Anda di halaman 1dari 8

Mencintai Nabi Muhammad saw Sesuai Sunnah

Mencintai Nabi Muhammad saw adalah salah satu bukti iman yang
shahih. Bahkan bukan hanya sekedar mencintainya, tetapi mencintai Nabi
saw melebihi cinta kepada selainnya; melebihi cinta kepada diri sendiri,
anak, istri, orangtua, dan semua yang dicintai manusia. Tentunya selain
kepada Allah swt, sebab cinta Allah dan Rasul pada hakikatnya satu
kesatuan.
Ajaran mencintai Nabi Muhammad saw lebih banyak tertuang dalam
sunnah. Maka dari itu, agar sempurna dalam mencintai Nabi saw harus
ditelusuri bagaimana tuntunan sunnah yang shahihah dalam mencintai
Nabi Muhammad saw. Agar cinta yang tercurah tidak malah menjadi
salah kaprah.

Mencintai Nabi Muhammad saw melebihi cinta kepada siapapun atau apapun sebagai
bukti iman yang shahih, jelas disabdakan Nabi saw dalam hadits Anas ibn Malik dan
Abu Hurairah ra:
ِ ِ ‫ب إِلَي ِه ِمن والِ ِد ِه وولَ ِد ِه والن‬ ِ
َ ‫َّاس أَمْج َع‬
‫ني‬ َ َ َ َ ْ ْ َّ ‫َح‬ َ ‫َح ُد ُك ْم َحىَّت أَ ُكو َن أ‬
َ ‫الَ يُ ْؤم ُن أ‬
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih
dicintai olehnya daripada orangtuanya, anaknya, dan manusia secara keseluruhan
(Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab hubbir-rasul minal-iman no. 14, 15; Shahih
Muslim kitab al-iman bab wujub mahabbah Rasulillah no. 177, 178).
Masih dalam hadits Anas ra tetapi dari jalur Abu Qilabah, Nabi saw
menegaskan kesatuan cinta Rasul saw dengan cinta Allah swt yang harus selalu
diunggulkan daripada cinta kepada selain keduanya:

‫يْه مِم َّا ِس َوامُهَا‬


ِ َ‫ب إِل‬َّ ‫َح‬ ِ ِِ
َ ‫ث َم ْن ُك َّن في ه َو َج َد َحاَل َوةَ اإْلِ ميَ ان أَ ْن يَ ُك و َن اهللُ َو َر ُس ولُهُ أ‬ ٌ ‫ثَاَل‬
ِِ ِ َّ ِ‫َوأَ ْن حُي‬
‫ف يِف النَّا ِر‬ َ ُ‫ب الْ َم ْرءَ الَ حُي بُّهُ إِاَّل للَّه َوأَ ْن يَكَْر َه أَ ْن َيع‬
َ ‫ود يِف الْ ُك ْف ِر َك َما يَكَْرهُ أَ ْن يُ ْق َذ‬
Ada tiga perkara yang jika ketiganya ada pada diri seseorang ia akan
merasakan manisnya iman, yaitu (1) Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada
yang selain keduanya, (2) mencintai seseorang karena Allah, (3) dan enggan kembali
pada kekufuran sebagaimana enggan dimasukkan ke dalam neraka (Shahih al-
Bukhari kitab al-iman bab halawatil-iman no. 16).
Secara khusus, dibanding dengan cinta kepada diri sendiri pun, cinta kepada
Nabi Muhammad saw tetap harus lebih diprioritaskan. Dalam hadits ‘Umar ibn al-
Khaththab pernah ada dialog antara ‘Umar dengan Nabi Muhammad saw tentang hal
ini, sebagaimana diceritakan oleh ‘Abdullah ibn Hisyam sebagai berikut:
‫ال لَهُ عُ َم ُر يَا‬َ ‫اب َف َق‬ِ َّ‫آخ ٌذ بِي ِد عُم ر بْ ِن اخْلَط‬ ِ ‫ُكنَّا مع النَّيِب صلى اهلل عليه وس لم وه و‬
ِّ َ َ
ََ َ َُ َ
‫ال النَّيِب ُّ ص لى اهلل علي ه وس لم اَل‬ َ ‫ب إِيَلَّ ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء إِاَّل ِم ْن َن ْف ِسي َف َق‬
ُّ ‫َح‬
َ‫تأ‬
ِ َ ‫رس‬
َ ْ‫ول اللَّه أَل َن‬ َُ
ِ ِِ ِ ِ ِ
‫ت‬َ ْ‫ال لَ هُ عُ َم ُر فَِإنَّهُ اآْل َن َواللَّه أَل َن‬ َ ‫ْك ِم ْن َن ْف ِس‬
َ ‫ك َف َق‬ َ ‫ب إِلَي‬ َ ‫َوالَّذي َن ْفس ي بيَ ده َحىَّت أَ ُك و َن أ‬
َّ ‫َح‬
‫ال النَّيِب ُّ صلى اهلل عليه وسلم اآْل َن يَا عُ َم ُر‬ َ ‫ب إِيَلَّ ِم ْن َن ْف ِسي َف َق‬
ُّ ‫َح‬
َ‫أ‬
Kami pernah bersama Nabi saw yang saat itu beliau memegang tangan Umar
ibn al-Khaththab. Kemudian 'Umar berkata: "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih
aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri." Nabi saw bersabda: "Tidak,
demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai
daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar: "Sekarang demi Allah, engkau lebih
aku cintai daripada diriku." Maka Nabi saw bersabda: "Sekarang (baru benar) wahai
Umar." (Shahih al-Bukhari kitab al-aiman wan-nudzur bab kaifa kanat yaminun-Nabi
saw no. 6632).
Dari dialog Nabi saw dengan ‘Umar ibn Khaththab di atas, tercermin adanya
satu usaha yang diikhtiarkan oleh ‘Umar untuk bisa mencintai Nabi saw. Sebab
semula Nabi saw tidak lebih dicintainya daripada dirinya sendiri. Tetapi setelah
menerima penjelasan dari Nabi saw, maka ‘Umar pun kemudian mengusahakan
dirinya agar ia menjadikan Nabi saw lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri.
Dalam hal inilah maka al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan bahwa kecintaan yang
dimaksud adalah ikhtiyari (diusahakan), dan bukan thab’i (tabi’at/naluri manusiawi)
seperti seseorang yang mencintai keluarganya sendiri (Fathul-Bari bab hubbur-rasul
minal-iman).
Kecintaan yang sifatnya ikhtiyari seperti ini, menurut al-Baidlawi, mutlak
melibatkan akal. Oleh karenanya, ia pun menyebutnya al-hubbul-‘aqli (kecintaan
yang sifatnya rasional). Secara naluri manusiawi, menurut al-Baidlawi, siapapun tidak
menyukai obat. Akan tetapi ketika akal ikut merenungkan manfaat yang akan
diperoleh jika meminumnya, dan madlarat yang akan datang jika obat itu tidak
dikonsumsinya, maka seseorang pun pasti akan mencarinya, walau harus dibeli
dengan harga yang mahal sekalipun (Fathul-Bari bab halawatul-iman).
Demikian halnya, kecintaan kepada Rasul saw, secara naluri manusiawi sulit
untuk dicapai, karena beliau bukan keluarga atau seseorang yang berasal dari sanak
kerabat. Akan tetapi jika direnungkan bahwa Rasul saw adalah seseorang yang sudah
mengorbankan dirinya demi keselamatan manusia, di dunia dan akhirat, maka
kecintaan yang dimaksudkan itu pun pasti akan datang. Kekuatan cinta kepada Rasul
saw tersebut pun dengan sendirinya akan sangat tergantung pada sejauhmana
perenungan seseorang terhadap kedudukan Rasul saw dalam kehidupan.
Nabi Muhammad saw, sebagaimana difirmankan Allah swt dalam al-Qur`an
telah menyebabkan manusia keluar dari dunia yang penuh dengan kegelapan kepada
dunia yang terang benderang. Dari peradaban yang terbelakang, menuju peradaban
yang maju, baik dari sisi intelektual ataupun spiritual. Sejarah dalam hal ini telah
memberi bukti, ketika manusia hanya mengenal peradaban Yunani, Romawi, Persia,
dan Hindu, tiba-tiba saja mereka terhentakkan oleh peradaban baru yang adiluhung,
yakni Islam. Inilah sebabnya mengapa al-Qur`an menyebutkan kedatangan Nabi
Muhammad saw itu adalah anugerah terbesar (QS. Ali ‘Imran [3] : 164).
Rasul saw bukanlah sesosok Muhammadnya semata. Rasul saw adalah utusan
Allah swt untuk menjelaskan jalan yang benar dan jalan yang salah, dan selanjutnya
menuntun umat melalui jalan yang benar agar sejahtera di kehidupan dunia dan
akhirat. Rasul saw, dengan al-Qur`an yang diterimanya dari Allah swt, dan Islam
yang diwariskan kepadanya oleh Allah swt dari nabi-nabi sebelumnya, telah membuat
manusia semua mampu menjawab kebingungan alami: Siapa saya, berasal dari mana
saya, dan hendak kemana saya? Saya adalah hamba Allah yang harus mengabdi
kepada-Nya, saya berasal dari Allah swt, diciptakan oleh-Nya, dan kelak akan
kembali juga kepada-Nya.
Rasul saw juga penyelamat utama manusia di alam akhirat kelak yang dimulai
dari mauqif (tempat berdiri dan menunggu) atau mahsyar (tempat dikumpulkannya
semua umat manusia pada hari kebangkitan). Secara berturut-turut sebanyak tujuh
jenis pertolongannya diberikan oleh Nabi Muhammad saw kepada umat manusia yang
berhak mendapatkan syafa’atnya (Syarah Shahih Muslim bab itsbatis-syafa’at dan
Fathul-Bari bab shifatil-jannah wan-nar). Pertolongan-pertolongan yang tidak bisa
diberikan oleh para Nabi selain beliau saw, apalagi oleh keluarga sendiri yang mereka
juga sama-sama membutuhkan syafa’atnya. Dalam hal ini pasti harus bisa difahami
mengapa Nabi Muhammad saw wajib lebih dicintai oleh setiap manusia daripada
siapapun di dunia ini. Bahkan Allah swt sampai mengeluarkan ancaman keras sebagai
berikut:

‫ْو ٌال‬ ِ ِ ِ
َ ‫اج ُك ْم َو َعش َريتُ ُك ْم َوأَم‬ ُ ‫ْوانُ ُك ْم َوأ َْز َو‬
َ ‫قُ ْل إ ْن َك ا َن آبَ ا ُؤ ُك ْم َوأ َْبنَ ا ُؤ ُك ْم َوإخ‬
‫ب إِلَْي ُك ْم ِم َن اللَّ ِه َو َر ُس ولِِه‬
َّ ‫َح‬
َ ‫ض ْو َن َها أ‬
ِ ‫جِت‬
َ ‫وه ا َو َ َارةٌ خَت ْ َش ْو َن َك َس َاد َها َو َم َس اك ُن َت ْر‬ َ ‫ا ْقَتَر ْفتُ ُم‬
ِِ ِ ِِ ٍ ِ
َ ‫صوا َحىَّت يَأْيِت َ اللَّهُ بِأ َْم ِر ِه َواللَّهُ اَل َي ْهدي الْ َق ْو َم الْ َفاسق‬
‫ني‬ ُ َّ‫َوج َهاد يِف َسبِيله َفَتَرب‬
Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (siksa)-Nya." Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq (QS. At-Taubah [9] : 24).

Hanya Modal Cinta Sekalipun


Maka dari itu, shahabat yang merasa amalnya tidak akan sebanding dengan
Nabi saw dan para shahabat, tetapi hatinya tulus mencintai mereka semua, dijamin
oleh Nabi saw akan mendapatkan balasan yang sebanding dengan mereka-mereka
yang dicintainya tersebut. Itu disebabkan meski bermodal rasa cinta saja sekalipun,
maka seseorang sudah sampai pada tahap keimanan yang sangat tinggi dan shahih.
Mustahil ia memiliki rasa cinta yang tulus kepada Nabi saw jika tidak disertai
penghayatan dan keimanan yang sangat tinggi.
ِ ‫ول‬ ِ ‫ك قَ َال ج اء رج ل إِىَل رس‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
‫ال يَ ا‬
َ ‫اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم َف َق‬ َُ ٌ ُ ََ َ َ ْ ِ َ‫َع ْن أَن‬
ِ َّ ِ‫ت ل‬
َ ‫اهلل َو َر ُس ول ِه قَ َال فَِإن‬
‫َّك َم َع َم ْن‬ ِ ‫ب‬ َ َ‫ ق‬.‫اع ِة‬
َّ ‫ال ُح‬ َ ‫لس‬ َ ‫ْد ْد‬َ ‫ال َو َم ا أَع‬
َ َ‫اعةُ ق‬َ ‫الس‬َّ ‫اهلل َمىَت‬ِ ‫ول‬َ ‫َر ُس‬
‫َش َّد ِم ْن َق ْو ِل النَّىِب ِّ ص لى اهلل علي ه وس لم‬ َ ‫ْد ا ِإل ْس الَِم َفَر ًح ا أ‬
َ ‫س فَ َم ا فَ ِر ْحنَ ا َبع‬ٌ َ‫ قَ َال أَن‬.‫ت‬
َ ‫َحبَْب‬
ْ‫أ‬
ُّ ‫س فَأَنَ ا أ ُِح‬
‫ب اهللَ َو َر ُس ولَهُ َوأَبَ ا بَكْ ٍر َوعُ َم َر فَ أ َْر ُجو أَ ْن أَ ُك و َن‬ ٌ َ‫ قَ َال أَن‬.‫ت‬ َ ‫َحبَْب‬
ْ ‫َّك َم َع َم ْن أ‬ َ ‫فَِإن‬
‫َم َع ُه ْم َوإِ ْن مَلْ أ َْع َم ْل بِأ َْع َماهِلِ ْم‬
Dari Anas ibn Malik, ia berkata: Ada seseorang datang kepada Rasulullah saw
dan bertanya: “Wahai Rasulullah, kapan kiamat itu?” Rasul saw balik bertanya:
“Apa yang sudah kamu siapkan untuk kiamat?” Ia menjawab: “Cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya.” Beliau menjawab: “Maka sungguh kamu akan bersama orang yang
kamu cintai.” Anas berkata: Tidak pernah sesudah kami masuk Islam, merasa
gembira seperti kegembiraan saat itu berkat sabda Nabi saw: “Kamu akan bersama
orang yang kamu cintai.” Anas berkata: Aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu
Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap besar bisa bersama dengan mereka meski aku tidak
beramal seperti amal mereka (Shahih Muslim bab al-mar` ma’a man ahabba no.
6881).
Penegasan Anas bahwa meski ia tidak setara amalnya dengan Rasul saw dan
para shahabat senior tetapi tetap berharap bisa bersama mereka di akhirat, dikuatkan
oleh sabda Nabi saw dalam hadits ‘Abdullah ibn Mas’ud ra:
ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ َ ‫ال يَا َر ُس‬ ِ ‫ول‬
َ ‫اهلل ص لى اهلل علي ه وس لم َف َق‬ ِ ‫ال جاء رجل إِىَل رس‬ ِ ِ
ُ َ ٌ ُ َ َ َ َ َ‫َع ْن َعْبد اهلل ق‬
ِ ُ ‫ب َقوما ولَ َّما ي ْلحق هِبِم قَ َال رس‬
ُ‫ول اهلل صلى اهلل عليه وس لم الْ َم ْرء‬ ُ َ ْ ْ َ َ َ ً ْ َّ ‫َح‬ َ ‫ف َتَرى ىِف َر ُج ٍل أ‬َ ‫َكْي‬
‫ب‬َّ ‫َح‬
َ ‫َم َع َم ْن أ‬
Dari ‘Abdullah, ia berkata: Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw
lalu bertanya: “Menurut anda bagaimana jika ada seseorang yang mencintai satu
kaum tetapi ia belum bisa menyamai (amal) mereka.” Nabi saw menjawab:
“Seseorang itu akan bersama orang yang dicintainya.” (Shahih Muslim bab al-mar`
ma’a man ahabba no. 6888)
Dalam riwayat at-Tirmidzi jelas disebut bahwa membersamai yang dicintai itu
adalah “pada hari kiamat.” (Sunan at-Tirmidzi kitab ad-da’awat bab fi fadllit-taubah
wal-istighfar no. 3535). Dalam sanad lain jelas disebutkan juga bahwa maksud belum
bisa setara itu adalah setara dalam amalnya: wa lam yalhaq bi ‘amalihim; belum bisa
menyamai amal mereka (Tuhfatul-Ahwadzi bab fi fadllit-taubah wal-istighfar).
Terkait hadits di atas, Imam an-Nawawi menjelaskan:
ِ‫ض ل حب اللَّه ورس وله ص لى اهلل علي ه وس لم و َّ حِل‬ ِِ
‫َحيَ اء‬ْ ‫ اأْل‬، ‫ َوأَهْل اخْلَرْي‬،‫ني‬ َ ‫الص ا‬ َ ُ َ َ ّ ُ ْ َ‫في ه ف‬
‫اب‬ِ ‫اجتِنَ اب نَ ْهيهم ا والتَّأ َُّدب بِ اآْل َد‬ ِِ ْ َ‫ َو ِم ْن ف‬.‫ْوات‬
َ َ ْ ‫ض ل حَمَبَّة اهلل َو َر ُس وله ا ْمتثَ ال أ َْمرمهَ ا َو‬ َ ‫َواأْل َم‬
‫لهم؛ إِ ْذ لَ ْو َع ِملَهُ لَ َكا َن ِمْن ُه ْم‬
ْ ‫ني أَ ْن َي ْع َمل َع َم‬
ِ‫ واَل ي ْشَترط يِف ااِل نْتِ َفاع مِب َحبَّ ِة َّ حِل‬.‫الشَّر ِعيَّة‬
َ ‫الصا‬ َ َ ُ َ ْ
.‫ب َق ْو ًم ا َولَ َّما َي ْل َح ق هِبِ ْم‬ ِ ِ ِ ِ
َّ ‫َح‬َ ‫ أ‬: ‫ال‬ َ ‫صِّر َح يِف احْلَديث الَّذي َب ْعد َه َذا بِ َذل‬
َ ‫ َف َق‬،‫ك‬ ُ ‫ َوقَ ْد‬،‫لهم‬
ْ ْ‫َومث‬
.‫اض ي َويِف احْلَ ال‬ ِ ‫اض ي الْمس تَ ِمر َفي ُد ّل علَى َن ْفي ه يِف الْم‬ ِ ‫ (لَ َّما) َن ْفي لِْلم‬: ‫قَ َال أَهْل الْعربِيَّة‬
َ َ َ ّ ُْ َ ََ
‫ مُثَّ إِنَّهُ اَل َيل َْزم ِم ْن َك ْون ه َم َع ُه ْم أَ ْن تَ ُك ون َمْن ِزلَت ه‬،‫اض ي َف َق ْط‬
ِ ‫ف (مَل ) فَِإنَّه ا تَ ُد ّل علَى الْم‬ِ ‫خِبِ اَل‬
َ َ َ ْ
‫لهم ِم ْن ُك ّل َو ْجه‬ ِ
ْ ْ‫َو َجَز ُاؤهُ مث‬
Di sini dijelaskan fadlilah cinta Allah, Rasul-Nya—semoga shalawat dan
salam selalu tercurah kepadanya—orang-orang shalih, dan orang-orang ahli
kebaikan, baik itu ketika hidup atau sesudah meninggal. Di antara keutamaan cinta
Allah dan Rasul-Nya itu adalah akan memenuhi perintah mereka, menjauhi larangan
mereka, dan beradab dengan adab-adab syari’at. Tidak disyaratkan dalam
memperoleh manfaat cinta kepada orang-orang shalih itu untuk beramal seperti amal
mereka, sebab jika ia beramal seperti mereka tentulah ia bagian dari mereka atau
seperti mereka. Sementara ditegaskan dalam hadits berikutnya sesudah ini,
seseorang berkata: “Seseorang mencintai satu kaum tetapi tidak bisa menyamai
mereka.” Ahli bahasa Arab menjelaskan: Kata “lamma” bermakna meniadakan di
masa lalu dan selamanya. Maka hadits itu menunjukkan ketidakmampuan menyamai
baik di masa lalu ataupun saat ini. Berbeda dengan kata “lam”, karena
sesungguhnya itu menunjukkan masa lalu saja. Kemudian tentunya tidak otomatis
keadaan bersama mereka itu artinya kedudukan dan pahalanya sama persis seperti
mereka dari segala aspeknya.” (Syarah Shahih Muslim an-Nawawi kitab al-birr was-
shilah bab al-mar`u ma’a man ahabba no. 4775).
Penjelasan Imam an-Nawawi yang menyatakan tetap ada perbedaan antara
yang benar-benar mengamalkan dan yang sebatas ingin menyerupai amalan
menemukan pembenarannya dalam firman Allah swt berikut ini:

‫ات مِم َّا َع ِملُوا َولُِي َو ِّفَي ُه ْم أ َْع َماهَلُ ْم َو ُه ْم اَل يُظْلَ ُمو َن‬ ِ
ٌ ‫َول ُك ٍّل َد َر َج‬
Dan bagi masing-masing mereka memperoleh derajat menurut apa yang telah
mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-
pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan (QS. al-Ahqaf [46] : 19).

Mencintai Keluarga Nabi saw dan Shahabat


Mencintai Nabi saw harus dibuktikan dengan mencintai keluarganya dan para
shahabatnya. Mereka adalah orang-orang yang Nabi saw cintai dan mereka mencintai
Nabi saw pula. Maka dari itu duplikasi sunnah Nabi saw terdapat pada keluarga dan
para shahabatnya. Sehingga Nabi saw menjamin keluarga dan shahabatnya sebagai
rujukan sunnah juga. Tidak akan tersesat siapa pun yang mengikuti sunnah Nabi saw,
keluarganya, dan para shahabatnya.
Abu ‘Utsman an-Nahdi menceritakan, pernah ada seseorang bertanya kepada Salman
mengapa ia sangat mencintai ‘Ali ra. Salman pun mengemukakan alasannya karena
satu hadits Nabi saw sebagai berikut:
ِ َ َ‫ ق‬،‫ك لِعلِي‬ ِ ِ ‫النه‬
َّ ‫َع ْن أَيِب عُثْ َم ا َن‬
‫ت‬
ُ ‫ مَس ْع‬:‫ال‬ ٍّ َ َ ُّ‫َش َّد ُحب‬ َ ‫ َم ا أ‬:‫ال َر ُج ٌل ل َس ْل َما َن‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ َ‫ي ق‬
ُّ ‫ْد‬
‫ضيِن‬ ِ َ‫ ومن أَبغ‬، ‫ب علِيًّا َف َق ْد أَحبَّيِن‬ ُ ‫ َي ُق‬ ‫ول اللَّ ِه‬
َ َ‫ض َعليًّا َف َق ْد أ َْبغ‬َ ْ ْ ََ َ َ َّ ‫َح‬َ ‫ َم ْن أ‬:‫ول‬ َ ‫َر ُس‬
Dari Abu ‘Utsman an-Nahdi ia berkata: Seseorang berkata kepada Salman:
“Alangkah besarnya cintamu kepada ‘Ali.” Salman menjawab: Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang mencintai ‘Ali maka ia mencintaiku, dan siapa
yang membenci ‘Ali maka ia telah membenciku.” (al-Mustadrak al-Hakim kitab
ma’rifah as-shahabah no. 4648. Syaikh al-Albani menilainya shahih dalam as-Silsilah
as-Shahihah no. 1299)
Dalam kesempatan lain Nabi saw memerintahkan umat Islam untuk mencintai
al-Hasan dan al-Husain, kedua cucunya dari ‘Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah:
ِ ‫ يص لِّي واحْل س ن واحْل س يثِب‬ ‫ َك ا َن النَّيِب‬:‫ قَ َال‬ ‫بْد اللَّ ِه‬
،‫ان َعلَى ظَهْ ِر ِه‬ ِ ‫عن ع‬
َ َ ُ ‫ُّ ُ َ َ َ َ ُ َ ُ َ نْي‬ َ َْ
‫ب َه َذيْ ِن‬َّ ‫َحبَّيِن َف ْليُ ِح‬ ِ
َ ‫ بأَيِب مُهَا َوأ ُِّمي َم ْن أ‬،‫ َدعُومُهَا‬: ‫ال‬
َ ‫ َف َق‬،‫َّاس‬ ِ
ُ ‫َفيُبَاع ُدمُهَا الن‬
Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud ra, ia berkata: Ketika Nabi saw shalat al-Hasan dan
al-Husain melompat ke atas punggungnya. Lalu orang-orang pun meminta keduanya
untuk menjauhi beliau. Maka beliau bersabda (selepas shalat): “Biarkan saja mereka.
(Aku rela menebus) dengan ayah dan ibuku, siapa yang mencintaiku maka cintailah
kedua cucuku ini.” (Shahih Ibn Hibban kitab ikhbaruhu saw ‘an manaqibis-shahabah
no. 6970).
Fathimah binti Qais menceritakan bahwa setelah suaminya Ibnul-Mughirah
meninggal dunia sebagai syahid dalam satu peperangan, ia dilamar oleh
‘Abdurrahman ibn ‘Auf dengan diiringi oleh para shahabat, juga dilamar oleh Usamah
ibn Zaid dengan diiringi oleh Rasulullah saw. Usamah ibn Zaid adalah putra Zaid ibn
Haritsah yang pernah diangkat sebagai anak angkat Rasulullah saw. Hubungan
Rasulullah saw kepada Usamah pun seperti halnya seorang kakek kepada cucunya.
Karena teringat sabda Nabi saw harus mencintai Usamah, maka Fathimah pun
menyerahkannya kepada Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw yang dimaksud
Fathimah adalah:

َ‫ُس َامة‬
َ‫بأ‬َّ ‫َحبَّىِن َف ْليُ ِح‬
َ ‫َم ْن أ‬
Siapa yang mencintaiku maka cintailah Usamah (Shahih Muslim kitab al-
fitan wa asyrathis-sa’ah bab qishshah al-jassasah no. 7573).
Di samping mencintai keluarganya, para shahabatnya pun pasti harus dicintai,
terutama Abu Bakar dan ‘Umar ra. Sebab keduanya sangat dicintai oleh Nabi saw.
Mustahil mencintai Nabi saw tanpa mencintai orang-orang yang dicintai Nabi saw.

‫يل فَِإ َّن اللَّهَ َت َع اىَل قَ ِد اخَّتَ َذىِن َخلِيالً َك َم ا اخَّتَ َذ‬ ِ ِ ‫ىِل‬ ِ َّ ِ
ٌ ‫إىِّن أ َْبَرأُ إىَل الله أَ ْن يَ ُكو َن مْن ُك ْم َخل‬
ِ
ً‫ت أَبَا بَ ْك ٍر َخلِيال‬ ِ ِ ِ
ُ ‫ت ُمتَّخ ًذا م ْن أ َُّمىِت َخليالً الَخَّتَ ْذ‬
ِ ‫إِبر ِاه‬
ُ ‫يم َخليالً َولَ ْو ُكْن‬
َ َْ
Sungguh aku berlepas diri kepada Allah dari memiliki kekasih salah seorang
dari kalian, sebab Allah telah menjadikanku sebagai kekasihnya sebagaimana Dia
menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Seandainya aku diperkenankan mempunyai
kekasih dari umatku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai sebagai orang
yang terkasih tersebut (Shahih Muslim bab an-nahy ‘an bina`il-masajid ‘alal-qubur
no. 1216).
‘Ali ibn Abi Thalib pernah berkata selepas menshalatkan jenazah ‘Umar ibn
al-Khaththab ra:
ِ ِ ِ ‫ب إِىَلَّ أَ ْن أَلْ َقى اللَّه مِبِث‬
‫ت ألَظُ ُّن أَ ْن‬ َ ‫ْل َع َمل ِه ِمن‬
ُ ‫ْك َوامْيُ اللَّه إِ ْن ُكْن‬ َ َّ ‫َح‬
َ ‫َح ًدا أ‬
َ‫تأ‬ َ ‫َم ا َخلَّ ْف‬
‫ت أَنَ ا َوأَبُ و‬ ِ ُ ‫ ي ُق‬ ‫اهلل‬ ِ ‫ول‬
َ ‫ت أُ َكث ُِّر أَمْسَ ُع َر ُس‬ ِ ‫ك اللَّه م ع ص‬
ُ ‫ول جْئ‬ َ ُ ‫ك َو َذ َاك أَىِّن ُكْن‬َ ‫احَبْي‬ َ َ َ ُ َ َ‫جَيْ َعل‬
ُ ‫فَِإ ْن ُكْن‬.‫ت أَنَا َوأَبُو بَ ْك ٍر َوعُ َم ُر‬
‫ت أل َْر ُج و أ َْو‬ ُ ‫ت أَنَا َوأَبُو بَ ْك ٍر َوعُ َم ُر َو َخَر ْج‬ ُ ‫بَ ْك ٍر َوعُ َم ُر َو َد َخ ْل‬
‫ك اللَّهُ َم َع ُه َما‬
َ َ‫ألَظُ ُّن أَ ْن جَيْ َعل‬
“Tidaklah anda meninggalkan seorang pun yang aku sangat inginkan
bertemu Allah dengan memiliki amal seperti amalnya daripada anda sendiri. Demi
Allah sungguh saya yakin Allah akan menjadikan anda bersama dua teman setia
anda (Rasul saw dan Abu Bakar ra). Itu disebabkan seringkali aku mendengar
Rasulullah saw bersabda: ‘Aku datang bersama Abu Bakar dan ‘Umar’, ‘Aku masuk
bersama Abu Bakar dan ‘Umar’, ‘Aku keluar bersama Abu Bakar dan ‘Umar’. Maka
sungguh aku berharap dan yakin Allah akan menjadikan anda bersama mereka
berdua (Shahih Muslim bab min fadla`il ‘Umar no. 6338).
Abu Hurairah ra pernah memohon kepada Nabi saw agar mendo’akan ibunya
masuk Islam. Setelah itu terjadi, Abu Hurairah ra juga memohon kepada Nabi saw
untuk berdo’a agar ia dan ibunya dicintai oleh orang-orang beriman. Nabi saw pun
mendo’akan demikian.
ِِ ِ ِ
‫ب‬ َ ‫ إِىَل عبَ اد َك الْ ُم ْؤمن‬- ُ‫يْر َة َوأ َُّمه‬
ْ ِّ‫ني َو َحب‬ َ ‫أَبَ ا ُهَر‬ ‫ َي ْعىِن‬- ‫يْد َك َه َذا‬ َ ‫ب عَُب‬ ْ ِّ‫اللَّ ُه َّم َحب‬
ِ
َ ‫َوالَ َيَراىِن إالَّ أ‬
‫َحبَّىِن‬ ‫ فَ َما ُخلِ َق ُم ْؤ ِم ٌن يَ ْس َم ُع ىِب‬.‫ني‬ ِِ
َ ‫إِلَْي ِه ُم الْ ُم ْؤمن‬
“Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini—yakni Abu Hurairah dan ibunya—
dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang mu`min dan jadikanlah mereka mencintai
orang-orang beriman.” Abu Hurairah berkata: “Maka tidak ada sorang mu`min pun
yang diciptakan dan ia mendengar tentangku atau melihatku kecuali ia akan
mencintaiku.” (Shahih Muslim bab min fadla`il Abu Hurairah no. 6551).
Maka dari itu tidak heran jika kemudian Nabi saw selalu menyatukan loyalitas
kepadanya dengan loyalitas kepada keluarga dan shahabat-shahabatnya. Dalam wasiat
tentang apa yang harus dijadikan pegangan sesudah beliau wafat, Nabi saw berpesan:

‫يب َوأَنَ ا تَ ا ِر ٌك فِي ُك ْم‬ ِ


َ ‫ول َرىِّب فَ أُج‬ ُ ‫ك أَ ْن يَ أْتِ َى َر ُس‬ ُ ‫وش‬ ِ ‫أَالَ أَيُّه ا النَّاس فَِإمَّنَ ا أَنَ ا ب َش ر ي‬
ٌُ َ ُ َ
َّ ‫ فَ َح‬.‫استَ ْم ِس ُكوا بِ ِه‬ ِ ِ َ‫ثَ َقلَ ِ أ ََّوهُل م ا كِتَ اب اللَّ ِه فِي ِه اهْل َدى والنُّور فَخ ُذوا بِ ِكت‬
‫ث َعلَى‬ ْ ‫اب اللَّه َو‬ ُ ُ َ ُ ُ َُ ‫نْي‬
‫ْل‬ِ ‫ْل َبْيىِت أُذَ ِّكر ُك ُم اللَّهَ ىِف أَه‬
ُ
ِ ‫ْل َبْيىِت أُذَ ِّكر ُك ُم اللَّهَ ىِف أَه‬
ُ َ َ‫ب فِي ِه مُثَّ ق‬
ُ ‫ َوأَه‬:‫ال‬
ِ ِ ِ
َ ‫كتَ اب اللَّه َو َر َّغ‬
. ‫َبْيىِت أُذَ ِّك ُر ُك ُم اللَّهَ ىِف أ َْه ِل َبْيىِت‬
"Ketahuilah hai orang-orang, bahwasanya aku adalah manusia biasa seperti
kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku, malaikat pencabut nyawa, akan datang
kepadaku dan aku pun siap menyambutnya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan
dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Al-Qur 'an yang berisi petunjuk
dan cahaya. Oleh karena itu, laksanakanlah isi Al-Qur'an dan peganglah." Lalu
Rasulullah saw sangat mendorong dan menghimbau pengamalan Al-Qur'an. "Dan
keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua Allah dalam memperlakukan
keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua Allah dalam memperlakukan
keluargaku. Aku ingatkan kepada kalian semua Allah dalam memperlakukan
keluargaku." (Shahih Muslim kitab fadla`il as-shahabah bab min fadla`il ‘Ali ibn Abi
Thalib no. 6378)
‫َص َحايِب‬ ِ
ْ ‫َما أَنَا َعلَْيه َوأ‬
“Apa yang aku dan para shahabatku ada padanya.” (Sunan at-Tirmidzi kitab
al-iman ‘an Rasulillah, bab ma ja’a fi iftiraqi hadzihi al-ummah, no. 2565)

‫ين مَتَ َّس ُكوا هِبَا َو َعضُّوا َعلَْي َه ا بِالن ََّو ِاج ِذ‬ ِ ِ َّ ‫َفعلَي ُكم بِسنَّىِت وسن َِّة اخْل لَ َف ِاء الْمه ِديِّني‬
َ ‫الراشد‬ َ َْ ُ ُ َ ُ ْ َْ
ٍ ٍ ِ
َ ‫َوإِيَّا ُك ْم َوحُمْ َدثَات األ ُُمو ِر فَِإ َّن ُك َّل حُمْ َدثَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬
ٌ‫ضالَلَة‬
Kalian mesti mengikuti sunnahku dan sunnah para khalifah yang
mendapatkan hidayah dan petunjuk, peganglah ia dengan teguh dan gigitlah dengan
gigi geraham. Dan jauhilah olehmu perkara yang dibuat-buat, karena setiap yang
dibuat-buat itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat (Sunan Abi Dawud
kitab as-sunnah bab fi luzum as-sunnah no. 4609).
Fakta sejarah membuktikan bahwa keluarga Nabi saw dan para shahabat
adalah orang-orang yang konsisten mengikuti dan menegakkan sunnahnya. Sunnah
Nabi saw dalam semua aspek ibadah dan mu’amalah perwujudan nyatanya ada dalam
kehidupan keluarga Nabi saw dan para shahabatnya. Maka dusta belaka jika mengaku
cinta Nabi saw tetapi tidak mengikuti pola hidup para kekasih beliau.
Demikian halnya dengan mereka yang mengaku Syi’ah atau pencinta Ahlul-
Bait tetapi membenci para shahabatnya terutama Abu Bakar dan ‘Umar. Pada
hakikatnya mereka hanya buaya-buaya darat yang gombal mengaku cinta tetapi tidak
mampu membuktikannya dalam amal nyata. Na’udzu bil-‘Llah min ha`ula`.

Anda mungkin juga menyukai