Anda di halaman 1dari 15

57

BAB III KEHILANGAN TEKANAN DALAM PIPA : MAJOR LOSSES

3.1 Pendahuluan Sistem jaringan pipa merupakan komponen utama pada sistem distribusi air bersih suatu perkotaan. Sistem instalasi pipa memerlukan pengawasan dan perawatan yang kontinyu, hal ini mengurangi kerugian akibat kondisi instalasi yang salah satunya dipengaruhi oleh umur pipa. Jaringan instalasi air bersih adalah jaringan pipa yang digunakan untuk mengalirkan air ke masyarakat. Aliran terjadi karena adanya perbedaan tinggi tekanan di kedua tempat, tekanan terjadi karena adanya perbedaan elevasi muka air atau karena digunakannya pompa yang lebih sering untuk mengalirkan air dari termpat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Penggunaan pompa bisa juga bertujuan untuk mengurangi adanya faktor gesekan antara aliran air dengan dinding basah pipa yang timbul di sepanjang saluran pipa sebagai akibat adanya viskositas cairan. Salah satu gangguan atau hambatan yang sering terjadi dan tidak dapat di abaikan pada aliran air menggunakan pipa adalah kehilangan energi pada gesekan dan perubahan penampang atau pada tikungan serta gangguan-gangguan lain yang mengganggu aliran normal. Kehilanagan energi adalah besaran tingkat kehilangan energi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kecepatan aliran air dalam saluran. Hal ini mengakibatkan aliran air semakin lemah dan mengecil, kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer atau major loss yang bisa terjadi pada pipa lurus berdiameter konstan.

3.2 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah untuk menyelidiki perubahan tekanan pada fluida yang mengalir dalam pipa bundar.

58

3.3 Alat yang digunakan a. Rangkaian alat

Gambar 3.1Alat Praktikum Major Losses Keterangan : 1. Katup udara 2. Saluran air 3. Air raksa 4. Gelas Ukur 5. katup pengatur tinggi muka air raksa pada manometer 6. Saklar hidraulik banch 7. Bangku hidraulik b. Termometer c. Stopwatch

3.4 Prosedur kerja Prosedur kerja pada percobaan ini sebagai berikut. 1. Catat panjang pipa yang tertera di alat. 2. Catat pula diameter pipa yang tertera di alat. 3. Aktifkan pompa untuk mengalirkan air ke dalam pipa. 4. Atur kran pengatur air keluaran untuk mendapatkan berbagai macam debit aliran.

59

5. Ukur volume aliran yang mengalir dalam pipa dengan menggunakan gelas ukur. 6. Ukur waktu yang diperlukan untuk mengisi gelas ukur tersebut dengan stopwatch sehingga di dapat debit. 7. Ukur suhu air untuk mendapatkan viskositas air dari tabel viskositas terlampir. 8. Lakukan pembacaan manometer dan ulangi percobaan sebanyak 10 (sepuluh) kali.

3.5 Landasan Teori 3.5.1 Aliran dalam pipa Pipa atau tabung adalah suatu saluran yang tertutup, umumnya mempunyai penampang silkular dan digunakan untuk mengalirkan fluida melalui tekanan pompa atau kipas angin. Bila pipa mengalir dengan terisi penuh maka itu disebabkan oleh adanya tekanan yang menyebabkan mengalir. (Giles. V, 1984)

3.5.2 Kehilangan tekanan dalam pipa Fluida yang mengalir dalam pipa akan mengalami hambatan berupa gesekan dengan dindng pipa hal ini mengakibatkan berkurangnya laju aliran dan penurunan tekanan. Walaupun dapat terjadi berbagai jenis kehilangan energi gerak, umumnya hambatan yang paling utama adalah akibat gesekan tadi. Besarnya hambatan aliran karena gesekan sangat tergantung dari kekasaran dinding pipa. Dari hasil berbagai percobaan diketahui bahwa makin kasar dinding pipa makin besar terjadinya penurunan/kehilangan tekanan aliran. Jenis gesekan ini dikenal dengan gesekan aliran dan besarnya tahanan itu sendri di ukur dengan koefisien gesekan (f) (Giles. V, 1984).

3.5.3

Aliran viskos didalam pipa Aliran fluida dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau

aliran turbulen. Untuk aliran pipa parameter tak berdimensi yang paling penting adalah bilangan Reynolds, Re yaitu perbandingan antara efek inersia dan viscous dalam aliran. Sehingga istilah laju aliran digantikan dengan bilangan Reynolds.

60

Setiap fluida yang mengalir dalam sebuah pipa harus memasuki pipa pada suatu lokasi. Daerah aliran didekat lokasi fluida memasuki pipa disebut sebagai daerah masuk (enterance region) seperti di ilustrasikan pada Gambar 3.2. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.2 fluida biasanya memasuki pipa dengan profil kecepatan yang hampir seragam pada bagian (1). Sewaktu fluida bergerak melewati pipa, efek viskos menyebabkannya tetap menempel pada dinding pipa (kondisi lapisan batas tanpa slip) (Munson,et al, 2003).

Gambar 3.2. Daerah masuk aliran sedang berkembang dan aliran sedang berkembang penuh didalam sebuah sistem pipa. Hal ini berlaku baik jika fluidanya adalah udara yang relatif inviscid ataupun minyak yang sangat viskos. Jadi, sebuah lapisan batas (boundary layer) dimana efek viskos menjadi penting timbul di sepanjang dinding pipa sedemikian hingga profil kecepatan awal berubah menurut jarak sepanjang pipa x, sampai fluida mencapai ujung akhir dari panjang daerah masuk, bagian (2), dimana setelah diluar itu profil kecepatan tidak berubah lagi menurut x. Lapisan batas telah tumbuh ketebalannya sehingga memenuhi pipa secara menyeluruh. Efek viskos sangat penting di dalam lapisan batas. Untuk fluida di luar lapisan batas [di dalam inti inviscid (inviscid core) yang mengelilingi garis sumbu dari (1) ke (2)], efek viskos dapat diabaikan. Medan aliran dimana tegangan geser diasumsikan dapat diabaikan dikatakan sebagai inviscid, nonviskos atau tanpa gesekan. Bentuk dari profil kecepatan didalam pipa tergantung pada apakah alirannya laminar atau turbulen, sebagaimana pula panjang daerah masuk (le). Panjang masuk tak

61

berdimensi, le/D, berkorelasi cukup baik dengan bilangan Reynold. Panjang masuk pada umumnya di berikan oleh hubungan (Munson,et al, 2003) : Le/D = Le/D = 0,06 Re (untuk aliran laminar) 4,4 (Re) 1/6 (untuk aliran turbulen)

3.5.4

Head Loss Istilah Head loss muncul sejak diawalinya percobaan-percobaan hidrolika

abad kesembilan belas, yang sama dengan energi persatuan berat fluida. Namun perlu diingat bahwa arti fisik dari Head Loss adalah kehilangan energi mekaning persatuan massa fluida. Sehimgga satuan Head Loss adalah satuan panjang yang setara dengan satu satuan massa fluida setingi satu satuan panjang yang bersesuaian (Street, 1988). Headloss adalah suatu nilai untuk mengetahui seberapa besarnya reduksi tekanan total (total head) yang diakibatkan oleh fluida saat melewati sitem pengaliran. Total head, seperti kita ketahui merupakan kombinasi dari elevation head (tekanan karena ketinggian suatu fluida), Velocity head (tekanan karena kecepatan aliran suatu fluida) dan pressure head (tekanan normal dari fluida itu sendiri). Head Loss tidak dapat dihindarkan pada penerapan sistem pengaliran fluida dilapangan. Head Loss dapat terjadi karena (Street, 1988) : a. Gesekan antara fluida dengan dinding pipa. b. Gesekan antara sesama praktikel pembentuk fluida. c. Turbulensi yang di akibatkan saat aliran dibelokkan arahnya atau hal lain seperti misalnya perubahan akibat komponen perpipaan (valve, flow reduce, atau kran). Kehilangan karena friksi/gesekan adalah sebagian dari total headloss yang terjadi saat aliran fluida melewati suatu pipa lurus. Headloss pada suatu fluida pada umumnya berbanding lurus dengan panjang pipa, nilai kuadrat dari kecepatan fluida dan nilai friksi fluida yang disebut faktor friksi, dan juga nilai headloss berbanding terbalik dengan diameter pipa (Street, 1988).

62

3.5.5

Aliran Fluida Ditinjau dari jenis aliran, dapat diklasifikasikan menjadi aliran laminer dan

aliran turbulen. Aliran fluida dikatakan laminar jika lapisan fluida bergerak dengan kecepatan yang sama dan dengan lintasan partikel yang tida memotong atu menyilang, atau dapat dikatakan bahwa aliran laminar di tandai dengan tidak adanya ketidak beraturan atau fluktuasi di dalam aliran fluida. Karena aliran fluida pada aliran laminar bergerak dalam lintasan yang sama tetap maka aliran laminar dapat diamati. Partikel fluida pada aliran laminar jarang di jumpai dalam partikel hidrolika. Sedangkan aliran dikatakan turbulen, jika gerakan fluida tidak lagi tenang dan tunak (berlapis atau laminar) melainkan menjadi bergolak dan bergejolak (bergolak atau turbulen). Pada aliran turbulen partikel fluida tidak membuat fluktuasi tertentu dan tidak memperlihatkan pola gerakan yang dapat di amati. Aliran turbulen hampir dapat dijumpai pada praktek hidrolika, dan diantara aliran laminar dan turbulen terdapat daerah yang di kenal dengan daerah transisi (Street, 1998).

jenis-jenis aliran fluida

Gambar 3.3. Skema Aliran Dalam Pipa Untuk menganalisa kedua jenis aliran ini diberikan parameter tak berdimensi dengan nama bilangan Reynolds sebagai berikut (Giles V, 1984) : Re = . D . Dimana : Re r m D v = Bilangan Reynolds = massa jenis (kg/m3) = viskositas dinamis (N.s/m2) = Diameter (m) = kecepatan aliran (m/s) ............................................................................(3.1)

63

Transisi dari aliran laminar dan aliran turbulen karena diatas bilangan Reynolds yang tertentu aliran laminar menjadi tidak stabil, jika suatu gangguan kecil diberikan pada aliran, pengaruh aliran ini semakin besar dengan bertambahnya waktu. Suatu aliran dikatakan stabil bila gangguangangguan diredam. Ternyata bahwa dibawah bilangan Reynolds yang tertentu aliran pipa yang laminar bersifat stabil untuk tiap gangguan yang kecil. Karena transisi terganting pada gangguan-gangguan yang dapat berasal dari luar atau karena kekasaran permukaan pipa,transisi tersebut dapat terjadi dalam selang bilangan Reynolds. Dan telah diketahui bahwa aliran laminar pada kondisi dimana bilangan Reynolds lebih kecil dari 2000 (>2000) dan turbulen jika bilangan Reynolds lebih besar 4000 (>4000). Dan jika bilangan Reynolds berada diantara 2000 dan 4000 adalah merupakan daerah transisi. (Streeter, 1988)

3.6 Analisa dan Perhitungan 3.6.1 Analisa Data Data-data yang didapat dari percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Panjang pipa (L) Diameter pipa (D) g Waktu (t) Suhu air (T) = 0,524 m = 0,003 m = 9,81 (m/s2) = 5 detik = 30 0C

64

Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan Volume (m3) 0,000005 0,000040 0,000050 0,000062 0,000066 0,000076 0,000080 0,000082 0,000098 0,000102 Waktu (detik) 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Manometer (mmHg) 1 180 165 156 150 142 135 128 120 114 105 2 180 190 200 210 220 230 240 250 260 270 1 0.180 0,165 0,156 0,150 0,142 0,135 0,128 0,120 0,114 0,105 Manometer (mHg) 2 0,180 0,190 0,200 0,210 0,220 0,230 0,240 0,250 0,260 0,270

No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sumber : hasil analisis tahun 2013

3.6.2 Analisa Perhitungan a. Luas Penampang (A)

Untuk mencari luas penampang lubang yang digunakan dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut : ............................................................................(3.2) Dimana : A = luas penampang pipa (m) = phi (3,14) d = diameter penampang fluida (m) Berdasarkan dari data percobaan, diketahui diameter lubang adalah 0,003 m sehingga didapatkan :

)(

65

b.

Debit Aliran (Q)

Untuk mencari debit aliran pada percobaan ini diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut : ............................................................................(3.3) Dimana : Q = debit aliran (m3/s) V = volume air yang ditampung dalam gelas ukur (m3) t = interval waktu pengukuran (s) Contoh diambil data percobaan 1 dengan nilai V = sehingga didapatkan debit aliran (Q) sebesar : m3 dan t = 7 s,

c.

Kecepatan Aliran (V)

Untuk mencari nilai kecepatan aliran dalam percobaan, dapat menggunakan persamaan berikut : ...............................................................................(3.4) Dimana : V = kecepatan (m/s) Q = debit aliran (m3/s) A = luas pena5mpang ( ) m3/s dan A =

Contoh diambil data percobaan 1 dengan nilai Q=

m2, sehingga didapatkan nilai kecepatan aliran (v) sebesar :

66

d.

Kehilangan Head (hf)

Untuk mencari nilai kehilangan head (hf)dalam percobaan, dapat menggunakan persamaan berikut :
( )

............................................................................(3.5)

Dimana : = kehilangan head (m) = manometer 2 (mHg) = manometer 1 (mHg) = massa jenis air pada keadaan 30 0C (996 kg/m3) = massa jenis raksa dalam manometer (13,55 kg/m3) Contoh diambil data percobaan 1 dengan nilai M2=0,180mHg dan M1 = 0,180 mHg, sehingga didapatkan nilai kehilangan head (hf) sebesar : ( ( ) )

e.

Koefisien gesekan (f)

Untuk mencari nilai koefisien gesekan (f) dalam percobaan, dapat digunakan persamaan berikut : ............................................................................(3.6) Dimana : =koefisien gesekan = kehilangan head (m) = diameter penampang fluida (m) = kecepatan aliran fluida (m/s) = percepatan gravitasi bumi (9,8 m/s2) = panjang pipa (m) Untuk contoh diambil data percobaan 1 di dapatkan nilai hf v2 L = 0,00034 m = 1,284 m/s = 0,524 m

67

= 0,003 m

Sehingga didapatkan nilai koefisien gesekan (f) sebesar :

f.

Bilangan Reynold (Re)

Untuk mencari nilai bilangan Reynold (Re) pada percobaan ini dicari dengan persamaan : ............................................................................(3.7) Dimana : = bilangan Reynold = kecepatan aliran fluida (m/s) = diameter penampang fluida (m) = viskositas fluida (m3/s) Sebagai contoh diambil data percobaan 1 dengan nilai v = 1,17 m/s, D = 0,003 m dan = m3/s, sehingga didapatkan nilai bilangan Reynold (Re)

sebesar :

68

3.6.3 Hasil Perhitungan Tabel 3.2 Data Hasil Perhitungan N o Q (m3/detik ) 1,00E-06 V (m/det) v2 (m/det ) 0,020 0 3,40E1,13 1,284 04 5,99E1,42 2,006 04 8,16E1,76 3,085 04 1,06E1,87 3,496 03 1,29E2,15 4,635 03 1,52E2,27 5,136 03 1,77E2,32 5,396 03 1,99E2,78 7,707 03 2,24E2,89 8,349 03 0 7,43E -06 8,37E -06 7,42E -06 8,52E -06 7,82E -06 8,32E -06 9,19E -06 7,23E -06 7,54E -06 8689 8477 8054 6994 6570 5298 4239 530 hf (m) f Re log Re 2,7 2 3,6 3 3,7 2 3,8 2 3,8 4 3,9 1 3,9 3 3,9 4 4,0 2 4,0 3 Klasifikas i Aliran

0,14

Laminer

8,00E-06

Turbulen

1,00E-05

Turbulen

1,24E-05

Turbulen

1,32E-05

Turbulen

1,52E-05

Turbulen

1,60E-05

Turbulen

1,64E-05

Turbulen

1,96E-05

1038 5 1080 9

Turbulen

10

2,04E-05

Turbulen

Sumber : hasil analisis tahun 2013

69

Q VS hf
0.00250 0.00200 0.00150 0.00100 0.00050 0.00000 0.000000 Q VS hf

0.000005

0.000010

0.000015

0.000020

0.000025

Gambar 3.4 Grafik Hubungan Nilai Debit Aliran (Q) terhadap Headloss (hf)

Log Re VS f
0.00000950 0.00000900 0.00000850 0.00000800 0.00000750 0.00000700 0.00000650 0.00000600 3.60 3.70 3.80 3.90 4.00 4.10 4.20 Log Re VS f

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Nilai Log Re terhadap Koefisien Gesekan (f)

3.6 Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan percobaan major losses yaitu mengamati tekanan aliran fluida pada pipa bundar. Tekanan aliran di ukur dengan menggunakan 2 manometer, yaitu manometer air murni dan air raksa. Manometer merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur tekanan pada suatu aliran. pada awal percobaan katup pengatur debit ditutup, nilai manometer satu (air murni) sejajar dengan manometer dua (raksa), percobaan selanjutnya katup di buka dan di atur sampai nilai pada manometer satu dan dua naik turun dan tidak

70

sejajar. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan tekanan yang terdapat pada salah satu sisi pipa. Pipa yang digunakan pada percobaan major losses mmiliki panjang pipa 0,524 meter dengan diameter 0,003 meter. Percobaan pada praktikum ini dilakukan sebanyak 10 kali dengan nilai tekanan pada manometer yang bervariasi sehingga diperoleh volume air yang berbeda-beda dari setiap percobaannya. nilai tekanan nanometer divariasikan oleh nilai nanometer dua (raksa) yaitu dinaikan sebanyak 0,010 mHg dan manometer satu (air murni) menyesuaikan. Volume air yang berbeda-beda dari setiap percobaan di dapat dengan cara di tampung dengan gelas ukur selama 5 menit. Dari percobaan ini dapat dihitung nilai debit aliran (Q) dan kecepatan aliran (V), dapat dilihat pada Tabel 3.2 semakin besar nilai volume maka nilai debit aliran (Q) dan kecepatan aliran (V) juga semakin besar. Hal ini menunjukan volume berbanding lurus dengan debit aliran (Q) dan sebanding lurus dengan kecepatan aliran (V) seperti terdapat pada persamaan 3.2. Dari hasil yang diperoleh, besarnya kehilangan energi pada pipa lurus sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin besar kecepatan aliran yang melalui pipa tersebut maka kehilangan energi semakin besar juga. Kehilangan energi pada pipa lurus berdiameter konstan sangat di pengaruhi oleh gesekan. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat semakin kecil koefisien gesekan (f) maka semakin besar energi yang hilang (hf). Gesekan terjadi akibat adanya kecepatan aliran yang mengakibatkan kehilangan energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan. koefisien gesekan pipa tergantung pada parameter aliran, apabila pipa adalah hidroulik halus maka parameternya adalah kecepatan aliran, diameter pipa dan kekentalan zat cair dalam bentuk angka Reynolds. Hasil dari percobaan ini dapat dilihat, klasifikasi aliran pada percobaan pertama merupakan aliran laminer karena nilai Re yang di dapat sebesar 530 yang menyatakan bahwa nilai tersebut <2000 dan percobaan 2-10 termasuk pada klasifikasi aliran turbulen karena nilai Re berada diatas 4000. Dari Gambar 3.4 dapat dilihat grafik hubungan antara debit (Q) terhadap perubahan tekanan akibat gesekan (hf), semakin besar nilai debit (Q) maka perubahan tekanan akibat gesekan (hf) menjadi semakin besar. Dapat dilihat hubungan yang eksponensial antara debit (Q) terhadap tekanan akibat gesekan

71

(hf) berbanding lurus pada Gambar 3.4, hal ini dikarenakan besarnya kehilangan energi pada pipa lurus sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran. Secara teori, hubungan bilangan Reynolds terhadap koefisien gesekan (f) berbanding terbalik. Apabila bilangan Reynolds semakin besar, maka koefisien gesekan (f) semakin kecil. Tetapi pada Gambar 3.5 tidak sesuai dengan teorinya dimana nilai bilangan Reynolds bervariasi sedangkan nilai koefisien grsekan (f) cenderung tidak stabil. Dari grafik tersebut menunjukan bahwa perubahan bilangan Reynolds pada fluida yang mengalir didalam pipa tidak menyebabkan perubahan koefisien gesekan (f). Hal ini dapat disebabkan kondisi alat yang kurang bagus atau kesalahan dalam melakukan oraktikum sehingga hasilnya kurang akurat. Aplikasi Major Losses yang dapat kita temuksn pada kehidupan kita sehari-hari yaitu terdapat pada instalasi jaringan pipa PDAM, penyaluran minyak mentah Pertamina, Instalasi pipa pembuangan air sump di daerah pertambangan, dan masih banyak aplikasi yang lainnya (Muchsin, 2011).

3.7 Simpulan Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa perubahan tekanan fluida pada pipa bundar tergantung dengan kecepatan aliran, semakin cepat aliran (V) maka semakin besar juga debit alirannya (Q).

Anda mungkin juga menyukai