Amirah Amatullah
1206262071
ABSTRAK
Materi genetik yang terdapat pada seluruh makhluk hidup adalah asam nukleat. Asam
nukleat mempunya struktur primer, sekunder, dan tersier. Struktur primer asam nukleat
merupakan makromolekul yang tersusun dari monomer nukleotida. Monomer nukleotida
dapat dibagi menjadi 3 komponen utama. Berdasarkan jumlah rantai dan jenis gula
pentosanya, asam nukleat dibagi menjadi dua, yaitu DNA dan RNA, yang merupakan
struktur sekunder asam nukleat. Struktur tersier DNA dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan
bentuknya. Struktur tersier RNA sangat bervariasi. Terdapat beberapa faktor lingkungan
serta kondisi yang dapat mempengaruhi struktur asam nukleat serta merubah bentuk DNA
dan RNA.
Kata Kunci
1. RANTAI NUKLEOTIDA
Terdapat dua jenis gula pentosa yang dapat membentuk monomer nukleotida asam
nukleat, yaitu ribosa (pada RNA) dan 2-deoxyribosa (pada DNA). Pada ribosa, atom
karbon C2’ berikatan dengan gugus hidroksil (–OH), sementara pada 2-deoxyribosa atom
C2’ berikatan dengan –H.
Gambar 2. Perbandingan deoksiribosa (2-deoksiribosa) dengan ribosa (Sumber:
http://www.mun.ca/biology/scarr/iGen3_02-07.html)
Gugus fosfat terikat pada atom karbon nomor 5 (C5’) yang berada di luar formasi
cincin segilima melalui ikatan fosfoester. Gugus fosfat dapat berbentuk monofosfat,
difosfat, serta trifosfat. Baik DNA maupun RNA tersusun dari nukleosida trifosfat. Pada
pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif.
Inilah penyebab pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di
dalamnya juga terdapat banyak basa nitrogen.
Untuk membentuk polimer nukleotida atau asam nukleat maka terjadi ikatan
fosfodiester yaitu ikatan gugus fosfat dengan gugus gula pentosa dari satu nukleotida
dengan nukleotida lain yaitu pada atom karbon nomer 5 dan 3.
Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri,
rantai polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang
terikat pada posisi 5’ gula guanine. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau
ujung 5’. Ujung yang lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula
uanine sehingga ujung ini dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung
tersebut menjadikan rantai polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
1.3 Basa Nitrogen
Basa purin dan pirimidin berpasangan mengikuti aturan pasangan basa Watson-
Crick. Basa purin adenin akan selalu berpasangan dengan basa pirimidin timin (atau
urasil), sementara basa pirimidin sitosin akan selalu berpasangan dengan basa purin
guanin. Hal ini disebabkan oleh struktur masing-masing basa itu sendiri, dimana
adenin dan timin (atau urasil) hanya dapat mempunyai dua ikatan hidrogen sedangkan
sitosin dan guanin dapat membentuk tiga ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk
karena grup eksosiklik amino di C6’ pada adenin berikatan dengan karbonil di C4’
pada timin. Ikatan hidrogen terbentuk antara grup eksosiklik NH2 di C2’ pada guanin
dan karbonil di C2’ pada sitosin. Ikatan hidrogen juga tebentuk di N1 pada guanin dan
N3 pada sitosin, serta karbonil C6‘ pada guanin dan eksosiklik NH2 sitosin.
1.3.2 Tautomer
Basa purin dan pirimidin juga terdapat dalam bentuk lain yang disebut sebagai
tautomer. Tautomer adalah dua molekul dengan formula yang sama namun
mempunyai kesinambungan
yang berbeda. Perubahan
menjadi tautomer terjadi
apabila sebuah proton
berubah posisi.
Tautomerisasi menyebabkan
basa berpasangan dengan
pasangan yang salah, seperti
pada Gambar 5.
2. STRUKTUR DNA
DNA berbentuk heliks (spiral 3 dimensi) karena berbagai penyebab, namun pada intinya
disebabkan oleh gaya antarmolekul. Rangka fosfat/ribosa bersifat hidrofilik, oleh sebab itu ia
mengarah keluar ke arah pelarut, sementara basa nitrogen yang relatif lebih hidrofobik
‘mengubur’ diri mereka ke arah dalam. Juga, geometri tautan deoksiribosa-fosfat
menyebabkan panjang yang pas untuk basa berpasangan.
Ikatan hidrogen yang tidak sama kuat antara pasangan basa adenin-timin (2 ikatan
hidrogen) dan guanin-sitosin (3 ikatan hidrogen) menyebabkan lekukan heliks DNA tidak
sama panjang. Lekukan yang lebih besar (major groove) berjarak 2,2 nm sementara lekukan
yang lebih kecil (minor groove) mempunyai lebar 1,2 nm. Karena lebih lebar, protein yang
berperan dalam transkipsi seringkali menempel pada basa yang terekspos major groove.
Terdapat aturan yang menentukan arah berpilinnya DNA, yaitu kaidah tangan kanan dan
kaidah tangan kiri. Heliks dibaca dari ujung 5’ ke ujung 3’, atau dari bawah ke atas, dengan
putaran yang searah dengan arah jari yang menggenggam dan jempol yang menunjukkan
arah pada sumbu vertikal.
Pasangan basa
11 10,4 12
tiap pilinan
Diameter heliks
2,55 2,37 1,84
(nm)
3. STRUKTUR RNA
RNA hanya terdiri dari satu
untai tunggal polimer nukleotida,
akan tetapi dapat melipat lipat
dirinya dalam suatu aturan
tertentu. RNA merupakan polimer
dari monomer nukleotida yang
terdiri gula ribosa dan gugus fosfat,
dengan basa nitrogen purin
(adenin dan guanin) dan pirimidin
(sitosin dan urasil). RNA
mempunyai bentuk-bentuk yang
bervariasi sesuai dengan
fungsinya.
3.1 mRNA
Gambar 8. Struktur RNA (Sumber:
http://www.uic.edu/classes/phys/phys461/phys450/ANJU
M04/)
MRNA, yang merupakan contoh cetakan sintesis protein, mempunyai urutan basa
yang sama (dibaca dari ujung 5’ ke ujung 3’) dengan untai DNA yang mempunyai urutan
gen. MRNA dapat bervariasi dari ~300 nukleotida hingga ~7000 nukleotida, bergantung
pada ukuran dan jumlah dari protein yang sedang dicoding.
3.2 tRNA
Molekul tRNA berikatan secara kovalen dengan asam amino di salah satu ujungnya,
dan di ujung lainnya terdapat triplet sequence (anti-codon) yang mplementer terhadap
triplet codon yang terdapat di mRNA. Semua molekul tRNA mempunyai sekitar 70-90
nukleotida.
Struktur tRNA sekunder berbentuk menyerupai daun semanggi, hal ini menunjukan
bahwa tRNA terdiri atas dua struktur RNA yaitu tangkai dan lingkaran. Struktur tersier
tRNA mirip dengan huruf “L”.
3.3 rRNA
Ribosom adalah ‘mesin’ yang cukup besar (kurang lebih berdiameter 20 nm) dan
tersusun dari dua subunit: subunit besar (kurang lebih 50S) dan sebuah subunit kecil
(kurang lebih 30S). Subunit yang besar tersusun dari dua RNA ribosom (5S dan 23S) dan
beberapa (kurang lebih 34 protein) dimana subunit yang kecil mempunyai satu RNA
ribosom (16S) dan kurang lebih 21 protein. Panjang rRNA 23S kurang lebih 3000
nukleotida, dan panjang 16S rRNA kurang lebih 1500 nukleotida.
Struktur dari RNA ribosom dapat menjadi sangat rumit karena ada banyak cara bentuk
hairpins dan loops dapat tersusun. Memprediksikan struktur-struktur ini memerlukan
kombinasi metode komputational dan berbagai teknik eksperimen.
Struktur asam nukleat bergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya. Keberadaan zat
tertentu ataupun suhu dan pH yang ekstrim dapat membuat asam nukleat mengalami
deformasi dan atau denaturasi.
Asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100ºC, asam
nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di
dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin
saja yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
Alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status
tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur
guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah
proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan
hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama
terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap
hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di
dalam gula ribosanya.
Bahan kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH
netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH 2)2) dan formamid (COHNH2). Pada
konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen.
Artinya, stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda
mengalami denaturasi.
Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya
hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan
demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul
yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena
sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini
menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
Panas
Panas dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti
melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada
dsDNA dan sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal.
Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan
terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang. Tidaklah demikian
halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi
pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah
di sekitarnya.
Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau
melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan
berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang.
DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh.
Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa
bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahan-lahan dapat
mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi
yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda
dinamakan hibridisasi.
Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa faktor
yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat
menurunkan jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah
jumlah pilinan. Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium
bromid (EtBr). Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang
menyisip di antara pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat
divisualisasikan menggunakan paparan sinar UV. (Susanto, 2012)
5. KESIMPULAN
Asam nukleat adalah polimer dari monomer nukleotida. Nukleotida terdiri dari gula
pentosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen. Ikatan fosfodiester gugus fosfat menyatukan
monomer nukleotida menjadi polimer. Rantai polimer nukleotida ganda disebut DNA. Rantai
polimer tunggal disebut RNA. Nukleotida dna terdiri dari deoksiribosa, gugus fosfat, basa
purin adenin dan guanin, serta basa pirimidin timin dan sitosin. Antara rantai satu dengan
yang lain dihubungkan dengan ikatan hydrogen antara pasangan basa. Berdasarkan
bentuknya, dna dibagi menjadi tiga yaitu DNA-A, DNA-B, dan DNA-Z. Nukleotida RNA terdiri
dari ribosa, gugus fosfat, basa purin adenin dan guanin, serta basa pirimidin urasil dan
sitosin. Terdapat 3 jenis RNA yang utama dengan bentuk yang berbeda-beda, yaitu tRNA,
mRNA, dan rRNA. Selain itu masih ada jenis-jenis RNA yang lain. Struktur asam nukleat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Panas, pH, atau asam contohnya, dapat menyebabkan
denaturasi dan deformasi asam nukleat. DNA dan RNA dapat berubah bentuk saat
dibutuhkan seperti pada saat replikasi.
REFERENSI
Cruzan, Jeff, 2012. DNA & RNA: The foundation of life on Earth. [online]
http://www.drcruzan.com/NucleicAcids.html [diakses pada 16 Februari 2014].
Cyr, Richard, 2009. Properties of Macromolecules II-Nucleic Acids, Polysaccharides and
Lipids. [online] (10 Agustus 2009) https://wikispaces.psu.edu/pag es/viewpage.action?
pageId=1125272 11&navigatingVersions=true [diakses pada 16 Februari 2014].
Department of Biology, University of Miami, 2013. Chargaff's Rule of Base Pairing. [online]
(01 Agustus 2013) http://www.bio.miami.edu/~cmallery/150/gene/chargaff.htm [diakses
pada 16 Februari 2014].
Lodish H, Berk A, Zipursky SL, et al., 2008. Molecular Cell Biology. New York: W. H.
Freeman.
National Science Foundation, 2001. DNA Structure. [online] (05 Oktober 2001)
http://www.uic.edu/classes/phys/phys461/phys450/ANJUM04/ [diakses pada 16
Februari 2014].
Nature Education, 2013. Purine and pyrimidine bases exist in different forms called
tautomers. [online] http://www.nature.com/scitable/content/purine-and-pyrimidine-bases-
exist-in-different-97271 [diakses pada 16 Februari 2014].