Anda di halaman 1dari 134

KEGIATAN BELAJAR 1:

Potret Diri Guru Berintegritas

“Jangan korupsi, ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya


ko- rupsi, kerja cepat, kerja produktif, dan jangan terjebak
rutinitas yang monoton, dan fokus pada hasil”
Joko Widodo, Oktober 2019

Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program 1


PPG
I. PENDAHULUAN
Integritas merupakan atribut terpenting yang harus dimiliki seorang guru. Apapun
posis- inya di sekolah, apakah ia seorang guru kelas, guru mata pelajaran atau
konselor, sikap dasar yang harus dimiliki dan ditampilkan adalah integritas. Inilah
sumber kebahagiaan seorang guru.
Pada bagian ini, mahasiswa akan diajak untuk menyelami hakikat guru yang
selayak- nya berintegritas. Seperti apa sosok guru berintegritas. Hal ini perlu digali,
disadari dan diyakini oleh masing-masing individu. Karena integritas sangat erat
kaitannya dengan hakikat manusia dan keyakinan yang dianutnya.
Melalui kegiatan pembelajaran mandiri ini, diharapkan setiap mahasiswa memiliki
keyakinan yang kuat bahwa profesi guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan,
tetapi menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Keyakinan pribadi
menjadi kunci dan daya dorong penerapan perilaku berintegritas secara konsisten.
Tahapan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa pada bagian ini adalah:
1. Menemukan nilai pembentuk integritas pada setiap individu dan merumuskan
potret diri guru berintegritas serta posisi dirinya saat ini;
2. Melakukan refleksi yang menunjukkan keyakinan, posisi dan peran guru
berintegri- tas yang membawa perubahan;
3. Mendalami persoalan moralitas bangsa dan memosisikan dirinya sebagai bagian
dari solusi;
4. Memahami dan mendalami landasan dan prinsip penguatan integritas bagi
dirinya sendiri dan peserta didik, sebagai landasan dalam melakukan proses
penguatan in- tegritas di kelas dan sekolah.

II. INTI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa menunjukkan komitmen diri sebagai bukti keyakinan pribadi


menjadi teladan dalam perilaku berintegritas;
2. Mahasiswa menunjukkan komitmen diri sebagai bukti keyakinan pribadi dalam
mengatasi berbagai persoalan moralitas bangsa dalam kehidupan;
3. Mahasiswa mampu menggunakan prinsip-prinsip dasar penguatan integritas
dalam setiap tahapan proses pembelajaran.
B. POKOK-POKOK MATERI

1. Sosok guru berintegritas;


2. Penguatan integritas dalam pendidikan;
3. Tantangan guru dalam menghadapi persoalan bangsa;
4. Landasan dan prinsip dasar penguatan integritas.

C. URAIAN MATERI

S elamat! Anda telah memilih profesi guru. Jalan yang anda tempuh sampai pada
posisi sekarang sangatlah berbeda-beda. Ada yang menjadi guru karena panggilan
jiwa, ada yang memang cita-cita, tapi ada pula yang terjerumus secara tidak terduga.
Manapun jalan yang dilalui, itu semua kehendak Yang Maha Kuasa, anda dipanggil
untuk menjadi guru.
Hidup anda ke depan, akan dilalui sebagai guru. Apakah anda akan mengisi hidup
de- ngan penuh kebahagiaan? Atau biasa saja sebagaimana bekerja dan mendapat
upah? Dua keadaan ini bukan takdir, melainkan pilihan yang sepenuhnya, berada di
tangan anda. Tidak ditentukan orang lain. Berikut adalah jalan mudah untuk
menjadi guru seja- ti, yakni menjadi guru yang berintegritas.

1. Sosok Guru Berintegritas


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
mem- bimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pen- didikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Inilah definisi guru dalam lembar-lembar peraturan. Pada
modul ini, kita mengesampingkan dulu definisi itu, marilah kita menukik jauh
ke dalam diri untuk merenungi hakikat guru.

a. Hakikat Guru
Kata “guru” berasal dari bahasa Sansekerta. “GU” berarti gelap, dan “RU”
ber- arti membawa terang atau mengusir kegelapan. Berarti, secara
maknawi, Guru adalah orang yang senantiasa memerangi kegelapan dan
membawa terang. Semakin gelap suasana di sekitarnya, semakin bermakna
kehadirannya. Jika seorang guru memilih bertahan dalam suasana yang
sudah terang, maka lama kelamaan eksistensinya menjadi hilang. Untuk itu,
setelah selesai menerangi yang gelap, carilah situasi yang lebih gelap, karena
di sanalah kehadiran anda ditunggu dan memberi makna.
Bagi seorang guru, sumber belajar utama adalah persoalan-persoalan yang
mun- cul dari peserta didik. Respon yang ditunjukkan oleh peserta didik
dalam proses pembelajaran, ada yang taat, terpaksa, melawan, bandel, atau
menunjukkan reaksi yang tidak kita inginkan, semua itu adalah sumber
belajar bagi guru untuk menemukan cara-cara efektif mengembangkan
potensi diri anak.
Ini suatu bukti bahwa semakin kita berada dalam persoalan yang berat,
sema- kin besar peluang kita untuk mendapatkan ilmu mendidik dan
keberkahan dari profesi yang kita jalani. Semua itu bermuara pada
kebahagiaan. Profesi guru itu seperti ladang amal tanpa batas. Keberkahan
mengalir tak pernah berhenti sampai kapanpun, bahkan ketika sang guru
sudah tiada. Masihkan kita setengah hati menjalankan profesi ini?
Pekerjaan utama sebagai guru, selama ini dianggap hanyalah menyampaikan
materi ajar melalui ceramah di depan kelas, sampai anak menguasai dan
kemu- dian diuji melalui hafalan. Tanpa peduli pada respon anak. Padahal,
menga- jarkan hafalan-hafalan ilmu pengetahuan, sama sekali tidak memberi
manfaat sebagai bekal hidup anak di zamannya dan mendorong anak untuk
mencari jalan pintas agar mendapatkan nilai baik. Bekal hafalan
pengetahuan sangatlah tidak relevan dan menghabiskan waktu dengan sia-
sia.

Tugas guru justru memberi ruang yang luas kepada peserta didik untuk terus
berkarya menggunakan segala sumber daya yang ada. Mereka berkreasi ten-
tang segala hal yang mereka minati, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
un- tuk menumbuhkan sikap kreatif, disiplin, produktif, ulet, sehingga
mereka tidak tertarik untuk menempuh jalan pintas dan mental menerabas.
Dengan demikian, akan tumbuh kesadaran dari nuraninya untuk menjadi
pribadi yang tangguh dan siap menghadapi tantangan di zamannya.

Zaman akan terus berubah. Kompetensi orang untuk hidup juga terus
berkem- bang. Kalau hanya mengajarkan materi ilmu pengetahuan hasil
masa lalu se- bagai bekal hidup anak, maka hal itu mungkin tidak
membantu anak mengha- dapi persoalan di masa depan. Oleh karena itu,
guru semestinya membelajarkan prinsip dasar dari ilmu pengetahuan sebagai
alat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi anak kelak. Jadi yang
dibelajarkan adalah “prinsip ilmu” bukan “materi ilmu”.

Selain dari prinsip ilmu, hal lain yang perlu dikuatkan dalam diri peserta
didik adalah energi endogen dari dalam diri. Kekuatan endogen yang dapat
menjadi
bekal hidup di segala zaman adalah integritas. Inilah yang perlu menjadi fo-
kus guru. Kapanpun, integritas akan menjadi kekuatan pribadi manusia yang
dahsyat.
Anda pasti tahu di mana posisi guru dalam kehidupan manusia. Ia berperan
da- lam menyiapkan kehidupan anak di masa depan. Ki Hajar Dewantara
menyebut posisi guru adalah “tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-
anak”. Dalam pengertian ini, pendidikan dimaksudkan untuk menuntun
segala kekuatan kod- rat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-ting- ginya. Lagi-lagi, kuncinya adalah
kebahagiaan.

Perannya yang begitu strategis, sehingga profesi guru dipandang mulia.


Apakah anda merasakan hal itu? Marilah kira renungkan dalam-dalam. Di
manakah po- sisi diri pribadi anda sekarang? Silahkan tentukan sesuai jati
diri masing-masing.

b. Profil Guru Berintegritas


Jelaslah bahwa guru identik dengan sosok berintegritas. Lalu, apakah
integritas itu? Beragam definisi akademik dapat kita peroleh dari berbagai
sumber. Se- bagai contoh anda juga dapat menggalinya dari tautan sesuai

QR Code berikut.

Setelah menyimak video-video tersebut, anda dapat merumuskan sendiri


makna integritas sesuai pemahaman anda.
Namun, secara ringkas integritas dimaknai sebagai perilaku yang konsisten
dari apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan, dengan berpatokan pada
kebe- naran menurut nilai moral dan nilai agama. Integritas juga kerap
diartikan se- bagai sikap selalu konsisten dan taat terhadap nilai-nilai moral
atau peraturan lainnya, terutama nilai kejujuran dan antikorupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
Perilaku berintegritas terbentuk karena konsep diri berintegritas yang kuat da-
lam diri seseorang yang kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Prinsip konsep diri berintegritas terbentuk karena keyakinan yang ada
di dalam nurani. Guru mutlak memiliki konsep diri berintegritas sebagai
landasan pro- fesinya.
Konsep diri guru berintegritas sebenarnya tertuang dalam empat kompetensi
dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana ditampilkan dalam standar yang
ditetapkan pemerintah, yakni kompetensi pribadi, kompetensi sosial,
kompeten- si pedagogik dan kompetensi profesional. Masing-masing dirinci
secara terurai sebagai perwujudan integritas.
Akan tetapi secara umum terdapat empat ciri yang paling mendasar yang
harus dimiliki guru yakni (1) berintegritas, (2) terpercaya, (3) memiliki
pengetahuan luas, dan (4) selalu menebar kebaikan. Keempat ciri ini
kemudian diurai ke da- lam nilai pembentuk yang menjadi landasan perilaku
seorang guru. Secara ilus- trasi, dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Menjadi jelaslah bahwa menjadi guru apapun, entah itu guru kelas, guru
mata pelajaran, konselor, bahkan tenaga kependidikan dan warga sekolah
sekalipun, integritas adalah “pakaian” yang harus melekat kuat. Integritas
dipahami mak- nanya, disadari pentingnya untuk kehidupan pribadi, diyakini
sebagai prinsip hidup, dan diterapkan dalam perilaku pribadi di manapun,
kapanpun, dan dalam suasana apapun. Tanpa integritas, sejatinya tidak layak
menyandang predikat guru. Adapun menularkannya kepada peserta didik,
adalah tahapan berikutnya setelah “pakaian” itu terpasang serasi dalam diri.

Untuk lebih lengkapnya tentang perilaku


berintegritas dapat dipelajari dalam bahan
Pendidikan Antikorup- si untuk perguruan tinggi di
tautan sesuai QR Code berikut.

2. Penguatan Integritas dalam Pendidikan


Sebelum melangkah lebih lanjut tentang integritas dalam pendidikan, mari kita
cer- mati video pada tautan sesuai QR Code berikut ini:
BERPIHAK PADA KEBENARAN
BERPRASANGKA BAIK
JUJUR BERORIENTASI PADA KUALITAS HASIL

BERTANGGUNG JAWAB

DISIPLIN
BERINTEGRITAS PROFESIONAL
TERPERCAYA

PEDULI
PROFIL GURU

CERDAS DAN PEMBELAJAR

MENEBAR KEBAIKAN
BERBUAT BAIK BERKATA BAIK
PENGETAHUANBERWAWASAN
KREATIF DAN VARIATIF DALAM MENDIDIK LUASLUAS

UP TO DATE

KOMUNIKATIF DAN ADAPTABEL MENGUASAI LANDASAN ILMU MENDIDIK

PRIBADI YANG MENYENANGKAN

Gambar 1.1. Profil Seorang Guru


Sumber: Dihimpun dari berbagai berbagai sumber

Satu hal yang menyatukan bangsa adalah adanya nilai-nilai utama yang menjadi
landasan kepribadian bangsa. Nilai-nilai tersebut disepakati, dipahami, kemudian
meresap menjadi acuan dalam kehidupan dan menjadi pedoman dalam segala
akti- vitas kehidupan termasuk dalam penyelenggaraan negara.
Kita memiliki banyak sekali nilai-nilai utama pembentuk kepribadian bangsa,
yang terpotret sebagai nilai karakter. Nilai itu bersumber dari Agama, Pancasila,
budaya bangsa, dan tujuan pendidikan. Selama ini kita mengenal 18 nilai yakni
Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis,
Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,
Bersahabat/ Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan,
Peduli Sosial, dan Tanggung Jawab. Nilai ini kemudian dikerucutkan lagi
menjadi lima nilai: In- tegritas, Religius, Nasionalis, Mandiri dan Gotong
Royong.

Nilai-nilai inilah yang dikuatkan dalam pendidikan melalui Peraturan Presiden


No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter dan secara
implementasi dia- tur sesuai Permendikbud No. 20 Tahun 2018 tentang
Penguatan Pendidikan Karak-
ter di Satuan Pendidikan Formal.
Di dalam nilai-nilai karakter tersebut jika dikelompokkan terdapat nilai inti, nilai
sikap, dan etos kerja. Nilai inti merupakan nilai pembentuk perilaku berintegritas.

a. Keterkaitan Jati diri, Integritas, dan Karakter.


Penampilan seseorang secara utuh dapat digambarkan dalam bentuk
lingkaran berlapis-lapis sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1.2. Yang
menjadi inti, yang paling dalam, adalah jati diri. Bagian luarnya terdapat
karakter yang ter- susun atas dua lapis yakni karakter inti, dan karakter
lainnya. Serta yang paling luar adalah kepribadian sebagai potret perilaku.
Jati diri berasal dari bahasa jawa: Sejatining diri yang berarti diri kita sesung-
guhnya, hakikat atau fitrah manusia juga disebut nur ilahi yang berisikan si-
fat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan percikan-
percikan sifat ilahiah dalam batas kemampuan insani. Inilah potensi
kebaikan anugerah Tuhan yang memancar dari dalam diri.
Jati diri dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama persyaratannya
dipenuhi. Persyaratan utama agar jati diri memancar adalah hati yang bersih
dan sehat. Hati bersih akan memancarkan jati diri secara murni sesuai fitrah
kebaikan manusia. Pada dasarnya semua manusia itu baik sesuai fitrah yang
diberikan Tuhan. Sebaliknya apabila hati kotor dan penuh penyakit, akan
terjadi sumbatan sehingga jati diri tidak memancar apalagi
ditumbuhkembangkan. Hal inilah yang menghasilkan penampilan tidak tulus
ikhlas, tidak sungguh-sung- guh, senang semu, senyum palsu, dan
sebagainya.

Pancaran jati diri akan tampak dari nilai-nilai yang terpatri dalam diri
seseorang. Nilai-nilai ini melandasi sistem daya juang yang menjadi pondasi
dalam cara berpikir, cara bersikap dan berperilaku. Inilah yang kemudian
disebut sebagai karakter, yang berada pada lapisan luar jati diri. Karakter
bukan bawaan lahir, karenanya dapat dikuatkan sesuai jati diri, dan
dirangsang oleh lingkungan.
Begitu banyak nilai karakter yang dapat diidentifikasi. Namun, terdapat
setidak- nya empat nilai yang menjadi nilai karakter inti, yakni jujur,
tanggungjawab, disiplin dan peduli. Nilai inti inilah yang melandasi nilai
karakter lain dan peri- laku yang ditampilkan. Oleh karena itu, nilai inti
inilah yang kemudian disebut sebagai “nilai karakter pembentuk integritas”.
Pada bagian terluar dari potret diri seseorang adalah kepribadian, yang merupa-
Perilaku Berintegritas
KEPRIBADIAN

KARAKTER

Karakter Berintegritas

KARAKTER
INTI
PEMBENTUK
Jujur
INTEGRITAS

Perilaku Berintegritas Karakter KarakterPerilaku


Berintegritas Disiplin Jati DiriTg jawab Berintegritas Berintegritas

JATI DIRI

Peduli

Karakter Berintegritas

Perilaku Berintegritas

Gambar 1.2. Keterkaitan Jati diri, Integritas dan Karakter

kan perilaku yang ditampilkan. Kepribadian ini bisa konsisten dengan


karakter dan jati diri, bisa juga tidak. Inilah yang membedakan seseorang
berintegritas atau tidak.
Integritas sendiri merupakan kesesuaian antara suara hati nurani sebagai
kebe- naran, pola pikir untuk hidup benar, tekad yang kuat untuk
mewujudkan hidup benar, ucapan, dan perilaku yang ditampilkan. Ketika
keempat nilai inti ini kuat terpancar dari dalam nurani, dan konsisten dalam
perilaku yang ditampilkan, dapat dipastikan seseorang berintegritas.
Kesesuaian inilah yang menimbulkan keselarasan hidup dan harmoni. Inilah
landasan kebahagiaan hidup.
Sebaliknya apabila keempat nilai inti ini lemah sehingga tidak terpancar
dalam perilaku, maka yang bersangkutan tidak berintegritas. Lain di bibir
lain di hati. Beda antara kata dan perbuatan. Yang demikian ini menjauhkan
diri dari ke- tenangan jiwa dan kebahagiaan.
Di mana posisi pendidikan karakter? Pendidikan karakter berhubungan
dengan penguatan nilai-nilai dalam diri seseorang. Disinilah “nilai karakter
pembentuk integritas” menjadi kunci yang sangat penting. Jika nilai
pembentuk integritas kuat sebagai pancaran jati diri, maka karakter lain akan
kuat dan kepribadian seseorang akan benar-benar mencerminkan sebagai
manusia beradab dan ber- martabat, bukan kepalsuan.
b. Penguatan Perilaku Berintegritas
Berdasarkan uraian di atas, penguatan integritas dapat dilakukan dengan
memas- tikan bahwa prinsip sesuai nilai karakter inti, yakni jujur,
tanggungjawab, disiplin, dan peduli menjadi pegangan kuat. Jadi prosesnya
menguatkan dari da- lam diri (inside out) bukan membentuk dari luar.
Penguatan terhadap keyakinan menjadi hal yang utama. Lihat Gambar 1.3.
Adapun kondisi lingkungan dapat berperan ganda. Bisa bersifat menguatkan
konsistensi dalam berperilaku sesuai jati diri atau sebaliknya. Di sinilah
perlunya pengondisian lingkungan. Yang dapat dikondisikan tentunya
lingkungan dalam kendali guru, yakni ruang kelas dan sekolah. Sedangkan
lingkungan keluarga dan masyarakat tidak mudah menyesuaikannya. Tapi
guru dapat mengupayakan melalui koneksi dari pengondisian terhadap
Pengaruh lingkungan

Karakter inti pem- bentuk integritasPemikiran, sikap, dan perilaku (Kepribadian)


Jati diri Karakter

Pengaruh lingkungan

peserta didik di kelas dan sekolah.


Gambar 1.3. Penguatan Perilaku berintegritas bersumber dari dalam diri
(inside out)

Berdasarkan hal itu, penguatan integritas tidak dapat dilakukan berdasarkan


paksaan, aturan yang bersifat paksa-hukum atau pendekatan struktural
formal. Karena hal itu menjauhkan dari harmoni kehidupan. Penguatan
integritas ha- rus berangkat dari kesadaran hati, kerelaan, serta keyakinan
akan manfaat bagi dirinya. Inilah yang disebut Ki Hajar Dewantara sebagai
pendidikan Indonesia.

Tabel 1.1. Perbedaan Pendidikan Barat dan Pendidikan Indonesia


menurut Ki Hajar Dewantara
Pendidikan Barat Pendidikan Indonesia
Ketertiban yang dihasilkan melalui Kehidupan yang tata tentrem yang
pak- saan dan hukuman (regering- bersumber dari ketertiban dan kedamaian
tucht-en orde). Paksa dan hukum (orde en vrede). Oleh karena itu pendidikan
merupakan pola pendidikan Barat. di Indonesia lebih pada Among Methode.
Pendidikan tidak atas dasar paksaan.
Sumber: Ki Hajar Dewantara (1977)
Kondisi menyeluruh mengenai pancaran dari dalam diri, karakter yang diya-
kini dan perilaku baik tercermin dalam satu kesatuan sebagai “Konsep Diri
Berintegritas” yang melekat pada masing-masing individu. Konsep diri
inilah yang akan memotivasi individu untuk membangun kepribadiannya
yang utuh dan stabil. Utuh dalam arti terdapatnya konsistensi antara kata
hati, perkataan, perasaan, dan perilaku.
Konsep diri ini akan sangat kuat manakala dilandasi dengan nilai keagamaan
sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Oleh karena itu, penguatan
integritas harus dilakukan terus menerus dan konsisten, baik di kelas, di
sekolah maupun di keluarga dan masyarakat.

c. Manfaat Hidup Berintegritas


Tatanan kehidupan yang harmonis terwujud dalam peradaban yang
berintegritas. Ini berarti bahwa akumulasi perilaku individu berintegritas
melahirkan kelom- pok masyarakat berintegritas, yang pada gilirannya
menghadirkan peradaban manusia berintegritas. Dengan demikian, perilaku
individu berintegritas meru- pakan prasyarat untuk menghadirkan tatanan
masyarakat yang harmonis.
Akan tetapi, perilaku berintegritas bukan semata memiliki tujuan sosial. Hal
yang lebih utama adalah bahwa perilaku berintegritas merupakan kebaikan
pribadi yang manfaatnya akan diperoleh oleh diri pribadi, bukan oleh orang
lain. Tidak ada balasan kebaikan, selain kebaikan pula.
Hal inilah yang harus ditanamkan di benak setiap peserta didik, agar perilaku
berintegritas dilakukan tidak atas dasar tekanan, ancaman atau pamrih untuk
mendapat balasan dari orang lain, atau untuk mendapat nilai yang tinggi.
Me- lainkan murni untuk kebaikan dirinya sendiri. Secara ringkas, manfaat
perilaku berintegritas dapat diuraikan berikut:

1) Jujur
Jujur adalah berkata benar sesuai dengan yang dilihat, didengar, dan dira-
sakan. Kunci dasar kejujuran adalah pada kebenaran dan tata nilai yang
ber- laku. Seseorang yang berperilaku jujur dalam hidupnya merasakan
keten- traman jiwa, kedamaian, kebahagiaan, percaya diri, tidak
manipulatif, tidak berpura-pura, dan kebersihan hati. Kejujuran juga
tentunya memiliki nilai ibadah, karena sesuai perintah agama. Secara
sosial, orang jujur akan diper- caya, dihargai, dihormati oleh masyarakat.
Orang lain merasa nyaman dan aman ketika bergaul dengan orang jujur.
2) Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah menerima semua konsekuensi akibat perkataan,
perbuatan, serta komitmen yang dilakukan berdasarkan tata nilai, moral,
atau aturan. Pribadi bertanggung jawab dalam hidup akan selalu berhati-
ha- ti dalam perkataan dan perbuatan, senantiasa menghargai waktu dan
mutu, hidup lebih produktif, menghargai dan berdisiplin, serta tentunya
memiliki nilai ibadah. Secara sosial seorang yang bertanggungjawab
umumnya diper- caya, dihargai, dihormati, dan orang lain merasa
nyaman.

3) Disiplin
Disiplin adalah konsisten, tertib, menepati janji, berkomitmen dan taat
atur- an. Perilaku berdisiplin memberi manfaat secara langsung bagi diri
pribadi yakni terbiasa teratur, efisien waktu, tertib, tuntas dalam bekerja,
menghar- gai orang lain, harmonis, tenang, damai, percaya diri, serta
terhindar dari ke- cemasan dan kekhawatiran. Secara sosial pribadi
berdisiplin akan dihargai, dihormati, disegani, dan diteladani, serta
bernilai ibadah

4) Peduli
Peduli adalah kasih sayang, empati dan keberpihakan kepada sesama
mau- pun lingkungan. Orang yang memiliki kepedulian pada sesama dan
ling- kungannya akan merasakan kehidupan yang lebih bermakna. Sosok
pedu- li memiliki ketentraman dalam menjalani kehidupan, saling
menghargai, kepuasan batin, disayang, dihargai, dihormati dan disegani.
Kepedulian kepada sesama dan lingkungan juga merupakan ajaran
semua agama. Se- lain itu, kepedulian juga memberi manfaat sosial,
yakni hidup rukun, saling menyayangi, saling menghormati, dan
menimbulkan rasa aman dan nyaman di masyarakat.

5) Nilai karakter lain


Selain keempat nilai di atas, masih banyak nilai karakter lain yang
teridenti- fikasi. Misalnya adil, berani, kerja keras, mandiri, sederhana.
Namun nilai- nilai tersebut memiliki keterkaitan erat dengan empat nilai
sebelumnya. Pada dasarnya, semua nilai tersebut berasal dari sumber
yang sama, yakni jati diri. Dengan menjadikan nilai-nilai tersebut
sebagai prinsip berperilaku akan menghasilkan ketenangan jiwa dan
kebahagiaan.
d. Realita Guru dalam Dunia Pendidikan
Diakui atau tidak, disadari atau tidak, dunia pendidikan kita saat ini masih
diwar- nai oleh perilaku-perilaku tidak berintegritas. Komisi Pemberantasan
Korupsi memiliki daftar potensi praktek tak berintegritas di sekolah. Sebagai
contoh, en- tri data sekolah yang berbeda sesuai kepentingannya. Juga
terjadi mark-up nilai, kongkalikong dan “mengakali” kebijakan zonasi
dalam penerimaan siswa baru. Mutasi guru, mutasi siswa, sertifikasi,
pelaksanaan ujian, termasuk ulangan ha- rian, pengisian nilai rapor, dan
ketidakadilan dalam pelayanan kepada murid. Semua itu menjadi potret
tidak berintegritas bahkan tindakan manipulatif.

Rasanya kita sudah cukup lelah untuk membicarakan persoalan


penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan berbagai jenis perilaku inkonsisten
lainnya di negeri ini, termasuk di sekolah. Padahal, dilihat dari sudut
pandang manapun, peristiwa itu semestinya tidak terjadi. Negara kita adalah
negara religius yang menga- kui keberadaan Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa.
Di samping itu, masyarakat kita terkenal dengan budaya luhurnya,
berpegang teguh kepada nilai-nilai dan nor- ma-norma yang telah disepakati
dan diyakini bersama sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bagi
semua warga negara.

Dengan kondisi seperti itu, sulit rasanya mempercayai ada orang yang
dengan sengaja melakukan penyimpangan, korupsi atau penyalahgunaan
wewenang un- tuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau koleganya,
apalagi bila itu dilaku- kan oleh orang-orang terdidik. Bukankah hakikat
keberadaan pendidikan adalah untuk menyelamatkan semua manusia dari
segala macam bentuk dan jenis ben- cana dalam kehidupan, di dunia dan
akhirat?
Jika demikian, berarti ada yang hilang di sekolah kita. Kemana integritas
kita? Di mana pendidikan karakter, budi pekerti dan pembiasaan kebaikan di
sekolah? Tidak adakah dalam kurikulum kita? Tidak adakah keteladanan
dicontohkan oleh guru-guru kita?
Manakala hal itu ditanyakan pada para guru, jawabannya hanya keluhan.
Terla- lu banyak pekerjaan administratif sehingga tak cukup waktu untuk
itu. Bahkan beberapa waktu lalu, perwakilan guru pernah menulis surat ke
Mendikbud yang menguraikan beban administrasi seorang guru. Setidaknya
ada 18 poin hal-hal yang menjadi beban administrasi guru. Sekalipun semua
ini memang menjadi bagian dari tugas keseharian guru, namun ketika semua
harus didokumentasikan secara fisik, maka tugas-tugas ini akan menjadi
beban.
Semua ini berdampak kepada kinerja guru di kelas. Mereka terperangkap da-
lam rutinitas yang monoton. Guru berceramah, murid mendengarkan. Anak
baik adalah anak yang duduk, diam, mendengarkan ceramah guru, tidak
banyak tingkah, tunggu perintah guru, harus menggunakan buku pelajaran
atau sumber belajar yang sama, metode yang sama, mengerjakan tugas atau
PR yang sama, diuji dengan tes yang sama. Cara demikian tidak
memunculkan ketulusan bela- jar, malah kejengkelan dan rasa tidak suka
yang dipendam.

Belasan mata pelajaran harus dikuasai secara merata. Anak yang mampu
men- capai nilai maksimum secara merata di semua mata pelajaran, dialah
sang juara. Sebaliknya, bagi anak yang capaian nilainya tidak mencukupi
ambang batas yang ditetapkan, silahkan mengulang di kelas yang sama, atau
bahkan sangat mungkin dikeluarkan, apalagi jika sekolah yang bersangkutan
adalah sekolah favorit. Bisa kita bayangkan betapa beratnya beban hidup
anak-anak di sekolah.

Proses ini mengingkari makna pendidikan. Akibat jangka panjangnya anak


tidak mengetahui potensi dirinya, tidak tahu keunggulan mereka yang
sesungguhnya. Ketika ia juara dengan nilai rata-rata yang tinggi, dia merasa
dirinya super hebat, sehingga ia memandang orang lain di bawah dia. Lama
kelamaan muncul sifat egois, selalu minta dihargai (pamrih), mudah menilai
negatif orang lain, sering- kali berat hati untuk memberikan pujian kepada
orang lain, rentan stres, mudah putus asa, takut gagal, sulit menerima
kenyataan, ketika sukses cenderung mem- banggakan diri, ketika gagal
menyalahkan keadaan atau orang lain.

Atas nama “belajar” mereka berada dalam posisi “terancam”. Bila tidak
belajar, tidak lulus ujian. Ujian atau tes menjadi alat untuk memaksa anak
agar mau belajar. Ini adalah bentuk kegagalan pendidikan dalam
menumbuhkan semangat dan kemauan belajar anak yang sesungguhnya.
Untuk itu, jangan salahkan mere- ka apabila di dalam dirinya tumbuh
semangat “mengancam”, semua yang ada di hadapan mereka diancam.
Teman, guru, orang tua, masyarakat, dan bahkan dirinya sendiri dia ancam!
Kondisi ini juga memudahkan mereka untuk terasuki paham-paham
radikalisme, korupsi, egois, angkuh, narkoba, tak peduli, jalan pintas, mental
menerabas, manipulasi, dan perilaku tidak berintegritas lainnya.

Dalam kondisi demikian, hasil pendidikan kita hanya menghasilkan anak-


anak yang pasif, tidak berani mengambil keputusan, tidak berani berbeda,
menunggu perintah, mengerjakan apa yang disuruh, yang penting yang
menyuruh senang, tidak berani mengambil risiko, tidak memiliki solidaritas
dan bermental budak.
Hal demikian melekat kuat di dalam dirinya hingga dewasa. Tercermin dari
perilaku ketika dia bekerja, memegang jabatan, atau bahkan ketika menjadi
pe- mimpin. Proses pendidikan semacam ini mengikis sisi kemanusiaan
setiap in- dividu. Lebih jauh lagi, hal demikian menutup pancaran jati diri
sebagai karunia ilahi, sehingga membuat orang kehilangan integritas dan
penuh kepalsuan.
Puisi Sajak Palsu Agus S. Sardjono berikut cukup mengusik nurani tentang
kon- disi sekolah kita.

Sajak Palsu
Oleh: Agus R. Sardjono

Selamat pagi Pak, Selamat pagi Bu


Ucap anak sekolah dengan sapaan
palsu
Lalu merekapun belajar dari buku-buku palsu
Di akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu.
Karena tidak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah-rumah bapak dan Ibu
guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya Pak guru dan Bu
guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu
yang baru
Masa sekolah demi masa sekolah berlalu
Merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian
palsu, insinyur palsu, sebagian menjadi guru, ilmuwan, atau seniman palsu
Dengan gairah tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi
palsu sebagai panglima palsu
Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang
mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu
Dan bank-bank palsu dengan giat menwarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu tapi
diam-di- am meminjam juga pinjaman dengan izin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu
Masyarakat pun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu
Maka uang asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan
terperosok krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu
Lalu orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasan-
gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa jika ada kepalsuan di dunia pendidikan,
se- kecil apapun itu, akan berdampak pada pola pikir anak dan terus
berkembang sampai dewasa. Pada saatnya nanti, ketika mereka menduduki
posisi penting sebagai pelaku atau penentu keputusan, pola pikir palsu itu
akan beraksi. Sajak
Palsu cukup mengusik nurani kita. Jadi, manakala saat ini kita menyaksikan
perilaku tidak pantas dipertontonkan, maka tidak berlebihan apabila kita
menye- but hal itu sebagai salah satu faktor dari “hasil pendidikan” kita.
Guru harus menyadari, bahwa dia bekerja dalam kondisi pendidikan seperti
itu. Dalam kondisi demikian, dibutuhkan tekad yang kuat yang datang dari
dalam diri, untuk melakukan perubahan dalam proses pembelajaran.
Hilangkan rasa takut, berpeganglah pada prinsip-prinsip pendidikan yang
berintegritas. Yakin- kan diri bahwa sesuatu yang baik, pasti akan
menghasilkan kebaikan. Jangan menunggu berbuat hingga kondisi berubah,
karena itu ibarat menunggu sesuatu yang tidak pasti.

3. Tantangan Guru dalam Menghadapi Persoalan Bangsa


Setiap hari kita menyaksikan maraknya perilaku tidak berintegritas yang cukup
menyesakkan dada. Mulai dari perilaku saling tidak percaya, saling
menyalahkan, lepas tanggungjawab, mencari jalan pintas, arogan, inkonsisten,
korupsi, perilaku koruptif, hingga aneka perilaku tak pantas lainnya. Bahkan
perilaku demikian diper- lihatkan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari rakyat
hingga pejabat. Bahkan sosok yang selayaknya menjadi teladan pun, tak luput
dari perilaku tak berintegritas. Ini berarti, patut kita sadari bahwa ada sesuatu
yang hilang dalam jati diri kita. Kema- nakah prinsip hidup berintegritas di
antara kita?

Sumber perilaku tak berintegritas adalah melemahnya nilai-nilai karakter dari


da- lam diri individu. Nilai-nilai karakter seperti jujur, tanggung-jawab, disiplin,
peduli, dan nilai lainnya hanya sebatas dipahami, tapi tidak diyakini dan
diamalkan sebagai prinsip hidup pada setiap individu. Inilah persoalan bangsa
kita.

a. Persoalan Moral Bangsa Indonesia


Diakui bahwa sebagai Bangsa, kita memiliki kelemahan perilaku.
Kelemahan ini telah lama disadari sebagai salah satu persoalan moral
bangsa. Koentjaraningrat (2015) dan Mochtar Lubis (2017) telah
mengangkat kembali hal ini. Lihat boks 1.1.
Masih banyak lagi kelemahan perilaku masyarakat yang terpotret dalam
kese- harian. Semua itu menjangkiti semua sendi kehidupan. Kita
menyaksikan beta- pa sulitnya mendapat sosok teladan di sekitar kita.
Bahkan para pucuk pimpinan yang diharapkan dapat menjadi panutan,
kerapkali malah mempertunjukkan perilaku yang tidak sepatutnya. Orang
dewasa mempertontonkan perilaku yang
Boks 1.1 Kelemahan Sikap Mental Bangsa Indonesia

KELEMAHAN SIKAP MENTAL BANGSA INDONESIA

Koentjaraningrat Mochtar Lubis


Lima sikap mental bermuatan pola pikir Ciri manusia Indonesia yang berkonotasi
koruptif yang merupakan warisan koloni- negatif sebagai warisan zaman
al yang “hidup” dalam pola pikir manusia penindasan. Ciri manusia Indonesia yang
bangsa kita. Kelima sikap mental itu disebutkan Mochtar Lubis yakni:
adalah:
• mentalitas yang meremehkan mutu; • mempunyai penampilan yang berbeda
di depan dan di belakang;
• mentalitas yang suka menerabas (instan);
• segan dan enggan bertanggung jawab
• tidak percaya pada diri sendiri; atas perbuatannya, putusannya,
• tidak berdisiplin murni; kelakuannya, pikirannya, dan
sebagainya;
• mentalitas yang suka mengabaikan
tanggung jawab. • jiwa feodalistik.

tidak lagi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.


Sementara di sisi lain, dunia pendidikan yang diharapkan menjadi penguat
bu- daya hidup berintegritas makin dirasakan tidak konsisten dalam
menjalankan fungsinya. Proses pendidikan seperti mementingkan
penguasaan pengetahuan semata ketimbang membiasakan perilaku baik.
Sekalipun sekolah mengimple- mentasikan berbagai kegiatan sejenis, akan
tetapi hal tersebut dilaksanakan seo- lah terpisah dari proses pembelajaran
yang utuh.
Lebih dari itu, praktek pengelolaan sekolah pun--sebagaimana telah
dikemuka- kan di muka-- tidak luput dari perilaku tak berintegritas pada
segala lini. Pa- dahal sekolah diharapkan menjadi “lokomotif” dalam
penguatan budaya inte- gritas. Alih-alih menguatkan integritas, sekolah lebih
sibuk melakukan upaya penanganan jangka pendek. Demikian pula para
guru yang lebih banyak berper- an hanya sebagai “pegawai” di bidang
pendidikan.
Begitu kondisi carut marut yang kita saksikan saat ini, menggiring kita pada
satu pertanyaan. Dari mana mulai melakukan pembenahan? Bak benang
kusut, sulit menemukan ujungnya. Sekalipun ketemu ujungnya sangat sulit
untuk mengu- rainya.
Logika umum mengangap bahwa upaya penguatan integritas tidak bisa lagi
dilakukan karena lingkungan yang sudah sangat tidak berintegritas.
Kalaupun di sekolah diajarkan pendidikan karakter, anak tidak menemukan
praktek yang konsisten dengan yang diajarkan, baik di sekolah maupuan di
masyarakat. Mes-
tinya perilaku pimpinan dan orang-orang dewasa harus baik terlebih dulu,
baru pendidikan bisa berjalan baik. Ini logika umum yang berlaku.
Akan tetapi, apabila logika ini yang menjadi pegangan, lantas kapan kita bisa
memulai penguatan integritas? Apakah kita akan terus menunggu orang lain
melakukannya terlebih dahulu?
Padahal kita tahu bahwa perilaku berintegritas adalah prinsip hidup individu
sebagai tanggung jawab pribadi kepada Tuhan. Jika demikian, mengapa kita
selalu menunggu orang lain dulu berintegritas, sementara kita tahu bahwa itu
perintah agama pada setiap individu?
Spirit inilah yang kita harapkan dimulai dari sekolah. Sekolah adalah unit
kecil untuk belajar segala hal tentang kehidupan, termasuk menguatkan
integritas. Kemudian, dengan energi yang dimilikinya, apa yang dilakukan
di sekolah ditu- larkan ke luar sekolah. Tidak bisa lagi kita menunggu
lingkungan di luar sekolah menjadi baik dulu, baru sekolah mengikuti.
Oleh karena itu, inilah saatnya untuk mengembalikan sekolah sebagai
lokomotif penguatan budaya integritas untuk jangka panjang. Kita awali
dengan melaku- kan penguatan integritas yang dimotori oleh guru sebagai
tanggungjawab indi- vidu kepada Sang Pencipta.

b. Perlu Upaya Tidak Biasa


Kita menyadari perlunya upaya memperbaiki moral bangsa. Dari mana
mulai- nya? Salah satu harapan kita bertumpu pada sekolah. Karena di
sekolah terdapat guru-guru yang merupakan sosok penggerak integritas.
Pada prinsipnya, guru bekerja untuk berbuat kebaikan-kebaikan agar
dicontoh anak-anak. Kalau saja hal demikian terjadi, maka besar harapan
anak-anak akan memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi kehidupan
di zaman baru. Karena bagaimanapun, kompetensi untuk hidup di masa
depan akan berubah, tapi landasannya tetap sama, yakni integritas.

Semua itu kita sadari, dan selalu kita cari jalan keluarnya. Tapi caranya
selalu menggunakan pola pikir dan praktek dengan mentalitas yang sama.
Sehingga hasilnya, hanya menjadi kegiatan besar tanpa hasil. Kembali,
manusia Indonesia menjadi manusia penunggu. Menunggu perbaikan
dilakukan oleh orang lain. Sementara kita sendiri tidak bergerak aktif.
Tatkala perbaikan tak kunjung da- tang, yang kita lakukan hanya
“menyalahkan” dan “memaki-maki”.
Di tengah segala persoalan yang mendera moral bangsa, perlu proses
pendidik- an yang berbeda, dimulai dari cara pandang yang berbeda. Perlu
terobosan be- sar. Harus dilakukan semacam revolusi mental-kultural
(suprastruktur) yang diarahkan untuk menciptakan masyarakat religius yang
berperikemanusiaan, egaliter, mandiri, amanah, dan terbebas dari berhala
materialisme-hedonisme, serta sanggup menjalin persatuan (gotong royong)
dengan semangat pelayanan (pengorbanan).

Diperlukan upaya “tidak biasa” dengan cara pandang yang juga tidak biasa.
Ter- masuk cara pendidikan dan cara pandang terhadap pendidikan. Lihat
Tabel 1.2. Sekolah adalah replika masyarakat masa depan. Semua hal yang
terjadi pada masa-masa sekolah akan menjadi cerminan masyarakat di masa
depan. Maka, sekolah harus ditempatkan sebagai lokomotif yang akan
membawa perubahan bangsa ini.
Mari kita bergerak aktif. Dimulai dari pembangunan jiwa, pembangunan bu-
daya, dan diawali dari diri kita, dari kelas kita, dan dari sekolah, dengan cara
yang berbeda, bahkan mungkin berkebalikan dari yang dilakukan saat ini.

Tabel 1.2 Perubahan Cara Pandang terhadap Pendidikan


CARA PANDANG TERHADAP PEN- CARA PANDANG TERHADAP PEN-
DIDIKAN SELAMA INI DIDIKAN YANG SEMESTINYA
• Anak ditempatkan sebagai konsumen • Anak adalah produsen, pelaku aktif
dan obyek pembelajaran; dalam pembelajaran;
• Sekolah berkualitas mensyaratkan • Sekolah berkualitas menerima murid
hanya menerima murid pandai; apa adanya dan ketika lulus menjadi
pribadi berkualitas;
• Guru hanya bekerja mendidik anak • Guru adalah profesi yang independen
ses- uai tahapan dalam aturan yang yang mendidik anak sesuai kondisi
berlaku; anak, kon- teks lokal dan variasinya
tanpa bertentang- an dengan prinsip
yang tertuang dalam ke- bijakan dan
aturan yang berlaku;
• Sarana prasarana fisik adalah kunci • Sarana-prasarana fisik hanyalah pendu-
ke- berhasilan proses pendidikan; kung proses pendidikan;
• Besarnya penghasilan guru adalah kunci • Penghasilan guru harus memenuhi
keberhasilan pendidikan. Kesejahteraan standar kelayakan dan penambahannya
guru harus dipenuhi terlebih dulu agar berkorela- si dengan keberhasilan
kualitas pendidikan menjadi baik; pendidikan;
• Sekolah akan mengikuti budaya mas- • Sekolah adalah lokomotif perubahan.
yarakat. Ketika masyarakat Se- kolahlah yang memotori perubahan
berperilaku koruptif, maka sekolah bu- daya menjadi budaya berintegritas.
juga demikinan.
4. Landasan dan Prinsip Dasar Penguatan Integritas
Untuk memahami lebih jauh bagaimana penguatan integritas dapat dilakukan,
ter- lebih dahulu perlu anda pahami landasan dan prinsip-prinsip penguatan
integritas sebagai berikut:

a. Landasan Penguatan Integritas


Banyak anggapan bahwa hidup berintegritas di zaman ini sangat sulit. Dalih
yang dikemukakan beragam. Lingkungan tidak mendukung, tidak ada
teladan dari pimpinan, yang berintegritas selalu dirugikan, dan seringkali
diposisikan sebagai ancaman bagi keberlangsungan sistem. Anggapan
demikian agaknya tidak sejalan dengan kenyataan yang sesungguhnya.
Mengapa? Berikut lan- dasan untuk hidup berintegritas.

1) Penguatan Integritas mengacu pada Prinsip Dasar Pendidikan


Pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Na- sional, disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.“

Dengan definisi tersebut, tegas diungkapkan bawa pendidikan dilakukan


agar “peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya”.
Jelaslah bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan proses penguatan
potensi diri manusia yang dilakukan oleh masing-masing individu secara
terus menerus melalui berbagai aktivitas kehidupan secara konsisten.
Sekolah mewujud- kan suasana yang mendukung hal tersebut.

Hal ini berarti pendidikan harus berlangsung dengan cara inside-out


(menge- luarkan atau membesarkan kekuatan kemanusiaan dari dalam),
bukan seba- liknya outside-in (memasukan pengetahuan, keterampilan
dan semua terkait dengan ilmu pengetahuan ke dalam diri setiap peserta
didik).
Setiap manusia terlahir dibekali potensi dan sikap positif agar
kehadirannya mampu menyelamatkan diri pribadi, keluarga, lingkungan,
masyarakat, bangsa dan negaranya. Itulah fitrah manusia, yang diutus
Tuhan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Fitrah inilah yang
membedakan manusia dengan
makhluk Tuhan lainnya. Dengan demikian sebetulnya cikal bakal dan
bibit menjadi orang yang berinPteRgrIitNas SsuIdPah ada dalam diri
manusia.
Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa pendidikan itu hanya sua-
tu “tuntunan” dalam tumbuhnya anak-anak kita. Hidup tumbuhnya anak,
di luar kecakapan dan kehendak kita kaum pendidik. Maka dari itu,
untuk menyelesaikan segala persoalan akibat kelemahan perilaku, tidak
ada jalan lain selain menguatkan bibit perilaku baik dalam setiap jiwa
individu.
Potensi diri itu menjadi kekuatan yang dapat digunakan dalam
menghadapi dan menyelesaikan semua persoalan yang ditemui dalam
hidup. Hal ini se- jalan dengan hakikat pendidikan, sesuai makna kata
education yang berasal dari bahasa Latin, educere atau educatum yang
bermakna “mengeluarkan kekuatan yang bersembunyi”. Dengan
demikian, sejatinya, cara ampuh da- lam pendidikan adalah menciptakan
situasi agar masing-masing anak men- yadari sejak dini bahwa kekuatan
yang “disimpan” Tuhan dalam dirinya selalu lebih besar dari tekanan
persoalan yang menghantamnya setiap saat.

Berkaitan dengan ini, tugas dunia pendidikan tinggal mengondisikan agar


setiap individu peserta didik menyadari dan meyakini semua kekuatan
dan potensi yang ada dalam dirinya sebagai karunia Ilahi yang akan
menjamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat. Dengan definisi
ini, nampak bahwa penguatan integritas merupakan hal mendasar dalam
dunia pendidi- kan. Bahkan integritas merupakan tujuan pembelajaran
secara keseluruhan.

2) Penguatan Integritas adalah Pendidikan Karakter


Untuk mendapatkan profil lulusan sekolah yang berintegritas, maka pem-
biasaan perilaku berkarakter harus dilakukan secara konsisten dan terus
menerus. Dalam kaitan itulah pendidikan berfungsi sebagai proses untuk
memupuk dan menguatkan nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri
setiap individu. Oleh karena itu pendidikan haruslah tanpa paksaan.
Atas dasar itulah maka penguatan integritas merupakan bagian dari pen-
didikan karakter, yakni dengan penguatan nilai-nilai pembentuk
integritas yang merupakan nilai inti karakter, yakni jujur,
tanggungjawab, disiplin dan peduli. Pembiasaan nilai-nilai lain
sebagaimana tertuang dalam program PPK akan lebih terarah manakala
nilai pembentuk integritas makin kokoh dalam jiwa anak.
3) Bersifat Jangka Panjang
Sebagai bagian dari pendidikan karakter, penguatan integritas bersifat
jang- ka panjang. Dimulai sejak anak berada dalam pengasuhan orang
tua, masuk ke satuan pendidikan dasar hingga di pendidikan tinggi.
Proses awal memer- lukan identifikasi dan perencanaan yang matang,
sementara hasilnya baru akan terlihat dalam beberapa dekade ke depan.
Sebagai gambaran dapat di- lihat pada Gambar 1.4. Bagi guru,
penguatan integritas adalah persembahan untuk masa depan kehidupan
PENDIDIKAN KARAKTER BERSIFAT JANGKA PANJANG

h fase pendidikan karakter secara dominan. Porsi pembelajaran terkait pengetahuan sangat kecil tapi penguatan karakter melalui peng- kondisian dan pembiasaan
i pengetahuan makin banyak. PTPengetahuan SMA
SMP
bertambah usia, pendidikan karakter dianggap tidak penting. Melainkan, karakter yang tertanam di usia rendah diharapkan sudah melekat kuat dan sudah diamalk
SD PAUD

Karakter

Sumber: Ki Hajar Dewantara (1977)

yang lebih baik.


Gambar 1.4. Proporsi penguatan karakter dan pengetahuan tiap
jenjang pendidikan

Oleh karena itu, kunci pendidikan karakter terletak pada proses yang
dilaku- kan. Dalam proses pendidikan harus terjadi konsistensi antara
pembelajaran, pengkondisian, dan pembiasaan, sehingga pada akhirnya
terbentuk perilaku atas dasar prinsip yang diyakini. Konsistensi juga
harus dijaga antara sua- sana di kelas, sekolah, dan orang tua. Atas dasar
itulah komunikasi antara sekolah dan orang tua merupakan hal yang
sangat mutlak dilakukan.

Adapun mengenai hasil dapat dipantau perkembangannya sesuai perkem-


bangan usia. Tugas guru adalah menjaga konsistensi penguatan integritas
pada semua proses pembelajaran.

4) Integritas bersumber dari Keyakinan


Untuk menjadi pribadi berintegritas modalnya hanya dua hal saja:
“keyak- inan” yang sejalan dengan suara hati dan “kemauan keras”.
Ketika seseo- rang memiliki keyakinan terhadap prinsip hidup
berintegritas sebagai tugas kehidupannya, maka modal utama sudah
dimiliki. Keyakinan ini bersumber
dari dalam diri melalui proses pemahaman, penyadaran dan perilaku
yang terbiasa dilakukan. Tahu dan paham saja tanpa kesadaran dan
keyakinan yang kuat terhadap prinsip hidup, tidak ada daya dorong
terhadap penga- malan perilaku berintegritas. Sebaliknya dengan
keyakinan yang kuat, se- seorang akan berupaya hidup dengan prinsip
integritas. Persoalannya adalah adakah keyakinan itu ada dalam diri
pribadi? Jika keyakinan tidak kokoh, selalu berhitung untung rugi, dan
lebih berorientasi pamrih, maka integritas tak akan terwujud.

Setelah keyakinan kuat, langkah berikutnya adalah “kemauan keras”


untuk menunjukkannya dalam bentuk perilaku yang konsisten di
manapun, kapan- pun, dan dalam suasana bagaimanapun. Kemauan
keras ini, selain bersum- ber dari dorongan dari dalam diri, juga karena
suasana yang terbentuk di masyarakat. Namun, kemauan keras menjadi
energi dalam menghadapi tan- tangan berupa kondisi lingkungan yang
tidak berintegritas.

5) Berpusat pada Peserta Didik


Setiap individu --tanpa kecuali-- hadir menempati ruang yang telah
tersedia jauh sebelum ia lahir. Tuhan tidak mengenal produk gagal.
Setiap anak ter- lahir pembawa amanah dan potensi unik. Sebagai
hamba Tuhan kita harus menyadari bahwa kehadiran masing-masing
individu manusia tidak bisa di- gantikan oleh yang lain. Hidup bukan
kompetisi untuk saling mengalahkan, tapi kolaborasi untuk saling
melengkapi dalam membangun keutuhan. Ini- lah titik awal proses
pembelajaran dalam rangka penyadaran bahwa sifat kehidupan itu
kolaboratif.

Dunia pendidikan --di manapun berada, apapun bentuknya, bagaimana-


pun kondisinya-- berperan sebagai wahana bagi setiap individu untuk
me- nemukan ruang yang telah disediakan tersebut. Apabila dalam
perjalanan hidupnya seseorang tidak menemukan ruang itu, dapat
dipastikan itu akibat kekeliruan dunia pendidikan. Intervensi yang keliru
dan berlebihan meng- akibatkan seseorang kehilangan ruang yang
seharusnya ia tempati. Apabila ini terjadi, maka semua orang yang
berada di dunia pendidikan berhutang selamanya kepada anak.

Untuk mewujudkan hal itu perlu desain pendidikan yang utuh, yang
memo- sisikan anak sebagai pelaku bagi penguatan dirinya melalui
prakarsa-prakar- sa individu maupun kelompok. Artinya, anak
diposisikan sebagai produsen
yang aktif dalam segala hal.
Berpusat pada peserta didik bukan berarti mengalihkan aktivitas dari
guru ke murid. Murid yang semula hanya mendengarkan, sekarang aktif
berdis- kusi dan menemukan sendiri informasi. Bukan sekedar itu,
melainkan mengaktifkan mesin belajar di dalam diri anak, sehingga
mereka menemu- kan dan menyadari sepenuhnya akan keberadaan dia
sebagai makhluk yang berpikir,yang memiliki fitrah belajar.
Memunculkan kesadaran bahwa jika ia tidak memenuhi hasrat dan fitrah
belajar dari dalam dirinya, maka ia telah menzalimi dirinya sendiri.

Dalam konteks ini, peran dunia pendidikan adalah memberikan layanan


se- jak dini agar setiap individu menyadari bawa dirinya adalah
penanggung jawab utama atas keselamatan hidupnya, lahir dan bathin.
Dengan kata lain, peserta didik adalah pusat pengembangan diri mereka
sendiri.
Ini perlu dilakukan untuk mengembalikan dunia pendidikan yang selama
ini memosisikan anak sebagai konsumen yang menampung semua yang
diinginkan orang dewasa. Pola demikian sangat kontraproduktif dengan
upaya membangun karakter.

b. Prinsip Penguatan Integritas


Pada dasarnya penguatan integritas merupakan pendidikan sikap, pendidikan
nilai, pendidikan karakter, atau pembentuk perilaku. Oleh karena itu
penguatan integritas memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan pendidikan
karakter. Ada- pun prinsip-prinsip penguatan integritas meliputi:

1) Mengubah Pola Pikir dan Langkah


Proses penguatan integritas tidak bisa dilakukan dengan pola pendidikan
yang biasa. Perlu terobosan, inovasi dan upaya yang tidak biasa, dimulai
dari cara pandang terhadap pendidikan yang kini sepertinya harus
diletak- kan secara terbalik. Berikut perubahan pola pikir yang
dibutuhkan.

Tabel 1.3 Perubahan pola pikir dalam Penguatan Integritas


No Pola Pikir Tentang Penguatan Spirit Baru Penguatan Integritas
Integ- ritas Saat ini
1 Penguatan integritas tidak bisa Apakah untuk memulai kebaikan kita
dilakukan. Alasannya guru, pim- akan terus menunggu sampai pimpinan dan
pinan, tokoh, dan orang dewasa tokoh berperilaku sesuai terlebih dahulu?
lain- nya tidak memberi contoh. Kalau demikian kapan? Kita akan
kehilangan wak- tu.
No Pola Pikir Tentang Penguatan Spirit Baru Penguatan Integritas
Integ- ritas Saat ini
2 Sulit dilakukan karena kondisi ling- Apakah untuk memulai kebaikan kita
kungan sudah sedemikian korup. menunggu lingkungan baik dahulu baru
kita mulai? Lantas kapan bisa memulai?
Bukankah lingkungan dibentuk oleh
manu- sia? Bangun manusianya.
3 Di sekolah anak baik, tapi ketika di Apakah lingkungannya yang diubah atau
luar diajari sebaliknya. kekuatan jiwa anak yang dikuatkan?
Kuat- kan jiwa anak. Jangan menunggu
ling- kungan mendukung.
4 Sulit karena tidak mudah mengubah Anak akan tergugah hatinya apabila meli-
anak. hat gurunya baik. Ubahlah diri guru mas-
ing-masing. Itu yang bisa dikendalikan.
Jan- gan berpikir mengubah orang lain.
5 Perlu waktu lama, padahal kita Jangan khawatir soal hasil, konsisten saja
mem- butuhkan langkah yang pada proses. Ibarat menanam pohon.
segera. Tanam dan rawatlah sebaik mungkin,
kalau bukan kita yang menikmati
hasilnya, siapa tahu anak-cucu kita yang
merasakannya.

2) Kuncinya di Diri Pribadi


Penguatan integritas adalah upaya untuk mengubah diri sendiri. Bukan
mengubah orang lain. Dengan menjadi pribadi berintegritas, orang lain
akan meneladani dan menjadikan inspirasi. Berikut puisi “Hasrat untuk
Berubah” yang tertulis di pemakaman di Inggris. Isi puisi ini menjadi
bukti bahwa ak- tualisasi diri adalah hal utama dalam penguatan
integritas.
HASRAT UNTUK BERUBAH

Ketika aku masih muda dan bebas


berkhayal Aku bermimpi ingin mengubah
dunia
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku
Kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah

Maka cita-cita itu pun agak kupersempit


Lalu kuputuskan untuk hanya mengubah
negeriku
Namun tampaknya, hasrat itu pun tiada hasil

Ketika usiaku semakin senja


Dengan semangatku yang masih tersisa
Kuputuskan untuk mengubah
keluargaku Orang-orang yang paling
dekat denganku,
Tetapi malangnya, mereka pun tidak mau berubah
.
Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal
menjelang, Tiba-tiba kusadari,
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku
Maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku

Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,


bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku,
kemudian siapa tahu,
aku bahkan bisa mengubah dunia.
(An Anglican Bishop, 1100AD, as written in the Crypts of Wesminster Abbey)

3) Capaian Kompetensi Sesuai Perkembangan


Sebagaimana pendidikan karakter, penguatan integritas dipengaruhi oleh
perbedaan setiap tahap perkembangan anak. Piaget (1980) menyatakan
bah- wa anak-anak sangat bergantung pada tahap perkembangannya,
mengalami pendewasaan dan kemudian mampu untuk berfikir mengenai
moralitas.
Oleh karena itu penguatan integritas harus sejalan dengan tingkat
perkem- bangan anak. Selain Piaget, para ahli membagi tingkatan
perkembangan individu secara beragam. Namun dalam konteks
pendidikan, semua aspek perkembangan, antara lain perkembangan
kognitif, iman, moral, dan lain- nya, menjadi pertimbangan dalam
penguatan integritas.
Berikut kerangka dasar penguatan integritas yang disesuaikan dengan
ting- kat perkembangan anak.
(1) Penguatan Kompetensi SD/MI kelas 1-3
Pada usia SD/MI kelas bawah, pembelajaran perilaku berintegritas
baru dalam tahap pengenalan. Pengenalan dilakukan melalui
pembiasaan dan pengamalan dalam semua aktivitas dan aturan moral di
rumah, sekolah dan lingkungan tempat tinggal dan diperkuat dengan
cerita, permainan, aktivitas dan simbol-simbol ketaatan.
(2) Penguatan Kompetensi SD/MI kelas 4-6
Pada usia SD/MI kelas atas, pembelajaran perilaku berintegritas
memasuki tahap penguatan kesadaran. Pembiasaan dan pengamalan
tentang perila- ku berintegritas dilakukan atas dasar kesadaran dan
keyakinan tentang mak- na hidup, baik dalam kehidupan diri pribadi
maupun sosial.
(3) Penguatan Kompetensi SMP/MTs kelas 7-9
Pada usia SMP/MTs, pembelajaran memasuki tahap penguatan pembi-
asaan dan pengamalan hidup berintegritas secara konsisten
dimanapun, kapanpun, dalam situasi apapun serta mulai berperan aktif
dalam penerapan aturan hidup berintegritas.
(4) Penguatan Kompetensi SMA/MA/SMK kelas 10-12
Pada usia SMA/MA/SMK, Penguatan Integritas memasuki tahap pen-
guatan prinsip hidup berintegritas untuk pengamalan secara konsist-
en dimanapun, kapanpun, dalam situasi apapun, serta berperan aktif dan
berkomitmen untuk menegakkan prinsip hidup berintegritas sebagai
konsep diri bermoral dan meluaskannya kepada masyarakat.
Secara skematis dapat disajikan pada Gambar 1.5.

DEWASA
Pada usia SMA/MA/SMK, pembelajaran
memasuki tahap penguatan prinsip hidup
berintegritas untuk pengamalan secara
SMA/MA/SMK konsisten dimanapun, kapanpun, dalam
Kelas 10-12 situasi apapun, serta berperan aktif dan
berkomitmen untuk menegakkan prinsip
hidup berintegritas sebagai konsep diri
bermoral dan meluaskan- nya kepada
masyarakat.

Pada usia SMP/MTs, pembelajaran memasuki


SMP/MTs tahap penguatan pembiasaan dan penga-
Kelas 7-9 malan hidup berintegritas secara
konsisten dimanapun, kapanpun, dalam
situasi apapun serta mulai berperan aktif
dalam penerapan aturan hidup
berintegritas.

SD/MI Pada usia SD/MI kelas atas, pembelajaran


Kelas 4-6 perilaku berintegritas memasuki tahap
penguatan kesadaran. Pembiasaan dan
pengamalan tentang perilaku berintegritas
dilakukan atas dasar kesadaran dan
keyakinan tentang makna hidup, baik dalam
kehidupan diri pribadi maupun sosial.

SD/MI Pada usia SD/MI kelas bawah,


pembelajaran perilaku berintegritas
Kelas 1-3 baru dalam tahap pengenalan.
Pengenalan dilakukan melalui pembiasaan
dan pengamalan dalam semua aktivitas
PAUD dan aturan moral di rumah, sekolah dan
lingkungan tempat tinggal dan diperkuat
dengan cerita, permainan, aktivitas dan
simbol-simbol ketaatan.

Gambar 1.5. Penguatan Karakter tiap tingkatan usia


4) Dilakukan melalui Aktivitas, Tema, dan Mata Pelajaran
Penguatan integritas bersifat mendasar dalam kehidupan manusia. Oleh
ka- rena itu pembelajarannya juga dilakukan dalam semua aktivitas
kehidupan. Pembelajaran dilakukan di kelas, di sekolah, termasuk dalam
pembelajaran tematik, mata pelajaran, dan aktivitas pembelajaran
lainnya.
Di jenjang SD/MI, pembelajaran dalam tema apapun, di dalamnya harus
di- dasari dan menyertakan prinsip integritas. Demikian pula
pembelajaran pada mata pelajaran di jenjang SMP/MTs dan
SMA/SMK/MA. Pada seluruh ta- hapan kegiatannya pembelajaran harus
dilakukan dengan didasari nilai-nilai integritas. Pada hakikatnya seluruh
mata pelajaran memiliki karakteristik yang sesuai dengan karakter
tertentu. Misalnya, matematika mengajarkan keteraturan, urutan,
kepastian, dan kejujuran. Demikian pula pada mata pe- lajaran lainnya.
Sebagai rangkuman kandungan karakter tiap mata pelajaran disajikan
pada Tabel 1.3.

Tabel 1.4 Nilai khas yang terkandung dalam Mata Pelajaran


Mata Pela-
No Nilai khas yang dikandung
jaran
1 M atema - Keteraturan, ketegasan, perkembangan logika dari sederhana
tika ke kompleks, kepastian, universalitas, abstraksi, ekonomis,
kesejaja- ran, keragaman, ritme, dan keseimbangan.
2 IPA Obyektif, general, terhitung dan teoretis, rasa syukur,
keteraturan.
3 IPS Kebersamaan, perbedaan sebagai kekayaan, kesetaraan, saling
membutuhkan, keteraturan, berbagi peran,
4 Sejarah Ketelitian, kerapihan, urutan logis, logika peristiwa,
pemahaman dan penghargaan terhadap waktu, simpati,
empati,
5 Seni Kelembutan, keteraturan, keindahan, harmoni, irama, struktur, ke-
seimbangan, kreativitas
6 Pendidikan Kerja keras, sehat, teratur, sportif, kebersamaan, kerja tim,
Jasmani disiplin, kesesuaian, berbagi peran.
7 Bahasa Kerja keras, saling memahami, mendengarkan, kebersamaan, me-
nerima perbedaan, berkomunikasi, literasi penuh.
Sumber: Paedia

Pada mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Agama dan PPKn, integ-
ritas sebagai pengetahuan juga didiskusikan dalam rangka penyadaran
dan menguatkan keyakinan.

5) Terkoneksi dengan Keluarga dan Masyarakat


Penguatan integritas harus bertumbuh memadukan antara pemahaman,
pe- nyadaran dan pengamalan di semua segi kehidupan secara konsisten.
Proses
ini berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan atau masya-
rakat, serta komunitas-komunitas yang dekat dengan kehidupan anak,
baik pada tataran sosial maupun budaya. Ki Hajar Dewantara menyebut
terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang ia
sebut sebagai alam-keluarga, alam perguruan, dan alam-pergerakan
pemuda.
Secara lebih luas, alam keluarga meliputi keluarga, alam-perguruan
/sekolah meliputi di kelas dan di luar kelas, sedangkan alam-pergerakan
pemuda meliputi teman bermain dan masyarakat. Secara skematis dapat
dilihat pada Gambar 1.6.

TEMAN BERMAIN

KELUARGA

KELAS SEKOLAH MASYARAKAT

Gambar1.6. Pusat-pusat pendidikan

(Dikembangkan dari Ki Hajar Dewantara (1977)

Keluarga tentu menjadi inti, akan tetapi guru adalah motor


penggeraknya. Oleh karena itu guru perlu melakukan koneksi kegiatan
penguatan integri- tas di kelas dan sekolah dengan kegiatan di rumah,
dengan teman bermain dan masyarakat. Koneksi dapat dilakukan dalam
bentuk pelibatan keluarga dalam mendukung penguatan nilai integritas,
atau implementasi aktivitas pembelajaran di rumah. Teknisnya akan
diuraikan pada pembelajaran se- lanjutnya.

6) Konsisten dalam Setiap Aktivitas


Penguatan integritas hanya bisa dilakukan, dibangun, dikuatkan dalam
“sua- sana” yang berintegritas. Segala aspek dalam pembelajaran dan
pengelolaan
sekolah harus konsisten berintegritas. Seluruh aktivitas di sekolah,
apapun, harus menjadi media untuk mempraktekkan penguatan
integritas.
Penguatan integritas juga mensyaratkan konsistensi sikap dari orang
dewasa yang menjadi teladan dalam lingkungan di mana individu hidup
dan berkem- bang. Inkonsistensi perilaku orang dewasa menyebabkan
proses pendidikan tidak efektif. Di sinilah peran keteladanan dari orang
dewasa menjadi sangat menentukan.
Selain itu, proses pembelajaran yang terjadi dalam segala aktivitas di
sekolah perlu dikoneksikan dengan aktivitas di luar sekolah, seperti
dalam aktivitas anak dengan teman bermain, di keluarga dan di
masyarakat. Hal ini akan menguatkan proses pembelajaran di sekolah
menjadi budaya di masyarakat.

7) Kontinuitas Proses Terjaga


Penguatan integritas tak ubahnya denyut jantung. Tidak berhenti
sepanjang hayat dikandung badan. Terus dilakukan dalam setiap
aktivitas pembelajar- an secara konsisten. Oleh karena itu, perlu
indikator keterlaksanaan proses. Indikator ini untuk memastikan bahwa
proses berjalan secara benar, baik berupa pengkondisian suasana
berintegritas maupun proses pembelajaran baik dalam tema, mata
pelajaran, dalam aktivitas, maupun dalam keseharian di kelas, sekolah,
keluarga dan masyarakat.

Adapun perubahan sikap peserta didik sebagai hasil proses pendidikan


perlu dipantau melalui “indikator perilaku berintegritas” yang dilakukan
oleh para pendidik dan dapat dilihat juga perubahannya oleh masyarakat.

D. FORUM DISKUSI

Diskusikan kasus-kasus berikut dan buat rumusan bagaimana semestinya menurut


keyakinan anda:
1. Banyak guru yang tidak meyakini bahwa dirinya adalah seorang yang dijadikan
contoh atau teladan oleh siswanya, sehingga terkadang ia menunjukan perilaku
tidak berintegritas dihadapan siswanya. Mengapa ini terjadi dan bagaimana
meng- atasinya?
2. Persoalan bangsa tidak menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan oleh
guru. Guru tidak meyakini kemampuannya untuk mengatasi berbagai persoalan
bangsa karena merasa direpotkan oleh aktivitas teknis di kelas. Guru sudah
nyaman dengan
berbagai tunjangan yang diberikan pemerintah atau pengelola pendidikan
sehingga persoalan anak tidak lagi menjadi penting. Bagaimana menurut anda!
3. Dari materi tentang landasan dan prinsip penguatan integritas, nampak bahwa
pro- ses pendidikan karakter bukanlah hal yang rumit, justru sebaliknya sangat
mudah, karena faktor penentunya adalah mengaktualisasikan pada diri sendiri.
Anak berin- tegritas akan lahir dari guru berintegritas. Jika demikian, mengapa
masih ada guru yang merasa keberatan untuk berintegritas?
4. Dalam kehidupan kita sering kali dipaksa untuk mengingkari berbagai aturan,
nor- ma atau nilai karena untuk kepentingan tertentu. Kondisi tersebut kadang
memaksa sehingga kita mengikutinya. Demikian pula terkait integritas, orang
tahu dan bisa mempraktekkan, namun ternyata tidak bisa menjalankan secara
konsisten. Apa aki- bat hal tersebut terhadap diri pribadi dalam menjalani
kehidupan yang bermakna?
5. Ketika di sekolah semua orang mengabaikan integritas karena dianggap
menyulit- kan diri sendiri dan tidak sosok teladan, bagaimana cara meyakinkan
diri pribadi bahwa perilaku berintegritas adalah kebutuhan yang harus
diwujudkan sebagai per- tanggungjawaban kepada Tuhan.

III. PENUTUP

A. RANGKUMAN

• Guru adalah manusia yang terpanggil untuk mengusir kegelapan bagi


lingkungan- nya. Sebagai penerang, maka sosok guru sendiri haruslah terang.
Dia adalah murid pertama dari kebaikan yang ia ajarkan;
• Integritas merupakan konsistensi atau kesesuaian antara suara hati nurani sebagai
kebenaran, pola pikir untuk hidup benar, tekad yang kuat untuk mewujudkan
hidup benar, ucapan yang terungkap, dan perilaku yang ditampilkan;
• Kunci dari proses penguatan integritas adalah ketika setiap guru memahami, me-
yakini, dan mengamalkan perilaku berintegritas bagi dirinya dan kemudian
menjadi teladan dan inspirasi bagi peserta didik dan lingkungannya;
• Integritas pada dasarnya sudah ada dalam diri setiap manusia. Tugas guru adalah
menguatkan nilai karakter penguat integritas yang ada dalam diri setiap manusia,
sehingga makin kokoh.
• Menjadi pribadi berintegritas memberi manfaat untuk pribadi dan berdampak
sosial. Jadi bukan ditujukan untuk memperbaiki di luar diri;
• Guru memiliki peran sebagai lokomotif dalam perbaikan moral bangsa dengan me-
lakukan penguatan integritas dimulai dari dirinya, dan meluaskan kepada peserta
didik dan lingkungannya;
• Melihat kondisi sekolah saat ini, maka untuk melakukan penguatan integritas
perlu upaya yang tidak biasa dengan cara pandang yang berbeda. Guru perlu
memiliki keyakinan yang kuat dan kerja keras mewujudkannya;
• Penguatan integritas adalah hal paling mendasar dalam pendidikan yang mutlak
dilakukan oleh seluruh guru, apakah ia guru kelas, guru mata pelajaran, konselor,
atau warga sekolah dewasa lainnya.

B. TES FORMATIF

Tuliskan jawaban anda yang menggambarkan solusi dari kasus berikut:


Kasus: Anda menjadi guru di satu sekolah. Peraturan sekolah menentukan bahwa
siswa yang terlambat tidak bisa masuk kelas. Tujuannya untuk menegakkan disiplin
siswa. Gerbang dikunci. Namun, tatkala guru datang terlambat, ia boleh masuk, dan
disaksi- kan siswa. Hal itu ternyata lumrah terjadi. Anda sudah mencoba
menyampaikan kepada kepala sekolah tapi tidak ada respon. Andapun sudah
mencoba memperbaiki keadaan dengan mengajak teman guru untuk tidak
melakukan itu, tapi malah anda dikucilkan dan dianggap mengganggu kenyamanan.

Pertanyaan:
1. Bagaimana langkah anda menghadapi situasi tersebut sebagai orang yang
berinte- gritas? Buat dalam bentuk naskah reflektif!
2. Buat daftar tentang faktor penyebab guru tidak berintegritas serta solusinya yang
bisa dilakukan oleh diri pribadi. Bukan solusi yang dilakukan pihak lain.
3. Berdasarkan kasus di atas sebagai referensi buat mind map tentang landasan dan
prinsip penguatan integritas dengan gambar yang anda buat sendiri.

C. DAFTAR PUSTAKA

Adler, M. 2009. Program Paedia: Silabus Pendidikan Humanistik (Terj.). Indonesia


Publishing. Bandung
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2015). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anas, Z. 2019. Guru untuk Kehidupan. Jakarta: AMP Press.
Anita Woolfolk. 2009. Educational Psychology; Aktive Learning Edition. Pustaka
Pe- lajar. Yogyakarta.
Dewey, J. 2009. Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman (Terj.). Indonesia Publishing.
Bandung
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan (Terj.). Erlangga. Jakarta
Jensen, E. 2008. Brain-Based Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Joyce, A., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Model of Teaching: Model-Model Pengajaran.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Karzon, A. A. 2010. Tazkiyatun Nafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut
Al- Qur’an dan As-Sunnah di Atas Manhaj Salafus Shaalih. Akbarmedia.
Jakarta.
Koentjaraningrat. 2015. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. PT Gramedia
Pus- taka Utama: Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2017. Pendidikan Antikorupsi untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah. . KPK, Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2018. Insersi Pendidikan Antikorupsi untuk
Pendidi- kan Dasar dan Menengah melalui Mata Pelajaran PPKN. KPK,
Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2019. Panduan Praktis Implementasi Pendidikan
An- tikorupsi bagi Guru Kelas dan Guru PPKn Pendidikan Dasar dan
Menengah KPK, Jakarta.
Ki Hadjar Dewantara. 1977. Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Yo- gyakarta.
Latif, Yudi. 2015. Revolusi Pancasila. Mizan: Jakarta.
Lickona, A. 2012. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah
Dapat Memberikan Pendidikaan Tentang Sikap Hormat dan Bertanggung
Jawab. Bumi Aksara. Jakarta.
Lubis, Mochtar. 2017. Manusia Indonesia. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Megawangi, R. 2009. Menyemai Benih Karakter. Indonesia Heritage Foundation.
De-
pok.New Jersey.
Murty, Ade Iva. 2016. Perumusan Indikator Nilai-Nilai Antikorupsi. Komisi
Pemberan- tasan Korupsi-GIZ, Jakarta.
Murty, Ade Iva. 2016. Kajian Kristalisasi Nilai-Nilai Antikorupsi. Komisi
Pemberan- tasan Korupsi-GIZ, Jakarta.
Samani, M., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja
Rosda- karya. Bandung.
Sandra Aamodt dan Sam Wang. Welcome to Your Child’s Brain; Cara Pikiran
Berkem- bang dari Masa Pembuahan Hingga Kuliah. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan. Kencana. Jakarta.
Soedarsono,S. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Peran Penting Karakter
dan Hasrat untuk Berubah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sjafei, M. 2010. Arah Aktif: Sebuah Seni Mendidik Berkreativitas dan Berakhlak Mulia.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
World Economic Forum. (2020). School of the Future, Defining New Models of
Edu- cation for the Fourth Industrial Revolution. Geneva: World Economic
Forum.
Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG 37
Halaman ini Sengaja
dikosongkan

38 Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG


KEGIATAN BELAJAR 2

Aksi Nyata Meneguhkan diri


Menjadi Agen Perubahan

“Tujuan tanpa perencanaan hanyalah sebuah harapan”


Larry Elder

Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program 39


PPG
I. PENDAHULUAN
Pada pembelajaran terdahulu anda dapat memastikan hakikat profesi guru, serta
makna integritas bagi seorang guru. Lebih luas lagi, anda telah mempelajari peran
guru dalam penguatan moral bangsa, serta prinsip penguatan integritas kepada
peserta didik dan perluasannya kepada keluarga dan lingkungan.
Sebagai bukti kesungguhan tekad, anda harus merancang dan menyusun rencana
bagaimana integritas dapat menghujam ke dalam dada peserta didik kita. Ini tugas
guru yang utama. Bukan mengejar pemahaman pengetahuan semata yang
dibungkus dengan angka-angka.
Melalui kegiatan pembelajaran kedua ini, diharapkan setiap mahasiswa secara
pribadi mampu merancang dan membuat rencana bagaimana menguatkan integritas
kepada pe- serta didik. Faktor apa saja yang penting dilakukan dan bagaimana
dokumen perenca- naan disusun secara kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Rencana penguatan integritas harus disusun dengan integritas tinggi.
Tahapan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa pada bagian ini adalah:
1. Menghadapi kondisi nyata lingkungan belajar yang menjadi tanggungjawab anda
dengan segenap persoalannya serta menjadikan hal tersebut sebagai bahan
pertim- bangan untuk menyusun aksi nyata;
2. Merancang aktivitas sebagai wahana utama penguatan integritas, dan
implementasi- kan secara konsisten, menyiapkan instrumen dan
mendokumentasikan proses dan perkembangan hasil penguatan integritas
seluruh peserta didik;
3. Melakukan evaluasi secara terus menerus sehingga penguatan integritas berjalan
secara konsisten sepanjang waktu di manapun, kapanpun dan dalam suasana
bagaimanapun.

II. INTI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN:

1. Mahasiswa mampu merancang kegiatan penguatan integritas peserta didik di


semua aktivitas pembelajaran sesuai dengan kondisi yang dihadapi;
2. Mahasiswa mampu menyusun dokumen rencana, materi, bahan, alat, dan
instrumen penilaian yang dibutuhkan dalam kegiatan penguatan integritas
peserta didik;
3. Mahasiswa mampu mendata, menganalisis, menindaklanjuti dan melaporkan
tahap perkembangan penguatan integritas peserta didik di semua aktivitas
pembelajaran;
B. POKOK-POKOK MATERI

1. Tahapan Penguatan Integritas


2. Aktivitas Penguatan Integritas
3. Rencana Penguatan Integritas

C. URAIAN MATERI

S etelah anda memahami betapa pentingnya menjadi guru berintegritas, dan


meyakini bahwa anda menjadi bagian dari dalamnya, kini saatnya membuktikan
dalam ben-
tuk aksi nyata. Anda adalah bagian dari solusi, bukan bagian dari persoalan. Niatkan,
tekadkan, dan buat rancangan berbagai aktivitas untuk penguatan integritas bagi
peserta didik dan lingkungan anda. Lalu susun dalam bentuk dokumen yang
menjadi acuan dan dokumentasikan setiap kegiatan yang dilakukan.
Mengacu pada definisinya, pendidikan adalah “usaha sadar dan terencana untuk
mewu- judkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengem- bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Dari definisi
tersebut maka ada dua hal yang perlu diciptakan dalam proses pendidikan yakni (1)
membangun suasana belajar dan (2) me- lakukan proses pembelajaran.

Dalam konteks penguatan integritas pun, dua hal tersebut yang perlu dilakukan guru,
yakni bagaimana “menciptakan suasana belajar yang berintegritas” dan “bagaimana
me- lakukan proses penguatan integritas secara konsisten sehingga peserta didik
memahami, menyadari dan meyakini, serta mengamalkan perilaku berintegritas
dalam kehidupan- nya”.
Tujuan akhir dari penguatan integritas adalah peserta didik secara konsisten
memiliki perilaku berintegritas di manapun, kapanpun dan dalam kondisi
bagaimanapun sepan- jang hidupnya. Tidak berhenti sampai mereka memahami
atau menyadari pentingnya integritas. Bahkan lebih dari itu, peserta didik diharapkan
dapat mengamalkan dalam dirinya dan menjadi pelopor hidup berntegritas di
lingkungan masyarakatnya.
Upaya untuk mewujudkan suasana belajar dan melakukan proses pembelajaran tentu
berbeda tiap jenjang pendidikan. Untuk memahami perbedaan penekanan pada tiap
jen- jang pendidikan, silahkan pelajari kembali tentang Prinsip Penguatan Integritas
pada Pembelajaran sebelumnya.
1. Tahapan Penguatan Integritas
Penguatan integritas dilakukan melalui dua cara utama, yakni (1) dengan
mewujud- kan suasana berintegritas di kelas, sekolah, dan di manapun guru
berada, serta (2) melakukan penguatan secara konsisten dalam proses
pembelajaran, baik dalam mata pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, maupun
aktivitas lainnya. Di manapun proses penguatan terjadi, tahapannya adalah
memberikan pemahaman, menguatkan keyak- inan, dan pengamalan perilaku
secara konsisten. Berikut uraiannya.

a. Tanamkan Pemahaman Anak


Langkah awal adalah memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang
perilaku berintegritas dan manfaatnya bagi pribadi dan masyarakat.
Terutama manfaat pribadi dan kaitannya dengan tanggung jawab individu
kepada Tuhan.
Dalam tahap ini, peserta didik harus memahami seperti apa perilaku
berintegri- tas, serta apa manfaat bagi dirinya pribadi dan orang lain. Materi
serta strategi untuk memahamkan disesuaikan dengan usia anak. Contoh
sebagai berikut:
• JUJUR> Mengapa kita harus jujur? Apa contoh perilaku jujur? Siapa
yang menyuruh manusia jujur? Apa untungnya jujur? Bagaimana kalau
tidak ju- jur? Seperti apa contoh tidak jujur Siapa contoh orang jujur?
Bagaimana perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari?
• TANGGUNG JAWAB> Mengapa kita harus bertanggungjawab?
Bagaima- na kalau tidak bertanggungjawab? Apa manfaatnya bagi diri
sendiri dengan menunjukkan rasa tanggungjawab? Apa manfaatnya bagi
orang lain dengan menunjukkan rasa tanggungjawab? Siapa yang
mengawasi rasa tanggung- jawab kita? Kalau tidak diketahui orang lain
bolehkan kita tidak bertang- gungjawab?
• DISIPLIN> Mengapa kita harus berdisiplin? Seperti apa contoh disiplin?
Untuk apa kita harus disiplin? Bagaimana kalau tidak berdisiplin? Apa
man- faat disiplin bagi diri sendiri? Apa untungnya bagi diri sendiri?
Apa untung- nya bagi orang lain?
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat diajukan dalam konteks yang berbeda antara
anak di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tujuannya adalah membuat
anak paham serta menyadari makna nilai tersebut dalam kehidupan. Oleh
kare- na itu, hal ini harus terus diulang-ulang untuk memastikan peserta
didik mema- hami betul perlunya integritas bagi dirinya.
b. Kuatkan Penyadaran dan Keyakinan
Setelah hidup berintegritas makin dikenali, dipahami, dan disadari
manfaatnya bagi pribadi, yakinkan kepada anak bahwa perilaku tersebut
merupakan tanggung jawab pribadi setiap orang sebagai perintah Tuhan dan
akan banyak godaannya. Oleh karena itu, tidak perlu menunggu orang lain
dulu melakukannya. Yakinkan prinsip sebagai berikut:
• Perilaku berintegritas adalah kebaikan yang hakiki bagi kehidupan
manusia sebagai tanggung jawab pribadi;
• Perilaku berintegritas memberi manfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan
masyarakat. Kebaikan itu membahagiakan. Tidak ada balasan kebaikan
se- lain kebaikan pula;
• Kebaikan adalah prinsip hidup, yang harus dilakukan di manapun,
kapan- pun, dan dalam kondisi bagaimanapun sepanjang hidup, karena
itu merupa- kan perintah Tuhan;
• Kebaikan adalah prinsip hidup, yang dilakukan tanpa pamrih dari
sesama, dan tetap dilakukan meski tidak diawasi manusia;
• Setiap perilaku baik akan sangat berat karena orang baik harus diuji
terlebih dahulu apakah perilaku baiknya tulus ikhlas atau pamrih. Oleh
karena itu kebaikan akan selalu dianggap sulit;
• Dalam melakukan perilaku baik, tidak perlu mencontoh orang lain. Con-
tohlah sosok teladan pembawa risalah agama;
• Ambil hikmah dari perilaku orang baik sebagai figur contoh pada sisi
baik- nya tersebut.

c. Amalkan Secara Konsisten


Setelah keyakinan makin kuat, bahwa perilaku berintegritas itu sebuah
kebai- kan dan ajaran Tuhan, maka gerakkan semua peserta didik untuk
mempraktek- kan perilaku itu dalam kehidupan dan terus dibiasakan secara
konsisten dalam berbagai hal, di manapun, kapanpun, dan dalam situasi
bagaimanapun. Mu- lailah dengan hal termudah lalu jaga konsistensi.
Kemudian kembangkan ke berbagai hal.
Guru terus menerus menguatkan perilaku ini dengan dorongan dan apresiasi
ser- ta menguatkan pemahaman dalam diri anak agar perilaku berintegritas
menjadi
prinsip hidup yang terus melakat kuat dalam jiwa anak.

d. Deklarasikan dan Sebarkan


Apabila perilaku berintegritas sudah mulai nampak konsisten dalam diri
peser- ta didik, mulailah mendorong mereka untuk mendeklarasikan
perilaku tersebut sebagai konsep diri pribadi dalam menjalani kehidupan.
Lalu dorong mereka untuk mengajak teman-temannya, anggota keluarga,
teman bermain di rumah, dan masyarakat lainnya untuk melakukan hal yang
sama dan mencegah hal yang berlawanan.
Urutan demikian hanya untuk memudahkan tahapan pembelajaran. Dalam
praktekn- ya, tidak selalu tahapannya berurutan. Tahap pemahaman, penyadaran
dan penga- malan dapat berjalan simultan dan saling menguatkan. Hanya saja,
untuk bagian deklarasi, pastikan hal itu dilakukan setelah perilaku berintegritas
diamalkan. Hal ini untuk memastikan konsistensi. Dalam beberapa kasus,
deklarasi didahulukan se- bagai “janji pribadi” agar selanjutnya memiliki
komitmen kuat untuk melakukan. Hal demikian bisa saja dilakukan, akan tetapi
umumnya terjebak pada seremonial dan berujung inkonsistensi.

Secara skematis alur penguatan dapat disajikan pada Gambar 2.1

2 3
Amalkan
Kuatkan Se- cara
Penyadaran Konsisten
& Keyakinan

Menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak terbiasa menerapkan perilaku berintegritas secara konsisten di manapun, kapanpun dan dalam situasi apa

1
Menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak meyakini, menginsyafi, dan menyadari bahwa nilai-nilai integritas membawa kebaikan bagi dirinya pribadi
maupun orang lain dan lingkungan. Integritas adalah kebutuhan pribadi yang hakiki.

Tanamkan Pemahaman

asi atau mengkondisikan agar anak mengenal, mengetahui, mengerti, memaklumi, perlunya nilai integritas dalam menjalani kehidupan.

Menciptakan situasi atau mengkondisikan agar anak berani menyatakan dirinya sebagai orang yang konsisten memiliki perilaku berintegritas, menjadi teladan, dan aktif mengkampanyekan pentingnya integr

4
Deklarasikan & Sebarkan

Gambar 2.1. Alur penguatan integritas.


2. Aktivitas Penguatan Integritas
Penguatan integritas berupa pemahaman, penyadaran, peyakinan, pengamalan,
dan deklarasi dapat dilakukan dalam beragam aktivitas. Berikut beberapa jenis di
an- taranya:

a. Pengenalan kata dan istilah


Peserta didik dikenalkan dengan kata dan istilah terkait integritas. Bagi anak
usia dini dan pendidikan dasar dimulai dengan pengenalan kata sederhana
dan bersifat umum seperti “jujur”, “tanggungjawab”, “disiplin” dan
“peduli” serta berbagai kata terkait, termasuk contoh perilaku sesuai
tingkatan usia.
Pada anak usia lebih tinggi mulai dikenalkan kata “integritas”, “korupsi”,
“nilai”, “norma”, “konsisten”, dan lain sebagainya, disertai contoh. Berbagai
as- pek manfaat integritas terhadap diri pribadi seperti “menimbulkan rasa
senang”, “sesuai perintah Tuhan”, dan “membuat diri lebih berguna” juga
dijadikan ba- han pembelajaran.
Demikian pula sebaliknya dengan perilaku tidak berintegritas, seperti
“berbo- hong”, “tidak peduli”, “merusak diri sendiri”, “membuat jiwa tidak
tenang”, “tidak sejalan dengan ajaran agama”, “merugikan orang lain”,
“melawan hu- kum”, dan berbagai istilah yang relevan.
Kegiatan sebaiknya dilakukan dalam bentuk permainan yang menyenangkan.
Dengan demikian, lambat laun diharapkan akan membentuk pemahaman ter-
hadap perilaku berintegritas serta membangun konsep diri anak semakin
kuat. Untuk menjaga pemahamannya tampilkan dalam simbol-simbol
berbentuk ane- ka karya, seperti teks, lagu, video, gerakan dan lain
sebagainya.

b. Asosiasi nilai dan karakter


Ditanamkan pada diri anak tentang karakter dan sosok yang diingat sesuai
dengan perkembangan usianya. Karakter atau sosok itu bisa berupa tanaman,
bagian tanaman, organ tubuh, hewan, atau contoh figur contoh. Lebih
optimal dikaitkan dengan konten mata pelajaran. Misalnya tentang peran
akar dalam tanaman, yang memiliki sifat pantang menyerah, konsisten, dan
lain sebagai- nya. Demikian juga proses fotosintesis di mana daun
“memasak makanan” dan membaginya kepada semua organ tanaman.

Dalam matematika ada urutan bilangan yang menunjukkan sifat tertib dan
kon- sisten, yang dapat ditunjukkan dalam antrian. Tentang himpunan,
perbedaaan,
dan lain sebagainya.
Juga dapat ditampilkan kisah lebih luas tentang sosok sebagai figur contoh
da- lam Kisah Nabi, Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, serta sosok
kekinian yang sangat menonjol sisi baiknya.

c. Permainan (games)
Bermain yang menyenangkan akan menjadi wahana belajar yang optimal
dalam menguatkan pembiasaan perilaku integritas. Segala macam permainan
dapat dilakukan yang ditujukan untuk menguatkan nilai karakter tertentu.
Dalam se- tiap permainan dilatih saling menghargai, jujur, tanggungjawab,
disiplin, peduli, dan lain sebagainya. Aneka permainan dapat dirancang oleh
guru mata pelajar- an, atau wali kelas, dalam menguatkan karakter atau
permainan tertentu.

d. Kompetisi olah raga dan seni


Kompetisi olahraga selain mendorong kegiatan olah fisik, juga membelajar-
kan beragam karakter pembentuk integritas, seperti jujur, bertanggung
jawab, disiplin, peduli, sportif, saling menghargai, dan banyak lagi.
Kompetisi dapat digelar secara simultan di sekolah, dalam lingkup sekolah,
atau mengikuti kom- petisi di luar sekolah. Libatkan anak secara optimal
dalam penyelenggaraannya. Seluruh kepanitiaan dari peserta didik, guru
hanya menjaga agar penerapan nilai karakter pembentuk integritas dilakukan
secara konsisten. Terapkan aturan se- cara konsisten dalam segala aspek.
Jangan pernah mentoleransi ketidakjujuran, tidak bertanggungjawab, tidak
disiplin, atau sifat lain seperti tidak sportif, tidak adil, dan lainnya.

Hal demikian juga dapat dilakukan dalam kegiatan kompetensi seni seper-
ti paduan suara, melukis, musik, kriya, karya sastra, juga lomba keagamaan,
misalnya tilawah dan tahfidz quran, serta kompetisi dalam berbagai aktivitas
produktif seperti kewirausahaan, sales competition, pertanian, dan beragam
ak- tivitas lainnya dalam kehidupan.

e. Penciptaan karya seni


Anak dapat mengembangkan potensi dirinya dalam bentuk penciptaan karya
yang sesuai bakatnya. Proses penciptaan karya yang sesuai ini terdapat
makna untuk melatih karakter pribadi. Kegiatan penciptaan karya yang
disenangi anak, merupakan wahana dan media untuk menguatkan integritas.
Lakukan kegiatan penciptaan karya yang sesuai potensi dengan kompleksitas
yang makin meningkat. Mulai dari puisi sederhana hingga puisi yang lebih
kom- pleks. Demikian pula esai, lukisan, seni gerak, gerakan senam, tari,
cipta lagu, menulis cerpen, dan lain sebagainya. Jangan pernah takut salah
dalam berkarya dan jangan terlalu dipikirkan langkah untuk memulai. Karya
yang baik adalah karya yang dimulai. Para pendidik mengarahkan menuju
hasil karya bermakna.

f. Kegiatan Sosial
Anak perlu dilibatkan secara rutin untuk aktivitas kerja sosial bersama baik
di sekolah maupun di masyarakat. Dalam kerja sosial diharapkan anak akan
mera- sakan makna diri yang memberi manfaat pada orang lain, mengasah
simpati dan empati, menerima keberagaman, melatih tanggungjawab dan
disiplin, serta menguatkan kepedulian.

g. Perenungan
Perenungan merupakan proses dalam diri anak untuk menemukan makna
diri- nya. Anak harus diajak merenungkan segala hal yang ia kerjakan dalam
kehidu- pan. Perenungan tentang tujuan hidup, makna hidup, alur kehidupan,
manfaat kehadiran dirinya dan kemaslahatan bagi orang lain, dan beragam
hal yang da- pat menyentuh hati. Lakukan proses perenungan dengan
metode yang berbe- da-beda, yang tujuan akhirnya anak merasa harus
berbuat baik sebagai prinsip hidupnya. Dengan demikian lambat laun
diharapkan perilaku berkarakter bisa menjadi konsep diri bermoral yang
melekat sebagai prinsip hidup.

h. Diskusi bebas dan terbuka


Keterampilan berpikir akan terasah dalam suasana berpikir yang bebas,
terbuka, tanpa rasa takut, tanpa pamrih dan suasana rileks. Dorong anak
mendiskusikan sesuatu secara bebas dan terbuka. Misalnya mendiskusikan
bagaimana mem- buat nyaman ruang kelas. Berdasarkan pengalaman, akan
muncul gagasan aneh, “gila”, tidak biasa, atau solusi dengan logika terbalik.
Itulah bibit kreativitas dan sesuatu yang bisa saja terjadi.

3. Rencana Penguatan Integritas


Ada pepatah, “ Jika kita gagal membuat rencana, maka kita tengah
merencanakan kegagalan”. Demikian pula dalam penguatan integritas.
Perencanaan mutlak dilaku- kan oleh setiap guru sebagai rencana dirinya dalam
menguatkan integritas peserta didik. Bentuk rencana dapat beragam sepanjang
digunakan sebagai acuan dalam
melakukan penguatan integritas. Namun, sebagai bukti kinerja, perencanaan itu
di- tuangkan dalam bentuk dokumen. Adapun dokumen dapat disajikan dalam
bentuk teks, gambar, video, atau bentuk lain yang menunjukkan bahwa ada
bukti perenca- naan yang dibuat. Pada prinsipnya, hal terpenting dari sebuah
rencana adalah terse- dianya dokumen rencana yang dijadikan acuan dalam
bentuk apapun, bukan soal format, bentuk dan segala hal yang serbaseragam.

Oleh karena itu, dokumen harus dibuat sendiri oleh guru sesuai dengan kondisi
pe- serta didik dan konteks lingkungannya. Karena dibuat sendiri, maka variasi
bentuk dimaklumi sesuai dengan karakteristik kemampuan guru dalam membuat
doku- men rencana. Yang terpenting dokumen rencana itu dibuat sendiri,
dijadikan acuan pelaksanaan, dan dievaluasi secara terus menerus.
Adapun bentuk dan jenis dokumen perencanaan dalam penguatan integritas pada
dasarnya tidak ditentukan secara kaku. Yang terpenting adalah hubungan
antarkom- ponen dari dokumen perencarnaan sinkron dan konsisten. Paling tidak
dokumen perencanaan meliputi komponen berikut:
• Hasil identifikasi potensi peserta didik;
• Aktivitas penguatan integritas secara terjadwal harian, mingguan, bulanan,
se- mester, atau tahunan;
• Keterkaitan dengan tema, mata pelajaran, atau kompetensi dalam mapel dan
antarmapel secara konsisten;
• Instrumen keterlaksanaan proses dan ketercapaian perilaku berintegritas;
• Pendataan terhadap pelaksanaan kegiatan dan capaian perkembangan
perilaku berintegritas.

a. Tahapan Menyusun RPP


Penguatan integritas menjadi ruh dan tujuan utama setiap aktivitas
pembelajar- an. Oleh karena itu, penguatan integritas dilakukan dalam
semua mata pelajaran, semua tema, dan semua aktivitas, serta dilakukan di
semua tingkatan kelas se- suai dengan perkembangannya. Dengan demikian,
penguatan integritas melekat pada tanggungjawab semua guru, tanpa kecuali.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa materi pelajaran menjadi
wa- hana penguatan integritas. Atas dasar itulah, maka dalam tahapan
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) harus memosisikan
integritas se- bagai tujuan. Penguasaan materi pelajaran adalah “jembatan”
menuju kokohnya
integritas dalam diri peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, penyusunan RPP
mengacu pada prinsip berikut:
1. RPP dirancang dan disusun sendiri oleh pendidik dengan pemahaman
yang baik, bukan hanya bersifat dokumen administratif;
2. Penyusunan RPP mempertimbangkan konteks dan kearifan lokal;
3. Penyusunan RPP melibatkan peserta didik, khususnya dalam merancang
ak- tivitas belajar yang disukai peserta didik;
4. Dalam RPP, sinkron antara kompetensi yang ingin dicapai,
pengkondisian yang dilakukan, proses pembelajaran yang dilaksanakan,
penilaian yang dilakukan dan tindak lanjutnya;
5. RPP yang disusun menjadi acuan dalam kegiatan
pembe- lajaran.
Tahapan penyusunan RPP secara ringkas dapat disajikan
pada Gambar 2.2. Contoh RPP untuk tiap jenjang dapat
dilihat pada tautan sesuai QR Code di samping ini.

1 2
Tentukan
Pahami Kompetensi Indikator
Pahami kompetensi Ketercapaian
yang harus dikuasai Kompetensi
peserta didik Tentukan tanda-tan-
(Pengeta- huan, da peserta didik
keterampilan, dan sikap mencapai kompetensi
serta nilai-nilai apa dan perilaku dalam
yang terkandung Guru harus men- penerapan nilai (Ju-
jur, tanggungjawab,
dalam kompetensi jaga prinsip dan disiplin, peduli, dll)
tersebut).
konsistensi me-
nerapkan perilaku

4 3
berintegritas dalam
setiap tahapan
Tentukan
Tentukan alat Proses Pembe-
bahan dan In- lajaran
strumen Penila- Proses dalam bentuk
ian yang sesuai aktivitas yang relevan,
Susun alat bahan baik tematik atau mata
dan instrumen pelajaran atau lainnya.
penilaian untuk Nilai-nilai in-
melihat perubahan tegritas sebagai lan-
perilaku sesuai dasan berperilaku.
indikator peri- laku
berintegritas.

5 6
Dokumentasikan da- Implementasi
lam bentuk RPP dan Tindak
dan instrumen lanjut
penilaian

Gambar 2.2 Alur penyusunan RPP berintegritas


b. Indikator Keterlaksanaan Proses
Sebagai upaya sadar dan terencana untuk menghadirkan peserta didik
dengan integritas yang kuat, maka proses penguatan harus benar-benar
terlaksana secara konsisten. Keterlaksanaan proses harus terlihat dari tanda-
tandanya (indikator) yang dapat diamati, dapat diukur dan dapat dicapai.
Indikator ini merupakan tanda apakah proses penguatan perilaku
berintegritas berlangsung atau tidak, konsisten atau tidak, baik di kelas
maupun di sekolah.

Berikut contoh indikator untuk melihat apakah proses penguatan integritas


ber- jalan atau tidak, konsisten atau tidak, untuk jenjang pendidikan usia
dini, dasar dan menengah.

Tabel 2.1 Indikator Proses Penguatan Integritas untuk tingkat PAUD/


SD/MI
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
1. Adanya figur contoh yang dapat diteladani
oleh anak;
2. Adanya simbol-simbol (gambar, poster,
span- duk, kata-kata bijak, yel-yel, lagu) yang
mengin- spirasi perilaku Integritas;
3. Adanya kesepakatan bersama antara anak
dan guru terkait praktek pengamalan perilaku
Inte- gritas;
4. Adanya kesepakatan bersama guru dan
orang tua / masyarakat terkait pengamalan
perilaku ber- integritas;
5. Adanya konsistensi perilaku berntegritas di
semua kegiatan dan proses pembelajaran;
6. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
ber- peran aktif dalam dalam mempraktekkan
perila- ku Integritas;
7. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
berpegang teguh pada prinsip hidup
berperilaku Integritas;
8. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
be- rani mendeklarasikan diri sebagai pribadi
berpe- rilaku Integritas;
9. Adanya konsistensi penerapan nilai
keadilan dalam tata kelola sekolah seperti
bebas dari pung- li, gratifikasi dalam bentuk
apapun.
Tabel 2.2 Indikator Proses Penguatan Integritas untuk tingkat SMP/
MTs
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
1. Adanya figur contoh yang dapat diteladani
oleh anak;
2. Adanya simbol-simbol (gambar, poster,
span- duk, kata-kata bijak, yel-yel, lagu) yang
mengin- spirasi perilaku berintegritas;
3. Adanya kesepakatan bersama antara anak
dan guru terkait pengamalan perilaku
berintegritas;
4. Adanya kesepakatan bersama guru dan
orang tua / masyarakat terkait pengamalan
perilaku ber- integritas;
5. Adanya konsistensi dalam mempraktekkan
perilaku berintegritas di semua kegiatan dan
proses pembelajaran;
6. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
ber- peran aktif dalam mempraktekkan
perilaku ber- integritas;
7. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
mengajak temannya berperilaku berintegritas;
8. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak
be- rani mendeklarasikan diri sebagai pribadi
dengan perilaku berintegritas;
9. Adanya konsistensi penerapan nilai
keadilan dalam tata kelola sekolah seperti
bebas dari pungli, gratifikasi dalam bentuk
apapun.

Tabel 2.3 Indikator Proses Penguatan Integritas untuk tingkatan


SMA/ MA/SMK
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
1. Adanya figur contoh yang dapat diteladani
oleh peserta didik;
2. Adanya simbol-simbol (gambar, poster,
span- duk, kata-kata bijak, yel-yel, lagu) yang
mengin- spirasi perilaku berintegritas;
3. Adanya kesepakatan bersama antara
peserta didik dan guru terkait pengamalan
perilaku ber- integritas;
4. Adanya kesepakatan bersama guru dan
orang tua / masyarakat terkait pengamalan
perilaku berintegritas;
5. Adanya konsistensi dalam mempraktekkan
perilaku berintegritas di semua kegiatan dan
proses pembelajaran;
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
6. Adanya dorongan atau apresiasi agar
peserta didik berperan aktif dalam
mempraktekkan peri- laku berintegritas;
7. Adanya dorongan atau apresiasi agar
peserta didik mengajak temannya berperilaku
berinteg- ritas;
8. Adanya kegiatan deklarasi penerapan
perila- ku berintegritas secara konsisten di
sekolah dan masyarakat.
9. Adanya konsistensi penerapan nilai
keadilan dalam tata kelola sekolah seperti
bebas dari pungli, gratifikasi dalam bentuk
apapun.

Indikator ini bersifat umum. Oleh karena itu, setiap sekolah dapat
mengembang- kan dan menguraikan indikator-indikator tersebut ke dalam
sub-indikator yang lebih mudah diamati, diukur dan dicapai. Misalnya untuk
indikator pertama un- tuk nilai Disiplin, sebagai berikut:

Tabel 2.4 Indikator Proses Penguatan Integritas dan contoh sub-indika-


tor untuk Jenjang SMA/MA/SMK
NILAI INDIKATOR SUB-INDIKATOR
DISIPLIN Adanya figur contoh • Guru tidak pernah terlambat hadir di kelas;
yang dapat diteladani
• Guru tidak pernah terlambat hadir dalam kegiatan
oleh anak;
apapun di sekolah;
• Selalu tepat waktu dalam memenuhi janji;
• Memulai kegiatan tepat waktu;
• Melaksanakan sesuai aturan;
• Dan lain-lain (dikembangkan sendiri oleh sekolah
dan disepakati bersama)
2. Adanya sim- • Ruang kelas terjaga kebersihannya sepanjang
bol-simbol (gambar, waktu;
poster, spanduk,
kata-kata bijak) yang • Terpampang kata motivasi di dinding kelas
menginspirasi perila- dengan penempatan yang tepat;
ku berintegritas. • Kelas punya yel-yel integritas;
• Berdoa dengan narasi memohon dijaga agar
senan- tiasa berintegritas;
• Kelas punya komitmen bersama;
• Dan lain-lain (dikembangkan sendiri oleh sekolah
dan disepakati bersama)
Dan indikator lainnya

Indikator di atas adalah indikator yang menunjukkan bahwa proses


penguatan integritas berjalan atau tidak, konsisten atau tidak. Selain nilai
Disiplin, anda dapat mengembangkan sub-indikator untuk nilai integritas
lainnya seperti Jujur,
Tanggungjawab, Peduli dan lainnya. Pada akhirnya satu indikator dan sub
in- dikator akan ada irisan atau bahkan sama antara satu nilai dengan nilai
lainnya.
Selain indikator keterlaksanaan proses, terdapat indikator lain yang perlu
terus dicermati yaitu tanda-tanda apakah peserta didik sudah menunjukkan
perilaku berintegritas atau belum. Ini dibahas pada bagian berikut.

c. Indikator Pencapaian Perilaku Berintegritas


Berdasarkan proses pembelajaran yang dilakukan, secara periodik dapat
dilihat apakah peserta didik sudah menunjukkan tanda-tanda memahami,
meyakini, mempraktekkan, dan mengamalkan perilaku integritas secara
konsisten atau be- lum. Pencapaian perilaku berintegritas pada tiap jenjang
berbeda karena sesuai perkembangan usia.
Berikut indikator perilaku berintegritas pada peserta didik pendidikan dini,
dasar dan menengah dibedakan karena perkembangan usia dan psikologis.

1) Indikator Perilaku Berintegritas PAUD/SD/MI Kelas 1-3


Dari kegiatan penguatan integritas, anak kelas 1 s.d. 3 SD/MI diharapkan
dapat mengenali, meyakini, dan mempraktekkan secara sederhana
perilaku berintegritas. Contoh indikator yang dapat dilihat dalam diri
peserta didik adalah sebagai berikut:
 Mengenali dengan tepat perilaku berintegritas dalam hidup manusia
(ju- jur, tanggung jawab, disiplin, peduli, dan nilai terkait lainnya);
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku berintegritas;
 Menceritakan dengan tepat tentang perlunya perilaku berintegritas
da- lam keseharian;
 Menunjukkan dengan tepat contoh praktek perilaku berintegritas
dalam keseharian;
 Menunjukkan dengan tepat contoh praktek perilaku berintegritas
dalam beragam kegiatan;
 Secara alamiah mempraktekkan perilaku berintegritas dalam
keseharian di sekolah;
 Secara alamiah merespon perilaku tidak berintegritas dalam
keseharian di sekolah.
2) Indikator Perilaku Berintegritas SD/MI Kelas 4-6
Dari kegiatan penguatan integritas, anak kelas 4 s.d. 6 SD/MI diharapkan
dapat mengenali, meyakini, dan mempraktekkan secara sederhana
perilaku berintegritas. Contoh indikator yang dapat dilihat dalam diri
peserta didik adalah sebagai berikut:
 Menjelaskan manfaat perilaku berintegritas (jujur, bertanggung
jawab, disiplin, dan peduli) untuk diri pribadi dan orang lain;
 Menunjukkan dengan tepat contoh perilaku berintegritas dalam
kehidu- pan sehari-hari di masyarakat;
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku tidak berintegritas
di sekolah dan masyarakat;
 Memberikan contoh cara menghindari perilaku tidak berintegritas di
se- kolah dan masyarakat;
 Menceritakan dengan tepat tentang perlunya perilaku berintegritas
da- lam keseharian;
 Secara alamiah mempraktekkan perilaku berintegritas dalam
keseharian di sekolah dan lingkungan;
 Secara alamiah merespon perilaku tidak berintegritas dalam
keseharian di sekolah dan lingkungan.

3) Indikator Perilaku Berintegritas di SMP/MTs


Dari kegiatan penguatan integritas, anak SMP/MTs diharapkan dapat
mema- hami, meyakini, dan mempraktekkan secara konsisten perilaku
berintegritas di kelas, sekolah dan teman bermain. Contoh indikator yang
dapat dilihat dalam diri peserta didik adalah sebagai berikut:
 Menyebutkan dengan tepat nilai pembentuk perilaku integritas dan
manfaatnya untuk diri pribadi dan sosial;
 Menjelaskan dengan pemahaman yang benar mengenai perilaku
korup- tif dan cara pencegahannya oleh diri pribadi;
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku berintegritas di se-
kolah dan masyarakat;
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku tidak berintegritas
di sekolah dan masyarakat;
 Menceritakan dengan tepat tentang perlunya perilaku berintegritas
da- lam keseharian;
 Mempraktekkan perilaku berintegritas secara konsisten di manapun,
kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun;
 Secara alamiah mempraktekkan perilaku berintegritas dalam
keseharian di sekolah dan lingkungan;
 Secara alamiah memberikan respon penolakan terhadap perilaku
tidak berintegritas dalam keseharian di sekolah dan lingkungan.

4) Indikator Perilaku Berintegritas di SMA/MA/SMK


Dari kegiatan penguatan integritas, peserta didik SMA/MA/SMK
diharap- kan dapat memahami, meyakini, dan mempraktekkan secara
konsisten peri- laku berintegritas di manapun, kapanpun, dan dalam
situasi bagaimanapun. Contoh indikator yang dapat dilihat dalam diri
peserta didik adalah sebagai berikut:
 Secara alamiah mempraktekkan perilaku berintegritas dalam
keseharian di manapun, kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun;
 Secara alamiah merespon penolakan terhadap perilaku tidak berin-
tegritas dalam keseharian di manapun, kapanpun dan dalam kondisi
bagaimanapun;
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku berintegritas di se-
kolah dan masyarakat;
 Memberikan contoh dengan tepat praktek perilaku tidak beintegritas
di sekolah dan masyarakat;
 Menjelaskan dengan pemahaman yang benar cara pencegahan
perilaku tidak berintegritas (perilaku koruptif) oleh diri sendiri;
 Menjelaskan dengan rinci berbagai aspek tindak pidana yang terjadi
aki- bat perilaku tidak berintegritas yang terjadi serta berbagai upaya
pem- berantasannya;
 Menguraikan penyebab tindak pidana yang terjadi akibat perilaku
tidak berintegritas yang terjadi serta solusi pencegahannya;
 Memahami tugas dan fungsi lembaga-lembaga yang terkait dengan
pe- nguatan integritas di Indonesia.
4. Data dan Dokumentasi Tahapan Penguatan Integritas
Proses penguatan integritas harus dicatat, didata dan didokumentasikan secara
oten- tik, terutama dalam dua hal: (1) memastikan bahwa proses berjalan atau
tidak, kon- sisten atau tidak; (2) memastikan bahwa perilaku peserta didik
sebagai hasil dari proses yang dilakukan mengalami perkembangan atau
sebaliknya. Pendataan atau pendokumentasian ini merupakan upaya untuk
menjaga validitas dan objektivitas pencapaian perilaku berintegritas secara
terukur atau teramati. Hal ini untuk meng- hindari justifikasi subjektif yang
mungkin timbul.

Bagi manajemen sekolah, pendokumentasian terhadap proses ini bermanfaat


untuk memastikan proses penguatan integritas berjalan atau tidak, konsisten atau
tidak. Hasilnya digunakan untuk memperbaiki proses selanjutnya.
Bagi guru, pendokumentasikan dapat digunakan sebagai bahan refleksi untuk
mem- perbaiki tiga hal utama, yakni: (1) memperbaiki kualitas diri pribadi guru
sebagai teladan; (2) memperbaiki suasana berintegritas dalam setiap aktivitas;
dan (3) mem- perbaiki proses pembelajaran sebagai wahana penguatan
integritas.
Bagi peserta didik, pendokumentasian ini menjadi bahan refleksi diri untuk
menya- dari dan meyakini perlunya integritas bagi kebaikan dirinya. Juga untuk
memper- baiki konsistensi. Dengan demikian, peserta didik dapat menyadari dan
meyakini bahwa perilaku berintegritas merupakan kebutuhan bagi dirinya, bukan
paksaan atau pamrih untuk mendapatkan nilai baik, pujian atau menghindari
hukuman.
Berikut contoh format pendokumentasian untuk keterlaksanaan proses penguatan
integritas dalam satu periode (mingguan atau bulanan), sebagai berikut:

KETERLAKSANAAN PROSES PENGUATAN INTEGRITAS


Minggu ke 2 Bulan Februari 2020
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
1. Adanya figur contoh yang dapat diteladani Tidak Sebagi- Belum Belum
oleh anak; an
2. Adanya simbol-simbol (gambar, poster, Ada, Ada Belum Belum
spanduk, kata-kata bijak, yel-yel, lagu, dan kurang ,kurang
lainnya) yang menginspirasi perilaku berinteg-
ritas;
3. Adanya kesepakatan bersama antara anak Belum Belum
dan guru terkait pengamalan perilaku
berinte- gritas;
Ling-
Indikator Kelas Sekolah Keluarga
kungan
4. Adanya kesepakatan bersama guru dan Ada, belum Belum
orang tua / masyarakat terkait pengamalan ditindak la-
per- ilaku berintegritas; juti
5. Adanya konsistensi dalam Belum Belum Belum Belum
mempraktekkan perilaku berintegritas di
semua kegiatan dan proses pembelajaran;
6. Adanya dorongan atau apresiasi agar Ada Ada Belum Belum
anak berperan aktif dalam mempraktekkan
perilaku berintegritas;
7. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak Belum Belum Belum Belum
mengajak temannya berperilaku berintegritas;
8. Adanya dorongan atau apresiasi agar anak Belum Belum Belum Belum
berani mendeklarasikan diri sebagai pribadi
dengan perilaku berintegritas;
9. Adanya konsistensi penerapan nilai Belum belum
keadilan dalam tata kelola sekolah seperti
bebas dari pungli, gratifikasi dalam bentuk
apapun.
Kesimpulan : Keterlaksanaan belum optimal, perlu dikuatkan kembali kesadaran semua warga
sekolah untuk mewujdukan suasana berintegritas. Perlu dilakukan penguatan agar pada pekan
berikutnya men- galami perbaikan.

Berikut contoh format pendokumentasian untuk ketercapaian hasil perilaku


berintegri- tas dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:

CONTOH PENDOKUMENTASIAN
PERKEMBANGAN PERILAKU BERINTEGRITAS SD KELAS
IV
Nilai: Jujur
Minggu ke 2 Februari 2020
Nama Siswa
No. Nilai Indikator
A B C D Dst
1. Jujur Menjelaskan manfaat perilaku jujur v v v v
Menunjukkan dengan tepat con-
toh-contoh perilaku jujur dalam ke- v v v v
hidupan sehari-hari di masyarakat;
Memberikan contoh dengan tepat
praktek perilaku jujur di sekolah v v v
dan masyarakat;
Memberikan contoh cara menghindari
perilaku jujur di sekolah dan v v
masyar- akat;
Menceritakan dengan tepat tentang
perlunya perilaku jujur dalam ke- v v
seharian;
Nama Siswa
No. Nilai Indikator
A B C D Dst
Secara alamiah mempraktekkan
peri- laku jujur dalam keseharian di v
sekolah dan lingkungan;

Secara alamiah menolak perilaku


tidak jujur dalam keseharian di v
sekolah dan lingkungan.

Kesimpulan: Siswa A: sudah menunjukkan konsistensi di semua indikator --> Perlu


dijaga konsistensi dengan menguatkan prinsip dan keyakinan
Siswa D: baru dapat menjelaskan apa itu jujur tapi belum menunjukkan
konsis- tensi pada semua indikator --> Perlu penguatan dalam berbagai
aktivitas

Selain pada nilai integritas, penguatan juga dilakukan dalam proses pembelajaran
melalui mata pelajaran. Pendokumentasian pada mapel harus dilakukan dengan
me- nerapkan nilai integritas seperti jujur, tanggungjawab, disiplin, dan peduli
secara konsisten. Contoh pendokumentasian pencapaian kompetensi pada Mata
Pelajaran PPKN kelas VII, sebagai berikut:

No Indikator Ketercapaian Kompetensi Instrumen Tindak Lanjut

1 Menyebutkan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan ber- Daftar ceklist Guru melakukan
masyarakat; tindakan berdasar-
2 kan capaian sesuai
Merinci norma-norma yang berlaku dalam kehidupan indikator
bermas- yarakat secara rinci dan tepat;
3 Membedakan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan ber-
masyarakat dengan norma-norma lainnya;
4 Mencontohkan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat untuk mewujudkan keadilan
5 Menjelaskan perlunya perilaku sesuai norma-norma yang berla-
ku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan keadilan
6 Menaati norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bermas- yarakat untuk mewujudkan keadilan
7 Mempresentasikan perlunya perilaku sesuai norma-norma yang Rubrik
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan
keadilan
8 Mengampanyekan perlunya perilaku sesuai norma-norma yang Rubrik
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat untuk mewujudkan
keadilan

No Indikator Pencapaian Kompetensi


Nama Kelas Ket
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Antonius VII
2 Bony VII
3 Cindy VII
4 Enok VII
5 Halimah VII
6 John VII
Indikator Pencapaian Kompetensi
No Nama Kelas Ket
1 2 3 4 5 6 7 8
7 Suparman VII
8 Wati VII

CONTOH RUBRIK
No Parameter Sangat Baik Baik Cukup Kurang

1 Penampilan
2 Gaya Bicara
3 Alur Bicara
4 Penguasaan Materi
5 Penguasaan audiens

D. FORUM DISKUSI

Diskusikan kasus-kasus berikut dan buat rumusan bagaimana semestinya menurut


pen- dapat dan keyakinan anda:
1. Dalam proses penguatan integritas, apakah dapat berjalan apabila guru tidak
menun- jukkan perilaku berintegritas? Rumuskan solusi semestinya guru seperti
apa?
2. Selama ini dokumen perencanaan lebih banyak berfungsi sebagai administrasi
saja. Masih banyak guru tidak mau merancang perencanaan sendiri, mereka
hanya men- jiplak dari perencanaan yang sudah ada. Akibatnya rencana dan
hasil yang ingin di- capai tidak sesuai. Mengapa ini terjadi? Sampai kapan kita
harus begini? Bagaimana jalan keluar dari pola pikir demikian? Seperti apa
perencanaan yang baik? Apa akibat jangka panjang dari kebiasaan guru
menjiplak dokumen perencanaan? Deskripsikan akibat yang terjadi.
3. Diskusikan bentuk dokumen rencana, materi, bahan, alat, dan instrumen
penilaian yang dibutuhkan dalam kegiatan penguatan integritas peserta didik.
Bagaimana ben- tuk rancangan perencanaan yang kreatif, inovatif, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi yang ada, kebutuhan anak dan kearifan lokal;
4. Rumuskan cara untuk mendata perkembangan perilaku peserta didik selama pe-
nguatan integritas. Profil anak seperti apa yang semestinya terbentuk?
Bagaimana jika tidak terbentuk?
III. PENUTUP

A. RANGKUMAN

• Perilaku berintegritas bersumber dari dorongan keyakinan yang kuat. Tahapan


penguatan dilakukan dengan pemahaman, penyadaran, menguatkan keyakinan,
pengamalan dan pembiasaan yang konsisten dan deklarasi. Tahapan tidak perlu
ber- urut melainkan dapat berlangsung simultan;
• Penguatan integritas dapat dilakuan dalam beragam aktivitas yang utamanya
memunculkan pemahaman, penyadaran, penguatan keyakinan, dan praktek
pembi- asaan atas kesadaran sendiri.
• Dua hal utama dalam penguatan integritas adalah “mewujudkan suasana berinte-
gritas baik di kelas dan sekolah, dalam jangkauan kendali guru” dan “melakukan
penguatan integritas dalam semua aktivitas pembelajaran baik dalam tema, mata
pelajaran, proyek, ekstrakurikuler, dan aktivitas lainnya.
• Perencanaan penguatan integritas mutlak dilakukan sendiri oleh guru dan bukan
menjiplak. Perencanaan mengacu pada kondisi peserta didik, kondisi satuan pen-
didikan dan konteks lokal.
• Penguatan integritas harus didokumentasikan, dengan melakukan pencatatan
data otentik mengenai dua hal: (1) memastikan bahwa proses berjalan atau
tidak, konsis- ten atau tidak; (2) memastikan bahwa perilaku peserta didik
sebagai hasil dari proses yang dilakukan mengalami perkembangan atau
sebaliknya.

B. TES FORMATIF

Tuliskan jawaban anda yang menggambarkan solusi dari kasus berikut:


Kasus: Anda seorang guru muda berintegritas. Anda diangkat menjadi guru di
sekolah di mana lingkungan masyarakat tidak begitu peduli pada pendidikan. Kerap
terjadi tawuran, pergaulan bebas, bahkan bullying. Sementara para guru senior
merasa tidak ada lagi upaya memperbaiki keadaan. Lagi pula hal itu di luar tugasnya
sebagai guru bidang studi. Terlebih akan menyita waktu, energi dan perhatian. Ada
juga guru seni- or yang peduli tapi mereka terkucil. Terdapat grup-grup di kalangan
guru yang saling bertentangan. Sebagai guru berintegritas, anda menguatkan tekad
untuk memperbaiki keadaan dengan perencanaan yang matang.
Pertanyaan:
1. Buat pengondisian kelas sebagai penguatan integritas, sebagai berikut:
a. Jika anda guru kelas, susun perencanaan yang rapi terukur untuk satu hari
ke- giatan pembelajaran sesuai landasan dan prinsip penguatan integritas.
b. Jika anda guru mapel susun rangkaian pembelajaran dalam satu kali
pertemuan agar peserta didik terkondisi untuk mengamalkan perilaku
berintegritas dalam pembelajaran yang anda lakukan sesuai landasan dan
prinsip penguatan inte- gritas.
2. Buat rencana penguatan integritas berikut:
a. Buat rencana penguatan integritas untuk satu semester di kelas anda (atau di
mapel yang anda ampu) berupa aktivitas harian, mingguan, bulanan dan satu
se- mester. Dokumen rencana dibuat inovatif dan bebas sesuai dengan
kemampuan;
b. Buat rencana penguatan integritas inovatif di sekolah di mana suasana di se-
kolah sangat tidak mendukung upaya praktek berintegritas yang dilakukan;
3. Buat RPP tema/mapel secara singkat yang memuat tahapan pembelajaran,
indikator, alat bahan dan instrumen penilaian. Dalam tahapan yang dilakukan
munculkan ke- giatan dirancang konsisten dengan penguatan integritas.

C. DAFTAR PUSTAKA

Adler, M. 2009. Program Paedia: Silabus Pendidikan Humanistik (Terj.). Indonesia


Publishing. Bandung
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2015). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anas, Z. 2019. Guru untuk Kehidupan. Jakarta: AMP Press.
Anita Woolfolk. 2009. Educational Psychology; Aktive Learning Edition. Pustaka
Pe- lajar. Yogyakarta.
Dewey, J. 2009. Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman (Terj.). Indonesia Publishing.
Bandung
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Terj.). Erlangga. Jakarta
Jensen, E. 2008. Brain-Based Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Joyce, A., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Model of Teaching: Model-Model Pengajaran.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kohn, A. 2009. Memilih Sekolah terbaik untuk Anak, Mendobrak Cara Ajar
Tradidion- al. Buah Hati: Tangerang.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2017. Pendidikan Antikorupsi untuk Pendidikan Dasar
dan Menengah. . KPK, Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2018. Insersi Pendidikan Antikorupsi untuk
Pendidi- kan Dasar dan Menengah melalui Mata Pelajaran PPKN. KPK,
Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2019. Panduan Praktis Implementasi Pendidikan
An- tikorupsi bagi Guru Kelas dan Guru PPKn Pendidikan Dasar dan
Menengah KPK, Jakarta.
Ki Hadjar Dewantara. 1977. Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Yo- gyakarta.
Lickona, A. 2012. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah
Dapat Memberikan Pendidikaan Tentang Sikap Hormat dan Bertanggung
Jawab. Bumi Aksara. Jakarta.
Murty, Ade Iva. 2016. Perumusan Indikator Nilai-Nilai Antikorupsi. Komisi
Pemberan- tasan Korupsi-GIZ, Jakarta.
Murty, Ade Iva. 2016. Kajian Kristalisasi Nilai-Nilai Antikorupsi. Komisi
Pemberan- tasan Korupsi-GIZ, Jakarta.
Nafis, A.A.1996. Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei Ruang Pendidik INS
Kayu- tanam. Grasindo: Jakarta.
Samani, M., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja
Rosda- karya. Bandung.
Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan. Kencana. Jakarta.
Soedarsono,S. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Peran Penting
Karakter dan Hasrat untuk Berubah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sjafei, M. 2010. Arah Aktif: Sebuah Seni Mendidik Berkreativitas dan Berakhlak Mulia.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
Supriyatna, A dan Eka, N.A. 2019. Cara Mudah Merumuskan Indikator Pembelajaran.
Serang: Pustaka Bina Putera.
Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG 63
Halaman ini Sengaja
dikosongkan

64 Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG


KEGIATAN BELAJAR 3

Meluaskan Semangat Integritas

“Kita tidak bisa mengajarkan yang kita mau. Kita hanya bisa
menga- jarkan yang kita punya”
Anonim

Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program 65


PPG
I. PENDAHULUAN
Sebagai sosok guru berintegritas, anda sudah menunjukkan kesungguhan dengan
me- nyusun rencana penguatan integritas yang sesuai. Kini saatnya beraksi dan
meluaskan semangat berintegritas kepada peserta didik dan lingkungan sekolah.
Pada tahap ini, tantangan yang akan dihadapi sangat berat. Perlu keyakinan yang
sangat kuat dan kerja keras. Namun dengan keteladanan dan inspirasi yang anda
jalani, ada harapan untuk mengubah keadaan. Bagaimanapun juga anda adalah
murid pertama dari setiap kebaik- an yang anda sebarkan.

Melalui kegiatan pembelajajaran ketiga ini, diharapkan mahasiswa mampu


meluaskan semangat integritas kepada peserta didik dan lingkungan sekitarnya,
melalui kegiatan pembelajaran yang utuh dalam semua aspek kehidupan. Untuk
mengembangkan ke- mampuan ini, mahasiswa dituntut untuk menempatkan
integritas sebagai perilaku pribadinya, sehingga menjadi teladan, dan memiliki
kemampuan komunikasi yang baik.
Tahapan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa pada bagian ini adalah:
1. Memahami faktor-faktor penentu keberhasilan dalam penguatan integritas,
khusus- nya dalam hal membangun komitmen bersama, serta teknik
membangun komitmen bersama;
2. Melakukan upaya dan langkah-langkah untuk menciptakan suasana belajar
dalam rangka menciptakan iklim penguatan integritas. Suasana berintegritas
dibangun di kelas, sekolah, dan koneksi ke masyarakat, yang dapat dikendalikan
guru;
3. Memastikan aktivitas penguatan integritas terjaga keterlaksanaannya secara
konsis- ten melalui evaluasi yang dilakukan secara berkelanjutan.

II. INTI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN:

1. Mahasiswa mampu menumbuhkan komitmen diri secara bersama dengan peserta


didik dalam mengaktualisasi perilaku berintegritas dalam kehidupan;
2. Mahasiswa mampu mewujudkan suasana berintegritas di semua aktivitas
pembela- jaran, di kelas, sekolah, dan masyarakat;
3. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi secara terus menerus terhadap capaian
pe- nguatan perilaku dan komitmen berintegritas di kalangan peserta didik.
B. POKOK – POKOK MATERI

1. Bersama membangun komitmen diri


2. Situasi untuk menggerakkan suasana berintegritas
3. Konsistensi penguatan integritas

C. URAIAN MATERI

P ada bagian ini, kita akan mendalami langkah-langkah bagaimana implementasi


penguatan integritas dilakukan. Hal mendasar yang harus dilakukan adalah meng-
galang komitmen pribadi untuk bersama-sama menguatkan integritas. Komitmen ini
sebuah langkah penting dalam proses pembelajaran berintegritas. Melalui komitmen
bersama kita dapat menciptakan suasana belajar yang berintegritas dan melakukan
pro- ses pembalajaran dalam berbagai materi, baik berupa tema, maupun mata
pelajaran yang bermuara pada penguatan integritas. Hal yang perlu dipahami adalah
(1) Bersama membangun komitmen diri; (2) Mewujudkan suasana berintegritas, dan
(3) Menjaga
konsistensi dalam berbagai aktivitas.

1. Bersama Membangun Komitmen Diri


Menghadapi maraknya praktek dan perilaku tidak berintegritas, tugas guru
adalah menjadi motor penggerak perubahan ke arah yang lebih baik. Ini
keyakinan yang harus menjadi prinsip bagi seorang guru. Tanpa keyakinan itu,
tak ada jalan untuk memperbaiki diri dan mengubah keadaan. Berbekal
keyakinan tersebut, maka setiap guru selayaknya adalah murid pertama dari
kebaikan yang ia ajarkan. Selanjutnya, ia menjadi teladan bagi seluruh peserta
didiknya.

Tantangan yang dihadapi pasti berat, dan belum tentu berhasil mengubah
keadaan. Tapi yang pasti, dengan menerapkan perilaku berintegritas akan
memberi manfaat pada diri pribadi. Demikian pula ikhtiar untuk menguatkan
integritas akan memberi manfaat baik bagi diri pribadi.

a. Energi untuk Mendorong Komitmen Diri


Membangun komitmen bersama adalah sebuah seni untuk meyakinkan
peser- ta didik atau kolega agar tergerak melakukan langkah bersama.
Terdapat hal- hal prinsip yang harus diyakinkan untuk mendorong energi
dalam diri untuk berkomitmen. Berikut empat hal yang perlu diyakinkan
dalam membangun komitmen diri.
1) Kebaikan bermanfaat untuk diri sendiri
Perilaku berintegritas adalah proses memperbaiki diri sendiri. Semua
man- faat kebaikan itu akan kita nikmati sendiri. Yakinkan peserta didik
atau ko- lega bahwa kebaikan merupakan cara untuk meraih hidup yang
bermakna sesuai perintah agama. Bukan karena tuntutan kerja atau
lingkungan, atau karena keinginan untuk mendapat nilai atau untuk
memperbaiki sesuatu.

2) Tak perlu menunggu orang lain melakukannya


Jangan pernah menunggu orang lain terlebih dahulu untuk melakukan ke-
baikan. Kalau anda menunggu orang lain terlebih dahulu (pimpinan atau
orang lain yang menjadi tokoh) untuk berbuat baik, tak tentu kapan terja-
di. Karena kendalinya bukan pada anda. Jangan pernah melakukan
sesuatu yang kendalinya pada orang lain. Jangan menari dengan
genderang orang lain. Sejarah selalu mencatat orang berintegritas.

3) Akan banyak hambatan dan lingkungan kerap tak mendukung


Ketika anda melakukan kebaikan dan mengajak peserta didik atau
sejawat melakukan hal yang sama, seringkali lingkungan tidak
mendukung bahkan kerapkali menghambat. Jangan hanya
mengharapkan Tuhan menghilangkan persoalan itu, tapi mintalah
kekuatan diri untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Nelayan
tangguh tidak lahir dari laut yang tenang.

4) Kuatkan prinsip hidup pribadi


Jadikan hidup berintegritas sebagai prinsip hidup diri pribadi, di
manapun, kapanpun dan dalam suasana bagaimanapun. Kendali pada
diri anda. Pilihan hidup di tangan anda sendiri. Tuhan akan menuntut
pertanggungjawaban hidup secara individual.

b. Pelibatan peserta didik


Penguatan integritas harus bersumber dari keikhlasan diri, bukan dengan
pak- saan. Oleh karena itu peserta didik harus dilibatkan secara luas dalam
berbagai aktivitas. Bahkan, semua kegiatan dilakukan oleh mereka. Misalnya
dalam sebuah kompetisi olahraga sekolah, semua dikelola oleh peserta didik.
Jadwal pertandingan, petugas, wasit, penyelenggara pertandingan, bagian
publikasi dan semuanya harus dilakukan dengan jujur, bertanggung jawab,
disiplin. Guru se- nantiasa mendampingi, mengarahkan dan menjaga agar
semua berjalan dengan
prinsip integritas.
Untuk mendorong peserta didik terlibat aktif, mulai dari kegiatan yang
diusul- kan mereka sendiri. Jangan diiming-imingi dengan reward dan
punishment yang tidak relevan.

c. Langkah Membangun Komitmen Diri


Untuk membangun komitmen, tidak berangkat dari aturan yang bersifat me-
maksa, mulailah dengan melibatkan semua peserta didik. Contoh tahapan se-
bagai berikut:
• Komunikasikan kepada peserta didik tentang persoalan yang dihadapi,
mi- salnya banyaknya yang menyontek dalam ulangan;
• Diskusikan secara rileks, bebas, terbuka, mengapa itu terjadi, serta
gagasan menghindarinya. Kuatkan bahwa nilai angka tidak
mencerminkan kesuk- sesan anak. Kejujuran lebih utama. Usulkan
beberapa gagasan, misalnya soal yang berbeda tiap siswa, soal berbentuk
proyek, atau esai yang berbe- da-beda. nilai utama adalah orisinalitas;
• Terus kembangkan ke semua anak, dalam suasana yang secara rileks seh-
ingga semua anak mengetahui ada masalah yang harus dicarikan
solusinya;
• Ujicobakan berulang kali dengan berbagai variasi sesuai kondisi. Beri
peng- hargaan bagi yang jujur dengan pujian, tepukan di bahu, atau
menunjukkan jempol. Yang belum bisa mempraktekkan kejujuran bisa
didampingi diajak bicara empat mata, tanpa menyalahkan apalagi
menghukum;
• Setelah semua peserta didik memahami, barulah diajak untuk membuat
deklarasi komitmen bersama. Komitmen dimaksud adalah komitmen ter-
hadap diri sendiri.
• Komitmen dibangun tanpa sanksi, pastikan bahwa Tuhan Maha Tahu,
dan perilaku tak berintegritas merugikan diri sendiri.
Banyak langkah yang dapat dilakukan dalam membangun komitmen, sangat
bergantung pada kondisi peserta didik dan lingkungan. Sesuaikan dengan
kon- disi, yang pasti target akhir semua menyadari perlunya komitmen diri.

2. Situasi untuk menggerakkan suasana berintegritas


Bagi peserta didik, aktivitas di kelas dan lingkungan sekolah harus menjadi
tempat di mana mereka mengenal dan menyaksikan perilaku berintegritas
dipraktekkan dan
dijalankan dengan konsisten. Maka dari itu, harus dapat dipastikan suasana kelas
dan sekolah merupakan suasana yang berintegritas dalam segala aspeknya.
Aspek penting dalam upaya mewujudkan suasana berintegritas di antaranya
sebagai berikut:

a. Guru sebagai figur contoh (Role Model)


Untuk menampilkan suasana belajar, guru adalah orang dewasa pertama
yang harus menjadi figur contoh. Guru harus menampilkan diri sebagai
sosok yang jujur, bertanggungjawab, disiplin, peduli, dan menunjukkannya
dalam bentuk etos kerja yang baik, sehingga dikenali dengan jelas oleh
peserta didik.
Peran figur contoh ini harus melekat kuat dalam diri individu guru sebagai
pot- ret utuh diri, bukan hanya sekedar tampilan di depan peserta didik.
Oleh karena itu, guru harus memerankan figur contoh atas dasar ketaatan
pribadi sesuai aja- ran agama masing-masing. Bukan karena semata tugas
pekerjaan.
Peran figur contoh ini sangat erat kaitannya dengan kompetensi pribadi dan
so- sial sebagai pendidik. Manakala dua kompetensi ini tidak tampak dalam
diri guru, maka perlu upaya penguatan kapasitas pribadi dan sosial. Bukan
hanya kompetensi pedagogik dan profesional.
Perlu dua hal utama dalam kaitan figur contoh, yakni, pertama, guru harus
memiliki konsep diri berintegritas dan mengamalkan nilai pembentuk
perilaku berintegritas dalam kehidupan pribadinya. Perilaku berintegritas
menjadi prin- sip hidup, sehingga ia bisa menjadi contoh bagi seluruh
peserta didik. Kedua, meluaskan prinsip hidup untuk mengamalkan nilai
integritas kepada sesama, khususnya kepada peserta didik yang menjadi
tanggung jawabnya.
Kehadiran figur contoh merupakan prasyarat utama terlaksananya penguatan
integritas. Untuk menjadi figur contoh, tidak memerlukan keterampilan
khusus, cukup memiliki keyakinan yang kokoh terhadap prinsip hidup
berintegritas dan kemauan yang keras untuk berperilaku sesuai prinsip
tersebut.

b. Pengkondisian di Kelas
Setiap pengamalan nilai pembentuk perilaku berintegritas harus bersifat sub-
stantif, bukan sekadar istilah, melainkan dipraktekkan secara nyata dalam
sikap dan perilaku individu. Oleh karena itu, guru harus melakukan
pengkondisian agar nilai-nilai tersebut diamalkan seluruh peserta didik.
Pengkondisian di kelas dapat dilakukan melalui berbagai jenis kegiatan,
antara lain:
• Menghadirkan simbol integritas di Kelas. Simbol-simbol integritas di
ruang kelas dapat berbentuk teks, gambar, audio, audio visual, dan
simbol lain yang dikenali secara terus menerus oleh peserta didik di
kelas. Misalnya dipasang poster “Jujur itu Hebat”, Foto Bung Hatta
dengan tulisan “Pah- lawan yang sederhana”, membuat jingle lagu, yel-
yel, dan simbol lainnya yang mudah dikenali;
• Membangun komitmen bersama dengan peserta didik. Komitmen
ber- sama dengan peserta didik merupakan energi untuk pengamalan
nilai yang diyakini bersama. Misalnya bersepakat untuk selalu
mengutamakan keju- juran dalam ulangan ketimbang nilai tinggi,
bersepakat tidak menyontek, datang tepat waktu, dan lain sebagainya;
• Senantiasa menampilkan contoh perilaku berintegritas. Pengamalan
nilai-nilai integritas perlu ditampilkan secara konsisten dalam setiap
pem- belajaran, baik dalam bentuk tema, cerita tentang tokoh, renungan,
dalam berbagai bentuk. Misalnya menyelipkan kisah keteladanan
pahlawan setiap akhir sesi pembelajaran, membahas studi kasus tentang
pejabat yang korup- si, dan lain sebagainya. Contoh perilaku disesuaikan
dengan usia anak.
• Konsisten sepanjang waktu di kelas. Penerapan nilai dilakukan dalam
be- ragam kegiatan sepanjang waktu di kelas. Dimulai sejak peserta
didik masuk kelas, melakukan proses pembelajaran, hingga
pembelajaran berakhir. Jujur itu bukan hanya dalam ulangan, tapi juga
dalam menyampaikan informasi lain dalam setiap kegiatan;
• Perbanyak kegiatan yang dapat digunakan untuk mempraktikkan
in- tegritas. Mengadakan berbagai kegiatan, permainan, cerita, film,
atau ben- tuk lainnya yang mendorong anak mengenali penerapan nilai-
nilai integritas yang dapat ditiru atau diikuti.
• Beri dorongan yang menguatkan. Memberikan dorongan pada peserta
didik secara terus menerus dan konsisten dan meyakinkan manfaatnya
baik untuk dirinya dan sesama. Memberikan kesempatan pada anak
untuk men- erapkan nilai-nilai dalam segala kegiatan, misalnya
membuat karya audio, visual atau gerakan dan memberikan apresiasi.
Beri kesempatan memper- baiki bagi anak yang melakukan kesalahan
atau belum bisa mempraktekkan
perilaku berintegritas;
• Beri apresiasi. Memberikan apresiasi terhadap peserta didik yang
berperi- laku sesuai nilai integritas dan mencegah temannya dari
perilaku tidak ber- integritas. Apresiasi diberikan dalam bentuk
penguatan diri misalnya pujian, sapaan ramah, tepuk bahu, dan lain
sebagainya. Tidak mengaitkan dengan nilai angka.
• Alat evaluasi yang kreatif. Melakukan evaluasi pencapaian kompetensi
dengan cara kreatif dan inovatif sehingga peserta didik menganggap
tidak ada gunanya berperilaku tidak berintegritas seperti berbohong,
menyontek, bolos, tidak disiplin dan lain-lain. Misalnya: untuk
mengetahui kemampuan berhitung, alat evaluasinya: hitung jumlah
kakakmu? Dengan cara ini peser- ta didik menganggap tidak ada
gunanya menyontek.

c. Pengkondisian di Sekolah
Pengkondisian yang dilakukan di tiap kelas, harus diikuti dengan hal yang
sama di sekolah. Dengan demikian, pengkondisian yang dilakukan di
sekolah sejalan dengan yang dilakukan di kelas, antara lain:
• Luaskan simbol integritas. Selain di kelas, simbol-simbol integritas
juga ditampilkan di sekolah, baik berupa simbol-simbol, teks, gambar,
lagu, yel- yel, dan lain sebagainya;
• Bangun komitmen dengan warga sekolah. Membangun komitmen
ber- sama dengan warga sekolah dan peserta didik dalam lingkup
sekolah yang konsisten di semua kelas. Misalnya komitmen untuk jujur,
peduli, menjaga kebersihan, ramah pada sesama dan lainnya.
• Lakukan sepanjang waktu di sekolah. Penerapan nilai dilakukan
dalam beragam kegiatan sepanjang waktu di sekolah. Dimulai sejak
peserta didik datang ke sekolah, melakukan proses pembelajaran, hingga
pulang;
• Perbanyak kegiatan. Mengadakan berbagai kegiatan, permainan, cerita,
film, atau bentuk lainnya yang mendorong anak membiasakan perilaku
se- suai dengan nilai-nilai integritas yang telah dipelajari di kelas;
• Beri dorongan. Memberikan dorongan pada peserta didik dalam lingkup
sekolah secara terus menerus dan konsisten dan meyakinkan manfaatnya
baik untuk dirinya dan sesama. Misalnya ucapan selamat datang tiap
pagi, ajakan untuk senantiasa jujur, dan lain sebagainya.
• Beri apresiasi. Memberikan apresiasi terhadap anak berintegritas.
Apresiasi diberikan dalam bentuk penghargaan diberikan setiap upacara,
pengumum- an, informasi yang ditempel, dan lain sebagainya.

d. Koneksi Antarkomponen Tripusat Pendidikan


Pada prinsipnya pendidikan dimulai dari keluarga. Akan tetapi dalam
konteks upaya pemerintah untuk mendorong penguatan integritas, intervensi
dapat di- mulai dari Guru. Oleh karena itu, pengkondisian dapat dimulai dari
kelas oleh para pendidik, lalu guru membuat koneksi ke sekolah, keluarga,
teman bermain dan masyarakat. Secara skematis dapat digambarkan pada
Gambar 3.1.

PRIBADI GURU LANGKAH GURU DI KELAS DAN SEKOLAH KONEKSI


KE MASYARAKAT

kkan perilaku berintegritas dalam kehidupan sebagai potret utuhBuat


dirinya, Dorongpeserta
sehingga pesertadidik
didikdapat
untukmene-
membuat komitmen serupa di rumah atau lingkungannya.
ladani.
komitmen bersama peserta
didik untuk membiasakan peri-
laku berintegritas dalam semua
aktivitas di kelas. Kesepakatan
berlaku untuk semua.

Perbanyak simbol integritas dalam Dorong peserta didik


pembelajaran, baik berbentuk membuat karya terkait simbol
teks, gambar, audio, audio visual, dalam bentuk teks, audio,
atau gerakan (Contoh: slogan visual,
Jujur itu Hebat, film-film tentang dan lain-lain dalam kegiatan
kejujuran, kepedulian, empati dll). dengan teman bermain dan
masyarakat.
Perbanyak kegiatan
pembelajaran di kelas yang Dorong peserta didik
dapat menjadi media yang melakukan aktivitas seperti
relevan dan konsisten dalam di sekolah dalam kegiatan
pengamalan perilaku berintegritas, dengan teman bermain dan
dan ciptakan momentum (event) di masyarakat
untuk menguatkan.
Berilah apresiasi kepada peserta
didik yang secara alamiah Ajak orang tua untuk
mengamalkan perilaku berin- memberikan apresiasi se-
tegritas secara konsisten dalam rupa dengan yang dilaku-
segala aspek kehidupan. kan di kelas/sekolah.

Dorong peserta didik untuk


Dorong peserta didik
mengajak teman atau orang
untuk berperilaku berin-
lain untuk mengamalkan
tegritas dalam permainan
perilaku berintegritas yang
dengan teman.
sama dan mencegah perilaku
koruptif dalam kehidupannya.

Gambar 3.1. Upaya Pengkondisian oleh Pendidik

Secara lebih terinci pengkondisian pada setiap titik pusat pendidikan dapat
disa- jikan sebagai berikut:
1) Koneksi ke keluarga
Guru kelas atau guru mata pelajaran serta pihak sekolah harus melakukan
koneksi pembiasaan perilaku di sekolah dengan pembiasaan yang sama di
ru- mah. Pekerjaan Rumah yang semula bersifat penyelesaian soal digeser ke
ak- tivitas yang dapat menjadi koneksi antara sekolah dan keluarga. Secara
lengkap bagaimana koneksi ke keluarga dapat dilihat pada Gambar 3.2

2) Koneksi ke teman bermain


Teman bermain memiliki pengaruh kuat bagi penguatan integritas anak.
Oleh karena itu, guru dapat membekali anak dengan hal-hal yang dapat
menjadi ba- han bagi anak dalam bermain. Hal demikian akan
meningkatkan kualitas ber- main anak yang mengarah pada integritas.
Secara lengkap bagaimana koneksi ke teman bermain dapat dilihat pada
Gambar 3.2

3) Koneksi ke masyarakat
Pada akhirnya semua anak akan kembali ke masyarakat. Guru dapat
memberi bekal pembiasaan hidup berintegritas di masyarakat sejak mereka
masih berse- kolah, bahkan sejak tingkat dasar. Caranya dengan melakukan
koneksi kegiatan penguatan di sekolah dengan keseharian anak di
masyarakat. Secara lengkap bagaimana koneksi ke teman bermain dapat
dilihat pada Gambar 3.2

e. Konsistensi pada seluruh aktivitas


Pembelajaran dilakukan melalui pengondisian di segala aspek. Pada satu sisi
keyakinan akan nilai-nilai Integritas sudah ada dalam diri setiap anak sebagai
fitrah. Pada sisi lain, setiap mata pelajaran, mengandung nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian proses pembelajaran pada intinya adalah mengolah yang
su- dah ada yaitu melalui olah pikir, olah rasa, olah hati, olah karsa, dan
olah raga.
Penguatan integritas dilakukan melalui pengkondisian yang dimulai dari
kelas oleh para pendidik yang berintegritas dan menyadari bahwa yang
dilakukannya adalah membangun pondasi karakter bangsa.

f. Proses Penguatan dalam Pembelajaran


Dalam proses pembelajaran, penguatan perilaku berintegritas dilakukan
dengan tahapan yang terstruktur baik pada pembelajaran berbasis tema,
maupun mata pelajaran. Akan tetapi, bukan tahapan yang terpisah dari proses
pembelajaran secara umum. Jadi, tahapan yang dilakukan adalah tahapan
yang menjadi stan-
dar baku yang harus dilakukan oleh para guru. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:

1) Susun RPP
RPP dalam konteks penguatan integritas tidak memiliki format khusus
dan tidak mengubah format RPP yang sudah ada dan digunakan oleh
guru. Yang menjadi fokus perhatian dalam kaitan RPP Penguatan
Integritas adalah RPP dibuat sendiri oleh guru, bukan menjiplak. Prinsip
lainnya sesuai dengan uraian di Pembelajaran 2.

2) Tahapan Penguatan
Penguatan integritas dilakukan sesuai rencana yang disusun, dengan
penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan sesuai kondisi. Bagaimana
tahap- annya mulai dari pemahaman, penyadaran dan memperkuat
keyakinan, pengamalan hingga deklarasi, telah dibahas di Pembelajaran
2. Akan tetapi, guru senantiasa menjaga konsistensi dalam setiap
kegiatan pembelajaran, dan melakukan penyesuaian manakala muncul
hal-hal yang tidak terduga.

3) Pastikan terkoneksi dengan semua aktivitas


Manfaatkan seoptimal mungkin aktivitas di kelas dan sekolah sebagai
wa- hana penguatan perilaku berintegritas. Misalnya kejujuran,
kepedulian, tanggungjawab, kedisiplinan, kepedulian, diterapkan dalam
semua kegiatan di sekolah dan dilakukan secara konsisten kepada semua
warga sekolah. Bu- kan hanya dalam pembelajaran di kelas, melainkan
juga dalam kegiatan pe- serta didik, event sekolah, keseharian di kantin
sekolah, dan lain sebagainya.

4) Pastikan terkoneksi dengan semua pusat pendidikan


Penguatan integritas tidak berhenti di kelas atau sekolah, luaskan ke
kelu- arga, teman bermain, dan masyarakat. Jika prinsip kejujuran dalam
ulangan menjadi yang utama ketimbang nilai angka yang dihasilkan,
sebarkan hal ini ke keluarga dan pusat pendidikan lain.
Demikian pula dalam hal disiplin. Yang berdisiplin mendapat penguatan
dan yang tidak berdisiplin akan mendapat bimbingan. Prinsip demikian
disampaikan kepada keluarga. Pemberian hukuman bagi yang tidak ber-
disiplin umumnya tidak memberi pengaruh positif pada jiwa anak.
Terlebih manakala anak tidak melihat ada konsistensi antara kedisiplinan
pada anak dan pendidik.
PENGON-
DISIAN DI
SEKOLAH
2
TEMAN BERMAIN
Sekolah mengondisikan suasana
lingkung- an sekolah sehingga peserta
didik makin memahami dan meyakini
perilaku berinteg- ritas dibutuhkan dalam
kehidupan. Langkah yang dilakukan antara
lain:
• Membangun komitmen diri pada
semua orang dewasa yang berada di KELUARGA
sekolah se- bagai figur contoh;
• Menyediakan simbol-simbol, audio,
visual, serta gerakan yang terkait
dengan penguatan pemahaman dan KELAS
perilaku ber- integritas;
• Mengadakan berbagai kegiatan, permain-
an, cerita, film, atau bentuk lainnya SEKOLAH
yang mendorong peserta didik
membiasakan perilaku berintegritas MASYARAKAT
yang telah dipela- jari di kelas;
• Memberikan apresiasi dalam berbagai
bentuk untuk merangsang penerapan
peri- laku berintegritas.

PENGONDISIAN DI KELAS 1
Guru mengondisikan proses pembelajaran di kelas sehingga peserta didik terbiasa mempraktek-
kan perilaku berintegritas, melalui:
• Guru secara konsisten menampilkan diri sebagai sosok berintegritas;
• Menampilkan contoh perilaku berintegritas secara konsisten melalui cerita tentang
tokoh, peristiwa dan simbol-simbol, audio, visual, serta gerakan yang bisa membuat
peserta didik memahami dan meyakini perlunya perilaku berintegritas;
• Mengadakan berbagai kegiatan, permainan, cerita, film, atau bentuk lainnya yang
mendorong peserta didik mengenali penerapan nilai-nilai karakter penguat integritas
sehingga makin me- nguatkan keyakinan;
• Menguatkan peserta didik untuk menerapkan perilaku berintegritas di manapun, kapanpun
dan dalam suasana bagaimanapun.
• Melakukan evaluasi pencapaian kompetensi dengan cara kreatif dan inovatif sehingga
peserta didik menganggap tidak ada gunanya berperilaku tak berintegritas. Misalnya evaluasi
dengan ceklis indikator oleh guru pada setiap siswa, ulangan dengan soal berbeda, teknis
ulangan lain yang tidak memungkinkan menyontek.
5 KONEKSI KE MASYARAKAT
Guru, Orang tua, dan semua orang dewasa / remaja secara bersama-sama
men- ciptakan suasana lingkungan yang sehat. Dalam hal ini, guru lah
yang meran- cang koneksi ke masyarakat dengan cara:

• Guru mendorong anak untuk menjadi contoh bagi teman-teman sebayanya di lingkungan
tempat tinggal dalam menerapkan perilaku berintegritas yang sudah dia pahami melalui
berbagai cara;
• Guru mendorong anak untuk menolak ajakan siapapun untuk melakukan hal-hal yang
melanggar perilaku berintegritas;
• Guru memberikan apresiasi dan dorongan agar anak selalu menceritakan pengalaman di
lingkungannya kepada orang tua/guru.

KONEKSI KE TEMAN BERMAIN


4 Guru menjalin kesepakatan dengan Orang tua bersama-sama mengkondisikan suasa-
na bermain anak yang sehat dan baik dengan cara:
• Guru menjalin komunikasi, menyamakan persepsi, serta menyepakati kegiatan bersama, tentang
lang- kah-langkah pembiasaan perilaku Integritas di rumah dan dalam kegiatan bermain anak;
• Mendorong dan mengapresiasi anak untuk konsisten menerapkan perilaku berintegritas dalam
ke- giatan bermain dengan teman-temannya sehingga menjadi contoh bagi teman-temannya;
• Mendorong dan mengapresiasi anak untuk menolak ajakan temannya untuk berperilaku yang
melang- gar perilaku berintegritas, ketika bersama teman bermain;
• Mendorong dan mengapresiasi agar anak selalu menceritakan pengalaman bermainnya dengan
teman kepada orang tua/guru.

KONEKSI KE KELUARGA
3 Orang tua didorong untuk melakukan kegiatan yang secara prinsip sejalan dengan
yang dilakukan di sekolah, dan mengkondisikan suasana keluarga yang
mendukung semua aktivitas anak dalam pembiasaan perilaku berintegritas. Jika di
sekolah lebih mengutam- akan kejujuran ketimbang nilai tinggi, maka orang tua
harus menguatkan hal yang sama. Jika kebersihan dibiasakan di sekolah, maka di
rumah melakukan hal serupa. Adapun target koneksi antara lain:
• Guru menjalin komunikasi, menyamakan persepsi, serta menyepakati kegiatan bersama, tentang
lang- kah-langkah pembiasaan perilaku berntegritas di rumah dan dalam kegiatan bermain anak;
• Anak mendorong orang tua dan seluruh anggota keluarganya untuk menerapkan perilaku
berintegritas sehingga orang dewasa menjadi figur contoh bagi anak;
• Di rumah, anak didorong untuk menghadirkan simbol-simbol baik berupa teks, audio, audio
visual yang terkait dengan pengenalan dan pemahaman perilaku berintegritas;
• Di rumah, anak didorong untuk membuat kesepakatan aturan untuk menerapkan perilaku
berintegritas, sehingga dapat diikuti seluruh anggota keluarga;
• Secara terjadwal membuat kegiatan bersama anak dan orang tua di sekolah untuk menguatkan
pembi- asaan perilaku berintegritas. Secara rutin sekolah juga melakukan komunikasi dengan
keluarga terkait perkembangan pengamalan perilaku berintegritas pada peserta didik.

Gambar 3.2. Penguatan pendidikan dari Kelas dan Tripusat Pendidikan


5) Evaluasi Keterlaksanaan Proses
Secara periodik, pastikan apakah proses penguatan integritas berlangsung
konsisten dalam hal-hal berikut:
 Berjalan sesuai rencana atau tidak;
 Berlangsung konsisten atau tidak;
 Terjadi di semua aktivitas, tema, dan mapel atau tidak;
 Terjadi di semua lini yakni kelas, sekolah, keluarga, teman bermain,
dan masyarakat atau tidak;
 Indikator keterlaksanaan proses tampak atau tidak;

6) Evaluasi Ketercapaian Hasil Perilaku Berintegritas


Capaian perilaku berintegritas pada tiap anak tentu akan berbeda satu
den- gan yang lain. Sangat tergantung pada kondisi awalnya. Oleh
karena itu per- lu pengukuran apakah:
 capaian perilaku berintegritas meningkat atau tidak;
 pemetaan capaian perilaku integritas tiap peserta didik;
 pemetaan capaian perilaku integritas tiap kelas;
 hal-hal yang harus diperbaiki;
 tindak lanjut dari evaluasi capaian hasil perilaku berintegritas.

3. Konsistensi Penguatan Integritas


Budaya integritas akan lahir dari individu-individu berintegritas. Oleh karena itu,
yang dimaksud dengan penguatan integritas adalah menjalani hidup sesuai
dengan prinsip-prinsip integritas. Terutama guru. Langkah guru dalam
penguatan integritas adalah menjalani hidup berintegritas secara pribadi. Dengan
konsep diri seperti itu, peserta didik akan memiliki figur contoh yang dapat
ditiru. Tanpa guru berintegritas, tidak akan ada bangsa berintegritas.
Adapun terkait pembentukan budaya integritas, merupakan proses yang
akumulatif. Budaya itu dianut dan diyakini bersama, diwariskan dan dipelajari,
serta dijadikan miliknya sebagai acuan dalam setiap perilaku. Proses
mempelajari budaya (enkul- turasi) dilakukan melalui semua aspek kehidupan
keseharian manusia dalam satu komunitas. Pendidikan merupakan salah satu
proses pembentukan budaya. Untuk itu harus dilakukan aktivitas konsisten di
berbagai tempat.
Atas dasar itulah, penguatan integritas adalah pembangunan budaya yang ha-
rus melibatkan semua elemen masyarakat. Sekolah, adalah lokomotif penggerak.
Setelah diri pribadi guru mengamalkan, lalu mengkondisikan suasana kelas dan
se- kolah berintegritas, mulailah meluaskan ke sekolah lain dan wilayah lain.
Para pendidik yang berintegritas dan telah mengondisikan kelas dan sekolahnya
didorong untuk terus membuat koneksi antara pembelajaran di kelas dan di
sekolah dengan aktivitas peserta didik di luar sekolah. Apa yang dilakukan di
sekolah semes- tinya menjadi daya dorong untuk pembangunan budaya baru di
masyarakat.

a. Sosok Penggerak Integritas


Individu berintegritas memiliki peluang menjadi sosok pelopor budaya
integri- tas sebagai upaya untuk melahirkan masyarakat berintegritas. Sosok
pelopor ini memiliki posisi menentukan dalam pembangunan budaya.
Mereka bukan figur formal struktural, melainkan berupa pribadi yang
mampu menginspirasi orang lain dari keteladanan diri dan upayanya yang
senantiasa meluaskan gerakan hidup berintegritas. Sosok penggerak
integritas mandiri yang dicirikan dengan:
• Bekerja atas dasar kerelaan hati dan ketulusan. Guru berintegritas akan
menampilkan perilaku berintegritas bukan hanya di kelas dan sekolah,
me- lainkan juga ke masyarakat;
• Lebih karena kepuasan batin dan dorongan ibadah;
• Menjadi aktivitas yang melekat pada profesi guru;
• Perilaku yang berintegritas membuat dirinya sebagai panutan di wilayahnya;
• Para guru berintegritas dapat menggerakkan sosok lainnya seperti tokoh
agama/tokoh adat/orang yang dihormati, dan orang dewasa lainnya
sebagai sosok penggerak integritas;
• Memahami perilaku masyarakatnya;
• Secara konsisten memanfaatkan waktunya untuk menggerakkan simpul
penguatan integritas di semua lini.

b. Kompetensi Penggerak Integritas


Seorang penggerak integritas adalah sosok guru berintegritas yang dicirikan
dengan empat ciri yakni berintegritas, terpercaya, berpengetahuan luas, dan
se- nantiasa menebar kebaikan. Secara terurai dapat dilihat pada profil guru
di Pem- belajaran 1.
c. Kegiatan Penggerak Integritas
Secara pribadi, menjadi sosok berintegritas adalah tujuan manusia. Tapi
jangan berhenti sampai di situ. Luaskan ke masyarakat agar terbentuk
peradaban berin- tegritas. Lakukan gerakan perilaku berintegritas dalam
berbagai kegiatan yang mudah.

1) Mulailah dari Hal Kecil yang Mudah dilakukan


Mulailah dari hal kecil yang sederhana dan mudah dilakukan. Contoh:
 memastikan diri tidak pernah terlambat masuk ke kelas. Mulailah
dari kedisiplinan diri;
 Tidak pernah terlambat dalam acara apapun, dan selalu meminta
maaf secara tulus ketika --karena satu dan lain hal-- tidak tepat
waktu;
 Selalu menulis kata “Kejujuran itu menenteramkan” di kertas soal;
 Menunjukkan kepedulian pada anak yang kesulitan belajar.

2) Jaga konsistensi penerapan dalam setiap aktivitas


Sesuatu yang diyakini sebagai penerapan nilai integritas, jaga
konsistensi- nya di kelas. Jangan sampai terkesan diskriminatif, tidak
konsisten atau membuat anak kecewa.

3) Aktifkan Anak untuk melakukan hal yang sama


Kondisikan setiap anak aktif melakukan hal yang sama dengan apa yang
telah rutin kita lakukan. Contohnya:
 menginspirasi anak tidak terlambat, dan melakukan pendekatan
pribadi dengan yang terlambat;
 mendorong anak menulis kata motivasi di setiap lembar kegiatan;
 mendorong siswa untuk peduli pada anak lain yang kesulitan.

4) Luaskan ke hal lain yang lebih besar


Luaskan secara konsisten penerapan dari lingkup kelas ke lingkup
sekolah, dengan teman bermain anak, atau ke keluarga dan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan oleh sosok pelopor budaya integritas di tiap
wilayah memiliki langkah yang berbeda-beda. Namun dengan fokus yang
sama, yakni meluaskan sikap hidup berintegritas di wilayahnya. Berikut
beberapa langkah
contohnya.
• Memastikan proses pengkondisian perilaku integritas di kelas berjalan
baik. Bagi guru kelas, pastikan kelas anda terkondisi untuk tumbuh
kembangnya budaya integritas;
• Memastikan proses pengkondisian perilaku integritas di sekolah berjalan
baik dan konsisten dengan yang dilakukan di kelas;
• Memastikan terjadi koneksi antara pengkondisian perilaku integritas di
kelas dan sekolah dengan keluarga dan masyarakat;
• Memastikan pengkondisian perilaku integritas di keluarga dan
masyarakat (instansi pemerintah dan organisasi masyarakat) berjalan
dalam keseharian kehidupan;
• Mendorong konsistensi perilaku berintegritas diamalkan di semua unsur
masyarakat.

d. Prinsip Perluasan Budaya Integritas


Budaya integritas diawali dengan guru berintegritas, kelas berbudaya
integritas, kemudian sekolah berbudaya integritas. Setiap sekolah yang telah
berbudaya integritas meluaskan ke sekolah lain dengan prinsip;
• Dilakukan pendekatan personal antara guru dengan orang tua peserta didik;
• Dilakukan pendekatan kelembagaan antara sekolah, komite sekolah,
orang tua peserta didik, dan pelibatan publik secara luas;
• Dilakukan dengan pendekatan wilayah secara lintas jenjang jalur serta
sta- tus satuan pendidikan dan melibatkan semua masyarakat/elemen di
wilayah terkecil.
• Dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus;
• Melibatkan seluas mungkin partisipasi publik;
• Dimulai dari daerah pinggiran;
• Proses penguatan bisa berbeda untuk nilai yang sama.

e. Pendekatan Kewilayahan
Penguatan integritas harus dilakukan dengan pendekatan kewilayahan
(zonasi) yang bergerak seperti bola salju. Dilakukan terus menerus,
konsisten, pelibatan
publik secara aktif, dan akan lebih optimal dimulai dari daerah pinggiran
yang memiliki karakteristik masyarakat yang cenderung homogen. Perlu
penggerak budaya integritas di tiap wilayah. Mari, bersama-sama kita mulai.
Jadilah pe- lopor.
Satuan pendidikan menerapkan pendidikan karakter sesuai model ini secara
optimal di sekolah dan mengaitkan kegiatan pembelajarannya dengan
keluarga dan masyarakat. Kegiatan itu didukung oleh para pelopor budaya
integritas yang menjaga konsistensi pengamalannya di masyarakat. 

D. FORUM DISKUSI

Diskusikan kasus-kasus berikut dan buat rumusan bagaimana semestinya menurut


keyakinan anda:
1. Komitmen bersama dengan peserta didik diperlukan untuk bersama-sama
mengak- tualisasi perilaku berintegritas dalam kehidupan. Namun, sangat tidak
mudah mem- bangun kesepakatan bersama. Faktor apa saja yang menjadi
hambatan? Bagaimana langkah yang dapat dilakukan?
2. Dalam kelas yang anda ampu, anak menunjukkan perilaku berintegritas. Namun
ketika berada di lingkungan sekolah atau di luar sekolah, anak menampilkan pe-
rilaku yang berbeda. Langkah apa yang dilakukan untuk membuat anak
konsisten berintegritas di kelas, di sekolah dan di masyarakat?
3. Bagaimana melakukan pendataan terhadap perkembangan perilaku berintegritas
pada anak yang benar-benar otentik?
4. Bagaimana upaya anda membangun komitmen di saat banyak sekali
keterbatasan, baik sarana dan daya dukung dari lingkungan sekolah termasuk
kepala sekolah?

III. PENUTUP

A. RANGKUMAN

• Penguatan integritas dimulai dengan komitmen diri yang dilakukan secara bersa-
ma-sama;
• Perlu upaya kreatif untuk membangun komitmen diri yang sesuai dengan kondisi
peserta didik dan lingkungan;
• Komitmen diri secara bersama-sama ini diperlukan untuk mewujudkan suasana
ber- integritas yang konsisten;
• Mewujudkan suasana berintegritas diawali dengan guru sebagai role model;
• Membangun budaya berintegritas melalui tripusat pendidikan, diawali dari kelas,
sekolah, keluarga dan lingkungan.

B. TES FORMATIF

Tuliskan jawaban anda yang menggambarkan solusi dari kasus berikut:


Kasus: Sudah satu bulan anda melakukan penguatan integritas di kelas/mapel yang
anda ampu. Kenyataannya sangat tidak mudah. Anda hampir frustrasi. Peserta didik
hanya berkomitmen di mulut saja. Tidak diikuti dengan perilaku yang sesuai. Upaya
anda pun tak banyak memberi kemajuan karena tidak mendapat dukungan dari
pimpinan dan teman-teman lain. Juga tidak sejalan dengan kebiasaan masyarakat.
Komunikasi dengan orang tua juga tidak lancar.

Pertanyaan/Aktivitas:
1. Buat laporan singkat tentang upaya yang telah anda lakukan dalam membangun
komitmen diri bersama anak untuk hidup berintegritas di manapun (di rumah,
atau di kelas) serta buat daftar persoalan yang dihadapi dan langkah
menanggulanginya.
2. Susun langkah-langkah perbaikan jangka pendek berdasarkan persoalan di atas
yang perlu anda lakukan.
3. Berdasarkan evaluasi yang anda lakukan, buat rancangan aktivitas penguatan
integ- ritas khas yang sesuai untuk kondisi di tempat anda. Format bebas.

C. DAFTAR PUSTAKA

Adler, M. 2009. Program Paedia: Silabus Pendidikan Humanistik (Terj.). Indonesia


Pub- lishing. Bandung
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2015). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anas, Z. 2019. Guru untuk Kehidupan. Jakarta: AMP Press.
Dewey, J. 2009. Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman (Terj.). Indonesia Publishing.
Bandung
Joyce, A., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Model of Teaching: Model-Model Pengajaran.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Kohn, A. 2009. Memilih Sekolah terbaik untuk Anak, Mendobrak Cara Ajar
Tradidion- al. Buah Hati: Tangerang.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2017. Pendidikan Antikorupsi untuk Pendidikan
Dasar dan Menengah. . KPK, Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2018. Insersi Pendidikan Antikorupsi untuk
Pendidi- kan Dasar dan Menengah melalui Mata Pelajaran PPKN. KPK,
Jakarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2019. Panduan Praktis Implementasi Pendidikan
An- tikorupsi bagi Guru Kelas dan Guru PPKn Pendidikan Dasar dan
Menengah KPK, Jakarta.
Ki Hadjar Dewantara. 1977. Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Yog- yakarta.
Lickona, A. 2012. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah
Dapat Memberikan Pendidikaan Tentang Sikap Hormat dan Bertanggung
Jawab. Bumi Aksara. Jakarta.
Nafis, A.A.1996. Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei Ruang Pendidik INS
Kayu- tanam. Grasindo: Jakarta.
Samani, M., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja
Rosda- karya. Bandung.
Soedarsono,S. (2008). Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Peran Penting
Karakter dan Hasrat untuk Berubah. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sjafei, M. 2010. Arah Aktif: Sebuah Seni Mendidik Berkreativitas dan Berakhlak Mulia.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo.
Supriyatna, A dan Eka, N.A. 2019. Cara Mudah Merumuskan Indikator Pembelajaran.
Serang: Pustaka Bina Putera.
Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG 85
Halaman ini Sengaja
dikosongkan

86 Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program PPG


KEGIATAN BELAJAR 4:

Deklarasi Komitmen Diri

“Tujuan utama pendidikan bukanlah penguasaan pengetahuan,


melainkan aksi nyata dan tindakan”
Anonim

Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program 87


PPG
I. PENDAHULUAN
Cukuplah bekal bagi anda untuk memahami dan menyadari bahwa integritas adalah
pakaian seorang guru. Kini saatnya untuk mengaktualisasikan integritas dalam
seluruh aspek kehidupan, sepanjang hayat dikandung badan. Yakinlah bahwa
prinsip hidup ber- integritas merupakan jalan untuk menjalani profesi guru dengan
penuh kebahagiaan dan kenikmatan. Godaannya akan sangat berat dan beragam,
karena semua perilaku baik memang selalu diuji. Apakah kepribadian baik itu tulus
sesuai karakter dan jati diri, atau hanya kamuflase. Tanpa ujian berat, integritas
seseorang belum bisa dipastikan.

Pada bagian ini anda akan mempelajari bagaimana proses aktualisasi prinsip hidup
ber- integritas ditampilkan dalam keseharian guru, bukti-bukti apa yang dapat dilihat
dan disaksikan dari pribadi guru berintegritas, serta karya-karya yang dapat
dihadirkan se- bagai bukti penguatan integritas di kelas dan sekolah.
Melalui kegiatan pembelajaran keempat ini, diharapkan setiap mahasiswa secara
priba- di dapat mengembangkan beragam variasi aktualisasi diri dalam penguatan
integritas, menunjukkan bukti-bukti hidup berintegritas serta menghasilkan karya
sebagai wujud perilaku guru berintegritas.
Tahapan pembelajaran yang dilakukan mahasiswa pada bagian ini adalah:
1. Melakukan praktik aktualisasi perilaku berintegritas secara konsisten sesuai
komit- men diri dalam segala aspek kehidupan;
2. Menghadirkan bukti-bukti perilaku berintegritas melalui tindakan nyata
(kepribadi- an) dalam segala segi kehidupan;
3. Menghasilkan berbagai karya penguatan integritas baik berupa produk
pembelaja- ran, karya seni, karya ilmiah, maupun karya lainnya yang memiliki
dampak pada penguatan integritas.

II. INTI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu mengaktualisasikan perilaku berintegritas secara konsisten


da- lam segala segi kehidupan sesuai komitmen diri;
2. Mahasiswa mampu menunjukkan bukti komitmen sebagai orang yang
berintegritas dalam segala segi kehidupan;
3. Mahasiswa mampu menghasilkan karya nyata dalam upaya meluaskan gerakan
penguatan integritas dalam segala segi kehidupan.
B. POKOK – POKOK MATERI

1. Aktualisasi perilaku berintegritas;


2. Bukti-bukti komitmen berintegritas;
3. Karya nyata guru penggerak integritas;

C. URAIAN MATERI

S udah waktunya, para guru menginsyafi bahwa kekuatan utama dirinya adalah
inte- gritas. Bukan penguasaan materi ajar atau kefasihan berceramah. Pribadi yang
ber- integritas mendekatkan setiap pribadi pada kebahagiaan hidup sesuai keyakinan
agama.
Terlebih integritas merupakan konsistensi dari suara hati manusia karunia Tuhan,
yang tidak lekang oleh waktu.
Meski zaman berubah, nilai kemanusiaan tetap melekat kuat. Ketika informasi dan
materi ajar tersedia di mana saja dan kapan saja, segala jenis pekerjaan lebih cepat
dilakukan dengan mesin, otomasi menjangkau segala pekerjaan rutin, dan
komunikasi dapat dilakukan dari mana saja dan ke mana saja, manusia tetap dituntut
untuk jujur, bertanggungjawab, disiplin dan peduli. Di era Society 5.0, integritas
justru menjadi pra- syarat untuk tetap tangguh menghadapi berbagai gelombang
perubahan.
Menjadi guru apapun, tak ada pilihan selain menguatkan integritas diri. Saatnya
meng- aktualisasikan dalam setiap desahan nafas, sepanjang hayat dikandung badan.

1. Aktualisasi Perilaku Berintegritas


Aktualisasi perilaku berintegritas dimulai dari ketika memikirkan, mengucapkan,
dan melakukan sesuatu. Lalu apa yang terjadi ketika kita berpikir –baik atau
buruk-- sebelum kita mengucapkan kata atau melakukan tindakan tertentu?

a. Kendali dengan Cara Berpikir


Cara berpikir begitu menentukan perilaku seseorang. Untuk memahaminya
kita bisa dekati dari kaidah keilmuan, yakni kajian ilmiah tentang cara kerja
otak manusia.
Ketika kita memikirkan sesuatu, maka terjadi proses pelepasan
neurotransmiter oleh satu neuron dan mengikat molekul neurotransmiter
dengan reseptor (pene- rima) pada neuron lain. Neurotransmiter merupakan
senyawa organik endoge- nus membawa sinyal di antara neuron. Pergerakan
itu membangun hubungan antara struktur jaringan penyusun organ dan
sistem koordinasi yang melibatkan
saraf, hormon, dan bermuara pada alat indera.
Struktur jaringan tersebut mendasari terbentuknya mekanisme dan regulasi
yang membuat kita hidup, berpikir, berucap dan berperilaku. Koordinasi ini
melibat- kan semua komponen, unsur, dan zat yang ada dalam tubuh kita
yang bekerja secara kimiawi dan fisika. Koordinasi yang terjadi akan
membangun sebuah konfigurasi sekaligus menjadi proses perekaman jejak,
sehingga tidak ada jejak yang dapat dihapus.

Sebagai contoh, bisakah kita menghapus perkataan yang telah terucap? Atau
perilaku yang telah diperlihatkan?
Proses itu mengakibatkan terbentuknya hubungan antara partikel-partikel
yang ada dalam molekul-molekul pada otak kita membentuk sinyal-sinyal
yang akan dikirim ke alamat tertentu di seluruh bagian tubuh kita, tanpa
kecuali. Konfi- gurasi yang terbentuk akan berbeda ketika kita memikirkan
sesuatu, baik atau buruk.
Kira-kira apa yang terjadi ketika kita berfikir untuk berbohong, merekayasa
ses- uatu yang salah sehingga terlihat seperti benar atau sebaliknya?
Proses neurotransmiter akan mengirim sinyal semua alat indera dan terus ke
seluruh tubuh. Secara berantai sinyal itu sampai ke semua bagian tubuh kita
(wajah, mata, mulut, lidah, tangan, kaki dan seterusnya). Ketika sampai di
mata, mata akan memancarkan sinar yang meyakinkan, sampai di wajah,
wajahpun memancarkan rona yang meyakinkan, bagaimana bila sinyal itu
sampai ke li- dah? Lidah akan mengeluarkan kata-kata yang terdengar enak
dan meyakinkan. Ketika sinyal sampai di mulut, mulutpun bergerak dalam
bentuk rupa yang me- yakinkan. Sesampainya di tangan, tanganpun akan
menunjukkan gerakan-ge- rakan yang meyakinkan, begitupun ketika pesan
itu sampai ke kaki, kaki akan mendukung semua yang telah ditunjukkan oleh
organ-organ lainnya. Seluruh unsur dalam diri kita “beradaptasi” terhadap
“perintah” yang lahir dari alam pikiran kita itu sehingga kita akan
memproklamirkan kebohongan sebagai suatu kebenaran tanpa merasa
bersalah.

Lalu, apa artinya?


Pikiran buruk yang sengaja kita munculkan itu menjadi tindakan sadar kita
un- tuk membangun tatanan dan sistem koordinasi yang akan mengantarkan
pe- san-pesan buruk itu ke seluruh tubuh kita. Seketika itu juga tubuh kita
berubah wujud menjadi “buruk” dan tatanan yang telah kita bangun itu
menjadikan diri
kita sebagai sosok manusia yang buruk. Pergerakan-pergerakan neuron terse-
but menimbulkan jejak. Jejak yang terbentuk itu akan membekas dan
bekasnya tidak akan pernah terhapus selamanya. Sekali jejak terbentuk, ia
akan menjadi bagian yang mengutuhkan diri kita, selamanya.
Ketika kita tertawa bahagia karena sukses membohongi orang lain, berarti
keba- hagiaan kita itu merasakan kesuksesan kita merusak diri kita sendiri.
Sama juga ketika kita berniat menfitnah seseorang, lalu agar fitnahan itu
terlihat seperti benar, maka seluruh organ tubuh dan indera kita diperintah
untuk meyakinkan lawan bicara bahwa yang kita sampaikan adalah
kebenaran. Semua itu bisa ter- jadi karena ada reaksi kimia yang terjadi di
otak dan menjalar ke semua jaringan organ tubuh kita. Proses kimiawi itu
meninggalkan jejak yang membekas se- lamanya. Artinya, jejak kebohongan
itu dapat ditelurusi di kemudian hari bila diperlukan.

Ketika kita berpikir dan merasa yakin untuk mampu berbohong, itu
sebenarnya hanya ilusi dan tipuan belaka. Semua yang pernah kita pikirkan,
katakan, dan lakukan akan terekam dan terungkap pada waktunya. Sekarang
atau nanti, di dunia atau akhirat, itu hanya soal momen. Momen itu telah
terpatri dan pasti akan kita lalui. Masihkah kita perlu berdusta?

b. Contoh Konsistensi Berpikir-Berucap-Berperilaku


Sebagaimana telah diuraikan di pembelajaran terdahulu bahwa integritas
ada- lah konsistensi antara berpikir, berucap, dan berindak. Yang menjadi
pegangan dalam berperilaku adalah kebenaran fitrah sebagai anugerah Yang
Maha Kuasa yang dipancarkan melalui nilai-nilai karakter.
Karakter dapat dikelompokkan ke dalam berbagai nilai, namun ketika
menjadi perilaku, ia tidak mengacu pada nilai yang tunggal, melainkan
saling keterkaitan antarnilai. Misalnya jujur terkait dengan tanggungjawab,
disiplin dan peduli. Demikian pula jujur dengan peduli, mandiri dan kerja
keras. Untuk memudah- kan, Tabel 4.1. menyajikan contoh konsistensi
dalam berpikir, berucap dan ber- perilaku. Anda dapat menyusun kembali
contoh ini lebih lengkap dan akurat disesuaikan dengan komitmen pribadi
yang akan anda jalankan dalam keseha- rian hidup.
Tabel 4.1. Contoh konsistensi dalam berpikir, berucap dan berperilaku
sesuai nilai penguat intergritas
Nilai Berpikir Berucap Berperilaku
utama
Jujur • Berpihak pada • Berkata baik ber- • Tidak curang,
kebenaran dasarkan fakta mengambil hak
yang jelas benar orang, menjiplak
• Jujur itu
membaha- giakan • Tidak menyampai- • Tidak share infor-
kan informasi masi yang tidak
• Apapun yang
yang tidak jelas sumbernya dan
terja- di kehendak
dipahami utuh tidak bermanfaat
Yang Kuasa
• Tidak menyalahkan
pihak lain
siapapun
Tanggung- • Setiap manusia • Berkata baik • Menyusun RPP
jawab punya orbit dan benar sendiri tidak
hidup sendiri- copy paste
• Berkata
sendiri
tentang • Belajar keras;
• Hidup tidak optimisme
• Bekerja keras;
mer- ugikan
siapapun • Fokus dalam
melakukan setiap
• Berorientasi pada
pekerjaan
hasil
• Hidup
adalah
kemandirian
Disiplin • Waktu adalah • Berkata jelas, run- • Selalu datang
kesempatan tak tut, singkat ke kelas tepat
berulang waktu dan tidak
• Berkata tidak
korupsi waktu
• Hidup adalah bertele-tele
keter- aturan • Menepati jadwal
yang disepakti
• Teratur mengikuti
tahapan
Peduli • Selalu melihat • Ucapan menyenang- • Berteman dengan
sisi baik dalam kan orang semua orang
segala hal dalam batasan
• Tidak mengungkap
wajar
• Senantiasa berpras- keburukan siapapun
angka baik • Dekat dengan
peserta didik
• Hidup adalah
memberi, bukan • Ramah dan
menerima menye- nangkan
• Tidak pilih kasih
kepada peserta
didik

Pada dasarnya berpikir, berkata dan berperilaku tidak mengacu pada nilai
yang tunggal, melainkan selalu beririsan antara satu dengan lainnya. Oleh
karena itu, nilai karakter merupakan kendali dari cara berpikir, berucap dan
berperilaku.

c. Jaga dengan pengawasan dari dalam diri


Perilaku baik yang ditampilkan seseorang bisa saja berupa perilaku semu.
Hal itu bisa terjadi manakala perilaku dilakukan karena pamrih,
mengharapkan pe-
ngakuan atau penilaian tertentu terkait dengan tugas atau kewajiban tertentu.
Dalam pandangan orang lain, mungkin dianggap baik, namun secara hakikat
hal demikian sangat berbahaya. Perilaku semu menunjukkan pancaran jati
diri telah ditutupi oleh kepalsuan dan kemunafikan. Dia memiliki tujuan dan
cara hidup sendiri yang tidak berintegritas.
Terlebih untuk perilaku yang diawasi sebagai ukuran kinerja tertentu.
Pengawa- san yang berasal dari luar diri, sangat berpotensi untuk terjadi
manipulasi dan rekayasa. Hanya baik ketika diawasi, dan kembali tidak baik
ketika pengawasan tidak ada.
Guru yang datang ke kelas tepat waktu ketika diawasi kepala sekolah dan
pe- ngawas, belum bisa menjadi dasar bahwa yang bersangkutan berdisiplin.
Berbe- da dengan guru yang selalu datang tepat waktu demi kecintaannya
kepada anak, meskipun kepala sekolah tidak ada dan pengawas tidak ada.
Oleh karena itu, dalam kaitan penguatan integritas, pengawas terbaik berasal
dari dalam diri sendiri. Alat kontrolnya adalah suara hati nurani yang berasal
dari jati diri. Bagaimanapun juga, sebagaimana telah diuraikan di atas, secara
biologis, tidak ada celah bagi kita untuk melakukan sesuatu yang tidak
tercatat. Apapun yang dilakukan oleh pikiran dan tubuh kita terekam secara
alamiah dan suatu ketika dapat ditampilkan kembali. Oleh karena itu
pengawas yang terpen- ting adalah pengawas dari dalam diri.

Pengawas dari dalam diri dapat menjaga perilaku tetap berintegritas


manakala tidak ada siapapun yang menyaksikan selain dirinya. Untuk
menguatkan anda dapat menyaksikan video berikut:

2. Bukti-bukti Komitmen Berintegritas


Segala yang terlintas dalam pikiran, terucap melalui perkataan, dan terungkap
me- lalui perilaku atau tindakan tidak bisa dihapus. Semua terekam dan
membekas sela- manya, serta menjadi bagian utuh dari diri kita. Keberadaan
rekam jejak itu sesuatu yang keberadaannya bersifat mutlak. Demikian pula
perilaku orang berintegritas, akan mudah terlihat dan disaksikan banyak orang.
Bukti komitmen berintegritas dapat terlihat dari konsistensi antara pikiran, per-
kataan, dan perbuatan.

a. Jejak Fisik
Keterlaksanaan proses penguatan integritas dapat dilihat dari bukti-bukti fisik
yang tampak di kelas, di sekolah dan area-area di mana penguatan integritas
dilakukan. Jejak fisik tersebut dapat berupa:
• Dokumen RPP yang dibuat sendiri oleh guru dan selalu disesuaikan
dengan kondisi peserta didik dan konteks lokal sekolahnya;
• Dokumen perencanaan kegiatan pembelajaran dan aktivitas lainnya yang
mencerminkan penguatan integritas, serta bukti-bukti keterlaksanannya.
Aktivitas dapat mencerminkan konsistensi penerapan dalam dokumen
per- encanaan, implementasi dan tindak lanjutnya;
• Instrumen keterlaksanaan proses dan ketercapaian hasil yang telah diisi
da- lam jangka waktu lama;
• Terdapatnya simbol-simbol penguatan integritas dalam bentuk teks,
gambar, lagu, yel-yel, gerakan, dan berbagai simbol penguatan integritas
lainnya;
• Suasana kelas dan sekolah mencerminkan jejak penguatan integritas
seper- ti kelas terjaga kebersihannya, senantiasa rapi, teratur, tertata,
nyaman dan membuat betah;
• Penampilan seluruh warga sekolah rapi, bersih, nampak tata kelola ling-
kungan yang terencana baik;
• Bukti-bukti kegiatan penguatan integritas yang dilakukan sebagai
kegiatan khas satuan pendidikan;
• Bukti-bukti komitmen diri untuk secara bersama-sama menguatkan
integri- tas terhadap pribadi masing-masing
• Bukti deklarasi terhadap perluasan implementasi penguatan integritas
oleh kelas atau sekolah yang telah secara konsisten melakukan
penguatan;
• Bukti deklarasi terhadap pencanangan (kick off) penguatan integritas. Ke-
giatan pencanangan biasanya di awal. Akan tetapi bukti ini tidak serta
mer- ta menjadi bukti bahwa penguatan integritas berjalan konsisten. Itu
hanya membuktikan bahwa ada niat kuat untuk melakukan penguatan
integritas, tapi belum tampak implementasi konsisten dalam tahapan
selanjutnya.
https://www.jurnaljabar.id

https://sman1bdg.sch.id
https://humas.jatengprov.go.id

https://www.riau.go.id
Gambar 4.1. Berbagai kegiatan deklarasi pendidikan berintegritas

b. Tampilan Perilaku di Kelas


Hal ini dapat dimunculkan dari seluruh aktivitas kehidupan pribadi seorang
guru. Khusus dalam kegiatan pembelajaran di kelas, bukti-bukti komitmen
in- tegritas akan terlihat dari penampilan guru secara utuh dalam seluruh
rangkaian kegiatan pembelajaran meliputi:
1. Persiapan Diri. Sebelum masuk kelas, guru akan melakukan persiapan
se- cara mandiri. Dokumen perencanaan dibuat sendiri tidak copy paste
dan disesuaikan dengan konteks lokal.
2. Masuk Kelas. Penampilan guru akan menjadi bukti penting profil guru
ber- integritas.
3. Mulai Pembelajaran. Kemampuan guru dalam memulai pembelajaran
akan menjadi cermin integritas.
4. Aktifkan Pembelajaran. Ihtiar guru untuk menghidupkan suasana dan
mem- buat semua indera anak bekerja aktif, adalah bukti integritas.
5. Reviu Pembelajaran. Melakukan reviu terhadap pembelajaran yang
dilaku- kan dan mendapatkan feed back dari peserta didik, menjadi
potret diri guru.
6. Deklarasikan. Membuat komitmen diri, meluaskan ke luar kelas, adalah
hal yang mutlak dilakukan.
7. Luaskan Pengaruh. Setiap kebaikan yang dilakukan terus diluaskan ke
luar kelas, luar sekolah dan ke keluarga dan masyarakat.
Secara rinci dapat disajikan dalam uraian pada Boks 4.1 sampai Boks 4.7
beri- kut.

c. Pengakuan Peserta Didik dan Sejawat


Bukti seseorang memiliki perilaku berintegritas tidak bisa diperoleh dari
yang bersangkutan. Seseorang yang mengaku dirinya berintegritas adalah
sebuah tanda yang biasanya berkebalikan. Demikian juga prestasi atau
kelebihan yang dimiliki seseorang. Bukti integritas justru akan muncul dari
pengakuan orang di luar dirinya.
Untuk mengetahui apakah seorang guru berintegritas dapat diperoleh dari
sis- wa, koleganya sesama guru, kepala sekolah, atau warga sekolah lainnya
seper- ti ibu kantin, penjaga sekolah, dan lain sebagainya. Ketika banyak
orang lain yang mengakui seorang guru beridisplin, jujur, menyenangkan,
ramah, sopan, serta tampilan kepribadian baik lainnya, maka itu menjadi
tanda adanya inte- gritas dalam dirinya.

Boks 4.1 Langkah Penguatan Integritas di Kelas: Persiapan Diri

1 PERSIAPAN DIRI
Guru Berintegritas
i kelas sangat menentukan masa depan anak- anak kita, mewujudkan generasi berintegritas. Maka, persiapkan!
n menentukan bagi masa depan anak. Lahirnya ge- nerasi berintegritas di masa datang ditentukan oleh guru pada hari ini.
mpetensi apapun, lakukan dengan perkataan yang ju- jur, bertanggungjawab, berdisiplin, mandiri, dan peduli.
us dikuasai anak setelah belajar.
da di tangan anda. Hadirkan simbol-simbol yang menguatkan jiwa anak. Slogan seperti “Berani Jujur Hebat”, “Hebat itu Tidak Menyontek”, “Hebat i
etensi sebagai penanda, anak telah mencapai kompe- tensi yang ditentukan;
kan dilakukan sebaik mungkin. Siapkan bahan dan alat. Susun rencana sendiri, jangan sekali-kali copy paste.
Boks 4.2 Langkah Penguatan Integritas di K

MASUK KELAS
2 Kesan pertama, menentukan

Kesan pertama, ketika anda masuk kelas, adalah kunci. Tampillah sebagai sosok berintegritas. Conto
Datang ke kelas tepat waktu. Selalu. Inilah wujud kedisiplinan. Apabila suatu ketika ada halangan sehingga tidak tepat
Tampil dengan wajah ceria dan bersemangat;
Sampaikan salam, menyapa kabar, dan memastikan anak dalam keadaan nyaman dan se- mangat belajar;
Bangun komunikasi dengan anak secara tulus. Misalnya bertanya tentang anak yang tidak hadir, dan menunjukkan ke
Mengajak anak untuk membangun suasana nyaman. Ruangan bersih, meja-kursi rapi, barang di kelas rapi, gambar da

Boks 4.3 Langkah Penguatan Integritas di Kelas: Mulai Pembelajaran

MULAI PEMBELAJARAN
3 Hidupkan suasana

mereka bahwa semua yang dipelajari berharga sebagai bekal hidup mereka kelak. Munculkan rasa ingin tahu, dan keberanian berpendapat. Mulailah

n narasi yang dimen- gerti dan menyentuh;


ama salah satu lagu wajib nasional misalnya “Dari Sabang Sampai Merauke”. Tugasi anak secara adil (misalnya bergilir berdasarkan kesepakatan) un
tuk kehidupan. Boleh secara lisan, video, atau aktivitas lain yang memancing rasa ingin tahu secara mendalam;
reaking singkat hasil kreasi anak;
Kurangi berceramah (lakukan manakala diperlukan saja), lakukan kegiatan yang membuat peserta didik
Dalam diri anak terdapat energi yang menggerakkan seluruh pikiran, jiwa dan raga. Ja- ngan biarkan energi tidak tersalurkan
Aktifkan setiap anak, tidak memberi ruang untuk pasif sebagai pendengar. Aktifkan semua indera dan organ tubuh untuk me
Buat aktivitas yang bervariasi dan menggembirakan dan jangan biasakan mengandalkan satu sumber belajar. Gunakan mate
Asah kompetensi anak melalui kepekaan dengan mengaitkan antara materi pelajaran, ak- tivitas di kelas, dan realita dalam k

Boks 4.5 Langkah Penguatan Integritas di Kelas: Reviu Pembelajaran

REVIU PEMBELAJARAN
5 Ulas jalannya proses belajar

lan dengan tujuannya. Untuk memastikan proses pembelajaran berjalan efektif, lakukan reviu dan dapatkan feedback dari pes
tkan data tentang capaian kompetensi setiap anak sesuai tujuan proses pembelajaran, termasuk penilaian perilaku berintegritas di sepan- jang pros
an meminta respon peserta didik.
engalami kemajuan dan memiliki rasa penasaran untuk terus mendalami dan mempraktekkan serta bertekad untuk konsisten berintegritas;
a didik apakah mereka bisa memahami tentang apa yang dibelajarkan, serta menemukan makna positif pembelajaran bagi dirinya dikait- kan denga
berapa kali sesuai kebutuhan dengan kegiatan yang beragam sampai tujuan tercapai. Pastikan setiap anak mengalami kemajuan.
Bok
D
6 Ba

Muara dari pembelajaran adalah perilaku. Untuk menguatkan perilaku, maka perlu keyakinan dan t
Dari pembelajaran yang dilakukan, peserta didik berkomitmen dengan berjanji pada di- rinya untuk bersikap jujur, be
Mendorong peserta didik untuk menceritakan pengalaman menemukan makna perilaku berintegritas dalam kehidup
Menjaga komitmen untuk bersikap jujur, bertanggungjawab, disiplin, mandiri, dan peduli sebagai prinsip hidup. Sem

Boks 4.7 Langkah Penguatan Integritas di Kelas: Luaskan Pengaruh

LUASKAN PENGARUH
7 Sebarkan hasil belajar

mitmen diri-- selanjutnya diluaskan ke keluarga, teman bermain, dan masyarakat.


an soal. Melainkan tugas untuk mendorong anak bertanya kepada orang tua tentang, “Bagaimana sikap kita kepada orang lain yang berbeda?” Misal
masing anak secara jujur menceritakan pandangan orang tuanya.
ng men- guatkan diri untuk menerima keberagaman seperti pada kegiatan pembelajaran di awal.
entang nilai keberagaman.
anggung- jawab makin menguat.
3. Karya Nyata Guru Penggerak Integritas
Selama anda melakukan penguatan integritas secara konsisten baik di kelas, di
se- kolah, maupun di masyarakat, pasti anda memiliki peluang untuk
mendokumen- tasikan aktivitas yang dilakukan menjadi sebuah hasil karya yang
memberi man- faat bagi orang banyak. Sekecil apapun karya yang anda buat,
dapat menginspirasi orang lain, untuk menggerakkan kehidupan yang
berintegritas.
Spirit menghasilkan karya dapat meluaskan semangat berintegritas bagi seluruh
ma- nusia, dimulai dari lingkungan terdekat anda.
Karya yang anda buat dapat disesuaikan dengan potensi diri, bakat, minat dan
tugas profesi anda sebagai guru. Contoh karya yang dapat dibuat antara lain
buku, video, model pembelajaran, dan lain sebagainya. Untuk lebih
memudahkan berikut contoh karya nyata yang hadir dari kegiatan penguatan
integritas sebagaimana disajikan pada Tabel berikut.

Tabel 4.2. Contoh jenis karya nyata aktivitas penguatan integritas


No Bentuk Karya Jenis Karya Contoh
1 Teks Puisi, cerpen, prosa, kata bijak
Model Pembelajaran 99+1 Model Pembelajaran
Antikorupsi (Ide Beraksi)
Buku-buku praktis
Artikel ilmiah Konten Jurnal
Artikel populer Konten koran, majalah, tab-
loid
Naskah Opini Opini di koran, blog, website
atau media lainnya
2 Seni Gerak Gerakan Senam, gerakan tari, Tepuk jujur,
tepuk tangan
3 Seni Rupa Poster, lukisan, banner, sketsa Poster integritas
4 Seni Tari Tari tradisional, tari modifikasi,
tari kreasi, dan lainnya
5 Seni Musik Video klip, musik, lagu, hymne,
mars, instrumental, musikalisasi
puisi
6 Kriya Gerabah, anyaman, kain, garmen
7 Audio-Visual Film, Vlog, Iklan pendek Land Of Milion Dreams
(KPK)
Video Pembelajaran
8 Audio Lagu, dongeng, story telling
9 Produk teknolo- Games, aplikasi, animasi,
gi
10 Aneka produk kreatif lainnya
Apapun karya yang anda buat akan memberi manfaat yang besar bagi upaya
penguatan integritas diri pribadi dan akan menjadi inspirasi bagi peserta didik dan
lingkungan seki- tar. Karya-karya yang dihasilkan juga merupakan bukti keseriusan
kita untuk menjalani kehidupan berintegritas untuk mendapatkan kebahagiaan hidup
yang hakiki. 

D. FORUM DISKUSI

Diskusikan kasus-kasus berikut dan buat rumusan bagaimana semestinya menurut


keyakinan anda:
Seringkali guru tidak memiliki daya cipta untuk menguatkan integritas karena kita
merasa kurangnya dukungan dari lingkungan, menambah beban, merepotkan dan
ka- dang kita berpikir apa yang kita lakukan adalah hal yang percuma karena
lingkungan tidak mungkin bisa berubah. Kondisi demikian, nyaris berlaku secara
umum. Sebagai sosok penggerak perubahan, bagaimana upaya optimal yang dapat
dilakukan para guru?

III. PENUTUP

A. RANGKUMAN

• Ruang kerja guru ada dalam alam pikiran, rasa, dan hati manusia
• Pendidikan merupakan jalan bagi kita untuk menyadari bahwa Tuhan berada di
tem- pat terpenting dalam diri kita.
• Semua ilmu pengetahuan menjadi jembatan bagi manusia untuk menuju tempat
ter- penting itu, tempat di mana Tuhan berada, di dalam diri kita.
• Pikiran negatif yang sengaja kita munculkan itu menjadi tindakan sadar kita
untuk membangun tatanan dan sistem koordinasi yang akan mengantarkan
pesan-pesan negatif itu ke seluruh tubuh kita.
• Jika berpikiran positif maka semua unsur dalam diri kita akan membentuk
konfigu- rasi yang positif, dan konfigurasi itu menghasilkan koordinasi yang
positif dan akhir- nya akan melahirkan hal-hal positif yang akan mengantarkan
kita pada kedudukan sebagai makhluk paling mulia di antara makhluk yang
diciptakan oleh Tuhan.
• Kemuliaan seorang guru selalu menebar kebaikan tanpa pernah memikirkan
keun- tungan apa yang akan diperolehnya sebagai imbalan dari kebaikannya itu.
• Hasil penilaian akan memastikan apakah rencana pembelajaran mengarah
kepada pencapaian kompetensi, selanjutnya juga akan membuktikan apakah
pembelajaran
sesuai dengan perencanaan
• Penilaian berfungsi sebagai alat bantu untuk menelusuri hal-hal yang terjadi
(perkembangan atau kemunduran) yang dialami oleh setiap peserta didik di
sepan- jang proses belajar

B. TES FORMATIF

Tuliskan jawaban anda yang menggambarkan solusi dari kasus berikut:


1. Seringkali kita sering menghukum anak karena tidak berintegritas, padahal pada
saat yang sama kita sering menunjukan bahwa kita sendiri belum berintegritas.
Mi- salnya anak akan dihukum karena terlambat datang ke sekolah di saat yang
sama ada guru yang terlambat tetapi tidak mendapatkan hukuman apapun.
Ketidakkonsis- tenan ketika ada orang dewasa yang melanggar aturan kita
anggap itu hal yang bia- sa. Padahal itu adalah cara ampuh mengajari mereka
untuk tidak konsisten. Pertanyaan:

a. Tentukan pendekatan yang paling relevan didukung oleh fakta-fakta di


lapangan untuk menunjukkan konsistensi berperilaku pada diri anda sendiri!
b. Upaya apa yang dilakukan untuk meluaskan konsistensi perilaku
berintegritas kepada lingkup yang lebih luas. Seberapa tingkat keyakinan
anda terhadap ke- berhasilannya.
2. Selama ini kita hanya mengandalkan hukuman dan hadiah agar anak berperilaku
baik atau berintegritas padahal cara yang seperti itu justru akan mendorong anak
untuk berkamuflase dan berperilaku baik untuk menghindar dari hukuman dan
mendapatkan reward. Artinya kemurnian dan keihklasan dirinya untuk
berperilaku baik berkurang, seharusnya kesadaran bahwa berbuat baik itu akan
menguntungkan dirinya maupun orang lain. Buat narasi pendek tentang
hukuman di sekolah menurut pendapat anda dan bagaimana efeknya secara
jangka panjang?

C. DAFTAR PUSTAKA

Adler, M. 2009. Program Paedia: Silabus Pendidikan Humanistik (Terj.). Indonesia


Publishing. Bandung
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airasian, P. W., 2001. A Taxonomy For
Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Ob- jective. Addison Wesley Longman. Boston.
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Dewey, J. 2009. Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman (Terj.). Indonesia Publishing.
Bandung
Jensen, E. 2008. Brain-Based Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Johnson, E. 2010. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Bela-
jar-Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Kaifa. Bandung.
Joyce, A., Weil, M., Calhoun, E. 2009. Model of Teaching: Model-Model Pengajaran.
Pustaka Pelajar.
Khoe Yao Tung. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Indeks. Jakarta.
Lickona, A. 2012. Mendidik Untuk Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah Dapat
Memberikan Pendidikaan Tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab.
Bumi Aksara. Jakarta.
Samani, M., Hariyanto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Remaja
Rosda- karya. Bandung.
Sandra Aamodt dan Sam Wang. Welcome to Your Child’s Brain; Cara Pikiran
Berkem- bang dari Masa Pembuahan Hingga Kuliah. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Soedarsono, S. 2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
Wragg, E. C. 1997. The Cubic Curriculum. Routledge. London

D. TEST SUMATIF

Setelah mempelajari modul ini, kerjakan tugas berikut:


1. Buat naskah reflektif tentang tekad yang ada dalam diri anda untuk menjadi guru
berintegritas sebagai panggilan jiwa, bukan sebagai tugas!
2. Buat karya nyata sebagai bukti dari kegiatan penguatan karakter yang telah anda
lakukan selama minimal satu bulan berdasarkan pengalaman anda sendiri. Jenis
kar- ya nyata bebas, tapi dapat menjadi inspirasi bagi pihak lain.
104 Penguatan Integritas: Modul Belajar Mandiri bagi Program
PPG

Anda mungkin juga menyukai