinsip dasar persamaan kontinuitas adalah massa tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan, dimana massa dalam suatu sistem yang konstan dapat dinyatakan dengan rumus :
......................................................... (2.7)

Jika aliran fluida bersifat incompressible dan steady flow, maka persamaan menjadi :
.......................................................... (2.8)

dimana :
Q = Debit aliran (m3/s)

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 4


A = Luas penampang (m2)
∨ = Kecepatan aliran (m/s)
r = Massa jenis fluida (kg/m3)
1 = Masuk dalam sistem
2 = Keluar batas sistem

2.9. Persamaan Bernoulli


.............................................. (2.9)

dimana :
r = Massa jenis fluida (kg/m2)
V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
P = Tekanan pada suatu titik aliran fluida (Pa)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
z = Tinggi suatu titik dari permukaan (m)

Tabel 1 Sifat –Sifat Fisika Air


Viskositas Tegangan Tinggi Modulus
Berat Kerapatan Viskositas
Suhu kinematik permuka Tekanan elastisitas
   x 103 N-
0
C  x 106 an ѵ x 102 uap p/ .† curahan 
N/m3 kg/m3 s/m2
m2/s N/m m x 10-7 N/m2
0 9806 999,9 1,792 1,792 7,62 0,06 204
5 9807 1000,0 1,519 1,519 7,54 0,09 206
10 9804 999,7 1,308 1,308 7,48 0,12 211
15 9798 999,1 1,140 1,141 7,41 0,17 214
20 9789 998,2 1,005 1,007 7,36 0,25 220
25 9778 997,1 0,894 0,897 7,26 0,33 222
30 9764 995,7 0,801 0,804 7,18 0,44 223
35 9749 994,1 0,723 0,727 7,10 0,58 224
40 9730 992,2 0,656 0,661 7,01 0,76 227
45 9711 990,2 0,599 0,605 6,92 0,98 229
50 9690 988,1 0,549 0,556 6,82 1,26 230
55 9666 985,7 0,506 0,513 6,74 1,61 231
60 9642 983,2 0,469 0,477 6,68 2,03 228
65 9616 980,6 0,436 0,444 6,58 2,56 226
70 9589 977,8 0,406 0,415 6,50 3,20 225
75 9560 974,9 0,380 0,390 6,40 3,96 223
80 9530 971,8 0,357 0,367 6,30 4,86 221
85 9499 968,6 0,336 0,347 6,20 5,93 217
90 9466 965,3 0,317 0,328 6,12 7,18 216
95 9433 961,9 0,299 0,311 6,02 8,62 211
100 9399 958,4 0,284 0,296 5,94 10,33 207

2.10. Aliran dalam Saluran Tertutup


Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan fluida di bawah tekanan
atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat
cair di dalam pipa tidak penuh), maka aliran termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan
melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan atmosfer adalah tekanan dipermukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka. Pada pipa yang
alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama
dengan aliran pada saluran terbuka. Untuk aliran tidak mampu mampat (incompressible) dan steady di dalam
pipa, dinyatakan dalam kerugian tinggi tekan. Untuk perhitungan dalam pipa umumnya dipakai persamaan
Darcy Weisbach. Persamaan Darcy Weisbach adalah sebagai berikut :

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 5


....................................................... (2.10)

dimana :
L = Panjang pipa (m)
V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s)
f = Factor gesek (tidak berdimensi)
D = Diameter pipa (m)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.11. Kehilangan Energi (Head Loss)


Adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak.
Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan
sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi. Secara umum
head loss dibagi menjadi dua macam, yaitu : Head loss mayor , terjadi akibat adanya ke kentalan zat cair dan
turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas pipa dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan
menyebabkan kehilangan energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan pada aliran seragam. Kehilangan
energi sepanjang satu satuan panjang akan konstan selama kekasaran dan diameter tidak berubah. Head loss
minor, kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya. Misalnya terjadi pada
perubahan arah seperti pembelokan (elbow), bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion), serta
pengecilan penampang (contraction). Kehilangan energi sekunder atau head loss minor ini akan
mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya gesekan karena turbulensi serta
tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari
dinding pipa maka akan terjadi olakan atau pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran
laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi. Dalam mencari nilai head loss, nilai dari faktor gesek
juga diperlukan. Persamaan untuk mencari faktor gesek ( f ) adalah sebagai berikut :
 Aliran Turbulen
.............................................................. (2.11)

 Aliran Laminar
................................................................. (2.12)

2.12. Kehilangan Energi (tekanan)


Untuk menghitung kehilangan energi (head loss) pengaliran air pada pipa, dapat menggunakan
rumus Hanzen Williams, yang telah dikonversi ke metrik unit oleh konsultan sebagai berikut :

............................................. (2.13)

.......................................... (2.14)

dimana :
HL = Kehilangan tinggi tenaga (m)
Q = Debit aliran (liter/s)
C = Koefisien kekasaran Pipa dari Hazen dan William
L = Panjang Pipa (m)
D = Diameter pipa (mm)

2.13. Kehilangan Energi Akibat


Sambungan-Sambungan Pipa dan Belokan Pipa berdasarkan rumus Darcy – Weisbach :

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 6


..................................................... (2.15)
dimana :
hf = Kehilangan tinggi tenaga (m)
V = Kecepatan aliran fluida (m/s)
K = Koefisien yang besarnya ditentukan oleh tipe sambungan dan atau sudut belokan pipa
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

Tabel 2 Koefisien Hazen William


NILAI C JENIS PIPA NILAI C JENIS PIPA
140 Asbestos Cement 130 Glass Tube
130 Brass Tube 130 Lead Piping
100 Cast Iron Tube 140 Plastic Pipe
110 Concrete Tube 150 PVC Pipe
130 Copper Tube 140 General Smooth Pipe
60 Corrugated Steel Tube 120 Steel Pipe
120 Galvanized Tubing 100 Steel Riveted Pipe

Tabel 3 Nilai k untuk Pipa Belokan sebagai fungsi R/D


R/D 1 2 4 6 10 16 20
k 0.35 0.19 0.17 0.22 0.32 0.38 0.42

Pada analisis aliran fluida dalam pipa ketika berada disekitar pintu masuk atau inlet pipa aliran
dianggap seragam atau belum berkembang penuh. Seperti pada banyak sifat lainnya dari aliran pipa, aliran
berkembang penuh berkorelasi dengan bilangan Reynolds. Persamaan aliran
berkembang penuh adalah sebagai berikut :
.......................................... (2.16)

...................................... (2.17)

2.14. Belokan Pipa


Belokan pipa merupakan suatu jenis pipa yang dipasang untuk merubah arah aliran. Perubahan arah
aliran ini bisa dalam bentuk sudut 450, 22 1/20, 11 3/40 atupun 900. Belokan pipa juga ada dalam bentuk short
radius ataupun long radius. Secara umum belokan pipa (elbow) atau bend pipe ini mempunyai berbagai
macam ukuran standar dan juga tebuat dari beberapa tipe material yaitu steel, cast carbon steel, plastic
(PVC), kuningan, tembaga, dan lain sebagainya. Penggunaan belokan pipa ini hampir selalu ada dalam suatu
sistem perpipaan dikarenakan fungsinya sebagai alat untuk mengubah arah aliran. Penyambungan pipa-pipa
dengan belokan pipa ini ada dalam berberapa cara yaitu penyambungan menggunakan ulir, pengelasan,
perekat untuk jenis pipa PVC dan penyambungan menggunakan flens.

900 450

Gambar 2 Elbow 900 & Elbow 450

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 7


3. PERENCANAAN JARINGAN PIPA KOMBINASI DIAMTER BERBEDA
SISTEM GRAVITASI

3.1. Penentuan Jalur Pipa


Perencanaan jalur pipa ditentukan berdasarkan kondisi medan berdasarkan pengukuran beda tinggi
(elevasi). Pengukuran elevasi menggunakan GPS, dimulai dari titik nol (patok nol) sampai ke titik akhir
batas pengukuran jalur pipa. Dalam perencanaan penentuan jalur pipa di ukur jaraknya menggunakan
meteran per 50 m dan disesuaikan dengan kondisi medan. Batas akhir pengukuran jalur pipa di titik 71
(patok 71).
Ketinggian elevasi di titik nol (patok nol) 117 m diatas permukaan laut. Dimana titik nol ini
digunakan sebagai tempat pengumpul sumber air baku (intake). Elevasi di titik 4 (patok 4) 108 m, dimana
titik tersebut digunakan sebagai tempat penampung sumber air baku (reservoar). Di titik terakhir (patok 71)
elevasinya 50 m yang digunakan sebagai Kran Umum (KU). Letak titik 71 berada di pemukiman penduduk
dengan total jarak jalur pipa 3,6 km.

Gambar 3 Pengukuran Jalur Pipa

3.2. Pengukuran Debit Sumber Air Baku Permukaan


Pengukuran debit dari mata air yang mengalir ke sungai (air permukaan) untuk perencanaannya
dilakukan pada musim kemarau (paceklik), dan jika mungkin dilakukan juga pada musim penghujan,
sehingga diperoleh angka realible yield yang ekstrim (mendekati kenyataan sebenarnya). Pengukuran debit
sumber air baku permukaan dalam perencanaan ini dilakukan dengan menggunakan metode tampung.
Metode ini hanya dapat digunakan untuk pengukuran sumber air yang biasanya dibentuk menjadi
sebuah terjunan. Cara ini cukup mudah dilakukan dan dipelajari sehingga banyak digunakan untuk
pengukuran, alat-alat yang diperlukan dalam pengukuran tersebut adalah :
 Alat tampung digunakan memakai timba dengan ukuran 20 liter.
 Stop watch atau arloji yang dilengkapi dengan stop watch
 Alat-alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran yang dilakukan (pengukuran sebaiknya dilakukan
berulang-ulang paling tidak 8 kali untuk mengoreksi pengukuran sebelumnya)
I

I II  20
Liter

II
Gambar 4 Denah Sumber Air Baku (Pengukuran Debit Air) Metode Tampung

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 8


3.3. Flowchart dan Langkah – Langkah Perencanaan Jaringan Pipa

Mulai

Survey
(pengumpulan data)

Perencanaan
(Membuat desain) Rencana Anggaran Biaya(RAB)

Gambar intake, reservoar,


Membuat gambar
KU & junction pipe)
perencanaan

Penentuan bahan / material


Tidak

Membuat komponen Membuat komponen

Apakah komponen sesuai


dengan perencanaan

Perakitan / pekerjaan Gambar


jaringan pipa
perencanaan

Tidak

Apakah perakitan sesuai


dengan perencanaan

Ya

Uji tekan

Analisa pelaporan

Selesai

Gambar 5 Diagram Alir Metodologi Penelitian Dalam Perencanaan Jaringan Pipa

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 9


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Memanjang Jaringan Pipa Sistem Gravitasi


Hasil pengukuran jalur pipa sebagai jaringan pipa dalam perencanaan Sarana Air Bersih (SAB) di
Desa Tangai Jaya Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu ditampilkan dalam bentuk gambar / grafik.
Grafik profil memanjang jaringan pipa berdasarkan hasil pengukuran Elevasi (beda tinggi) dengan
pengukuran jarak yang berdasarkan titik awal (nol) sampai ke titik akhir. Titik awal ditandai dengan patok
nol dan titik akhir sampai ke titik 71 (patok 71), seperti terlihat pada gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6 Profil Memanjang Jalur Pipa

4.2. Perhitungan Debit Sumber Air Baku


Pengukuran debit sumber air baku dilakukan dengan metode tampung. Pengukuran dilakukan dua (2)
kali tahap. Tahap pertama sebanyak 9 kali begitu juga tahap kedua sebanyak 9 kali. Hasil perhitungan debit
sumber air baku ditampilkan dalam bentuk tabel 4.

Tabel 4 Hasil Perhitungan Debit Sumber Air Baku


No Pengukuran Waktu (dtk) Debit Air (Q) Liter/Detik
Tahap I 1,62 12,55
Tahap II 1,37 14,65
Rata - rata 1,50 13,60

4.3. Perhitungan Kehilangan Energi (Head Loss)


4.3.1. Perhitungan Head Loss Total dari Intake ke Reservoar
Hasil perhitungan Head Loss total dari intake ke reservoar dengan jarak (L= 200 m). Perhitungan
Head Loss total berdasarkan data – data perencanaan yang sudah diperoleh disaat pengukuran, yaitu elevasi,
debit air, jarak jalur pipa dan diameter pipa. Pipa yang digunakan dalam perencanaan menggunakan pipa
PVC SNI. Pipa PVC SNI yang digunakan untuk mengalirkan fluida air dari intake ke reservoar dengan
diamter (D = 3 inchi = 90 mm). Hasil perhitungan Head Loss total dari Inteke ke Reservoar berdasarkan
rumus Hanzen Williams, yang telah dikonversi ke metrik unit oleh konsultan ditampilkan dalam bentuk
tabel.

Tabel 5 Hasil Perhitungan Head Loss dari Intake ke Reservoar


No. Jarak Jarak Elevasi Q C D HL HL Sisa
Patok (m) Kumulatif (m) (l/dt) (mm) (m) Kumulatif Tekan
(m) (m) (m)
P0 0,00 0,00 117,00 13,60 150,00 90,00 0,00 0,00 0,00
P1 50,00 50,00 116,00 13,60 150,00 90,00 2,12 2,12 1,00
P2 50,00 50,00 115,00 13,60 150,00 90,00 2,12 4,24 -1,12
P3 50,00 50,00 113,00 13,60 150,00 90,00 2,12 6,36 -1,24
P4 50,00 50,00 108,00 13,60 150,00 90,00 2,12 8,46 -1,64

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 10


Gambar 6 Kehilangan Energi Tekan dari Intake ke Reservoar

4.3.2. Perhitungan Head Loss Total dari Reservoar ke Pipa Distribusi


Hasil perhitungan Head Loss total dari Reservoar ke Pipa Distribusi dengan jarak (L= 3.400 m).
Perhitungan Head Loss total berdasarkan data – data perencanaan yang sudah diperoleh disaat pengukuran,
yaitu elevasi, debit air, jarak jalur pipa dan diameter pipa. Pipa yang digunakan dalam perencanaan
menggunakan pipa PVC SNI. Pipa PVC SNI yang digunakan untuk mengalirkan fluida air dari reservoar ke
pipa distribusi dengan sambungan pipa diamter berbeda dari 3 inchi = 90 mm, ke 2 inchi = 63 mm dan 1,5
inchi = 50 mm. Hasil perhitungan Head Loss total dari reservoar ke pipa distribusi berdasarkan rumus
Hanzen Williams, yang telah dikonversi ke metrik unit oleh konsultan ditampilkan dalam bentuk tabel 6.

Tabel 6 Hasil Perhitungan Head Loss dari Reservoar ke Pipa Distribusi


No. Jarak Jarak Elevasi Q C D HL HL Sisa
Patok (m) Kumulatif (m) (l/dt) (mm) (m) Kumulatif Tekan
(m) (m) (m)
P0 = P4 0,00 0,00 104,00 0,27 150,00 90,00 0,01 0,01 0,00
P5 - P10 400,00 400,00 85,00 0,27 150,00 90,00 0,02 0,03 22,99
P11 - P20 500,00 900,00 65,00 0,27 150,00 90,00 0,02 0,05 42,97
P21 - P30 500,00 1400,00 58,00 0,27 150,00 90,00 0,01 0,06 49,95
P31 - 036 400,00 1800,00 56,00 0,27 120,00 90,00 0,02 0,09 51,94
P37 - P46 480,00 2280,00 53,00 0,27 120,00 63,00 0,14 0,23 54,91
P47 - P57 478,00 2758,00 53,00 0,27 120,00 63,00 0,04 0,27 54,77
P58 - P62 142,00 2900,00 53,00 0,27 120,00 63,00 0,20 0,47 54,73
P63 - P71 700,00 3600,00 50,00 0,27 120,00 50,00 0,00 0,47 57,53

Gambar 7 Kehilangan Energi Tekan dari Reservoar ke Pipa Distribusi


4.3.3. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran pada pipa PVC 3 inchi yang masuk ke dalam Reservoar, diperoleh dengan cara
mengisi bak Reservoar yang mempunyai volume 16 m3. Dengan menggunakan stopwatch pada saat fluida air
penuh dalam bak Reservoar, maka di peroleh waktu  60 menit (360 detik). Kecepatan aliran dapat
dihitungan dengan rumus :

Kecepatan aliran pada pipa PVC 90 mm, 63 mm sampai ke pipa PVC 1,5 inchi di masing-masing
Kran Umum (KU) yang diameternya ¾ inchi, diperoleh dengan cara metode tampung menggunakan timba
Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 11
dengan volume 2 liter (0,002 m3). Dengan menggunakan stopwatch pada saat fluida air penuh dalam timba,
maka di peroleh waktu rata  60 menit (360 detik). Kecepatan aliran dapat dihitungan dengan rumus :

Tabel 7 Hasil Perhitungan Debit Air di Kran Umum Diameter Pipa ¾ Inchi
No Pengukuran Waktu (dtk) Debit Air (Q) Liter/Detik
KU I 169,20 0,12
KU II 162,00 0,12
KU III 162,00 0,12
KU IV 154,80 0,13
KU V 147,60 0,14
KU VI 144,00 0,14
KU VII 151,20 0,13
KU VIII 140,40 0,14
KU IX 169,20 0,12
Rata - rata 136,8 0,116

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan dalam perencanaan jaringan pipa Sarana Air Bersih (SAB) sistem
gravitasi dengan jarak 3.600 m (3,6 km) di Desa Tangai Jaya Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas Hulu
dapat disimpulkan yaitu :
1. Kecepatan aliran dari Intake ke Reservoar dengan volume 16 m3 dengan diameter pipa 3 inchi tanpa
kombinasi = 0,073 m/det.
2. Kecepatan aliran dari Reservoar ke Pipa Distribusi melalui kombinasi diameter berbeda dari 3 inchi, 2
inchi, 1,5 inchi dan ¾ inchi dengan jarak jaringan pipa 3.400 m (3,4 km) melalui masing-masing Kran
Umum (KU) dengan metode tampung menggunakan volume timba 20 liter (0,02 m3) = 0,039 m/det.
3. Kehilangan energi (tekanan) dari Intake ke Reservoar tanpa kombinasi diamter berbeda dengan selisih
beda tinggi 9 m sebesar 8,46 m dan sisa tekan 1,64 m (0,164 atm) dari 0,9 atm. Sedangkan kehilangan
energi (tekanan) dari Reservoar ke Pipa Distribusi dengan sambungan pipa kombinasi diameter berbeda
dengan menggunakan Reducer 90 ke 63 mm dengan selisih beda tinggi 52 m sebesar 0,11 m dan sisa
tekan 37,13 m pada jarak 900 m dan kehilangan energi (tekanan) dengan menggunakan reducer 63 ke 50
mm dengan selisih beda tinggi 58 m sebesar 0,36 m dan sisa tekan 20,40 m, sehingga kehilangan energi
(tekanan) total sebesar 0,47 m dan sisa tekan total 57,53 mm (5,753 atm) dari 5,8 atm.
5.2. Saran
Perlu adanya usaha-usaha untuk mengurangi terjadinya kehilangan energi (tekanan) pada sambungan
pipa kombinasi diamter berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Indarto, D.E.A untuk arahan dan bimbingan
sehingga artikel ini dapat ditulis. Terima kasih juga kepada konsersium program Community Water Services
and Health Project (CWSHP) yang telah memberikan komentar yang berharga.

DAFTAR PUSTAKA

Victor L. Streeter dan E. Benjamin Wylie, 1996, Mekanika Fluida Edisi Delapan, Jilid 1, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Victor L. Streeter dan E. Benjamin Wylie, 1991, Mekanika Fluida Edisi Delapan, Jilid 2, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, 1992 / 1993, Mekanika Fluida, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Depkes RI. 2008, Perencanaan Air Bersih Pedesaan, Community Water Services and Health Project,
Jakarta.

Jurnal Suara Teknik Fakultas Teknik Hal| 12

Anda mungkin juga menyukai