Anda di halaman 1dari 23

PERCOBAAN 7

ENERGY LOSSES IN PIPE

7.1 PENDAHULUAN

7.1.1 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari headloss yang ditimbulkan
oleh friksi dalam aliran air melalui pipa serta menentukan friction factor yang
terjadi pada kecepatan aliran tertentu dan pada kedua jenis aliran laminar dan
turbulen.

7.1.2 Latar Belakang


Energy losses in pipe merupakan kerugian energi yang disebabkan oleh
suatu faktor dalam aliran air melalui pipa. Pipa adalah saluran yang biasanya
memiliki penampang lingkaran dan digunkan untuk mengalirkan fluida dengan
penampang aliran penuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian energi
adalah diameter tabung, viskositas atau kekentalan, kekasaran saluran, faktor
friksi dalam pipa dan kerapatan fluida.
Headloss merupakan suatu fenomena kerugian aliran didalam sistem
perpipaan. Headloss sangat merugikan dalam aliran fluida didalam sistem
perpipaan dikarenakan Headloss dapat menurunkan tingkat efisiensi aliran fluida.
Faktor friksi berhubungan dengan Headloss, yaitu jika fluida mengalir dalam pipa
akan terdapat friksi pada aliran yang menimbulkan Headloss.
Aplikasi energy losses in pipe dalam dunia industri adalah pada alat
pendingin (cooler) pada industri minyak dan gas. Alat pendingin biasanya
menggunakan media air yang diambil dari air laut ataupun air waduk. Dalam
prosesnya air pendingin tidak mengalami kontak langsung dengan fraksi panas
tersebut, karena fraksi panas mengalir didalam pipa sedangkan air pendingin
berada diluar pipa. Oleh karena itu praktikum ini penting untuk dilakukan agar
praktikan mengerti tentang penerapan energy losses in pipe dan dapat
menerapkanya nanti dalam dunia industri.

VII-1
VII-2

7.2 DASAR TEORI

Fluida biasanya ditransportasikan di dalam pipa atau tabung yang


penampangnya bundar dan terdapat di pasaran dalam berbagai ukuran, tebal
dinding dan bahan konstruksi. Sebetulnya tidak ada perbedaan antara istilah pipa
(pipe) dan tabung (tubing). Pada umumnya pipa berdinding tebal, diameternya
relatif besar dan tersedia dalam panjang yang sedang, yaitu antara 20 sampai 40
ft, tabung berdinding tipis dan biasanya terdapat dalam bentuk gulungan yang
panjangnya sampai beberapa ratus kaki. Dinding pipa biasanya agak kesat dan
dinding tabung sangat licin. Pipa dan tabung dibuat dengan menggunakan
berbagai macam bahan. Dalam pabrik – pabrik pengolahan, bahan yang paling
umum digunakan ialah baja karbon rendah yang dibuat menjadi pipa yang dikenal
dengan nama pipa besi hitam (black iron pipe). Pipa besi tempa (wrought iron)
dan besi cor juga banyak digunakan untuk tujuan-tujuan khusus
(McCabe dkk, 1999).
Fluida yang mengikuti Hukum Newton disebut fluida Newton, yang
mempunyai harga μ yang tetap untuk temperatur tertentu. Viskositas merupakan
sifat fisis fluida yang besarnya tergantung pada tekanan dan temperatur. Fluida
yang viskositasnya selain pada tekanan dan temperatur, juga tergantung pada
faktor-faktor lain, misalnya waktu, disebut fluida tak-Newton. Contoh cairan tak-
Newton adalah pasta, aspal cair, dan sebagainya (Utomo, 1984).
Istilah kinematik berkenaan dengan deskripsi kuantitatif dari pergerakan
fluida atau deformasi. Laju deformasi bergantung pada distribusi dari kecepatan
dalam fluida. Kecepatan fluida (v) merupakan kuantitas vektor, dengan tiga
komponen kartesian vx, vy dan vz. Vektor kecepatan fluida merupakan fungsi dari
posisi dan waktu. Aliran steady adalah salah satu contoh dari kecepatan fluida
yang bergantung pada waktu, sedangkan aliran unsteady merupakan kecepatan
fluida yang bervariasi terhadap waktu (Perry, 1997).
VII-3

Kondisi aliran dibedakan menjadi dua yaitu aliran laminar dan aliran
turbulen. Aliran laminar ditandai dengan garis-garis aliran yang tidak saling
memotong, sedang turbulen garis alirannya saling memotong (Maryono,2003).
energi di dalam pipa. Energi yang hilang dalam pipa tidak akan kembali
melainkan diubah ke dalam bentuk panas (Maryono, 2003).

Gambar 7.1 Aliran Laminar dan Aliran Turbulen (Utomo, 1984)

Aliran laminar dalam arah perpindahan momentum dapat diketahui dengan


pasti, yaitu tegak lurus pada arah kecepatan linier. Ini disebabkan karena semua
kecepatan setempat mempunyai arah yang sama. Dalam aliran turbulen (aliran
bergolak) vektor kecepatan diberbagai bagian aliran tidak lagi searah. Di semua
titik, kecuali dekat sekali pada dinding saluran, kecepatan setempat selalu berubah
dari waktu ke waktu. Setaip kecepatan setempat dapat diuraikan dalam tiga suku-
urai sesuai dengan system sumbu yang digunakan. Dengan demikian tegangan
geser dalam aliran bergolak juga berubah-ubah arah (Mccabe dkk,1999).
Tegangan geser dan juga fluks momentum dapat dibagi menjadi dua jenis,
satu jenis tegangan geser itu ditimbulkan oleh suku kecepatan yang searah dengan
arah alir aliran dan disebut tegangan geser aliran laminar. Selain tegangan geser
aliran laminar itu ada lagi tegangan geser yang ditimbulkan oleh suku kecepatan
ke kedua arah sumbu yang lain. Tegangan geser ini disebut tegangan geser aliran
bergolak. Unutk memperoleh fungsi penyebaran kecepatan dalam aliran bergolak
tidak dapat ditempuh dengan jalan analisa lengkap, akan tetapi terpaksa digunakan
VII-4

juga persamaan hasil percobaan. Dari hasil analisa dapat diperoleh penyebaran
kecepatan untuk aliran laminar dalam pipa:

Vz r 2
= 1- (R) ………(7.1)
Vz,𝑚𝑎𝑥

Untuk aliran bergolak dalam pipa maka hasil percobaan telah didapat penyebaran
kecepatan secara kasar yang berlaku hanya untuk bilangan Reynolds antara
10.000 dan 100.000: (Foust, 1980)

1⁄
Vz 𝑟 7
= (1 − 𝑅) ………(7.2)
Vz,𝑚𝑎𝑥

Perbandingan penyebaran kecepatan dalam aliran laminar dan bergejolak dalam


pipa dapat dilihat pada gambar 7.2

Gambar 7.2 Penyebaran Kecepatan Aliran Laminar dan Bergolak (Utomo,1984)

Aliran laminar dalam pipa telah diketahui dari pengamatan percobaan,


bahwa hubungan f dan bilangan Reynolds f=16/Re, hanya berlaku sampai
bilangan Reynods 2100. Ini berarti bahwa aliran dalam pipa, yang mempunyai
bilangan Re<2100, selalu laminar. Jadi bilangan Reynolds dapat dipakai sebagai
petunjuk tentang sifat aliran. Untuk bilangan Reynolds yang lebih besar dari 2100
sampai kira-kira 4000 terdapat daerah peralihan yang memperlihatkan sifat
kecepatan yang tidak mantap. Dengan daerah peralihan aliran kadang-kadang
bersifat laminar kadang-kadang bergolak (Utomo,1984):
VII-5

Gambar 7.3 Manometer Sederhana (Mccabe dkk,1999)

Manometer adalah suatu piranti yang sangat penting yang fungsinya ialah
mengukur perbedaan tekanan. Pada gambar 7.3 diperlihatkan bentuk manometer
yang paling sederhana. Andaikan bahwa bagian yang diarsir pada tabung U itu
diisi dengan zat cair A, yang densitasnya ialah ρA, dan bahwa lengan tabung U
diatas zat cair itu diisi dengan fluida B yang densitasnya ialah ρB. Fluida B tidak
dapat bercampur dengan zat cair A dan lebih ringan dari A (tidak serapat A);
biasanya, fluida B ini ialah gas seperti udara atau nitrogen (Mccabe dkk,1999).
Lengan pada salah satu tabung U itu bekerja teknanan Pa, sedang pada
lengan yang lain Pb. Akibat dari adanya tekanan itu, yaitu Pa=Pb, permukaan
dalam lengan yang satu lebih tinggi daripada lengan yang lain, dan jarak vertical
antara kedua permukaan itu yaitu Rm, dapat digunakan untuk mengukur
perbedaan tekanan. Untuk mendapatkan persamaan yang menghubungkan Pa-Pb
dan Rm, dapat bertolak dari titik 1, dimana tekanan itu ialah Pa, tekanan pada titik
2 ialah Pa+(g/gc).(zm+Rm)ρB. Berdasarkan prinsip hidrostatika, tekanan ini juga
merupakan tekanan pada titik 3, dan perbedaannya ialah sebesar (g/gc).(Rm)ρA,
sedang tekanan pada titik 5, yaitu Pb, lebih kecil lagi sebesar (g/gc).(Rm)ρB. Semua
pernyataan diatas dapat dirangkum dalam satu persamaan:

𝑔
𝑃𝑎 + [(𝑧𝑚 + 𝑅𝑚) 𝜌𝐵 − 𝑅𝑚 𝜌𝐴 − 𝑧𝑚 𝜌𝐵] = 𝑃𝑏 1 ……(7.14)
𝑔𝑐

Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi:


VII-6

𝑔
𝑃𝑎 − 𝑃𝑏 = 𝑅𝑚 (𝜌𝐴 − 𝜌𝐵) 1 ……(7.15)
𝑔𝑐

Perhatikan bahwa hubungan ini tidak tergantung pada jarak zm dan dimensi
tabung, asal saja tekanan Pa dan Pb diukur pada satu bidang horizontal yang sama.
Jika fluida B adalah gas, ρB dapat diabaikan terhadap ρA dan dapat dihapuskan
dari persamaan 7.15 (McCabe,1999). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
hilangnya energi dalam pipa. Jenis – jenis sambungan ikut dalam mempengaruhi
hilangnya energi dalam pipa. Dengan adanya sambungan dapat menghambat
aliran normal dan juga menyebabkan gesekan tambahan pada pipa yang pendek
dan mempunyai banyak sambungan, fluida yang mengalir di dalam akan
mengalami banyak kehilangan energi di dalam pipa. Energi yang hilang dalam
pipa tidak akan kembali melainkan diubah ke dalam bentuk panas
(Maryono, 2003).
Head loss dihitung dari pembacaan dalam manometer. Manometer ini
banyak digunakan pada pengukuran dalam suatu fluida yang cenderung menjadi
perbedaan tekanan jarak lintas pada bagian pengukuran tekanan alat harus
dikerjakan untuk menandai adanya perbedaan ini. Dari salah satu instrument
pengukuran tekanan tersebut, yang paling sederhana adalah manometer. Jika suatu
aliran pipa diisi dengan suatu fluida incompressible dan tidak ada aliran yang
terjadi (Geankoplis, 1997).
Pengamatan – pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa transisi dari
aliran laminar menjadi aliran turbulen dapat berlangsung pada suatu kisaran angka
Reynold’s yang cukup luas. Aliran laminar selalu ditemukan pada angka
Reynold’s di bawah 2100, tetapi bisa terdapat pada angka Reynold’s sampai
beberapa ribu, yaitu dalam kondisi khusus dimana lubang masuk tabung sangat
baik ke bundarannya dan zat cair di dalam tangki sangat tenang. Pada kondisi
aliran biasa, aliran itu turbulen pada angka Reynold’s di atas 4000. Antara 2000
dan 4000, terdapat suatu daerah transisi, dimana jenis aliran itu mungkin laminar
dan mungkin pula turbulen, bergantung pada kondisi di lubang tabung dan
jaraknya (McCabe dkk, 1999).
VII-7

7.3 METODOLOGI PERCOBAAN

7.3.1 Alat dan Rangkaian Alat


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
- Hydraulic bench (F1-10)
- Peralatan pipe friction (F-18)
- Stopwatch
- Termometer
- Gelas ukur 50mL dan 100 mL.

Deskripsi Alat :

Keterangan:
1. Air bleed screw
2. Pressure tapping (H.P)
3. Test ection
4. Mercury manometer
5. Pressure water manometer
6. Pressure tapping (L.P)
7. Flow control valve
8. Adjustable feet
9. Inlet pipe to constant head
tank
10. Inlet pipe to test section
11. Pipe clips
12. Constant head tank
13. Air inlet/outlet valve
14. Air pump
15. Flexible outlet pipe from
head tank overflow

Gambar 7.3 Rangkaian Alat Energy Losses In Pipe


VII-8

7.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air.

7.3.3 Prosedur Percobaan


7.3.3.1 Kecepatan Aliran Tinggi
7.3.3.1.1 Setting Up Alat
1. Inlet pipe to test section dihubungkan dengan hydraulic bench flow connector.
2. Pompa dinyalakan dan bench gate valve dibuka.
3. Flow control valve dibuka sedikit demi sedikit agar ada aliran fluida.
4. Air bleed screw dibuka hingga udara dipastikan tidak ada yang terperangkap
didalam manometer Hg.
5. Air bleed screw dan flow control valve ditutup.
6. Ketingggian (ho) pada manometer dibaca pada apabila sudah steady.

7.3.3.1.2 Pengambilan Data


1. Flow control valve dibuka pada bukaan ½, 1½, 2 ½ dan 3½.
2. Headloss yang tertera pada manometer dibaca.
3. Volume dan temperature fluida yang tertampung dalam gelas ukur selama 10
detik diukur.
4. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing bukaan.

7.3.3.2 Kecepatan Aliran Rendah


7.3.3.2.1 Setting Up Alat
1. Inlet pipe to test section dihubungkan header in flow.
2. Inlet pipe to constant tank dihubungkan dengan hydraulic bench flow
connector.
3. Pompa dinyalakan dan bench gate valve dibuka.
4. Air bleed screw dan vent udara pada pada manometer air dibuka jingga udara
tidak ada yang terperangkap di dalam manometer.
5. Flow control valve dibuka hingga ketinggian air pad amanometer menurun.
6. Air bleed screw ditutup kemudian flow control valve dan vent udara ditutup.
7. Ketingggian (ho) pada manometer dibaca pada apabila sudah steady.
VII-9

7.3.3.1.3 Pengambilan Data


1. Flow control valve dibuka pada bukaan ½, 1½, 2 ½ dan 3½.
2. Headloss yang tertera pada manometer dibaca.
3. Volume dan temperature fluida yang tertampung dalam gelas ukur selama 10
detik diukur.
4. Percobaan diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing bukaan.
VII-10

7.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

7. 4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 7. 1 Hasil Pengamatan Kecepatan Aliran Tinggi
Bukaan Volume
Volume 1 Volume 2 Volume 3
flow avg Waktu Temperatur h0 h1 h2
No. x 10-5 x 10-5 x 10-5
control x 10-5 (s) (oC) (m) (m) (m)
(m3) (m3) (m3)
valve (m3)
1. ½ 2,3 2,2 2,3 2,26667 10 28 0,240 0,245 0,235
2. 1½ 3,6 3,8 3,8 3,37333 10 28 0,240 0,247 0,232
3. 2½ 5,5 5,6 5,5 5,5333 10 28 0,240 0,250 0,230
4. 3½ 7,0 7,1 7,0 7,0333 10 28 0,240 0,252 0,228

VII-10
VII-11

Tabel 7.2 Hasil Pengamatan Kecepatan Aliran Rendah


Bukaan Volume
Volume 1 Volume 2 Volume 3
flow avg Waktu Temperatur h0 h1 h2
No. x 10-5 x 10-5 x 10-5
control 3 3 3
x 10-5 (s) (oC) (m) (m) (m)
(m ) (m ) (m )
valve (m3)
1. ½ 1,8 1,9 2,0 1,9000 10 28 0,260 0,238 0,279
2. 1½ 2,9 3,1 3,2 3,0666 10 28 0,260 0,220 0,294
3. 2½ 4,2 4,3 4,2 4,2333 10 28 0,260 0,203 0,310
4. 3½ 5,4 5,5 3,2 5,3667 10 28 0,260 0,151 0,355

VII-11
VII-12

7.4.2 Hasil Perhitungan


Tabel 7.3 Hasil Perhitungan Kecepatan Alir Tinggi

Test Pipe (m) Volume Kinematic Headloss,


Time to Temp. of h0 h1 h2
avg, Viscosity, ∆hf
No. Bukaan Length, Diameter, collect, water,
V x 10-5 ν x 10-7 (m) (m) (m)
L (m) d (m) (s) (0C) (m)
(m3) (m2/s)
1. ½ 0,5 0,003 2,26667 10 28 8,360 0,240 0,243 0,235 0,0487
2. 1½ 0,5 0,003 3,7333 10 28 8,360 0,240 0,247 0,233 0,0801
3. 2½ 0,5 0,003 5,5332 10 28 8,360 0,240 0,250 0,230 0,1188
4. 3½ 0,5 0,003 7,0333 10 28 8,360 0,240 0,252 0,228 0,1510

Flowrate, Velocity Reynolds


Friction faktor,
Qt x10-6 v number,
(f)
(m3/s) (m/s) (NRe)

2,2667 0,3108 0,0556 1151,3052


3,7333 0,5184 0,0338 1896,2679
5,5333 0,7832 0,0228 2810,5392
7,0333 0,9955 0,0179 3572,4323

VII-12
VII-13

Tabel 7.4 Hasil Perhitungan Kecepatan Alir Rendah

Test Pipe (m) Volume Kinematic Headloss,


Time to Temp. of h0 h1 h2
avg, Viscosity, ∆hf
No. Bukaan Length, Diameter, collect, water,
V x 10-6 ν x 10-6 (m) (m) (m)
L (m) d (m) (s) (0C) (m)
(m3) (m2/s)
1. ½ 0,5 0,003 1,9600 10 28 8,360 0,260 0,238 0,279 0,0408
2. 1½ 0,5 0,003 3,0666 10 28 8,360 0260 0,220 0,294 0,0658
3. 2½ 0,5 0,003 4,2333 10 28 8,360 0260 0,203 0,310 0,0909
4. 3½ 0,5 0,003 5,3667 10 28 8,360 0260 0,151 0,355 0,1152

Flowrate, Velocity Reynolds


Friction faktor,
Qt x10-6 v number,
(f)
(m3/s) (m/s) (NRe)

1,9000 0,2689 0,0663 965,0647


3,0666 0,4341 0,0411 1557,6482
4,2333 0,5992 0,0298 2150,2318
5,3667 0,7596 0,0235 2725,8844

VII-13
VII-14

7.4.3 Pembahasan
Reynolds number merupakan bilangan yang digunakan untuk
menentukan jenis aliran fluida. Reynolds number bisa berhubungan langsung
dengan headloss yang disebabkan oleh friction dalam aliaran air melalui pipa .
Jika air berada dekat dengan dinding pipa maka friction yang terjadi akan
semakin besar. Hal ini disebabkan adanya gaya gesek antara kedua fluida
dengan dinding pipa. friction factor adalah bilangan tak berdimensi yang
menunjukkan aliran dari fluida losses yang berkaitan dengan friction bagian
pipa. Sedangkan headloss adalah kehilangan yang terjadi pada aliran interval.
headloss dapat timbul pada suatu aliran fluida didalam pipa karena
ketidakteraturan saluran, ukuran, bentuk saluran dan debitnya.
friction yang ditimbulkan pada aliran fluida dalam pipa tergantung
dengan Reynolds number dengan kekasaran. Semakin kecil ukuran pipa maka
semakin kecil friction yang terjadi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kekasaran
pipa berbanding lurus dengan friction. Pada percobaan ini, kecepatan aliran
tinggi adalah aliran yang sumbernya berasal dari pompa sehingga debit dan
volume aliran besar, Sedangkan kecepatan aliran rendah adalah aliran yang
sumbernya berasal dari receiver dan alat sehingga kecepatan dan debitnya tidak
terlalu besar. Semakin besar debit aliran maka akan menimbulkan tekanan
yang semakin besar dalam pipa.
Grafik hubungan antara headloss dengan velocity berdasarkan
perhitungan pada kecepatan aliran tinggi dan kecepatan aliran rendah dapat
dilihat pada Gambar 7.4 sebagai berikut:
VII-15

0.1600
0.1400
0.1200
Headloss (m)

0.1000
0.0800
Tinggi
0.0600
0.0400 Rendah
0.0200
0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000
Velocity (m/s)

Gambar 7.4 Hubungan antara Headloss (∆hf) dan velocity (v) pada Kecepatan
Aliran Tinggi dan Aliran Rendah

Berdasarkan Gambar 7.2 dapat disimpulkan bahwa headloss berbanding lurus


terhadap velocity. Semakin besar velocity maka headlossnya akan semakin besar
pula. Hal ini dikarenakan laju aliran yang besar berarti debit yang terjadi juga
besar, sehingga yang ditimbulkan oleh fluida terhadap dinding pipa meningkat
dan mengakibatkan headloss pada kecepatan aliran tinggi lebih besar dari pada
kecepatan aliran rendah. Hal ini dikarenakan sumber fluida yang masuk ke
peralatan. Grafik hubungan antara headloss dan velocity pada percobaan ini telah
sesuai dengan hokum Reynolds yaitu semakin besar velocity maka semakin besar
juga headloss (Mccabe dkk, 1956). Nilai headloss dapat dihitung dari persamaan
berikut (Foust, 1980):

𝑓.𝐿.𝑣 2
∆hf = ....(7.12)
2.𝑔.𝑑

Berdasarkan rumus diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya headloss


adalah friction factor, kecepatan aliran atau velocity, diameter pipa, panjang pipa
dan gravitasi.
VII-16

Berdasarkan hasil perhitungan dari data pengamatan didapatkan grafik


hubungan antara Reynolds number dan friction factor pada kecepatan aliran tinggi
dan kecepatan aliran rendah dapat dilihat pada Gambar 7.5 sebagai berikut:

0.07
0.06
Friction factor (f)

0.05
0.04 Tinggi
0.03
Rendah
0.02
0.01
0
0 1000 2000 3000 4000
Reynolds Number (Re)
Gambar 7.5 Grafik Hubungan Antara Friction Factor (f) dengan Reynolds
Number pada Kecepatan Aliran Tinggi dan kecepatan Aliran
Rendah

Berdasarkan Gambar 7.5 dapat dilihat bahwa Reynolds number berbanding


terbalik dengan friction factor. Semakin kecil Reynolds number maka akan
semakin besar friction factor. Hal ini dikarenakan semakin besar bukaan valve
maka nilai dari Reynolds number juga akan semakin besar karena laju alir yang
semakin besar sehingga friction factor menjadi semakin kecil seiring dengan
kenaikan Reynolds number. Hasil ini dapat dikatakan benar karena sesuai dengan
teori bahwa semakin besar nilai Reynolds number maka friction factor akan
semakin kecil (Mccabe dkk,1956). Hubungan Reynolds Number dengan friction
factor secara teori dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Fourst,1980):

64
𝑓= ...(7.13)
NRe
VII-17

Hal ini menunjukkan bahwa nilai Reynolds number mempengaruhi besarnya nilai
friction factor. Faktor yang mempengaruhi besarnya friction factor adalah jenis
pipa, kekasaran relatif dan Reynolds number. Jenis pipa berpengaruh terhadap
friction factor karena setiap pipa memiliki kekasaran yang berbeda, semakin kasar
suatu pipa maka friction factor akan semakin besar. Reynolds number juga
berpengaruh terhadap friction factor karena semakin besar nilai Reynolds number
maka friction factor yang terbentuk akan semakin kecil.
VII-18

7.5 PENUTUP

7.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah nilai headloss pada
bukaan ½, 1½, 2½, dan 3½ masing-masing pada kecepatan aliran tinggi adalah
0,0487 m; 0,0801 m; 0,118 m dan 0,1510 m. Sedangkan pada kedepaatn aliran
rendah adalah 0,0408 m; 0,0658 m; 0,0909 m dan 0,1152 m. Nilai friction factor
pada bukaan ½, 1½, 2½, dan 3½ masing-masing pada kecepatan aliran tinggi
adalah 0,0556; 0,0338; 0,0228 dan 0,0179. Sedangkan pada kecepatan aliran
rendah adalah 0,0663; 0,0411; 0,0298 dan 0,0235.

7.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah menggunakan
variasi fluida yang berbeda contohnya air suling agar dapat dibandingkan berbagai
hasil headloss pada masing-masing fluida.
VII-19

DAFTAR PUSTAKA

Foust, A.S. 1980. Principles of Unit Operations. John Willey and Sons, Inc . New
York.

Geankoplis, c.1997. Transport Processes and Separation Process Principles 4th


Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Maryono, A, dkk. 2003. Hidrolika Terapan. Pradnya Paramita . Jakarta.

McCabe, W.L, dkk. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 1. Erlangga . Jakarta.

Perry, R.H. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook 7th Edition. McGraw-
Hill Companies, Inc . New York.

Utomo, T. 1984. Teori Dasar Phenomena Transport. Binacipta . Bandung.


VII-20

DAFTAR NOTASI

L = Panjang pipa (m)


d = Diameter pipa (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
T = Temperatur (oC)
V = Volume (m3)
Δh f = Headloss (m)
h0 = Tinggi manometer awal (m)
h1 = Tinggi manometer akhir (m)
h2 = Tinggi manometer akhir (m)
Qt = Flowrate (m3/s)
v = Velocity (m/s)
t = Waktu penampungan air (s)
VII-21

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Kecepatan aliran tinggi


Bukaan 1/2
a. Volume rata – rata (v)
𝑉1+𝑉2+𝑉3
v = 3
23+22+23
= 3
= 0,00002267 m3

b. Tinggi h pada manometer


h = h1 – h2
= (245 – 235)x10-3 m
= 10x10-3 m

c. Flowrate (Qt)
𝑣
Qt= 𝑡
0,00002267𝑥10−5 m3
= 10
= 2,267×10-6 m3/s

d. Velocity (v)
Diketahui: diameter test pipe = 0,003 m
4𝑄
v = 𝜋 𝑑2𝑡
4(2,267×10−6 m3 /s)
= 𝜋(0,003 m)2

= 0,3208 m/s

e. Reynold Number (Re)


Diketahui: T = 28C
Kinematic viscosity = 0,836×10-6 m2/s
𝑣 .𝑑 0,3208 𝑚/𝑠× 0,003 𝑚
Re = = =1151,3052
𝑣 0,836x10−6 m2 /s
VII-22

f. Friction factor (f)


Untuk aliran laminer
64 64
f = 𝑅𝑒 = 1151,3052 = 0,0556

g. Headloss
𝑓.𝐿.𝑣 2
hf = 2.𝑔.𝑑

0,0556×0,5.(0,3208)2
= 2×9,8×0,003

= 0,0487 m

Untuk hasil perhitungan pada bukaan ½, 1½, 2½ dan 3½ dapat di lihat pada
Tabel 7.3

2. Kecepatan aliran rendah


Bukaan 1/2
a. Volume rata – rata (v)
V1 + V2 + V3
v= 3
18+19+20
= 3

= 1,9 m3

b. Tinggi h pada manometer


h = h1 – h2
= (238-279) x 10-3 m
= 41×10-3 m

c. Flowrate (Qt)

Qt = 𝑡
1,9x10-5 m3
= 10 s

= 1,9×10-6 m3/s
VII-23

d. Velocity (v)
Diketahui: diameter test pipe = 0,003 m
4𝑄
v = 𝜋 𝑑2𝑡
4(1,9×10-6 m3 /s)
= π(0,003 m)2

= 0,2689 m/s

e. Reynold number (Re)


Diketahui: T = 28C
Kinematic viscosity = 0,836 x10-6 m2/s
𝑣 .𝑑 0,2689 m/s× 0,003 m
Re = =
𝑣 8,836x10-7 m2 /s
=965,0647

f. Friction factor (f)


Untuk aliran laminer
64 64
f = 𝑅𝑒 = = 0,0663
965,0647

g. Headloss
𝑓.𝐿.𝑣 2
hf = 2.𝑔.𝑑

0,0663× 0,5×(0,3208)2
= 2×9,8×0,003

= 0,0408 m

Untuk hasil perhitungan pada bukaan ½, 1½, 2½ dan 3½ dapat di lihat pada
Tabel 7.4

Anda mungkin juga menyukai