Referat Pemfigus Vulgaris
Referat Pemfigus Vulgaris
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pemfigus merupakan sekelompok penyakit berlepuh autoimun pada kulit
dan membran mukosa. Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit
yang ditandai oleh timbulnya bula (lepuh) dengan berbagai ukuran disertai lesi
berkelompok dan rekuren pada kulit yang tampak normal dan membrane mukosa
(misalnya, mulut, vagina), yang ditandai oleh:
Secara histologi, lepuh intraepidermal karena hilangnya hubungan antar
keratinosit
Secara imunopatologi, ditemukannya IgG autoantibodi terikat dan bersirkulasi
yang secara langsung menyerang permukaan keratinosit.1
2.2 Klasifikasi
Pemfigus terbagi menjadi 3 bentuk utama:1
1. Pemfigus vulgaris
2. Pemfigus foliaseus
3. Pemfigus paraneoplastik
Dari ketiga bentuk tersebut, pemfigus paraneoplastik adalah bentuk yang
paling berbahaya karena sering ditemukan pada pasien yang telah didiagnosis
2
mengalami keganasan (kanker). Namun, pemfigus paraneoplastik merupakan
bentuk yang paling jarang ditemukan.4
2.3 Patogenesis1,3
Semua bentuk pemfigus mempunyai sifat khas, antara lain:
Hilangnya kohesi sel-sel epidermis (akantolisis)
Adanya antibodi IgG terhadap antigen determinan yang ada pada permukaan
keratinosit yang sedang berdiferensiasi.
Pada pemfigus vulgaris lepuh terjadi akibat adanya reaksi autoimun
terhadap antigen pemfigus vulgaris. Antigen ini merupakan glikoprotein
transmembran dengan berat molekul 130 kD untuk pemfigus vulgaris dan 160 kD
untuk pemfigus foliaseus yang terdapat di permukaan keratinosit.
Antigen target pada pemfigus vulgaris yang hanya dengan lesi oral ialah
desmoglein 3, sedangkan yang dengan lesi oral dan kulit ialah desmoglein 1 dan
3. Pada pemfigus foliaseus antigen targetnya adalah desmoglein 1.
Desmoglein merupakan salah satu komponen desmosom. Desmosom
berfungsi untuk meningkatkan kekuatan mekanik epitel gepeng berlapis yang
terdapat pada kulit dan mukosa.
Penderita dengan penyakit yang aktif mempunyai antibodi subklas IgG1
dan IgG4, tetapi yang patogenetik adalah IgG4.
Pada pemfigus juga terdapat faktor genetik, umumnya berkaitan dengan
HLA-DR4.
3
Gambar 2. Kompensasi desmoglein (Dsg). Gambar segitiga menunjukkan distribusi dari Dsg 1
dan 3 pada kulit dan membran mukosa. Antibodi anti-Dsg 1 pada pemfigus foliaseus
menyebabkan akantolisis hanya di permukaan epidermis dari kulit. Pada epidermis dan membran
mukosa bagian dalam, Dsg 3 mengadakan kompensasi terhadap adanya antibodi yang mengurangi
fungsi Dsg 1. Pada pemfigus vulgaris dini, terdapat antibodi yang hanya menyerang Dsg 3, yang
menyebabkan timbulnya lepuh hanya pada bagian dalam membran mukosa dimana Dsg 3
berlokasi tanpa adanya kompensasi dari Dsg 1. Namun, pada pemfigus mukokutan terdapat
antibodi yang menyerang Dsg 1 dan Dsg 3, dan lepuh terbentuk baik pada kulit maupun membran
mukosa. Lepuh terletak di dalam karena antibodi berdifusi dari dermis dan mengganggu fungsi
desmosom pada bagian basal epidermis.
2.4 Epidemiologi
Penelitian retrospektif sebelumnya terhadap pasien pemfigus vulgaris,
pemfigus foliaseus atau keduanya telah menunjukkan secara jelas bahwa
epidemiologi dari pemfigus tergantung pada wilayah di dunia yang diteliti dan
juga populasi etnis pada wilayah tersebut.3 Prevalensi pemfigus pada pria dan
wanita untuk kedua tipe ini hampir sama di semua wilayah.1,3 Pengecualian
khusus yaitu seringnya wanita menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di
Tunisia dan seringnya pria menjadi fokus penyebaran pemfigus vulgaris di
Kolombia.3 Usia rata-rata timbulnya penyakit ini berkisar antara 40-60 tahun.3
Namun, batas usia ini dapat melebar dimana pernah ditemukan beberapa kasus
4
pada anak maupun pada usia lanjut. 1 Walaupun semua etnik dapat terkena, namun
pemfigus lebih sering dijumpai pada orang Timur Tengah atau keturunan Yahudi.6
Di sebagian besar negara, pemfigus vulgaris lebih sering ditemukan dari pada
pemfigus foliaseus, kecuali di Finlandia, Tunisia, dan Brazil.1
5
dapat menjadi generalisata. Kemudian erosi akan tertutup krusta yang hanya
sedikit atau bahkan tidak memiliki kecenderungan untuk sembuh. Tetapi bila lesi
ini sembuh sering berupa hiperpigmentasi tanpa pembentukan jaringan parut.1,7
Pemfigus vulgaris biasanya timbul pertama kali di mulut kemudian di sela
paha, kulit kepala, wajah, leher, aksila, dan genital. Pada awalnya hanya dijumpai
sedikit bula, tetapi kemudian akan meluas dalam beberapa minggu, atau dapat
juga terbatas pada satu atau beberapa lokasi selama beberapa bulan.7
Tanda Nikolsky positif, karena hilangnya kohesi antar sel di epidermis
sehingga lapisan atas dapat dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan
ringan.7
Lesi di mulut muncul pertama kali dalam 60% kasus. Bula akan dengan
mudah pecah dan mengakibatkan erosi mukosa yang terasa nyeri. Lesi ini akan
meluas ke bibir dan membentuk krusta. Keterlibatan tenggorokan akan
mengakibatkan timbulnya suara serak dan kesulitan menelan. Esofagus dapat
terlibat, dan telah dilaporkan suatu esophagitis dissecans superficialis sebagai
akibatnya. Konjungtiva, mukosa nasal, vagina, penis, dan anus dapat juga
terlibat.7
6
Gambar 3. Pemfigus vulgaris. A. Bula flaksid B. Lesi oral
7
2.7 Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis suatu pemfigus diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit
sehingga dapat mempersulit dalam penegakkan diagnosis.
Cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pemfigus vulgaris :
1. Nikolsky Sign : penekanan atau penggosokan pada lesi menyebabkan
terbentuknya lesi, epidermis terlepas, dan tampak seperti kertas basah. Bullae
spread phenomenon : bula ditekan isinya tampak menjauhi tekanan
2. Tzanck test: bahan diambil dari dasar bula, dicat dengan giemsa tampak sel
akantolitik atau sel tzanck
4. Pemeriksaan laboratorium yang tidak spesifik : Leukositosis, Eosinofilia,
Serum protein rendah, Gangguan elektrolit, Anemia dan Peningkatan laju endap
darah.
5. Biopsi kulit dan patologi anatomi. Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil
dari kulit yang berlepuh dan diperiksa di bawah mikroskop.6 Gambaran
histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu
dengan yang lain.7 Pada pemfigus vulgaris dapat dijumpai adanya akantolisis
suprabasiler, sedangkan pada pemfigus foliaseus akantolisis terjadi di bawah
stratum korneum dan pada stratum granulosum.3
A B
8
C
9
Sebaliknya pemfigus terutama terdapat pada orang dewasa, keadaan umumnya
buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur, dan biasanya generalisata.
Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemphigus vulgaris karena keadaan
umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya disubepidermal, dan terdapat lgG
linear.
2.9 Komplikasi
1. Infeksi sekunder , baik sistemik atau lokal pada kulit, dapat terjadi karena
penggunaan imunosupresan dan adanya erosi. Penyembuhan luka pada
infeksi kutaneous tertunda dan meningkatkan risiko timbulnya jaringan
parut.
2. Terapi imunosupresan jangka panjang dapat mengakibatkan infeksi dan
malignansi yang sekunder (misalnya, Sarkoma Kaposi), karena sistem
imunitas yang terganggu.
3. Retardasi pada pertumbuhan telah dilaporkan pada anak yang memakai
kortikosteroid sistemik dan imunosupresan.
4. Penekanan pada sumsum tulang telah dilaporkan pada pasien yang
menerima imunosupresan. Peningkatan insiden leukemia dan limfoma
dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresi yang
berkepanjangan.
5. Gangguan respon kekebalan yang disebabkan oleh kortikosteroid dan obat
imunosupresif lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang cepat.
Kortikosteroid menekan tanda-tanda klinis infeksi dan memungkinkan
penyakit seperti septikemia atau TB untuk mencapai stadium lanjut
sebelum diagnosis.
6. Osteoporosis dapat terjadi setelah penggunaan kortikosteroid sistemik.
7. Insufisiensi adrenal telah dilaporkan setelah penggunaan jangka panjang
glukokortikoid.
2.10 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
10
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit
yang di alaminya.
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bagaimana cara merawat
luka.
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang pengobatan yang
harus dijalaninya beserta komplikasi dari pemakaian obat tersebut.
d. Memberikan nutrisi yang baik dengan diet tinggi protein.
2. Medikamentosa
a. Perbaiki keadaan umum, terapi cairan intravena sampai keadaan umum
pasien membaik.
b. Oral
Kortikosteroid: merupakan obat pilihan untuk pemfigus vulgaris, panduan
pemberian kortikosteroid menurut Lever And White menganjurkan dosis
permulaan 180 – 360 mg prednison/hari sampai remisi lengkap atau
sampai tidak timbul lesi baru (biasanya 6 - 10 minggu), sebagai contoh
bila dosis awal prednison 180 mg/hari diberikan selama 6 minggu dan
terjadi remisi lengkap, maka dosis dapat diturunkan menjadi 90 mg/hari
selama 1 minggu dan 45 mg/hari selama 1 minggu, 30 mg/hari selama 2
minggu, 20 mg/hari selama 3 minggu, 15 mg/hari selama 4 minggu dan
selanjutnya dosis bertahan kurang dari 15 mg/harinya.
Imunosupresan: Untuk mengurangi dosis kortikosteroid dapat
dikombinasikan dengan Azathioprine (Imuran) 2,5 mg/kgBB/hari atau
Siklofosfamida 1 – 3 mg/kgBB/ hari dan terbukti lebih efektif.
Antibiotik spectrum luas selama 7 - 10 hari untuk mencegah agar tidak
terjadinya infeksi sekunder.
c. Topikal
Penanganan lesi luas diperlukan pengobatan dan perawatan yang tepat
- Lesi Basah : kompres garam faali (NaCl 0.9%)
- Lesi yang baru pecah dapat di oleskan Antibiotik salap (Fusidic
Acid)
- Lesi Kering: Talcum Acidum Salicylicum 2%.
11
2.11 Prognosis
BAB 3
PENUTUP
12
pada kulit maupun mukosa, tetapi pada umumnya bervariasi tergantung dari
masing-masing tipe.
Pengobatan pada pemfigus ditujukan untuk mengurangi pembentukan
autoantibodi. Penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan telah menjadi pilihan
terapi, akan tetapi morbiditas dan mortalitas akibat efek samping obat tetap harus
diwaspadai.
Bila diagnosis dapat ditegakkan secara dini dengan pengetahuan yang
cukup mengenai pemfigus, maka dapat dilakukan terapi dengan cepat sehingga
prognosis penyakit ini akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
13
6. Luchetti ME. Pemfigus. April 2007. Available from: URL: HYPERLINK
http://yourtotalhealth.ivillage.com/pemfigus.html.
7. Berger TG, Odom RB, James WD. Andrew’s disease of the skin. 9 th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co. 2000; 21: 574-84.
14