Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

PADA TN. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS PERFORASI GASTER

DI RS Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

BANGSAL MELATI 3

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Praktik Klinik Keperawatan II Prodi D-IV

Keperawatan Semester 4

Dosen Pembimbing: Ns. Ida Mardalena, S.Kep., M.Si

Disusun oleh Mahasiswa Praktik:

Diego Jasman R NIM. P07120213012

Nur’aini Maghfuroh NIM. P07120213038

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2014-2015
A. PEDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.

Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,

trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas.

Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung

buatan (perforatio tecta).

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,

sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi

gaster atau perforasi duodenum. Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa

divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang

ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara

relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi

seperti syok septik kegagalan multi organ. Kecederaan berkaitan usus yang

disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel injuries) jarang menyebabkan

terjadinya perforasi.

B. ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara

esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum

dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan

mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ

di dekatnya, bergantung pada letak tukak.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat

proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung

makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan

dinding korpus, tebal dan kuat lapisan ototnya. Di belakang dan tepi madial
duodenum terdapat arteri besar (arteri gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa

terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan

oleh fundus dan korpus , dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja

2014-2015

A. PEDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.

Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,

trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas.

Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung

buatan (perforatio tecta).

Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,

sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi

gaster atau perforasi duodenum. Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa

divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang

ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara

relatifnya tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi

seperti syok septik kegagalan multi organ. Kecederaan berkaitan usus yang

disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel injuries) jarang menyebabkan

terjadinya perforasi.

B. ANATOMI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara

esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum

dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan

mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ
di dekatnya, bergantung pada letak tukak.

Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat

proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung

makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan

dinding korpus, tebal dan kuat lapisan ototnya. Di belakang dan tepi madial

duodenum terdapat arteri besar (arteri gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa

terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.

Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan

oleh fundus dan korpus , dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja

dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin. Fungsi

motilitas yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan (mencapai 1500ml) dan

pencampuran makanan serta pengosongan lambung diatur oleh n.vagus.

Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari

mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl.

Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan

hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan yaitu:

Pertama fase sefalik merupakan rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup,

merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam

melalui aktivitas n.vagus, Kedua fase gastrik adalah distensi lambung akibat adanya

makanan atau zat kimia yang merangsang sel parietal untuk memproduksi asam

lambung, dan Ketiga fase intestinal yaitu hormon enterooksintin merangsang

produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus halus.

C. ETIOLOGI

1. Perforasi non-trauma

Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia, bayi baru lahir yang
terimplikasi syok dan stress ulcer, anti inflamasi non steroid dan steroid :

terutama pada pasien usia lanjut, serta faktor predisposisi termasuk ulkus

peptik

2. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma

Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,

gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.

3. Perforasi trauma (tajam atau tumpul)

Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi, luka

penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)

D. PATOFISIOLOGI

Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi

gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi

gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko

terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam

lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika

kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal,

peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas

gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis

bakterial kemudian.

Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi

akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,

membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia

yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan

menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada

peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan


membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,

dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,

kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

E. TANDA DAN GEJALA

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri

ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang

peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan

lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut

kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh

perut.

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase

peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa

D. PATOFISIOLOGI

Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi

gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi

gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko

terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam

lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika

kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal,

peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas

gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis

bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi

akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,

membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia

yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan

menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada

peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan

membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,

dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,

kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

E. TANDA DAN GEJALA

Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri

ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang

peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan

lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut

kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh

perut.

Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase

peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa

pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk

sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler.

Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis

usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,

hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan

peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan

pergeseran peritoneum dengan peritoneum.

Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan,

bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri

ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes

psoas, dan tes obturator.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiologi

Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih

prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.

Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen

karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam

status kegawatdaruratan abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi

maka dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya,

perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral

decubitus kiri.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut

abdomen. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas

di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan,

ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.

3. CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk


mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti

gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena

itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika

melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat

membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai

area hipodens dengan densitas negatif.

G. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan

umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan

tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin

digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan

anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:

1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari

2. Koreksi penyebab peritonitis

3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat

menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti

darah, makanan, sekresi lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah

hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan

perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi

konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis

keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,

aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan


saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya,

tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk

mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti

gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena

itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika

melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat

membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai

area hipodens dengan densitas negatif.

G. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan

umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan

pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan

tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin

digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan

anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:

1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari

2. Koreksi penyebab peritonitis

3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat

menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti

darah, makanan, sekresi lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah

hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan

perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi


konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis

keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,

aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan

saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya,

tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia

lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan

tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi

gawat darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:

1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien

dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Jangan berikan apapun secara oral.

3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia.

Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk

eradikasi infeksi dan mengurangkan komplikasi post operasi.

Pemberian antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post

operasi dan dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra

peritoneum dan septikemia. Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti

Metronidazol, Gentamisin, dan Cefoprazone

H. KOMPLIKASI

1. Kegagalan luka operasi

Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka

operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini

dihubungkan dengan kegagalan luka operasi yaitu malnutrisi, sepsis, uremia,


diabetes mellitus, terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat, hematoma

(dengan atau tanpa infeksi), abses abdominal terlokalisasi, kegagalan

multiorgan dan syok septik

2. Syok septik

Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan

manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia

gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada

septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien dan Wali

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem pencernaan secara umum

antara lain:

1) Nyeri

Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien

untuk meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah

saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri,

perawat dapat melakukan pendekatan PQRST

2) Mual muntah

Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan

biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari

gastrointestinal.

3) Kembung dan Sendawa (Flatulens).

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan


sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens)

yaitu pengeluaran gas dari rektum.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien dan Wali

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem pencernaan secara umum

antara lain:

1) Nyeri

Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien

untuk meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah

saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri,

perawat dapat melakukan pendekatan PQRST

2) Mual muntah

Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan

biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari

gastrointestinal.

3) Kembung dan Sendawa (Flatulens).

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan

sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens)

yaitu pengeluaran gas dari rektum.

4) Ketidaknyamanan Abdomen

Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang

berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari


pasien dengan disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan

abdomen ini merupakan gerakan peristaltic lambung pasien sendiri.

5) Diare

Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat

terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam

feses, yang disebut diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna.

Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang

karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon

berkuran.

6) Konstipasi

Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Hal

ini terjadi apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan

BAB ditunda sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap

keluar sewaktu feses berada di usus besar. Orang yang sehari-harinya

jarang bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan apakah pada setiap keluhan yang terjadi bemberikan dampak

terhadap intaik nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat

badan. Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat tablet atau

obat-obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada

nama dan dosisnya.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Perawat mengkaji riwayat MRS (masuk rumah sakit) dan penyakit berat

yang pernah diderita, penggunaan obat2 dan adanya alergi.

d. Riwayat penyakit dan riwayat MRS


Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka

perlu ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa

lama dirawat dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran

gastrointestinal.

e. Riwayat penggunaan obat-obatan

Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi

kuantitas maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan

f. Riwayat alergi

3. Pemerikasaan fisik

a. Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum

terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil

pengkajian anamnesis.

b. Ikterus: konsentrasi bilirubin dalam darah mengalami peningkatan

abnormal sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit

akan berubah warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.

c. Kaheksia dan atrofi: kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan

secara fisiologis dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia

(kondisi tubuh terlihat kurus dan lemah).

d. Pigmentasi kulit: pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh

gangguan fumgsi hati, hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin

pada melanosit sehingga memproduksi melamin), dan sirosis primer.

Malabsorpsi dapat manimbulkan pigmentasi tipe Addison (pigmentasi

solaris)pada puting susu, lipatan palmaris, daerah-daerah yang tertekan,

dan mulu

e. Status mental dan tingkat kesadaran


Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka

perlu ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa

lama dirawat dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran

gastrointestinal.

e. Riwayat penggunaan obat-obatan

Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi

kuantitas maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan

f. Riwayat alergi

3. Pemerikasaan fisik

a. Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum

terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil

pengkajian anamnesis.

b. Ikterus: konsentrasi bilirubin dalam darah mengalami peningkatan

abnormal sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit

akan berubah warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.

c. Kaheksia dan atrofi: kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan

secara fisiologis dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia

(kondisi tubuh terlihat kurus dan lemah).

d. Pigmentasi kulit: pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh

gangguan fumgsi hati, hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin

pada melanosit sehingga memproduksi melamin), dan sirosis primer.

Malabsorpsi dapat manimbulkan pigmentasi tipe Addison (pigmentasi

solaris)pada puting susu, lipatan palmaris, daerah-daerah yang tertekan,

dan mulu
e. Status mental dan tingkat kesadaran

f. Bibir: bibir dikajia terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta

adanya lesi.

g. Rongga mulut: pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai

kelainan atau lesi yang mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti.

h. Abdomen: urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi,

auskultasi, palpasi, dan perkusi.

4. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi, USG, CT-Scan

5. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

Ditandai dengan: hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, urine

pekat/menurun, berkeringat, hemokonsentrasi.

b. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan

hipovolemia.

Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Ditandai dengan: peningkatan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut,

gemetar, takikardi, kurang kontak mata, menolak, panik atau perilaku

menyerang.

d. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga

oral.

Ditandai dengan: mengkomunikasikan gambaran nyeri, berhati-hati

dengan abdomen, postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda


vital.

e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan

interpretasi/informasi.

Ditandai dengan: permintaan informasi, pernyataan salah konsep,

terjadinya komplikasi yang dapat dicegah

Anda mungkin juga menyukai