Anda di halaman 1dari 81

IDENTIFIKASI PATAHAN DAN STRUKTUR BAWAH

PERMUKAAN DAERAH POTENSI PANAS BUMI SISI TIMUR


GUNUNG LAWU MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN


MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

MELA BUDIANI SEPTIANINGSIH


M0215035

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
Skripsi

Identifikasi Patahan Dan Struktur Bawah Permukaan Daerah


Potensi Panas Bumi Sisi Timur Gunung Lawu Menggunakan
Metode Gravitasi

Oleh:

Mela Budiani Septianingsih


M0215035

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


pada tanggal 13 Juli 2019
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Tim Penguji

Pembimbing I, Pembimbing II,

Budi Legowo, S.Si., M.Si Soria Koesuma, S.Si., M.Si


NIP.197305101999031002 NIP. 19720801200031001

Penguji I, Penguji II, Penguji III,

Darsono, S.Si., M.Si Drs. Suharyana, M.Sc Agus S., S.Si., M.Si
NIP. 197007271997021001 NIP. 196112171989031003 NIP. 196908261999

Surakarta, 13 Juli 2019


Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret

Agus Suprianto, S.Si., M.Si


NIP. 196908261999031001
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi pada waktu yang tepat.

Sholawat serta salam senantiasa saya haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah menghantarkan kita melewati masa jahiliyah sampai pada masa hilmiyah.

Skripsi yang saya susun sebagai bagian dari syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Sains ini berjudul “IDENTIFIKASI PATAHAN DAN STRUKTUR

BAWAH PERMUKAAN DAERAH POTENSI PANAS BUMI SISI TIMUR

GUNUNG LAWU MENGGUNAKAN METODE GRAVITASI”. Lika-liku

perjalanan menyelesaikan Skripsi ini, akhirnya selesai. Alhamdulillah, suka dan

duka penyelesaian Skripsi ini, akhirnya terbayar sudah. Kepada berbagai pihak

yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, ucapan terima kasih

secara khusus saya sampaikan kepada:

1. Allah SWT, yang telah menolong saya, memberi saya kekuatan dan

kesabaran dalam penyelesaian Skripsi ini.

2. Bapak Budi Legowo S.Si., M.Si selaku pembimbing I Skripsi.

3. Bapak Sorja Koesuma S.Si., M.Si selaku pembimbing II Skripsi.

4. Keluarga besar saya, yang telah menyayangi saya, membantu saya,

terimakasih atas semua yang telah dilakukan untuk saya.

5. Muhammad Nur Shodiq, Bayu Eka Permadi, Zulaldy Yahya D, Rizama

Hazim, Hamzah, dan Yuliana, yang telah membantu dalam akuisisi di

iii
Gunung Lawu.

6. Teman-teman Geofisika 2015 (Shodiq, Bayu, Aldi, Singgih, Rizama,

Hamzah, Danastri) dan kakak tingkat Lab. Geofisika UNS yang banyak

membantu dalam berdiskusi mengenai gravitasi.

7. Sahabatku Mahfira Dwi, Annisa Mifta, Annisa Nur’aini, Mega Mufida, Mega

Puspita, terimakasih telah menjadi rumah luapan suka dan duka ku, sekaligus

partner nugas dan skripsi.

8. Teman-teman saya dari awal perkuliahan “the story of PPKT” (Fida, Wulan,

Laila, Novita, Mutiara, Arifah, Ida, Tuti) yang sudah menemani saya dulu

ketika “I lost someone”, terimakasih atas kepedulian, kebaikan,

petualangannya, dan pembelajaran hidup untuk saya.

9. Teman-teman Fisika 2015, yang tidak bisa disebutkan satu per satu,

terimakasih telah berperan dalam perjalanan kehidupan saya dengan berbagai

pembelajaran kehidupannya.

Semoga kebaikan, pengorbanan, dan jerih payah yang telah diberikan, di

balas oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya balasan. Saya harap semoga Skripsi

ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, meskipun saya menyadari masih

banyak kekurangan pada Skripsi ini.

Surakarta, 27 Juni 2019

Penulis

iv
Identifikasi Patahan dan Struktur Bawah Permukaan Daerah Potensi Panas
Bumi Sisi Timur Gunung Lawu Menggunakan Metode Gravitasi

Mela Budiani Septianingsih


Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sebelas Maret

ABSTRAK

Informasi batuan bawah permukaan pada Gunung Lawu sisi timur terkait
potensi geothermal cukup terbatas. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi terkait potensi geothermal pada daerah tersebut. Metode
yang digunakan adalah metode gravitasi. Prinsip pada metode ini adalah mengukur
medan gravitasi bumi, kemudian nilai gravitasi dikoreksi dengan koreksi gravitasi.
Sehingga akan diperoleh nilai anomali gravitasi yang hanya disebabkan oleh
densitas batuan. Densitas batuan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan
batuan penyusun Gunung Lawu sisi timur dengan informasi geologi. Batuan
penyusun Gunung Lawu berupa batuan gunungapi (tuff dan breksi), batuan
vulkanik gunung jabolarangan (breksi dan tuff jabolarangan), batuan lava andesit,
batuan beku berupa batu apung, serta batuan sedimen berupa batu pasir dan batu
lempung. Ditemukan enam struktur patahan pada tiga lintasan yang dibuat. Dari
hasil yang diperoleh diperkirakan terdapat potensi geothermal pada tenggara daerah
penelitian.
Kata Kunci: Gunung Lawu, Metode gravitasi, Patahan, Potensi Geothermal

v
Identification of Fault and Subsurface Structures of Geothermal
Potential Area in East of Mount Lawu Using The Gravity Method

Mela Budiani Septianingsih


Departement of Physiscs, Faculty of Mathematics nd Natural Science, Sebelas
Maret University

ABSTRACT

Information about eastern side subsurface stones of Mount Lawu regarding


geothermal potential is limited. Therefore this research was conducted to provide
information regarding geothermal potential in the area. The method used is the
gravity method. The principle in this method is to measure the earth's gravity field,
then the value of gravity is corrected by gravity correction. Then the value of gravity
anomaly will be obtained which only caused by stones density. Stones density can
be used to estimate the constituent stones of the eastern side of Mount Lawu with
geological information. Stones arrangement Gunung Lawu are volcanic rocks (tuff
and breccia), breccia Jabolaraangan and tuff Jabolarangan, lava andesit, igneous
rock (pumice), sedimentary rocks in the form of sandstone, and clay. Found a fault
structure on six tracks were made. From the results, estimated that there is a
geothermal potential on the south east side of the research area.
Keyword: Mount Lawu, Gravity method, Fault, Geothermal Potential

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
ABSTRAK......................................................................................................... iii
ABSTRACT ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR SIMBOL ........................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Batasan Masalah .................................................................................... 3
C. Perumusan Masalah ............................................................................... 3
D. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
A. Prinsip Metode Gravitasi .......................................................................... 4
1. Hukum Gravitasi Newton ..................................................................... 4
2. Percepatan Gravitasi ............................................................................. 4
3. Potensial Gravitasi Distribusi Massa ..................................................... 5
B. Metode Gravitasi dalam Geothermal ......................................................... 6
C. Konversi Skala Bacaan ............................................................................. 7
D. Koreksi pada Metode Gravitasi ................................................................. 8
1. Koreksi Tinggi Alat .............................................................................. 8
2. Koreksi Pasang Surut Bumi (Earth-Tide Correction) ............................ 8
3. Koreksi Apungan (Drift) ....................................................................... 9
4. Koreksi Gravitasi Normal atau Koreksi Lintang (Latitude Correction) 10
5. Koreksi Udara Bebas (Free air Correction) ........................................ 10
6. Koreksi Bouguer (Bouguer correction) ............................................... 11
7. Koreksi Medan (Terrain Correction) .................................................. 11
vii
E. Anomali Bouguer .................................................................................... 13
F. Penentuan Densitas Batuan dengan Metode Nettleton .............................. 14
G. Reduksi Bidang Datar .............................................................................. 15
H. Analisa Spektrum .................................................................................... 16
I. Moving Average ..................................................................................... 19
J. Pemodelan ke Depan (Forward Modeling) ............................................ 20
K. Sistem Panas Bumi ( Geothermal ) ......................................................... 20
L. Manifestasi Geothermal ......................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 24
1. Waktu penelitian ................................................................................. 24
2. Kondisi Geologi dan Stratigrafi Lokasi Penelitian ............................... 24
B. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 26
C. Prosedur Penelitian ................................................................................... 27
1. Survei Pendahuluan............................................................................. 29
2. Akuisisi Data ...................................................................................... 30
3. Pengolahan Data ................................................................................. 30
4. Interpretasi data .................................................................................. 33
5. Kesimpulan......................................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 34
A. Nilai Percepatan Gravitasi Observasi ...................................................... 34
B. Penentuan Densitas Rata-Rata Batuan .................................................... 35
C. Anomali Bougeur Lengkap (ABL) ......................................................... 37
D. Reduksi Bidang Datar............................................................................. 38
E. Analisis Spektral .................................................................................... 39
F. Pemisahan Anomali dengan Moving Average ......................................... 44
G. Analisis Kualitatif Pada Grafik Jarak dengan Anomali Bougeur ............. 45
H. Pemodelan Bawah Permukaan ................................................................ 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 54

viii
Kesimpulan .................................................................................................... 54
A. Saran ........................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55
LAMPIRAN ..................................................................................................... 58

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Massa 𝑚 dan 𝑚0 mengalami gaya gravitasi yang
sebanding dengan 𝑚, 𝑚0 , dan 𝑟−2. Vektor 𝑟̂ diarahkan dari
sumber gravitasi ke titik pengamatan (massa uji
𝑚0) )………………………………………………….... 4
Gambar 2.2 Potensial gravitasi pada massa tiga
dimensi......…..……………………………………… 6
Gambar 2.3 Pengukuran tinggi alat ketika akuisisi di lapangan........ 8
Gambar 2.4 Pengaruh bukit pada pengukuran gravitasi, (a) di bawah
bukit, (b) di atas bukit………………................. 11
Gambar 2.5 Pengaruh lembah pada pengukuran gravitasi …….…... 12
Gambar 2.6 Grafik koreksi medan………………………………... . 12
Gambar 2.7 Profil densitas e, ION-19W, Washita County,
Oklahoma. Quatermaster Formation, Indicated Density 15
Gambar 2.8 Grafik hubungan antara 𝑙𝑛𝐴 terhadap 𝑘 ……………… 18
Gambar 2.9 Sistem geothermal ........................................................ 20
Gambar 2.10 Model sistem geothermal. (1) sumber panas, (2)
reservoar, (3) lapisan penutup, (4) patahan, (5) daerah
resapan (recharger area)………… …………………… 22
Gambar 3.1 Peta titik akuisisi data gravitasi sisi timur Gunung
Lawu………………………………………………....... 24
Gambar 3.2 Flow chart penelitian patahan dan struktur bawah
permukaan pada daerah panas bumi…………………... 28
Gambar 4.1 (a) Peta topografi daaerah penelitian (b) Peta nilai
percepatan gravitasi observasi di daerah penelitian …… 34
Gambar 4.2 Profil Topografi……………………………………….. 35
Gambar 4.3 Grafik estimasi rapat massa dengan Metode Nettleton.. 36
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara densitas terhadap nilai korelasi 36
Gambar 4.5 Peta Anomali Bougeur Lengkap (ABL) ……………… 37
Gambar 4.6 Peta ABL terreduksi bidang datar……………………. 38
Gambar 4.7 Slicing peta ABL pada analisis spektral………………. 39
Gambar 4.8 Grafik hubungan Ln(A) dengan bilangan gelombang
(𝑘) pada slice A-A’…………………………………... 40
Gambar 4.9 Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang
(𝑘) pada slice B-B’…………………………………… 41
Gambar 4.10 Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang
(𝑘) pada slice CC’…………………………………….. 41
Gambar 4.11 Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang
(𝑘) pada slice D-D’ ………………………………….. 42
Gambar 4.12 Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang
(𝑘) pada slice E-E’…………………………………… 42
Gambar 4.13 Peta anomali (a) regional (b) residual hasil dari filter
moving average……………………………………….. 44

x
Gambar 4.14 Slicing pada peta residual untuk analisis kualitatif
patahan………………………………………………… 46
Gambar 4.15 Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak
slice 1A-1A’……………………………....................... 46
Gambar 4.16 Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak
slice 2A-2A’…………………………………………... 47
Gambar 4.17 Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak
slice 3A-3A’…………………………………………... 47
Gambar 4.18 Lintasan pemodelan satu dan dua pada peta anomali
residual………………………………………………... 48
Gambar 4.19 Pemodelan bawah permukaan pada slice F-G……........ 48
Gambar 4.20 Pemodelan bawah permukaan pada slice H-I………… 49
Gambar 4.21 Pemodelan bawah permukaan pada slice J-K………… 50
Gambar 4.22 Overlay peta geologi gunung lawu lembar ponorogo
dengan peta slicing patahan anomaly residual…............ 52

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Profil Manifestasi Geothermal di Gunung Lawu ................................. 23


Tabel 3.1 Format pengambilan data di lapangan ................................................. 27
Tabel 4.1 Nilai korelasi pada masing masing densitas uji ................................... 36
Tabel 4.2 Kedalaman Anomali pada ke-lima Lintasan ........................................ 43
Tabel 4.3 Bilangan gelombang cut off (𝑘𝑐 ), dan lebar jendela (𝑁) .......................... 44

xii
DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuan


𝐹 Gaya yang bekerja pada 𝑚 N
𝛾 Konstanta gravitasi Nm 2/kg2
6,67 x 10−9
cgs unit
𝑚 Massa benda Kg
𝑟2 Jarak antara 𝑚 dan 𝑚0 M
𝑟̂ Arah vektor dari 𝑚 ke 𝑚0
𝑔 Percepatan gravitasi m/s2
𝑀 Massa bumi Kg
𝑟 Jari jari bumi M
𝑈(𝑟̅ ) Potensial skalar Joule
𝜌 Densitas Kg/m3
gr/cm3
𝑔𝑡𝑎 Medan gravitasi terkoreksi tinggi alat mGal
ℎ𝑇𝐴 Tinggi alat terhadap topografi pengukuran m
𝑝 Sudut zenith (tinggi) bulan
𝑞 Sudut zenith (tinggi) matahari
𝑆 Massa matahari Kg
𝑑 Jarak antara pusat bumi dengan pusat m
Matahari
𝐷𝑛 Koreksi drift pada waktu pembacaan di titik 𝑛

𝑔𝑎 Pembacaan gravimeter di titik awal mGal

𝑔𝑏 Pembacaan gravimeter di titik akhir mGal


𝑡𝑎 Waktu pembacaan gravimeter di titik awal Second
𝑡𝑏 Waktu pembacaan gravimeter di titik akhir Second

𝑡𝑛 Waktu pembacaan gravimeter di titik Second


pengamatan
𝐺𝑇𝐷 Nilai gravitasi yang sudah terkoreksi oleh mGal
koreksi pasang surut dan drift
𝐺𝑇 Nilai gravitasi yang sudah terkoreksi oleh mGal
koreksi pasang surut

𝑔𝑛 Percepatan gravitasi normal mGal


𝜆 Panjang gelombang m
𝑔𝑓𝑎 Nilai medan gravitasi terkoreksi udara bebas mGal
𝑅1 Radius bagian dalam m

xiii
𝑅2 Radius bagian luar M

∆𝑔 Nilai anomaly medan gravitasi di topografi mGal


𝑘 Bilangan gelombang
𝐴 Amplitudo m
N Lebar window
∆𝑇𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 Besar anomali residual mGal
∆𝑇 Besar anomali Bouguer mGal
∆𝑇𝑟𝑒𝑔 Besar anomali residual mGal

xiv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu wilayah yang memiliki potensi panas bumi di Indonesia yang

belum dikembangkan secara maksimal oleh pemerintah adalah Gunung Lawu.

Gunung Lawu memiliki tipe strato yang masih memiliki aktivitas vulkanik aktif

yang dicirikan adanya kepundan kecil yang mengeluarkan fumarol dan

solfatara.Gunung Lawu yang berstatus istirahat mempunyai komposisi geologi

berupa batuan vulkanik yang mendukung adanya perkembangan sistem geothermal

dan posisinya berdekatan dengan area tumbukan lempeng Indo-Australia dan

Eurasia,sehingga diduga sistem geothermal ada di wilayah tersebut (Amalisana

dkk., 2017).

Berdasarkan penelitian Amalisana dkk. (2017) yang dilakukan di Gunung

Lawu menggunakan Landsat 8 dan geologi Gunung Lawu, bahwa sebagian besar

manifestasi panas bumi berada di lereng sisi barat dan selatan berupa manifestasi

air panas. Manifestasi terbesar berupa fumarol dan solfatara yang terletak di Kawah

Candradimuka. Jenis batuan induk penyusun Gunung Lawu berupa batuan andesit

dan basalt yang memiliki pori-pori yang banyak dan bersifat permeable. Sifat

permeable batuan adalah kemampuan batuan dalam meloloskan fluida.

Karakteristik batuan reservoir yang baik dalam sistem geothermal yaitu yang

memiliki permeabilitas tinggi.

Penelitian potensi geothermal di Gunung Lawu juga dilakukan oleh Rinaldo

dkk. (2018) berdasarkan manifestasi geothermal, perubahan batuan, analisis

geokomia, kepadatan fraktur patahan, dan data Magnetotellurik. Hasil penelitian

1
2

tersebut adalah fumarol Candradimuka di Cemorosewu ditafsirkan sebagai daerah

yang menunjukkan adanya reservoir sekitar 1000 m dari permukaan air laut.

Fumarol biasanya ditemukan pada zona upflow, dimana memiliki densitas yang

rendah. Derah Candradimuka berada di lereng selatan Gunung Lawu.

Penampang resistivitas dari penelitian reservoir geothermal dengan metode

Magnetotellurik yang dilakukan Qahhar et al (2015) mengindikasikan adanya panas

bumi di wilayah Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Magetan.Dibuktikan

dengan adanya layer yang mempunyai resistivitas rendah yaitu bernilakurang dari

10 𝛺 m. Dimana resistivitas yang rendah merupakan karakteristiksistem panas bumi

yang berasosiasi dengan batuan yang teralterasi yaitu clay up.

Daerah potensi geothermal dicirikan dengan adanya struktur patahan dan

rekahan yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida panas bumi melalui zona

permeabel. Tingkat permeabilitas suatu daerah dicirikan dengan tingkat kerapatan

suatu struktur patahan. Semakin besar tingkat kerapatan struktur suatu patahan

maka semakin besar pula tingkat permeabilitasnya. Menurut penelitian Pambudi

etal (2014) dengan menggunakan citra Landsat dan Digital Elevation Model

(DEM) daerah yang memiliki anomali kerapatan kelurusan yang tinggi dengan

nilai lebih dari 2,5 km/km2 adalah daerah Gunung Lawu Tua (sisi selatan Gunung

Lawu), dan bagian lereng Gunung Lawu bagian barat daya

Informasi mengenai potensi geotehermal sisi barat dan selatan Gunung Lawu

sudah cukup banyak, sedangkan di sisi timur Gunung Lawu masih cukup terbatas.

Penelitian ini dilakukan di sisi timur Gunung Lawu meliputi Kabupaten Magetan,

Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Sragen. Untuk memberikan informasi mengenai


3

struktur geologi bawah permukaan yang dapat dimanfaatkan salah satunya untuk

identifikasi potensi geothermal di wilayah tersebut.

Penelitian geothermal menggunakan metode gravitasi sudah dilakukan oleh

Hardiyansyah (2016), yaitu mengenai identifikasi struktur bawah permukaan

daerah panas bumi TG-11. Penelitian tersebut dilakukan di daerah Kalimantan

Timur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai anomali Bouguer Lengkap,

memberikan gambaran struktur patahan dengan analisis SVD, serta dapat

mengidentifikasi batuan penyusun bawah permukaan dengan pemodelan 2,5D.

Metode gravitasi merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi

perbedaan nilai densitas batuan di bawah permukaan tanah secara lateral maupun

vertikal (Musset dan Khan, 2000). Perbedaan nilai densitas lapisan bawah tanah

dan aktivitas fluida yang panas dalam reservoir geothermal, mengakibatkan adanya

variasi nilai densitas pada batuan sehingga nilai medan gravitasi yang terukur juga

bervariasi. Variasi nilai medan gravitasi disebut sebagai anomali medan gravitasi.

Anomali gravitasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui struktur

geologi bawah permukaan tanah (Reswara dan Sehah, 2014).

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah

1. Bagaimana struktur geologi bawah permukaan tanah di daerah penelitian sisi

timur Gunung Lawu dengan forward modelling 2D?

2. Apakah terdapat struktur patahan di daerah penelitian?

3. Apakah terdapat potensi geothermal di derah penelitian?


4

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi patahan dan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan

forward modelling 2D.

2. Mengetahui ada atau tidaknya potensi geothermal dari analisis hasil processing

data yang diperoleh.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai penelitian awal agar diperoleh

informasi tambahan mengenai kondisi bawah permukaan bumi dan struktur

patahan, di sisi timur Gunung Lawu berkaitan dengan geothermal.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Metode Gravitasi

1. Hukum Gravitasi Newton

Gaya gravitasi dapat dinyatakan dengan hukum Newton, yaitu gaya antara

dua partikel yang bermassa 𝑚0 dan 𝑚 berbanding lurus dengan massa kedua

partikel dan berbanding terbalik dengan kedua jarak antara pusat massa:

⃑⃑⃑ (𝑟) = 𝛾 (𝑚02𝑚) 𝑟̂


𝐹 (1)
𝑟

Dimana 𝐹 (𝑟) adalah gaya yang bekerja pada 𝑚, 𝑟̂ adalah arah vektor dari 𝑚 ke

𝑚0, 𝑟 adalah jarak antara 𝑚 dan 𝑚0, dan 𝛾 adalah konstanta gravitasi. Nilai 𝛾 dalam

SI adalah 6,672 x 10−11 Nm 2/kg2, dalam satuan cgs 6,672 x 10−8 dyne cm 2/g2

(Telford dkk., 1990). Dimana,


1⁄
𝑟 = [(𝑥 − 𝑥′)2 + (𝑦 − 𝑦′)2 + (𝑧 − 𝑧′)2 ] 2 (2)

Gambar 1. Massa 𝑚 dan 𝑚0 (Blakely, 1996)

2. Percepatan Gravitasi

Medan gravitasi di sekitar massa yang tertarik adalah gaya yang mendesak

(bekerja) pada satuan massa.

5
6

F= 𝑚 𝑎 (3)

Dengan substitusi persamaan (2.1) ke dalam persamaan (2.3) akan diperoleh

persamaan percepatan gravitasi dari massa 𝑚 yang tertarik oleh 𝑚0.

𝑔 (𝑟) = −𝛾 𝑚𝑟2 𝑟̂ (2.4) (4)

Satuan SI percepatan gravitasi adalah 𝑚/𝑠2, dengan satuan lain yaitu 𝐺𝑎𝑙 setara

dengan 1 𝑐𝑚/𝑠2. Nilai gravitasi dipermukaan bumi di khatulistiwa adalah 9,8 𝑚/𝑠2

(Lowrie, 2007).

𝑟̂ = 1𝑟 [(𝑥 − 𝑥′)𝑖̂+ (𝑦 − 𝑦′)𝑗̂ + (𝑧 − 𝑧′)𝑘 ̂] (5)

Tanda minus (-) pada persamaan (2.4) disebabkan vektor 𝑟̂ diarahkan dari sumber

titik Q ke titik pengamatan P yang berlawanan dengan daya tarik gravitasi. Dimana

𝑔 adalah gaya dibagi massa, disebut juga dengan percepatan gravitasi (Blakely,

1996).

Apabila diterapkan pada percepatan gravitasi atau gaya tarik bumi persamaan

di atas menjadi:

𝑔 = 𝐹 𝑚 = 𝛾 𝑀.𝑚 𝑚.𝑟2 = 𝛾 𝑀𝑟2 (2.5) (6)

Dimana 𝑔 adalah percepatan gaya tarik bumi, 𝑀 adalah massa bumi, 𝑚 adalah

massa benda, 𝑟 adalah jari-jari bumi (Telford et al., 1990).

3. Potensi Gravitasi Distribusi Massa

Medan gravitasi merupakan medan konservatif, dimana usaha dalam

memindahkan suatu masa hanya bergantung pada posisi awal dan posisi akhir, dan

merupakan gradient suatu fungsi potensial skalar (𝑟̅) (Telford et al., 1990).

∇𝑈(𝑟̅) = − 𝐹 (𝑟̅) 𝑚 = −𝑔 (𝑟) (7)


7

𝑈(𝑟̅) = ∫ ∇𝑈(𝑟̅). 𝑑𝑟 = − ∫ 𝑔 . 𝑑𝑟 𝑟 ∞ 𝑟 ∞ (8)

𝑈(𝑟̅) = −𝛾𝑚 ∫ 𝑑𝑟 𝑟2 𝑟 ∞ = 𝛾 𝑚𝑟 (9)

Gambar 2. Potensial gravitasi pada massa tiga dimensi (Telford et al., 1990)

Potensial gravitasi menggunakan prinsip superposisi, yaitu potensial gravitasi

pada sekumpulan massa adalah jumlah gaya tarik gravitasi setiap massa. Gaya total

pada partikel uji adalah jumlah vektor gaya. Distribusi kontinuitas pada massa 𝑚,

yang disebabkan oleh massa yang sangat kecil 𝑑𝑚 = 𝜌 (𝑥, 𝑦, 𝑧), dimana 𝜌 (𝑥, 𝑦, 𝑧)

adalah distribusi densitas. Maka harga potensial tersebut adalah

𝑑𝑈 = 𝛾 𝑑𝑚 𝑟 = 𝛾𝜌 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 𝑟 (10)

Dimana 𝑟2 = 𝑥2 + 𝑦2 + 𝑧2.Potensial total dari suatu massa adalah

𝑈 = 𝛾 ∫ ∫ ∫ 𝜌𝑟 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 𝑧 𝑦 𝑥 (11)

𝑔 adalah percepatan gravitasi yang selalu mengarah ke pusat bumi yaitu pada

arah vertical (sumbu z), dan 𝜌 diasumsikan konstan maka

𝑔 = − 𝜕𝑈 𝜕𝑧 = 𝛾𝜌 ∫ ∫ ∫ 𝑧 𝑟3 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 𝑧 𝑦 𝑥 (12)
8

B. Metode Gravitasi dalam Geothermal

Metode gravitasi adalah salah satu metode geofisika untuk mengetahui

kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan parameter densitas batuan (Setiadi dan

Marjiyono, 2018). Metode gravitasi dalam eksplorasi digunakan untuk memetakan

variasi densitas suatu batuan penyusun bawah permukaan bumi, dan untuk

memetakan struktur geologi bawah permukaan bumi di lokasi penelitian (Mayasari

dkk., 2018).

Metode gravitasi merupakan metode geofisika yang menerapkan pengukuran

variasi medan gravitasi. Variasi medan gravitasi disebabkan oleh perbedaan nilai

densitas batuan di bawah permukaan. Daerah yang memiliki nilai gravitasi yang

menyimpang dari nilai normal dikenal sebagai anomali gravitasi. Jika anomali

bernilai positif maka tingkat kepadatan anomali lebih besar dari pada tingkat

kepadatan di daerah sekitarnya (Sunaryo, 2012).

Prinsip dasar dari metode ini adalah hukum Newton, dimana besar gaya tarik

menarik antara massa bumi (𝑀𝑒) dan massa benda (𝑚) di permukaan bumi yang

terpisah pada jarak R (Telford dkk., 1990). Dalam eksplorasi, metode gravitasi pada

umumnya digunakan sebagai survei pendahuluan yang menggambarkan profil

struktur geologi bawah permukaan. Profil tersebut dapat diinterpretasikan jenis

batuan penyusun bawah permukaan dan lapisan reservoir geothermal yang menjadi

target (Panjaitan, 2010). Aktivitas fluida panas di dalam reservoir geothermal

menyebabkan terjadinya perbedaan densitas batuan sekitarnya dan berakibat pada

variasi nilai medan gravitasi (Djujun, 2011).


9

C. Konversi Skala Bacaan

Konversi pembacaan gravimeter menjadi nilai gravitasi dalam satuan miligal

sangat penting dilakukan untuk memperoleh nilai anomali Bouguer di setiap titik

penelian. Dalam melakukan konversi skala bacaan diperlukan tabel konversi pada

setiap gravimeter yang tersedia di manual book gravimeter (Maryanto, 2016).

Tabel konversi Lacoste &Romberg G-1053 bisa dilihat pada Lampiran 1.

Persamaan yang digunakan untuk konversi adalah

𝑚𝐺𝑎𝑙 = ( (𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛 − 𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟)𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙) + 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝐺𝑎𝑙 (13)

Keterangan:

mGal: hasil konversi bacaan alat (mGal)

Bacaan: hasil bacaan alat saat pengukuran

Counter: nilai dari tabel konversi

Faktor interval: faktor pengali dari tabel konversi

Nilai mGal: nilai bacaan yang didapat dari tabel konversi (mGal)

D. Koreksi pada Metode Gravitasi

Dalam eksplorasi gravity data nilai gravitasi yang terukur pada gravimeter

tidak hanya disebabkan oleh variasi densitas batuan di bawah permukaan bumi,

melainkan terdapat faktor lain, maka dari itu diperlukan koreksi-koreksi untuk

memperoleh nilai gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh densitas batuan di bawah

permukaan. Nilai gravitasi dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu, lintang

(latitude), ketinggian titik ukur (elevation), topografi daerah penelitian (terrain),


10

pasang surut bumi atau efek tidal (tide), dan variasi rapat massa atau densitas bawah

permukaan (density) (Telford dkk, 1990).

1. Koreksi Tinggi Alat

Tujuan dilakukannya koreksi tinggi alat yaitu untuk menyamakan elevasi titik

pengukuran dengan elevasi dari GPS. Tinggi alat disini yaitu jarak antara

permukaan atas pada gravimeter dengan titik pengukuran di permukaan tanah. Nilai

medan gravitasi terkoreksi tinggi alat (Dermawan, 2010) adalah

𝑔𝑡𝑎 = 𝑔𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 + 0.3086 ℎ𝑇𝐴 (14)

Gambar 3. Pengukuran tinggi alat ketika akuisisi di lapangan (Dermawan, 2010)

2. Koreksi Pasang Surut Bumi (Earth-Tide Correction)

Gaya tarik menarik bumi dengan benda astronomis seperti massa matahari

dan bulan mengakibatkan terjadinya pasang surut atau perubahan ketinggian

(elevasi) permukaan bumi terhadap datum geoid. Sehingga jari-jari bumi di tempat

penelitian mengalami perubahan. Pengaruh pasang surut bumi antara -0,10 mGal

sampai 0,15 mGal. Pengaruh pasang surut akan mencapai maksimal jika posisi
11

bumi, bulan, dan matahari dalam satu garis, dan akan mencapai minimum jika

bulan, bumi, matahari dalam satu garis (Longman, 1959).

Pengaruh koreksi pasang surut dalam meningkatnya nilai anomali gravitasi

sekitar 0,86 mGal pada ketinggian 100 m dan 0,77 pada ketinggian 1000 m (Hinze

dkk., 2005). Pengaruh benda astronomis terhadap nilai gravitasi dihilangkan

dengan dikenakan koreksi pasang surut bumi pada data hasil pengukuran

(Longman, 1959).

𝐾𝑔𝑝𝑠 = {𝛾𝑀𝐵 𝑟 𝐷𝐵 3( 3𝑐𝑜𝑠2𝜃 − 1) + 3𝛾𝑀𝐵𝑟2 2𝐷𝐵 4(5 𝑐𝑜𝑠3𝜃 − 3 𝑐𝑜𝑠 𝜃) +

𝛾𝑀𝑀 𝑟 𝐷𝑀 3(3 𝑐𝑜𝑠2𝜑 − 1)} (15)

Dimana:

𝑀𝐵= massa bulan (7,3477 x 1022𝑘𝑔)

𝑀𝑀= massa matahari (1,98847 x 1030𝑘𝑔)

𝐷𝐵= jarak bumi ke bulan (m)

𝐷𝑀= jarak bumi ke matahari (m)

𝛾 = Konstanta gravitasi Newton (6,672 x 10−11 Nm 2/kg2)

𝑟 = jarak titik pengukuran dari pusat bumi (m)

𝜃= sudut zenith dari bulan (derajat)

𝜑= sudut zenith dari matahari (derajat)

3. Koreksi Apungan (Drift)

Koreksi apungan adalah koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan

pengaruh apungan dari alat gravimeter akibat efek elastisitas pegas pada sensor

unit. Keadaan drift yaitu keadaan dimana pembacaan titik nol pada alat bergeser,
12

sehingga akan terdapat selisih baca pada titik yang sama pada sistem looping,

besarnya sebagai fungsi waktu (t). Untuk menghilangkan pengaruh tersebut dengan

mendesain akuisisi dalam rangkaian tertutup (loop), sehingga dapat diketahui besar

penyimpangan dan dianggap linear pada selang waktu tertentu (Sunaryo, 1997).

𝐾𝑔𝑎𝑝 = {(𝑔𝑏−𝑔𝑎) (𝑡𝑏−𝑡𝑎) (𝑡𝑛 − 𝑡𝑎)} (16)

Dimana:

𝐾𝑔𝑎𝑝 = koreksi drift pada waktu pembacaan di titik 𝑛 (mGal)

𝑔𝑎 = pembacaan gravimeter di titik awal (mGal)

𝑔𝑏 = pembacaan gravimeter di titik akhir (mGal)

𝑡𝑎 = waktu pembacaan gravimeter di titik awal (s)

𝑡𝑏 = waktu pembacaan gravimeter di titik akhir (s)

𝑡𝑛 = waktu pembacaan gravimeter di titik pengamatan(s)

4. Koreksi Gravitasi Normal atau Koreksi Lintang (Latitude Correction)

Koreksi gravitasi dilakukan karena bentuk bumi yang tidak bulat sempurna,

dan bumi yang mengalami rotasi. Rotasi bumi mengakibatkan adanya perubahan

bentuk bumi pada ekuator dan kutub sehingga jari-jari di ekuator lebih besar dari

jari-jari di kutub, akumulasi massa (fluida) pada ekuator, dan di ekuator terjadi

percepatan sentrifugal yang maksimal tetapi percepatan sentrifugal di kutub sangat

minimal. Maka dari itu akibat dari rotasi bumi menyebabkan adanya perbedaan

nilai percepatan gravitasi baik dari ekuator ke kutub atau bervariasi terhadap

lintang. Harga gravitasi normal selalu mengalami perbaikan, International

Association of Geodesy mengembangkan Geodetic Reference System tahun 1980

menghasilkan rumusan (Blakely, 1996):


13

𝐾𝑔𝑛 = 978032,67714 ( 1+0,0019385138639 𝑠𝑖𝑛2 𝜆 √1−0,00669437999013

𝑠𝑖𝑛2 𝜆) (17)

Dimana 𝑔𝑛 dalam mGal dan 𝜆 adalah nilai lintang posisi titik pengukuran

dalam desimal. Anomali koreksi lintang (𝐿𝐶𝐴) yaitu dengan mengurangi nilai

gravitasi di lapangan (g observe).

5. Koreksi Udara Bebas (Free air Correction)

Pengukuran gravity yang dilakukan di darat harus dilakukan koreksi udara

bebas, karena ketinggian permukaan bumi di daratan berbeda-beda terhadap posisi

geoid. Jika pengukuran dilakukan di laut, tidak dilakukan koreksi udara bebas

karena bidang geoid bersesuaian dengan posisi permukaan laut, sehingga dapat

langsung dibandingkan nilai gravitasi normal 𝑔𝑛 (Blakely, 1996).

Spheroid dan geoid tidak dalam satu garis. Jika di samudra posisi geoid lebih

rendah dari spheroid, dan sebaliknya posisi geoid lebih tinggi dari pada spheroid

jika berada di benua. Misalkan jarak permukaan spheroid ke pusat bumi adalah 𝑟

dan pengukuran dilakukan pada ketinggian ℎ terhadap bidang spheroid, (𝑛) adalah

gravitasi normal atau gravitasi yang diukur pada bidang geoid. Nilai koreksi

percepatan gravitasi di titik pengukuran addalah (Blakely, 1996):

𝐾𝑔𝑓𝑎 = −0,3086 ℎ (18)

ℎ adalah ketinggian di atas permukaan laut, dimana persamaa 𝐾𝑔𝑓𝑎dalam mGal

dan ℎ dalam 𝑚.

6. Koreksi Bouguer (Bouguer correction)


14

Pada koreksi udara bebas dan gravitasi normal, pengaruh massa batuan di

bawah titik pengukuran belum diperhitungkan. Oleh karena itu dilakukan koreksi

Bouguer, karena pengaruh tarikan massa antara titik pengukuran dan datum geoid

yang akan mempengaruhi nilai percepatan gravitasi. Besar koreksi bouguer

dipengaruhi oleh rapat massa batuan dan ketinggian antara datum dengan titik

pengukuran (Burger, 1992). Persamaan koreksi bouguer adalah

𝐾𝑔𝑏 = 2 𝜋𝛾𝜌ℎ

𝐾𝑔𝑏 = 0,04192𝜌ℎ (19)

𝜌 adalah densitas rata-rata permukaan ( gr/ 𝑐𝑚3), 𝛾 adalah konstanta gravitasi 6,67

x 10−8 cgs unit, ℎ ketinggian titik ukur dengan datum (ketebalan slab) (Telford ddk,

1990). Hasil dari koreksi bouguer terhadap anomali udara bebas disebut dengan

anomali bouguer sederhana atau Simple Bouguer Anomaly (SBA).

7. Koreksi Medan (Terrain Correction)

Titik pengukuran yang berada dekat dengan lembah dan bukit akan

mempengaruhi nilai gravitasi. Ketika titik pengukuran dilakukan di dekat bukit atau

gunung, akan terdapat gaya ke atas yang menarik pegas pada gravimeter, sehingga

mengurangi nilai gravitasi (Reynolds, 1997).


15

(a) (b)

Gambar 4. Pengaruh bukit pada pengukuran gravitasi, (a) di bawahbukit,


(b) di atas bukit (Reynolds, 1997)

Sedangkan ketika pengukuran dilakukan di dekat lembah, pegas pada

gravimeter tertarik ke atas karena ada gaya ke bawah pada pegas yang hilang.

Gambar 5. Pengaruh lembah pada pengukuran gravitasi (Reynolds, 1997)

Karena ketidakrataan topografi yang mempengaruhi nilai gravitasi di titik

pengukuran, maka dilakukan koreksi medan. Dimana koreksi medan menggunakan

Hammer Chart yang dikelompokkan berdasarkan besar radius dari titik

pengukuran.

Gambar 6. Grafik koreksi medan (Reynolds, 1997)


16

E. Anomali Bouguer

Anomali adalah suatu perbedaan antara nilai gravitasi yang diamati atau

diukur yang dikoreksi, dan dilakukan pemodelan gravitasi di titik penelitian.

Anomali gravitasi bouguer digunakan dalam pemodelan dan pemetaan anomali

gravitasi bawah tanah. Anomali gravitasi digunakan dengan menafsirkan anomali

gravitasi regional terutama dalam bentuk peta. Dalam geofisika anomali untuk

menafsirkan variasi massa yang mencerminkan bawah permukaan bumi (Hinze

dkk, 2005).

Anomali bouguer adalah selisih nilai gravitasi pengamatan atau penelitian

(𝑔𝑜𝑏𝑠) dengan dengan nilai gravitasi teoritis (𝑔𝑛) pada titik pengamatan bukan

pada ellipsoid maupun permukaan laut (bidang referensi).Anomali bouguer dapat

bernilai positif ketika mengidentifikasikan kontras densitas yang besar pada bawah

permukaan, biasanya dapat terjadi jika titik pengukuran berada di samudra. Selain

itu, dapat bernilai negatif jika mengidentifikasi perbedaan densitas yang kecil dan

biasanya dapat terjadi ketika titik pengukuran dilakukan di darat (Blakely, 1995).

G observasi merupakan hasil dari data pengukuran gaya berat yang sudah

dikoreksi tinggi alat, pasang surut, drift, dan diikat terhadap 𝑔 ikat. Kemudian nilai

G observasi dilakukan koreksi lintang (𝑔𝑛), koreksi udara bebas koreksi (𝐹𝐴𝐶),

Bouguer Correction (𝐵𝐶), dan Terrain Correction (TC) sehingga dihasilkan

Anomali Bouguer Lengkap (CBA) dalam mGal, seperti persamaan berikut

(Blakely, 1995):

𝑔𝑜𝑏𝑠 = 𝑔𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 − 𝑔𝑘𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑙𝑎𝑡 − 𝑔𝑡𝑖𝑑𝑎𝑙 – 𝑔𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡 (20)

𝐶𝐵𝐴 = 𝑔𝑜𝑏𝑠 − 𝑔𝑛 − 𝑔𝐹𝐴 − 𝑔𝐵𝐶 + 𝑇𝐶 (21)


17

Dimana:

𝑔𝑟𝑒𝑎𝑑= nilai pembacaan gravitasi di titik pengukuran

𝑔𝑡𝑖𝑑𝑎𝑙= 𝐾𝑔𝑝𝑠 =koreksi pasang surut

𝑔𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡= 𝐾𝑔𝑎𝑝 =koreksi apungan

𝑔𝑛= 𝐾𝑔𝑛 = koreksi lintang atau koreksi normal

𝑔𝐹𝐴= 𝐾𝑔𝑓𝑎 =koreksi udara bebas

𝑔𝐵𝐶= 𝐾𝑔𝐵 koreksi bouguer

𝑇𝐶 = 𝐾𝑔𝑇= koreksi terrain

F. Penentuan Densitas Batuan dengan Metode Nettleton

Metode Nettleton merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui

densitas atau kepadatan suatu material bawah permukaan dalam metode gravitasi.

Metode ini dengan membuat lintasan titik-titik pengukuran gravimeter melintasi

fitur topografi, membuat variasi densitas sebagai densitas uji pada anomali Bougeur

di masing-masing titik pengukuran, kemudian dibuat grafik, dan nilai densitas dapat

ditentukan dengan memilih kurva variasi densitas yang memiliki korelasi minimum

dengan topografi. Fitur topografi yang dipilih harus memiliki setidaknya satu

pembalikan, yaitu diatas bukit, atau melintasi lembah (Nettleton, 1939).


18

Gambar 7. Profil densitas e, ION-19W, Washita County, Oklahoma.


Quatermaster Formation, Indicated Density ( Nettleton, 1939).

G. Reduksi Bidang Datar

Reduksi bidang datar dapat dilakukan degan dua metode, yaitu metode

ekivalen titik massa dan deret taylor. Pada metode sumber ekivalen titik massa yaitu

menentukan sumber ekivalen titik massa diskrit pada kedalaman tertentu, dan

dengan memanfaatkan data ABL di permukaan. Kemudian dilakukan perhitungan

medan gravitasi teoritis yang diakibatkan oleh titik tersebut pada bidang datar

dalam ketinggian tertentu. Anomali yang disebabkan oleh keberadaan sumber

ekivalen titik massa pada kedalaman ℎ dan pada bidang datar dengan ketinngian 𝑧

(Dampney,1969) adalah

(22)

Dimana Δ𝑔 (𝑥, 𝑦, 𝑧) adalah nilai anomali medan gravitasi di topografi, (𝛼, 𝛽,

ℎ) adalah distribusi kontras densitas pada bidang titik massa (𝑧 = ℎ), ℎ adalah

kedalaman sumber eivalen titik massadari sferoida, dan z adalah sumbu vertical

atau ketinggian bidang datar dari referensi sferoida.


19

Dari berbagai uji coba, didapatkan bahwa nilai (ℎ − 𝑧1) harus dipenuhi sesuai

dengan persaman (Dampney,1969):

2.5Δ𝑥 < (ℎ − 𝑧1) < 6Δ𝑥 (23)

Δ𝑥 adalah jarak rata-rata antar titik amat, ℎ adalah kedalaman ekuivalen titik

massa, dan 𝑧1 adalah elevasi titik pengamatan.

H. Analisa Spektrum

Analisis lebih lanjut, dilakukan dengan mendisplay amplitude-amplitudo

gelombang sebagai fungsi dari frekuensi. Secara matematis hubungan antara

gelombang s(t) yang akan diindentifikasi gelombang sinusnya (input) dan S(f)

sebagai hasil transformasi Fourier dinyatakan dalam persamaan berikut:



(𝑓) = ∫−∞ s(t)e − jωtdt 24)

Dimana j adalah √−1.

Blakelly (1996) dalam sibeau (2016) pada metode gravitasi, spektrum

diturunkan dari potensial gaya berat yang teramati pada suatu bidang horizontal

dimana transformasi Fouriernya sebagai berikut (Blakelly, 1996):

1 1 𝑒 −|𝑘|(𝑧0 −𝑧1 )
(𝑈) = 𝛾 𝜇 𝐹 dan F( ) = 2𝜋 |𝑘|
(25)
𝑟 𝑅

Dimana 𝑈 adalah Potensial gayaberat, 𝜇 adalah anomali rapat masa, 𝛾 adalah

konstanta gayaberat dan 𝑟 adalah jarak. Sehingga persamaannya menjadi:

𝑒 −|𝑘|(𝑧0 −𝑧1 )
(𝑈) = 2𝜋 𝛾 𝜇 |𝑘|
(26)

Berdasarkan persamaan tersebut, transformasi Fourier anomali gravitasi yang

diamati pada bidang horizontal diberikan oleh :


20

𝜕 1 𝜕 1
(𝑔𝑍 ) = 𝛾 𝜇 𝐹 ( )= 𝛾 𝜇 𝐹 (27)
𝜕𝑧 𝑟 𝜕𝑧 𝑟

(𝑔𝑍 ) = 2𝜋 𝛾 𝜇 𝑒 −|𝑘|(𝑧0 −𝑧1) (28)

Dimana 𝑔𝑧 adalah anomaly gayaberat, 𝑧0 adalah ketinggian titik amat, 𝑘 adalah

bilangan gelombang dan 𝑧 adalah kedalaman benda anomali.

Jika distribusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-

masing nilai gaya berat , maka μ=1 sehingga hasil transformasi Fourier anomali

gaya berat menjadi :

𝐴 = 𝐶 𝑒 −|𝑘|(𝑧0 −𝑧1 ) (29)

Dimana 𝐴 adalah amplitudo dan C adalah konstanta.

Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan

digunakan untuk memisahkan dan regional dan residual. Untuk mendapatkan

estimasi lebar jendela yang optimal dilakukan dengan cara men-logaritma-kan

spektrum amplitudo yang dihasilkan dari transformasi Fourier pada persamaan (13)

sehingga memberikan hasil persamaan garis lurus (Zuhelmi, 2017). Komponen k

menjadi berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.

berdasarkan persamaan garis lurus tersebut, dengan menggunakan regresi

linier maka akan diperoleh batas antara orde satu (regional) dengan orde dua

(residual), sehingga nilai 𝑘 pada batas tersebut digunakan sebagai penentu lebar

jendela. Hubungan panjang gelombang (𝜆)dengan komponen 𝑘 diperoleh dari

persamaan (Blakelly, 1996 dalam sebeau, 2016):


𝑎𝜋
𝑘=λ (30)

𝑘 = (𝑁 − 1)Δ𝑥 (31)

Dimana N adalah lebar jendela, maka didapatkan nilai estimasi lebar jendela.
21

Gambar 8 . Kurva Ln A terhadap k

Untuk estimasi kedalaman didapatkan dari nilai gradien persamaan garislurus dari

masing-masing zona.

I. Filter Moving Average

Moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai medan

anomalinya. Hasil perata-rataan ini merupakan medan anomali regionalnya,

sedangkan nillai medan anomali residual di peroleh dari selisiah antara medan

anomali total hasil observasi dengan nilai medan regionalnya. Secara matematis

persamaan moving average sebagai berikut;

∆𝑔(𝑖−𝑛)+...+∆𝑔(𝑖)+...+∆𝑔(𝑖+𝑛)
∆𝑔𝑟𝑒𝑔 (𝑖 ) = (32)
𝑁

𝑁−1
Dimana i adalah nomor stasiun, N adalah lebar jendela, N= dan ∆𝑔𝑟𝑒𝑔 adalah
2

besarnya anomali regional. Setelah didapatkan ∆𝑔𝑟𝑒𝑔 , maka harga ∆𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan:

∆𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 = ∆𝑔 − ∆𝑔𝑟𝑒𝑔 (33)


22

Dimana ∆𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 adalah besarnya anomali residual (Andari dkk, 2018).

J. Pemodelan ke Depan (Forward Modeling)

Pemodelan ke depan merupakan pemodelan untuk menyatakan data geofisika

yang diperoleh dengan cara coba-coba. Artinya bahwa pemodelan ke depan tidak hanya

mencakup perhitungan respons model, tetapi dilakukan dengan proses manual juga.

Kecepatan dan ketepatan pemodelan ini bergantung pada pengalaman subjektif

seseorang saat melakukan pemodelan. Selain itu parameter model awal dan perubahan

harga parameter model tersebut diperkirakan dengan baik agar dapat mendekati

keadaan sebenarnya (data). Dalam proses ini diperlukan informasi data geologi dan

geofisika untuk menentukan model awal. (Grandis, 2009).

Pemodelan ke depan berdasarkan Talwani et al (1959) yang menggunakan

pendekatan polygon sisi n. Keakuratan bergantung pada banyaknya jumlah sisi karena

semakin banyak jumlah sisi maka semakin dekat dengan bentuk anomali.

K. Sistem Panas Bumi ( Geothermal)

Sistem panas bumi merupakan sistem hidrotermal yang sudah ada sejak bumi

terbentuk. Sistem panas bumi tersebut meliputi sistem tata air, sistem proses pemanasan

di dalam bumi, dan kondisi sistem air yang terpanasi terkumpul pada suatu tempat.

Syarat sistem panas bumi adalah ketersediaannya air, batuan pemanas, batuan sarang,

dan batuan penutup (Alzwar, 1998).


23

Gambar 2.9 Sistem geothermal (Alzwar, 1998)

Sumber panas geothermal terdiri dari dapur magma (magma chambers), intrusi

batuan dan gradien temperatur. Pada daerah gunung api, sumber panas berasal dari

intrusi batuan atau dapur magma. Jika pada daerah lempeng tektonik aktif atau

cekungan sedimen, sumber panas berasal dari gradien temperatur.

Fluida panas yang berada di dalam reservoir hydrothermal berasal dari air

permukaan seperti air hujan (air meteorik) yang masuk ke bawah permukaan melalui

rekahan- rekahan ke dalam batuan permeable. Air tersebut berubah bersuhu tinggi (air

panas) karena perambatan panas secara konduksi melalui batuan sekitar dan secara

konveksi melalui fluida di sekitar (Basid et al., 2014).

Perambatan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas yang

mengalir dari tempat yang bersuhu tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, dengan

media penghantar yang tetap. Sedangkan perambatan panas secara konveksi terjadi

antara permukaan padat dengan fluida yang ada disekitar, dengan menggunakan media

penghantar berupa fluida.

Panas tersebut merambat hingga ke permukaan bumi berupa heat transfer dengan

cara konveksi jika transfer panas di bawah litosfer dan secara konduksi jika transfer

panas di litosfer. Transfer panas dengan cara konveksi melalui magma dan lelehan
24

batuan (molten rock) dimana temperatur magma sekitar 1000 ℃ kemudian berinteraksi

dengan batuan yang berada di dekat permukaan. Material geothermal dapat sampai ke

permukaan bumi jika terdapat zona permeable, material tersebut sebagai manifestasi

permukaan seperti, fumarol, hot spring, mud pool, geyser, dan lain-lain. Bagian atas

sumber panas (heat source) terdapat zona dengan porositas tinggi, yang ditutupi oleh

lapisan batuan yang bersifat permeabilitas rendah (cap rock) yang tidak dapat tembus

oleh fluida, seperti lempung yang hanya bisa menyerap fluida tapi tidak

meloloskannya. Zona tersebut sebagai reservoir geothermal (Firdaus et al., 2014).

Gambar 2.10 Model sistem geothermal. (1) sumber panas, (2) reservoir, (3)

lapisan penutup, (4) patahan, (5) daerah resapan (recharger area) (Putri et al, 2014)

Sistem panas bumi dikontrol oleh adanya sumber panas (heat source) berupa

plutonik, batuan berporos atau reservoir yaitu tempat terjebaknya uap, lapisan penutup

berupa batu lempung, keberadaan struktur geologi meliputi patahan, lipatan, collapse,

rekahan, dan ketidakselarasan, serta daerah resapan air (recharger area) (Putri et al,

2014).
25

L. Manifestasi Geothermal

Manifestasi geothermal yang berada di permukaan digunakan sebagai ciri adanya

keberadaan sistem geothermal di dalam bumi diantaranya adalah (Putri et al, 2014) :

a. Hot spring (mata air panas)

Air yang ke bawah permukaan, kemudian suhu air akan berubah meningkat

ketika bertemu dengan magma dan akan naik ke atas permukaan melalui rekahan pada

batuan.

b. Fumarol dan Solfatara

Merupakan tempat keluarnya gas-gas yang dihasilkan oleh gunungapi,.

Sedangkan solfatara merupakan fumarola yang mengeluarkan gas belerang (sulfur),

misalkan 𝑆𝑂2, 𝐻2𝑆, dan 𝑆.

c. Geyser

Geyser terbentuk dari celah yang terisi oleh air dari kawah. Air tersebut dapat

menyembur keluar karena besarnya akumulasi air di dalam celah, maka semakin tinggi

tekanan uap air yang menekan ke bawah.

d. Steaming ground (tanah beruap)

Uap panas berasal dari lapisan tipis yang dekat dengan permukaan, dimana

suhunya mendekati titik didihnya.

e. Lumpur panas

Umumnya mengandung sedikit uap panas dan ditemukan dalam keadaan

cair karena adanya proses kondensasi (pengembunan), terdapat gelembung karena

keluarnya gas 𝐶𝑂2.

f. Crater (kawah)
26

Terletak di daerah sekitar puncak gunung api, merupakan tempat

keluarnya gas dan lava.

g. Batuan alterasi

Terjadi karena adanya proses interaksi antara fluida panas bumi dengan

batuan asal.

Manifestasi geothermal pada Gunung Lawu yaitu pada sisi selatan dan barat

terdapat mata air panas, solfatara, dan fumarol. Berikut adalah profil manifestasi

geothermal di Gunung Lawu ( Amalisana et a.l, 2017)

Tabel 2.1 Profil Manifestasi Geothermal di Gunung Lawu


(Amalisana et al., 2017)
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Waktu penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan di sisi timur Gunung Lawu meliputi

Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa

Timur. Batas koordinat titik pengukuran dalam UTM longitude (Y) 9165905,152

m sampai 9150732,789 m, dan koordinat latitude (X) 528770,779 m sampai

520587,086 m.

Akuisisi data dilakukan pada tanggal 22 April 2019 sampai 24 April 2019.

Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Geofisika Fisika UNS. Data yang

diperoleh pada penelitian ini berjumlah 16 titik pengukuran dengan interval jarak

antar titik rata-rata 2600 m.

Gambar 11. Peta titik akuisisi data gravitasi sisi timur


Gunung Lawu

27
28

2. Kondisi Geologi dan Stratigrafi Lokasi Penelitian

Secara astronomis wilayah Gunung Lawu terletak diantara 7°29’56” LS

sampai 7°31’33,5” LS dan 111°2’47,4” BT sampai 111°15’BT. Gunung Lawu

termasuk dalam jalur api kuarter. Tonjolan morfologi Gunung Lawu dibentuk oleh

batuan terobosan, dan secara morfogenesis dipengaruhi oleh struktur lipatan dan

sesar.

Aktivitas Gunung Jabolarangan atau Lawu Tua berlangsung ketika Plistosen,

kemudian diikuti lereng utara gunung yang ambruk di sepanjang sesar Cemorosewu

pada pertengahan Plistosen. Kemudian terbentuk kerucut Lawu Muda karena

kegiatan magmatisma di pinggiran utara sesar.

Berdasarkan Peta Geologi lembar Ponorogo Jawa Tengah seperti pada

Lampiran 2, batuan yang berada di daerah Gunung Lawu dari tua ke muda yaitu

terdiri dari:

1. Tma, batuan terobosan andesit menunjukkan tektur porfiritik, subhedral. Batuan

ini terdiri dari andsine, ortoklas, kuarsa, mineral bijih. Sebagian feldspar pada

batuan berubah menjadi klorit dan lempung.

2. Tmn, formasi Nglanggran berupa runtuhan batuan gunung api berupa andesit

basal yang tersusun breksi gunung api dan batu pasir. Tebal formasi ini kurang

lebih 500 m.

3. Tmwl, formasi wonosari yang terdiri dari batu gamping terumbu dan kalkarenit,

dan berisisipan dengan batu gamping konglomerat dan napal.tebal formasi ini

adalah sekitar 75 m.
29

4. Qvjt, merupakan tuf Jabolarangan yang terdiri dari tuf lapili dan breksi

gamping. Tersebar di lereng bagian selatan dan tenggara Gunung Jabolarangan.

Batuan ini dihasilkan oleh Lawu tua atau Gunung Jabolarangan, memiliki tebal

rata rata 4-5 m.

5. Qvbt, Tuf Butak yang tersusun andesit berwarna coklat merah, berada di

tenggara Gunung Jabolarangan.

6. Qvbl, Lava Butak terdiri dari lava andesit berwarna hitam kelabu dan bersifat

porfiritik

7. Qvjb, Breksi Jabolarangan, terdiri dari breksi yang bersisipan dengan lava yang

keduanya tersusun oleh andesit.berada di puncak kompleks Lawu tua.

8. Qvsl, Lava Sidoramping terdiri dari lava yang tersusun oleh andesit berwarna

abu-abu tua porfiritik. Aliran lava pada umumnya ke arah barat

9. Qvjl, lava Jabolarangan yang terdiri dari lava andesit mengandung andesine,

kuarsa, feldspar dan sedikit homblenda. Aliran lava dari Gunung Jabolarangan

ke barat daya.

10. Qvl, batuan Gunungapi Lawu yang terdiri dari tuf dan breksi, bersisipan lava

yang tersusun oleh andesit.

11. Qval, lava anak yang berupa lava andesit yang mengalir dari Gunung Anak ke

arah timur laut.

12. Qvcl, lava Condrodimuko, terdiri dari lava andesit dari kawah Condrodimuko

ke arah barat daya. Sebaranya ke barat laut dibatasi oleh sesar turun yang

memotong Gunung Lawu, kemudian ke selatan oleh sesar Cemorosewu.


30

13. Qlla, lahar Lawu, komponen andesit, basalt dan sedikit batu apung yang

bercampur dengan pasir gunungapi.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu pengambilan data di lapangan

(akuisisi data) dan pengolahan data menggunakan software (processing data). Pada

tahap akuisisi data digunakan beberapa alat utama yaitu Gravimeter La Coste dan

Romberg tipe G- 1053.

Peralatan yang digunakan adalah:

1. Gravimeter La Coste dan Romberg tipe G-1053 digunakan untuk mengukur

nilai gravitasi dalam skala bacaan (count).

2. GPS Handheld, digunakan untuk mengukur posisi titik pengukuran, elevasi,

dan untuk mengetahui waktu pengukuran.

3. Peta geologi digunakan untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian

Data sheet dan alat tulis, digunakan untuk mencatat hasil pengukuran

4. Kompas,untuk penunjuk arah.

5. Peta SRTM Gunung Lawu, untuk melakukan koreksi terrain.

6. Payung, untuk melindungi alat gravimeter dari cahaya matahari dan hujan.

7. Software Microsoft Excel 2013, Oasis Montaj, Global Mapper,Grav_TC,

Matlab, dan Surfer, digunakan untuk mengolah data.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini digunakan metode gravitasi untuk mengetahui struktur lapisan

bawah permukaan tanah di daerah potensi panas bumi serta mengidentifikasi


31

struktur patahan pada struktur daerah penelitan. Adapun tahap dalam penelitian ini

yaitu survey pendahuluan, pengambilan data di lapangan dan pengolahan data

menggunakan software.

Dalam pengambilan data di lapangan terdapat format data di lapangan untuk

mencatat semua data yang diperlukan untuk pengolahan data, yaitu:

a) Nama titik pengamatan

b) Waktu (jam, menit, hari, dan tanggal pengamatan), cuaca dan operator

c) Ketinggian lokasi pengukuran

d) Pembacaan skala gravimeter

e) Keterangan saat pengukuran (gangguan yang muncul di sekitar pengukuran)

Tabel 2. Format pengambilan data di lapangan


Nama Waktu Skala Tinggi Posisi Elevasi
No. titik (GMT+7) bacaan alat (m) (Lintang (m) Keterangan
amat & Bujur)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Dst
32

Tahap- tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
33

Gambar 12. Flow chart penelitian

1. Survei Pendahuluan

Pada tahap awal penelitian dilakukan survei pendahuluan di lapangan yang

akan diteliti. Tujuannya untuk menentukan desain survei. Desain survei meliputi

jumlah target titik pengukuran, interval titik pengukuran, lokasi titik pengukuran
34

dan base. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pengecekan peralatan yang akan

digunakan berupa keadaan dan kelengkapan.

2. Akuisisi Data

Sebelum dilakukan pengukuran di daerah penelitian, dilakukan pengukuran

di titik ikat terlebih dahulu yang memiliki nilai gravitasi mutlak. Titik ikat atau base

station berada di depan gedung rektorat UNS. Teknik dalam akuisisi data gravitasi

dilakukan secara looping, artinya pengukuran pertama dan terakhir dilakukan di

base satation. Hal tersebut untuk menentukan kelelahan alat. Pengukuran titik ikat

awal pada tanggal 22 April 2019. Dan titik ikat akhir diukur pada tanggal 24 April

2019. Titik pengambilan data diusahakan di tempat datar dan terbuka agar alat

gravimeter dapat stabil dan GPS mudah menerima sinyal.

Pada hari pertama dilakukan pengambilan data pada titik Rektorat, B1, PG-

11 dan PG-9. Lokasi titik PG-11 yang berada di hutan dan pada dataran tinggi,

sehingga hanya memperoleh 5 titik. Pada hari kedua dilakukan pengukuran pada

titik PG-12, PG-13, PG-14, PG-15 yaitu pada Pos 2 jalur Cemoro Kandang, PG-1

dan PG-2. Pada hari ketiga pengukuran dilakukan pada titik PG-3, PG-4,PG-5, PG-

6, PG-7, PG-8, PG-10, dan Rektorat.

3. Pengolahan Data

Data gravitasi yang diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

a) Konversi nilai baca alat gravimeter


35

Hasil pengukuran gravitasi menggunakan alat gravimeter Gravimeter La

Coste dan Romberg tipe G-1053 dalam satuan skala (count). Maka dari itu agar

dapat dilakukan pengolahan berikutnya, perlu adanya konversi satuan dalam mGal.

Konversi tersebut menggunakan tabel konversi berdasarkan spesifikasi alat

gravimeter seperti pada Lampiran 1.

b) Reduksi data pengukuran gravitasi

Reduksi pada hasil pengukuran gravitasi dilakukan untuk menghilangkan

kesalahan atau noise yang terjadi saat melakukan pengukuran di lapangan. Reduksi

tersebut dilakukan dengan mengkoreksi data pengukuran yang sudah dikonversi.

Koreksi tersebut meliputi koreksi tinggi alat, pasang surut bumi, koreksi drift,

koreksi gravitasi normal atau koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi bouguer,

dan koreksi medan. Proses reduksi ini menggunakan MS. Excel, untuk menghitung

koreksi tidal digunakan software Grav_TC, dan koreksi terrain menggunakan

Software Global Mapper dan Oasis Montaj.

Secara matematis anomali gravitasi merupakan selisih antara medan gravitasi

observasi di topografi dengan medan gravitasi teoritis di titik pengukuran. Untuk

mendapatkan nilai ABL diperlukan koreksi Bougeur, dimana pada koreksi ini

dibutuhkan nilai densitas rata-rata batuan. Densitas rata-rata batuan pada topografi

yang bervariasi menggunakan metode Nettleton. Pertama yang dilakukan yaitu

mengoreksi data gravitasi sampai pada koreksi free air. Kemudian menentukan

variasi densitas uji, masing masing densitas uji digunakan untuk menghitung

koreksi Bougeur. Kemudian dihitung nilai Anomali Bougeur Sederhana (ABS).

Nilai ABS dengan variasi denitas dibuat grafik terhadap titik pengukuran. Grafik
36

topografi dibuat dengan memilih titik pengukuran yang memiliki variasi

ketinggian, minimal memiliki satu bukit atau satu lembah. Grafik ABS kemudian

dikorelasikan dengan grafik topografi. Grafik masing-msing densitas uji yang

memiliki korelasi terkecil, digunakan untuk densitas rata-rata batuan.

c) Pembuatan Peta Anomali Bouguer

Setelah dilakukan koreksi koreksi medan gravitasi, kemudian diperoleh nilai

Anomali Bouguer Lengkap (ABL). Data ABL kemudian dibuat peta anomali

bouguer menggunakan Software Surfer.

d) Reduksi Bidang Datar

ABL yang diperoleh masih berada pada topografi titik pengukuran. Maka dari

itu diperlukan reduksi bidang datar agar diperoleh nilai anomali pada ketinggian

yang sama. Reduksi ini dilakukan dengan menggunakan software Matlab.

e) Analisis Spektral

Tujuan dari analisis spektral adalah untuk mengestimasi nilai kedalaman

anomali dan untuk mengetahui nilai lebar jendela optimal. Lebar jendela tersebut

digunakan untuk pemisahan anomali regional dan anomali residual. Agar diperoleh

data jarak dan anomali Bougeur, maka dibuat lintasan pada peta kontur ABL

tereduksi bidang datar menggunakan software Oasis Montaj.

Data jarak dan anomali pada setiap lintasan kemudian dilakukan proses FFT

(Fast Fourier Transform) dalam domain spasial ∆𝑥 dengan menggunakan software

MS. Excel. Hasil dari proses tersebut merupakan nilai real dari imajiner setiap

lintasan yang kemudian diolah menggunakan software Microsoft Excel untuk

memperoleh nilai amplitudo (A), ln 𝐴, frekuensi (𝑓) serta nilai bilangan gelombang
37

(𝑘). Nilai ln 𝐴, diperoleh dengan melogaritma nilai amplitudo. Nilai frekuensi

bergantung pada domain spasial ∆𝑥. Nilai (𝑘) diperoleh dari hubungan antara

bilangan gelombang (𝑘) dengan frekuensi (𝑓).

Setelah nilai amplitudo (A), ln 𝐴, frekuensi (𝑓) serta nilai bilangan

gelombang (𝑘) diperoleh. Kemudian dibuat grafik hubungan ln 𝐴 dengan bilangan

gelombang (𝑘) seperti Gambar 2.8. Grafik tersebut digunakan untuk menentukan

kedalaman sumber anomali berdasarkan kemiringan (gradien) grafik. Bidang

diskontinuitas dari anomali regional diperlihatkan dari nilai gradien yang besar.

Sedangkan bidang diskontinuitas anomali residual ditunjukkan dari nilai gradien

yang kecil. Perpotongan kedua gradien tersebut disebut dengan bilangan

gelombang cut off (𝑘𝑐). Bilangan gelombang cut off sebagai dasar untuk

menentukan lebar jendela. Nilai kedalaman rata rata hasil regresi linear regional

dan residual digunakan untuk pemodelan struktur bawah permukaan.

f) Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Medan gravitasi dipengaruhi oleh densitas batuan. Medan gravitasi yang

dipengaruhi oleh batuan dangkal disebut dengan anomali residual. Sedangkan

anomali regional merupakan anomali medan gravitasi yang dipengaruhi oleh batuan

dalam. Pada pengukuran medan gravitasi di lapangan, semua medan gravitasi dari

berbagai sumber terukur oleh alat gravimeter. Maka dari itu dilakukan pemisahan

anomali regional dengan residual untuk dilakukan proses selanjutnya. Pada

penelitian ini, pemisahan anomali regional dan residual menggunakan metode

moving average menggunakan software oasis montaj. Pertama yang dilakukan

yaitu dengan menginput data anomali bouguer kemudian nilai lebar jendela sebagai
38

input pemisahan pada software Surfer. Hasil pemisahan berupa anomali regional,

kemudian dilakukan pengurangan ABL dengan anomali regional dengan

menggunakan gridmath software surfer.

g) Membuat grafik anomali medan gravitasi dengan jarak

Setelah diperoleh anomali regional dan residual, maka dilakukan slicing pada

peta residual agar diperoleh nilai jarak dan nilai anomali Bougeur yang berada pada

peta residual tersebut. Data tersebut di buat grafik agar dapat digunakan sebagai

anlisa sescra kualitatif mengenai keberadaan patahan.

Perbedaan kontras densitas batuan yang signifikan mengindifikasi adanya

zona patahan atau sesar. Fluktuasi nilai anomali positif ke negatif yang signifikan

dikontrol oleh struktur sesar, sedangkan perubahan nilai anomali yang relative kecil

dikontrol oleh struktur lipatan pada batuan sedimen (Sota, 2011).

h) Pemodelan Bawah Permukaan

Pemodelan yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah dengan metode

forward modeling 2D atau pemodelan kedepan menggunakan software Oasis

Montaj. Pertama yang dilakukan adalah menginput data jarak dan data anomali

residual berdasarkan slice atau lintasan dengan software Oasis Montaj. Kedalaman

maksimum pemodelan diketahui pada rata-rata nilai kedalaman anomali residual.

4. Interpretasi data

Interpretasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Interpretasi secara

kualitatif dilakukan dari grafik jarak dan anomali Bougeur pada peta residual hasil

dari pemisahan peta ABL yang tereduksi bidang datar. Sedangkan interpretasi

kuantitatif dari pemodelan bawah permukaan.


39

5. Kesimpulan

Dari hasil interpretasi yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan berupa

pernyataan mengenai identifikasi struktur bawah permukaan di daerah potensi

panas bumi dan diskontinuitas berupa patahan pada struktur bawah permukaan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Nilai Percepatan Gravitasi Observasi

Nilai percepatan gravitasi yang terbaca pada gravitimeter antara 1.200 sampai

1.600. Nilai tersebut dikonversi dalam satuan mGal sesuai pada tabel nilai konversi

Lacoste & Romberg G-1053 seperti pada Lampiran 1. Kemudian dilakukan koreksi

data berupa koreksi tinggi alat, koreksi tidal, koreksi drift, dan diperoleh nilai

perceptan gravitasi observasi.

Gambar 13. (a) Peta topografi daaerah penelitian (b) Peta nilai medan
gravitasi observasi di daerah penelitian

Daerah penelitian memiliki ketinggian terendah 400 m berada di daerah

pemukiman warga dan ketinggian terbesar adalah 2.600 m di daerah kawah

Candaradimuka. Nilai gravitasi observasi yang diperoleh yaitu antara 977.660

mGal sampai 978.080 mGal. Pada gambar 4.1 terlihat perbedaan antara peta

topografi dengan peta medan gravitasi observasi. Dapat dilihat bahwa semakin

besar nilai ketinggian titik pengukuran, maka nilai medan gravitasi observasi yang

40
41

diperoleh semakin kecil, dan sebaliknya. Hal tersebut terjadi karena pengaruh jarak

antara titik pengukuran terhadap inti bumi sebagai pusat gaya gravitasi. Sesuai

dengan Hukum Gravitasi Newton pada persamaan (1) yaitu gaya gravitasi

berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak titik pengukuran terhadap pusat

gravitasi.

B. Penentuan Densitas Rata-Rata Batuan

Sebelum memperoleh nilai Anomali Bougeur Lengkap (ABL), dilakukan

reduksi pada nilai gravitasi observasi yaitu koreksi lintang, koreksi free air, koreksi

Bougeur dan koreksi terrain. Koreksi Bougeur dapat dilakukan apabila mengetahui

nilai densitas rata-rata batuan. Pada penelitian ini, menggunakan Metode Nettleton

untuk memperoleh nilai densitas rata-rata batuan dengan nilai uji densitas 2 gr/cc,

2,15 gr/cc, 2,.25 gr/cc, 2,35 gr/cc, dan 2,55 gr/cc. Metode Nettleton digunakan

karena daerah penelitian berupa dataran tinggi dan memiliki variasi ketinggian.

Densitas rata-rata batuan dapat diketahui dengan membuat profil topografi dan

anomali Bougeur sederhana serta dengan memvariasikan nilai densitas pada koreksi

Bougeur. Metode ini didasarkan pada korelasi antara perubahan nilai gaya berat

terhadap elevasi. Nilai densitas yang tidak berkorelasi dengan topografi adalah nilai

densitas yang dipilih, atau densitas yg memiliki nilai korelasi terkecil adalah nilai

densitas yang dipilih.


42

Gambar 14. Profil Topografi

Gambar 15. Grafik estimasi rapat massa dengan Metode Nettleton


43

Gambar 16. Grafik hubungan antara densitas terhadap nilai korelasi

Dari grafik Gambar 15 untuk mengetahui nilai densitas yang tidak berkorelasi

dengan topografi mengalami kesulitan, karena perbedaan garis yang tidak

signifikan. Maka dari itu dilakukan dengan mencari nilai korelasi terkecil dengan

membuat grafik linear pada masing-masing densitas. Kemudian dibuat grafik antara

densitas dengan nilai korelasi seperti Gambar 16. Nilai korelasi terkecil (mendekati

0) yang dipilih, karena dengan nilai korelasi yg kecil menandakan bahwa adanya

perubahan ketinggian tidak banyak berpengaruh pada perubahan nilai anomali

Bougeur. Pada penelitian ini diperoleh nilai densitas rata- rata batuan yaitu 2,35

gr/cc. Berdasarkan informasi geologi dan densitas rata-rata batuan, Gunung Lawu

sebagian besar tersusun oleh batuan andesit.

C. Anomali Bougeur Lengkap (ABL)

ABL yang sudah diperoleh kemudian dibuat peta kontur seperti pada Gambar

17. Berdasarkan gambar peta ABL, dapat dilihat bahwa nilai anomali terendah

adalah 68 mGal, dan anomali tertinggi bernilai 112 mGal.


44

Gambar 17. Peta Anomali Bougeur Lengkap (ABL)

Adanya variasi respon batuan bawah permukaan yang disebabkan perbedaan

berat jenis batuan bawah permukaan, mengakibatkan adanya variasi gradasi warna

yang menunjukkan tingkat besar kecilnya anomali Bougeur. ABL merupakan

selisih nilai medan atau percepatan gravitasi pada titik pengamatan dengan nilai

medan gravitasi teoritis. Selisih tersebut dapat menggambarkan variasi rapat massa

batuan yang berada di bawah permukaan.

Berdasarkan gambar 17 dapat dilihat bahwa anomali tinggi ditunjukkan

dengan kontras warna orange sampai putih, berada di arah barat daya dengan nilai

anomali Bougeur antara 96 mGal sampai 112 mGal. Anomali sedang tersebar di

daerah tengah, ditujukkan dengan warna kuning hingga biru toska memiliki nilai

anomali bogeur antara 80 mGal sampai 94 mGal. Anomali rendah ditunjukkan

dengan warna biru sampai hitam yang tersebar pada arah timur laut, dengan nilai

anomali Bougeur 68 mGal sampai 78 mGal.


45

D. Reduksi Bidang Datar

Nilai ABL yang diperoleh berada pada ketinggian topografi titik pengukuran.

Sebelum dilakukan pemisahan dengan Moving Average, dilakukan reduksi bidang

datar. Hasil dari reduksi bidang datar menggunakan Software Matlab seperti pada

gambar 18 berikut:

Gambar 18. Peta ABL terreduksi bidang datar

Reduksi bidang datar dilakukan dengan metode sumber ekuivalen titik massa

(Dampnay, 1969). Dimana jarak antar titik amat sebesr 2.600 m, kedalaman

ekuivalen titik massa 9.000 m, dan dan ketinggian bidang datar sebesar 2.352 m

dari referensi spheroid. Pada gambar 4.6 jika dibandingkan dengan peta ABL

terlihat bahwa ABL yang sudah tereduksi memilki lebih banyak daerah yang

memilki anomali tinggi. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh topografi. Ketika
46

nilai ABL berada di ketinggian lebih dari 2.352 m, maka ketinggian tersebut akan

dikurangi sampai ke bidang datar 2.352 m. Nilai ABL bertambah besar karena

semakin dekat dengan pusat bumi. Ketika ABL berada dibawah 2.352 m, maka

ketinggian tersebut harus ditambah sampai 2.352 m. Nilai ABL berubah lebih kecil

karena menjauhi pusat bumi. Nilai ABL yang sudah direduksi bidang datar juga

mengalami perubahan yaitu menjadi 82 mGal sampai 132 mGal.

Nilai anomali yang tinggi dengan kontras warna orange hingga putih berada di

sebelah selatan dan utara daerah penelitian. Dimana daerah tersebut terdapat

densitas batuan yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Batuan terebut diduga

adalah lava Gunung Lawu yang tersebar di daerah utara dan selatan hasil dari

aktivitas vulkanik Lawu. Anomali rendah berada di derah timur laut di daerah

gunung anak. Sehingga diduga pada daerah ini terdapat batuan sedimen, hasil

sedimentasi batuan intrusi berkomposisi andesit pada masa Miosen akhir sampai

Plistosen.

E. Analisis Spektral

Analisis spektral digunakan untuk mengestimasi nilai kedalaman anomali

serta mengetahui nilai lebar jendela (window) optimal untuk pemisahan anomali

regional dan residual. Peta ABL yang diperoleh, dilakukan slicing untuk

mendapatkan data anomali Bougeur dan jarak yang kemudian dilakukan proses

FFT. Pada penelitian ini dilakukan lima slicing pada peta ABL dengan software

oasis, yang ditunjukkan pada Gambar 19.

Data yang digunakan setelah melakukan slicing yaitu nilai anomali Bougeur,

yang kemudian dilakukan Fast Fourier Transform (FFT) di Ms. Excel. Hasil dari
47

FFT berupa bilangan kompleks, sehingga harus dihitung nilai absolute pada

masing-masing bilangan kompleks tersebut. Sample interval, atau domain spasi

(∆𝑥) yang digunakan yaitu 225 m, dengan jumlah data pada proses FFT adalah 64

data. Sehingga panjang slicing analisis spektral adalah 14.625 m. Dari data tersebut

dapat diketahui nilai frekuensi yang tergantung pada domain spasi, kemudian nilai

bilangan gelombang (𝑘) dicari dengan persaman (2.30). Nilai Ln (A) diketahui

dengan menghitung Ln pada nilai FFT absolut. Kemudian dibuat grafik antara

bilangan gelombang (𝑘) dengan Ln(A) pada masing masing slice.

Gambar 19. Slicing peta ABL pada analisis spektral


48

1. Hasil Analisis Spektral pada Slice A-A’

Gambar 20. Grafik hubungan Ln(A) dengan bilangan gelombang (𝑘)


pada slice A-A’

Berdasarkan Gambar 20, estimasi kedalaman anomali regional hasil analisis

spektral pada slice A-A’ sebesar 6.678,6 m, dan kedalaman anomali residual

sebesar 325,03 m.

2. Hasil Analisis Spektral pada Slice B-B’

Gambar 21. Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang (𝑘)


pada slice B-B’
49

Hasil analisis spektral pada slice C-C’menunjukkan bahwa kedalaman

anomali regional sebesar 4.557,4 m, dan kedalaman anomali residual sebesar

233,08 m.

3. Hasil Analisis Spektral pada slice C-C’

Gambar 22. Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang (𝑘)


pada slice C-C’

Hasil analisis spektral pada slice C-C’menunjukkan bahwa kedalaman

anomali regional sebesar 4.557,4 m, dan kedalaman anomali residual sebesar

233,08 m.

4. Hasil Analisis Spektral pada slice D-D’

Gambar 23. Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang (𝑘)


pada slice D-D
50

Berdasarkan Gambar 23 hasil analisis spektral pada slice D-D’, dapat

diketahui nilai kedalaman anomali regional sebesar 6.862,6 m, dan kedalaman

anomali residual sebesar 294,64 m.

5. Hasil Analisis Spektral pada slice E-E’

Gambar 24. Grafik hubungan Ln(A) terhadap bilangan gelombang (𝑘)


pada slice E-E’

Hasil dari analisis spektral pada slice E-E’ menunjukkan bahwa nilai

kedalaman anomali regional 9.706,5 m, dan kedalaman anomali residual sebesar

339,45 m.

Dari hasil analisis spektral slice A-A’ sampai slice E-E’ diperoleh estimasi

kedalaman anomali regional dan anomali residual. Data tersebut selanjutnya

diproses untuk mendapatkan nilai bilangan gelombang cut off (𝑘𝑐) dan lebar jendela

(𝑁) dengan persamaan (2.32). Rata-rata lebar jendela (𝑁) pada ke lima slice

digunakan untuk pemisahan anomali regional dan residual dengan moving average.

Tabel 4. Kedalaman Anomali pada ke-lima Lintasan


51

Hasil dari analisis spektral, menunjukan bahwa rata-rata kedalaman anomali

regional sebesar 6.958,50 m, dan kedalaman rata-rata anomali residual sebesar

391,56 m. Rata-rata nilai kedalaman residual akan digunakan sebagai kedalaman

maksimum ketika melakukan pemodelan. Karena target pada penelitian ini adalah

struktur dangkal atau lokal. Hasil perhitungan bilangan gelombang cut off (𝑘𝑐),dan

lebar jendela (𝑁) ditunjukkan pada tabel 4.3. Lebar jendela yang digunakan saat

melakukan pemisahan anomali sebesar 29. Besarnya lebar jendela dipengaruhi oleh

besar kecilnya nilai bilangan gelombang cut off (𝑘𝑐). Dimana hubungan antara cut

off (𝑘𝑐), dan lebar jendela (𝑁) berbanding terbalik. Sedangkan besar kecilnya cut

off (𝑘𝑐) dipengaruhi oleh kedalaman anomali regional dan residual hasil analisis

spektral.

Tabel 5. Bilangan gelombang cut off (𝑘𝑐), dan lebar jendela (𝑁)
No Lintasan Cut Off Lebar jendela
1 A-A’ 0,001007 27,74
2 B-B’ 0,001104 25,30
3 C-C’ 0,001284 21,77
4 D-D’ 0,000881 31,71
52

5 E-E’ 0,000694 40,24


Rata-rata 0,000994 29,35

F. Pemisahan Anomali dengan Moving Average

Prinsip pada pemisahan moving average yaitu dengan merata-rata nilai nilai

anomali. Pemisahan anomali dilakukan dengan software surfer dengan menginput

grid ABL dan lebar jendela (window) sebesar 29. Hasil dari pemisahan ini adalah

anomali regional. Anomali residual didapatkan dengan melakukan pengurangan

ABL dengan anomali regional menggunakan gridmath pada surfer.

Gambar 25. Peta anomali (a) regional (b) residual hasil dari filter
moving average

Dari Gambar 25 (a) anomali regional terlihat lebih smooth dari peta ABL

tereduksi bidang datar. Hal ini disebabkan karena filter moving average merupakan

low pass filter, dimana pemisahan dilakukan pada anomali yang mempunyai

frekuensi rendah. Sehingga dihasilkan peta anomali regional yang memilki ciri

frekuensi rendah. Anomali regional merupakan anomali yang bersumber pada


53

bagian dalam bumi. Pada penelitian ini rata rata kedalaman anomali regional yaitu

pada 6.958,50 m dengan besar anomali gravitasi 84 mGal sampai 128 mGal.

Gambar 25 (b) Peta anomali residual yang menggambarkan anomali pada

kedalaman yang dangkal rata-rata 391,56 m dengan variasi nilai anomali dari -5

mGal sampai 5,5 mGal. Terlihat gradasi warna yang lebih sederhana, luasan

anomali tinggi dan rendah lebih kecil. Sedangkan pada anomali sedang berwarna

hijau tersebar lebih luas. Hal tersebut karena anomali yang berada pada kedalaman

yang dangkal dicerminkan pada panjang gelombang yang lebih pendek dan

frekuensi yang tinggi. Sehingga dari anomali residual dapat diketahui struktur

geologi yang lebih detail. Anomali rendah berada pada empat titik yang ditunjukkan

dengan warna biru yaitu antara -5 mGal sampai -1,5 mGal. Anomali sedang tersebar

disisi tengah, ditunjukkan dengan warna hijau, yaitu antara -1 mGal sampai 1 mGal.

Anomali tinggi ditunjukkan pada warna kuning hingga merah dengan nilai antara

1,5 mGal sampai 5,5 mGal. Nilai minus pada anomali residual mengidentifikasi

terdapat batuan yang memiliki densitas yang rendah dari batuan sekitarnya

G. Analisis Kualitatif Pada Grafik Jarak dengan Anomali Bougeur

Anomali residual yang sudah di peroleh kemudian di lakukan slicing pada

daerah yang memilki kontras nilai anomali bouguer yang signifikan. Pada

penelitian ini dilakukan tiga slicing seperti pada Gambar 26. Kontras gradasi warna

yang menunjukkan adanya kontras densitas batuan, tersebar pada daerah tepi

penelitian, dan diduga terdapat sesar atau patahan yang mengkibatkan perbedaan

nilai anomali yang signifikan


54

Gambar 26. Slicing pada peta residual untuk analisis kualitatif patahan

Gambar 27. Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak


antar titik pada slice 1A-1A’
55

Gambar 28. Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak


antar titik slice 2A-2A’

Gambar 29. Grafik hubungan antara anomali residu dengan jarak


antar titik slice 3A-3A’

Pada Gambar 4. 15 dapat dilihat terdapat dua pahan pada slice 1A-1A. Pada

Gambar 4.16 terdapat tiga patahan sepanjang slice 2A-2A’. Hal ini terjadi karena

slice tersebut melintasi empat daerah dengan kontras anomali yang besar. Pada

Gambar 4.17 diduga terdapat satu patahan sepanjang lintasa 3A-3A’.


56

H. Pemodelan Bawah Permukaan

Pemodelan pada penelitian ini menggunakan metode forward modelling 2D

dengan Software Geosoft Oasis Montaj. Dilakukan slicing pada peta anomali

residual, lintasan slice diusahakan melintasi jalur patahan dan memilki nilai trial

and error yang kecil. Kedalaman maksimum pada pemodelan yang digunakan yaitu

sekitar 391,564 m sesuai pada hasil analisis spektral. Prinsip pada pemodelan ini

yaitu menginput nilai densitas berdasarkan informasi geologi daerah penelitian, dan

trial and eror.

Gambar 30. Lintasan pemodelan pada peta anomali reisudal


57

Gambar 31. Pemodelan bawah permukaan pada slice F-G


Pemodelan bawah permukaan pada Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa pada

lintasan ini terdapat satu patahan naik dan satu patahan turun. Kedalaman

pemodelan ini sebesar 348 m dari bawah ellipsoid dan 687 m di atas ellipsoid.

Lapisan pertama pemodelan dengan berat jenis batuan 2,43 gr/cc sampai 2,48 gr/cc

adalah batuan Tuff dan Breksi hasil dari erupsi Gunung Lawu Tua atau

Jabolarangan. Batuan tersebut termasuk pada formasi batuan Gunungapi Lawu

(Qvl) bersisipan lava andesit. Formasi (Qvl) tersebut berada pada kedalaman

ratarata 452,85 m sampai 687 m diatas ellipsoid. Pada lapisan kedua dengan

densitas batuan 2,63 gr/cc sampai 2,7 gr/cc merupakan batuan Breksi. Batuan

tersebut termasuk pada formasi batuan Breksi Jabolarangan (Qvjb) dengan

bersisipan lava andesit. Kedalaman batuan breksi (Qvjb) rata-rata 90,55 m dibawah

ellipsoid sampai 452,26 m diatas ellipsoid. Lapisan ketiga dengan kedalaman rata-

rata 90,55 m sampai 86,80 m dibawah ellipsoid, merupakan batu Lempung dengan

densitas 2,38 gr/cc, dan batuan pasir (sandstone) dengan densitas 2,46 gr/cc.
58

Batuan lempung dan batu pasir tersebut termasuk pada formasi semilir (Tms). Nilai

trial and error pada pemodean slice F-G adalah 0,218, nilai trial error yang

semakin kecil menandakan bahwa pemodelan struktur yang dibuat hampir

mendekati struktur batuan sebenarnya.

Gambar 32. Pemodelan bawah permukaan pada slice H- I

Gambar 32 menunjukkan pemodelan bawah permukaan pada lintasan atau

slice H-I menunjukkan terdapat tiga patahan turun. Terdapat batuan GunungApi

(Qvl) yaitu Tuff dan Breksi dengan densitas 2,22 gr/cc dan 2,43 gr/cc. Kedalaman

formasi ini 336,29 m sampai 321 m diatas ellipsoid. Lapisan kedua dengan densitas

2,68 gr/cc tersusun oleh batuan Breksi termasuk formasi Breksi Jabolarangan

(Qvjb) dengan kedalaman 116,20 m diatas ellipsoid sampai 105,74 m dibawah

ellipsoid. Lapisan ke tiga terdapat batu Lempung dengan berat jenis 2,35 gr/cc,

batuan Lempung tersebut termasuk formasi semilir (Tms) berada pada kedalaman

105,74 m sampai 385,27 m dibawah ellipsoid. Pada lintasan pemodelan ini terdapat
59

batu Pasir yang tersebar dengan berat jenis 1,64 gr/cc. Dan terdapat batu Apung

dengan berat jenis 2,02 gr/cc. Batu pasir dan batu apung tersebut termasuk formasi

semilir (Tms). Terdapat batuan Lava Sidoramping berada didekat patahan

denganberat jenis 2,85 sampai 2,87 gr/cc. Nialai trial and error pada pemodelaan

lintasan H-I adalah 0,225.

Gambar 33. Pemodelan bawah permukaan pada slice 3B-3B’

Gambar 33 adalah pemodelan bawah permukaan tanah pada lintasan J-K

dengan ditemukan satu patahan turun. Lapisan pertama terdapat batuan Tuff dan

Breksi dengan densitas 2,46 gr/cc dengan kedalaman rata-rata 233 m sampai 432 m

diatas ellipsoid. Batuan tersebut termasuk pada formasi Gunungapi (Qvl). Lapisan

kedua terdapat batuan Breksi Jabolarangan (Qvjb) dengan kedalaman rata-rata

125,68 m dibawah ellipsoid sampai 243 m diatas elipsoid. Terdapat batuan Lava

Andesit diantara lapisan pertama dan kedua dengan densitas 2,92 gr/cc. Lava ini

berasal dari erupsi Gunung Lawu muda. Lapisan ketiga terdapat batu Lempung
60

dengan densitas 2,32 gr/cc dengan kedalaman 139,86 m sampai 376,35 m dibawah

ellipsoid. Nilai trial and erorr pada pemodelan lintasan J-K adalah 0,148.

Dari pemodelan bawah permukaan yang diperoleh dari tiga lintasan, potensi

geothermal diduga berada pada daerah lintasan kedua yaitu lintasan H-I. Dimana

pada daerah tersebut terdapat batuan batuan lava Andesit yang memiliki densitas

2,85 gr/cc sampai 2,97 gr/cc. Batuan Lava andesit diduga sebagai batuan penutup

yang bersifat impermeable yang menjulang didekat patahan kedua pada lintasan HI.

Terdapat batu Apung yang memiliki densitas rendah 2,02 gr/cc sebagai batuan yang

memiliki permeabilitas yang baik. Permeabilitas suatu batuan merupakan tolak

ukur kemampuan batuan dalam mengalirkan fluida dan sebagai parameter dalam

menentukan kecepatan aliran fluida dalam batuan yang berpori ataupun batuan

rekahan. Patahan ketiga dari pemodelan lintasan H-I sebagai tempat air masuk

(resapan air/recharger area) kemudian melewati batuan permeable. Air yang masuk

kedalam terpanaskan oleh batuan panas yang ada dibawahnya mengakibatkan

temperature menjadi tinggi sehingga air tersebut dapat naik keatas. Sehingga air

yang berasal dari pemukaan memiliki berat jenis yang lebih ringan akan turun

kebawah. Pada patahan tersebut terdapat proses transfer panas secara konveksi pada

fluida. Diduga fluida panas yang mengalir pada patahan ke tiga, mengakibatkan

adanya transfer panas secara konduksi pada batuan sekitarnya. Sehingga densitas

pada batuan tersebut menjadi kecil, karena temperatur yang tinggi mempengaruhi

pembentukan pori pada batuan.


61

Gambar 34. Overlay peta geologi gunung lawu lembar ponorogo


dengan peta slicing patahan anomali residual

Pada interpretasi kualitatif diperoleh enam patahan yang jumlahnya sama

dengan interpretasi kuantitatif yaitu berupa pemodelan bawah permukaan tanah.

Jika dibandingkan dengan peta geologi seperti pada Gambar 34, slice F-G

melintasi satu patahan dimana pada interpretasi kualitatif dan kuantitatif diperoleh

dua patahan. Posisi patahan pada peta geologi yang terlewati oleh slice F-G adalah

pada koordinat 9156284,397604 m (Y) 520888,999654 m (X). Sedangkan pada

penelitian ini, diperoleh posisi patahan pertama pada koordinat UTM longitude (Y)

9154163,49603 m dan latitude (X) 522490,270865 m. Posisi patahan kedua berada

pada longitude (Y) 9152026, 55639 m dan latitude (X) 525476.837119 m.

Pada peta geologi slice H-I melintasi tiga patahan, seperti pada interpretasi

kualitatif dan kuantitatif. Posisi patahan pertama, kedua dan ketiga pada peta

geologi berturut-turut yaitu 9161699,680531 m (Y) 527846,974802 m (X),

9158964,076619 m (Y) 527635,412495 m (X), dan 9152624,895017 m (Y)


62

527028,148285 m (X), Sedangkan pada penelitian ini diperoleh tiga patahan

dengan posisi koordinat UTM longitude (Y) 9158260,16289 m latitude (X)

528037,126575 m, patahan kedua pada koordinat 9155319,78247 m (Y).

527994,044078 m (X), dan patahan ketiga pada koordinat 9152261,78682 m (Y)

527949,238281 m (X).

Sedangkan pada slice J-K pada peta geologi melintasi tiga patahan, dimana

pada interpretasi kualitatif dan kuantitatif hanya diperoleh satu patahan. Posisi

patahan pada peta geologi dalam koordinat UTM adalah 9167542,163475 m (Y)

522547,704702 m (X), 9166884,342707 m (Y) 522967,402997 m (X), dan

9165199,277563 m (Y) 526011,538937 m (X). Sedangkan pada penelitian ini

posisi patahan yaitu pada koordinat 9164698,27519 (Y) 523949,378955 (X).

Perbedaan jumlah patahan antara peta geologi dengan interpretasi kualitatif

dan kuantitatif dapat terjadi karena pergerakan lempeng di bawah permukaan

sehingga akan terjadi pergerakan atau pergeseran, membentuk patahan baru, atau

tertimbunnya patahan yang lama. Selain itu dapat terjadi karena perbedaan

kedalaman patahan, di peta geologi tidak di ketahui kedalaman terdapatnya

patahan, sedangkan pada penelitian ini hanya menginterpretasi struktur geologi

pada kedalaman 2.352m diatas ellipsoid dan kurang dari 400m dari bawah ellipsoid.

Sehingga terdapat sedikit perbedaan geologi pada peta geologi yang pembuatanya

pada tahun 1997, dengan hasil penelitian dilakukan pada tahun 2019.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil processing data gravitasi yang diperoleh dan informasi geologi,

dapat di simpulkan bahwa:

1. Ditemukan adanya lima patahan turun dan satu patahan naik. Patahan naik dan

satu patahan turun berada di lintasan F-G, tiga patahan turun terdapat pada

lintasan H-I, dan satu patahan turun terdapat pada lintasan J-K. Struktur geologi

penyusun Gunung Lawu yaitu Tuff dan Breksi (Qvl), Breksi Jabolarangan

(Qvjb), Batuan beku berupa batu Apung (Tms), serta batuan Sedimen berupa

batu lempung, dan batu Pasir termasuk formasi Semilir (Tms), dan batuan lava

andesit.

2. Diduga terdapat sistem geothermal pada arah tenggara daerah penelitian.

Tepatnya pada lintasan H-I. Potensi geothermal tersebut didasarkan pada hasil

pemodelan patahan dan struktur geologi yang diperoleh.

B. Saran

Saran yang diberikan penulis untuk memperkuat hasil penelitian agar sesuai

dengan keadaan sebenarnya, maka perlu adanya:

1. Kajian lanjut mengenai struktur bawah permukaan dan letak potensi

geothermal secara pasti, dan perlu adanya penelitian dengan metode geofisika

yang lain, agar diperoleh korelasi antar metode sehingga dapat diketahui

struktur batuan yang lebih kecil maka interpretasi dapat mendekati pada

keadaan sebenarnya

63
64

2. Tambahan titik atau data akusisi graviti pada daerah penelitian. Sebaran titik

pengukuran gravity yang lebih rapat dan merata akan menghasilkan keakuratan

hasil dan interpretasi.


DAFTAR PUSTAKA

A’la, M., 2016, Pemodelan anomaly gravitasi daerah manifestasi panas bumi
Parangwedang Bantul DIY, Skripsi, UIN Sunan Klijaga Jogjakarta,
Yogyakarta.

Alzwar, M., 1998, Pengantar ilmu gunungapi, Penerbit Nova, Bandung.

Amasid, A., Andrini, N., dan Arfiyaningsih, A., 2014, Pendugaan reservoir sistem
panas bumi dengan menggunakan survey geolistrik, resistivitas dan self
potensial, Jurnal Neutrino, 7(1).

Blakely, R. J., 1996, Potential theory in gravity and magnetic applications,


Cambridge University Press, New York.

Burger, R.H., 1992, Exploration geophysics of the shallow subsurface, Prentice


Hall, New Jersey.

Chamoli, A., and Dimri, V. P., 2010, Spectral analysis of gravity data of NW
Himalaya, EGM 2010 International Workshop, Italy, April 13-14, 2010

Dampnay, C.N.G., 1969, The equivalent source technique, Journal Geophysics,


34(1).

Dermawan, A., 2010, Rekonseptulasi dan pemrograman reduksi data gravitasi


serta pemetaan koordinat teratur (gridding) menggunakan bahasa
pemrograman visual basic, Skripsi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Firdaus, A., Harmoko, U., dan Widada, S., 2014, Pemodelan steady state sistem
panas bumi daerah sumber air panas Diwak-Derakan dengan menggunakan
software Hydrotherm 2.2, Youngster Physics Journal, 3, p. 243-250.

Grandis, H., 2009, Pengantar pemodelan inversi, HAGI, Jakarta.

Hardiyansyah, B.W., 2016, Identifikasi struktur bawah permukaan daerah panas


bumi TG-11 dengan menggunakan metode gaya berat, Skripsi, Universitas
Lampung, Lampung.

Hinze, W.J., Aiken, C., Brozena, J., Coakley, B., Dater, D., Flanagan, G. And
Winester, D., 2005, New standards for reducing gravity data: the
northAmerican gravity database, Journal Geophysics, 70(4).

Longman, I. M., 1959, Formula for computing acceleration due to the Moon and
Sun, Journal of Geophysics Research, 64, p.2351-2355.

Lowrie, W., 2007. Fundamentals of geophysics, Cambridge University Press, New


York.

65
Maryanto, S., 2016, Pedoman praktikum workshop geofisika, Universitas
Brawiajaya, Malang.

Mayasari, V., Safitri, I., Didit, A., dan Sugianto, A., 2018, Penentuan struktur
bawah permukaan menggunakan aplikasi gaya berat pada daerah panas
bumi solok. Bulletin of Scientific Contribution: Geologi, 16, p.19-16.

Musset, A.E., and Khan, M.A., 2000, Looking Into The earth, Cambridge
University Press, Cambridge.

Nettleton, L.L., 1939, Determination of density for reduction of gravimeter


observations.

Pambudi, D.Y.W., Sakur, M., Ismail, M., Dwiyono, dan Setijadji, L. D., 2014,
Delineasi daerah prospek panas bumi berdasarkan kelurusan citra landsat
dan Digital Elevation Model (DEM) daerah Gunung Lawu, Provinsi Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Kebumian Jurusan
Teknik Geologi, UGM-Yogyakarta, 30-31 Oktober 2014.

Panjaitan, S., 2010, Aplikasi metode gaya berat untuk identifikasi potensi
hidrokarbon dalam cekungan Jakarta dan sekitarnya, Badan Geologi
Kementerian ESDM, Bandung.

Purnomo, J., Koesuma, S., dan Yunianto, M., 2013, Pemisahan anomali regional-
residual pada metode gravitasi menggunakan metode moving average,
polynomial dan inversion, Indonesian Journal of Applied Physics, 13, p. 10.

Putri, M. K., Suharno, dan Hidayatika, A., 2014, Introduction to geothermal


system of way ray, Proceeding Indonesia International Geothermal
Convention & Exhibition, Jakarta-Indonesia, 4-6 Juni 2014.

Qahhar, M. R. A., Daud, Y., Pratama, S. A., Zarkasyi, A., Sugiyanto, A., dan
Suhanto, E., 2015, Modelling of Geothermal Reservoir in Lawu field 2-D
inversion of Magnetotelluric Data, Proceedings Indonesia International
Geothermal Convention & Exhibition, Jakarta Convention Center-
Indonesia, 19-21 Agustus 2015.

Reswara, A., dan Sehah, 2014, Pendugaan lapisan reservoir panas bumi di kawasan
gunungapi Slamet dengan memanfaatkan data anomali medan gravitasi citra
satelit, Jurnal Berkala Fisika, 17, p. 45-54.

Reynolds, J.M., 1997, An introduction to applied and environmental geophysics,


John Wiley & Sons, England.

Sampurno, dan Samodra, H., 1997, Peta geologi lembar Ponorogo Jawa Edisi
Kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

66
Setiadi, S., dan Marjiyono, 2018, The geological subsurface interpretation and
delineation of the Salawati basin in Sorong area and its surrounding based on
spectral analysis of the 2D and 3D modelling of gravity data, Journal of
Geology and Mineral Resource, 19, p.117-130.

Rinaldo, Siagian, Muhamad, Maryudi, Verilla, dan Purba, 2018, Integrated research
for geothermal prospect zone of Lawu mountain based on geothermal
manifestation, rock alteration, geochemical analysis of fluid, fault fracture
density and magnetotelluric data, 6 th Asian Academic Society International
Conferenc (AASIC) A Transformative Community: Asia in Dynamism,
Innovation, and Globalization.

Sunaryo, 1997, Panduan Praktikum Geofisika, Universitas Brawijaya, Bandung.

Sunaryo, 2012, Identification of Arjuni -Welirang volcano – geothermal energy


zone by means of density and susceptibility contrast parameter, International
Journal of Civil & Environmental Engineering IJCEE-IJENS, 12(1).

Sota, I., 2011, Pendugaan struktur patahan dengan metode gaya berat, Journal
Positron, 1, p. 25-39.

Talwani, M., Worzel, J.L., and Landisman, M., 1959, Rapid Gravity computations
for two- deimensional bodies with application to the Mendocino submarine
fracture zone. Jornal of Geophysical Research, 64, p. 49-59.

Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E., (1990), Applied geophysics
second edition, Press Syndicate of University of Cambridge, New York.

67

Anda mungkin juga menyukai