Penelitian terbaru menunjukkan bahwa stereotip terdiri dari dua dimensi dasar - kompetensi
dan kehangatan atau keramahan (lihat Tabel 10.2; Fiske, Cuddy, Glick, & Xu, 2002; Fiske, Xu,
Cuddy, & Glick, 1999).
Orang yang termasuk dalam kelompok berstatus tinggi (misalnya Orang kaya, orang
Asia, Yahudi) dipandang sangat kompeten (misalnya, cerdas, agresif, kompetitif), tetapi
dianggap kurang memiliki keramahan (dalam hal kejujuran, hangat, sensitive; Fiske et
al., 2002; Lin, Kwan, Cheung, & Fiske, 2005).
Orang yang termasuk dalam kelompok berstatus rendah (mis., Lansia, ibu rumah tangga)
dianggap tidak kompeten tetapi dianggap merupakan golongan yang hangat dan ramah
(Fiske et al., 1999; Fiske et al., 2002).
Orang yang termasuk dalam kelompok berstatus sangat rendah (mis., Orang miskin, tuna
wisma) dipandang memiliki kompetensi rendah dan memilki keramahan dan kehangatan
yang juga rendah rendah (Fiske et al., 2002).
Dimensi stereotipe
Meskipun stereotip positif mungkin tampak tidak berbahaya, mereka dapat memiliki efek
yang merugikan. Peneliti Peter Glick dan Susan Fiske mengembangkan teori seksisme yang
membedakan antara berbagai jenis sikap yang bisa dimiliki orang tentang wanita (lihat Tabel
10.3; Glick & Fiske, 1996, 2001). Seksisme yang bermusuhan, yang menggambarkan perasaan
permusuhan terhadap perempuan berdasarkan ancaman mereka terhadap kekuatan laki-laki,
adalah apa yang biasanya kita anggap sebagai prasangka terhadap perempuan. Orang-orang yang
tinggi dalam seksisme yang bermusuhan memiliki sikap negatif terhadap perempuan, seperti
percaya bahwa perempuan secara inheren kurang cerdas daripada laki-laki. Di sisi lain, seksisme
yang bijak menggambarkan pandangan yang positif, tetapi merendahkan, tentang perempuan.
Orang-orang yang menyukai seksisme yang baik nampaknya memiliki sikap positif terhadap
perempuan, seperti percaya bahwa perempuan membutuhkan perlindungan dan pendengar yang
lebih baik. Meskipun pria cenderung lebih tinggi pada seksisme yang bermusuhan daripada
wanita, pria dan wanita umumnya mendukung seksisme yang lebih bijak (Glick et al., 2000).