Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

PSIKOLOGI DALAM KEPERAWATAN

“Transkultural dalam keperawatan, Globalisasi Dan Prespektif Transkultural”

DOSEN : Bapak Daud Rumbrawer, S.ST.,M.Kes

Nama Kelompok 1

Dessy A Kreutha
Inkawati A Marweri
Mariana R Ortumilena
Riswanti R Matarru
Jamila Indrianti
Jealfi A Sokoy
Fifin F Halim

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
Dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural Nursing: Concepts, Theories,
Research and Practice” Third Edition, keperawatan transkultural adalah suatu area atau
wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktik keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan sehat
dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya pada manusia.

 Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan.


Tujuan dari keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon
keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang
spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur yang dengan nilainilai norma
spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan, kultur yang
universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan oleh hamper semua
kultur, seperti budaya olahraga dapar membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh
dapat membuat tubuh sehat. Keperawatan transkultural juga bertujuan untuk
mengidentifikasi, menguji, mengerti, dan menggunakan pemahaman perawatan
transkultural untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan
keperawatan.
Globalisasi dalam pelayanan kesehatan sangatlah penting. Maksudnya adalah pada
zaman yang serba maju ini, menuntut keperawatan semakin maju pula mengikuti
perkembangan zaman. Orang-orang akan menuntut asuhan keperawatan yang
berkualitas. Dengan adanya zaman globalisasi ini, banyak orang yang melakukan
perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) sehingga memungkinkan pergeseran
tuntutan asuhan keperawatan. Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang
adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal ini diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock dialami klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nialai budaya dan
kepercayaan. Ini akan mengakibatkan ketidaknyamanan, ketidakberdayaan pada klien,
dan beberapa mengalami disorientasi.
 Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Ada dua belas konsep transkultural teori Leininger (1985) dalam buku Leininger dan
McFarland (2002) “Transcultural Nursing: Concepts, Theories, Research and Practice”
Third Edition, yaitu:
a. Budaya (kultur) adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c. Culture care diversity (perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)
merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu
pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi.
d. Cultural care universality (kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu
pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling
dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian
bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan
untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada suatu
cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
e. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang
lain.
f. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
g. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia.
h. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
i. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
j. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
k. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
l. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya


Pengkajian budaya merupakan hal yang penting bagi seorang perawat dalam asuhan
keperawatan yang akan diberikan kepada klien. Pengetahuan mengenai latar budaya
dari klien dapat dijadikan acuan bagi perawat dalam membina hubungan dengan klien.
Dalam buku Leininger dan McFarland (2002) “Transcultural Nursing: Concepts,
Theories, Research and Practice” Third Edition, tujuan pengkajian budaya adalah
untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat
menetapkan kesamaan pelayanan budaya.
Pada tahap pertama, perawat melakukan pengkajian budaya dengan mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan komunitas dari klien, sehingga
perawat mengetahui latar belakang budaya klien agar pengkajian yang dilakukan
terarah. Data yang perlu diketahui dalam perubahan tersebut adalah data demografik,
meliputi data sensus lokal dan data regional. Persiapan dan antisipasi sangat diperlukan
dalam pengkajian budaya yang didukung dengan keterampilan dalam pengambilan data
dan efisiensi waktu.
Perawat juga harus memiliki kemampuan untuk memahami klien lebih dalam
sehingga kesimpulan interpretasi selama penilaian tepat dan sesuai dengan pelayanan
yang diharapkan bersama. Penggunaan pertanyaan yang terfokus, terbuka, dan kontras
dapat membantu dalam pemahaman kepada klien. Pemberian pertanyaan tersebut
bertujuan untuk mendorong atau memotivasi klien dalam penggambaran nilai-nilai,
kepercayaan, dan praktik yang berarti terhadap pelayanan pada klien yang dilakukan.
Pertanyaan yang diberikan seperti menanyakan pendapat klien tentang penyebab
penyakit klien, pernah atau tidak klien mengalami penyakit tersebut sebelumnya, dan
perbedaan penyakit sekarang dengan sebelumnya.
Dalam membangun hubungan dengan klien, komunikasi yang kurang biasanya
terjadi pada hubungan interkultural. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan bahasa
dan cara berkomunikasi. Sehingga keterampilan manajemen impresi merupakan hal
penting bagi perawat. Manajemen impresi merupakan usaha untuk memberikan image
dalam interaksi sosial. Manajemen impresi membutuhkan keahlian berbahasa
interpretasi yang sama secara budaya terhadap sikap klien, dan keterampilan melakukan
pengamatan.
Sebagai contoh penerapan dari manajemen impresi yaitu negara Amerika
menggunakan bahasa Inggris, tetapi pada setiap orang di wilayah Amerika, memiliki
dialek yang beragam dalam pengucapan bahasa Inggris tersebut. Sehingga sebagai
perawat perlu menilai dan mendengarkan bahasa yang digunakan oleh klien ketika
berbicara. Setelah itu, perawat menulis dan memutuskan jika klien memerlukan
seseorang ahli bahasa atau tidak. Seorang ahli bahasa yang dipilih harus keputusan dari
hasil diskusi perawat dengan klien. Pihak rumah sakit memberikan ahli bahasa hanya
untuk memberikan kondisi medis klien. Ahli bahasa tersebut harus mempunyai
kesesuaian latar belakang etnik dengan klien agar lebih mudah timbul rasa percaya.

 Instrumen Pengkajian Budaya


a. Mempertahankan Budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan
atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap
pagi.
b. Negosiasi Budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang
lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai
pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein
hewani yang lain.
c. Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

 Perawatan Pada Lanjut Usia


Lima proses keperawatan berperan besar dalam melakukan intervensi asuhan
keperawatan.

 Pengkajian
Ada lima kunci pengkajian keperawatan untuk memastikan usia dalam buku Potter
Perry (2009) “Fundamentals of Nursing” Seventh Edition:
a. Hubungan timbal balik fisik dan psikososial penuaan
b. Efek penyakit dan ketidakmampuan kerja fungsional
c. Penurunan tingkat efisiensi mekanisme homeostatis
d. Kurangnya standar kesehatan dan norma penyakit
e. Perubahan presentasi dan respon terhadap penyakit spesifik

Lansia pada umumnya pensiun. Karena pensiunan ini biasanya telah diantisipasi,
seseorang dapat berencana ke depan untuk (1) berpartisipasi dalam konsultasi atau
aktivitas suka rela, (2) mencari minat dan hobi baru, dan (3) melanjutkan
pendidikannya. Dalam perwujudan perencanaan tersebut, lansia bertemu dengan
berbagai perubahan-perubahan dalam dirinya.

1. Perubahan Fisiologis
Beberapa klien lansia mungkin mengalami semua perubahan
ini, dan lansia lainnya mengalami hanya beberapa perubahan.
a. Survei Umum : inspeksi awal pada dewasa tua mungkin berupa kontak mata
dan ekspresi wajah yang sesuai dengan situasi, kerutan wajah, rambut uban,
hilangnya jaringan ekstrimitas, dan peningkatan jaringan serta lemak pada
tubuh.
b. Sistem Integumen : kulit kehilangan kelenturannya dan kelembabannya. Noda
dan lesi mungkin juga muncul pada kulit.
c. Kepala dan Leher : raut wajah nampak asimetris karena hilangnya atau
pemasangan gigi palsu yang tidak benar. Perubahan pada nada suara (biasanya
keras) terjadi karena adanya penurunan kekuatan dan tingkat nada. Ketajaman
penglihatan lansia menurun. Sering terjadi presbiopia, suatu penurunan pada
kemampuan mata untuk berakomodasi pada benda dekat, dan presbikus, suatu
perubahan terkait usia pada ketajaman pendengaran. Atrofi saraf pengecap pun
kerap muncul serta hilangnya efisiensi. Lansia tidak mampu merasakan asin,
manis, asam, dan pahit dengan cepat.
d. Toraks dan Paru : terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Kifosis yang
sering terjadi pada lansia merupakan perubahan tajam dan progresif pada
struktur vertebrata yang permanen bila disertai osteoporosis.
e. Jantung dan Vaskular : penurunan kekuatan kontraktil miokardium
menyebabkan penurunan darah jantung. Penurunan ini signifikan jika lansia
mengalami stres karena ansietas, kegembiraan, penyakit, atau aktivitas yang
berat.
f. Payudara : penurunan massa, tonus, dan elastisitas otot yang menyebabkan
payudara menjadi lebih kecil.
g. Gastrointestinal dan Abdomen : peningkatan jumlah jaringan lemak pada
tubuh dan abdomen. Sering juga munculnya intoleransi pada makanan tertentu
secara tiba-tiba.
h. Sistem Reproduksi : menopause pada wanita berkaitan dengan penurunan
respons ovarium terhadap hipofisis dan mengakibatkan penurunan kadar
estrogen dan progesteron.
i. Sistem Perkemihan : hipertrofi kelenjar prostat dapat terjadi pada pria lansia.
Wanita lansia dapat mengalami inkontinensia stres, yaitu terjadi pelepasan urin
involunter saat batuk, bersin, atau mengangkat suatu benda.
j. Sistem Muskoskeletal : dewasa lansia yang berolahraga secara teratur tidak
akan mengalami kehilangan massa atau tonus otot dan tulang sebanyak dewasa
lansia lain yang tidak aktif. Pada dewasa lansia yang tidak aktif, serat otot akan
berkurang ukurannya dan kekuatan otot berkurang sebanding penurunan massa
otot.
k. Sistem Neurologis : secara khas, lansia tidak tidur sepanjang malam. Penyebab
disrupsi ini adalah (1) siklus tidur memendek, (2) akibat pengosongan kandung
kemih yang sering, nyeri, atau gangguan psikologis, dan (3) medikasi yang
memengaruhi siklus bangun-tidur.

2. Perubahan Kognitif
a. Demensia : kerusakan umum fungsi intelektual yang mengganggu fungsi sosial
dan okupasi. Demensia sinilis tipe Alzheimer, atau biasa disebut penyakit
Alzheimer, dicirikan oleh adanya atrofi otak dan timbulnya plak senil serta lilitan
neurofibril dalam hemisfer serebral. Progresi penyakit Alzheimer telah dibagi
dalam tiga tahap dalam buku Potter Perry (2005) “Fundamental Keperawatan”
Buku 1 (Brady, 1993). Pada tahap awal, gejala utama adalah hilangnya memori.
Tahap pertengahan meliputi kerusakan keterampilan bahasa, aktivitas motorik,
dan pengenalan benda. Inkontinensia urin dan fekal, ketidakmampuan ambulansi,
dan hilangnya keterampilan bahasa secara lengkap merupakan cirri klasik tahap
akhir atau terminal dari penyakit Alzheimer.
b. Delirium (tingkat konfusi akut) : sindrom otak menyerupai demensia
ireversibel, tetapi secara klinis dibedakan oleh adanya tingkat kesadaran tidak
jelas atau, lebih tepatnya, perubahan perhatian dan kesadaran. Ciri lain meliputi
kurang perhatian, ilusi, halusinasi, kadang bicara inkoheren, gangguan siklus
bangun-tidur, dan disorientasi.
d. Penyalahgunaan Zat dan Kerusakan Kognitif : penyalahgunaan alkohol dan
obat lain terjadi pada populasi lansia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hal
tersebut adalah masalah serius karena mencakup stres dan kehilangan terkait
penuaan seperti pension, kehilangan pasangan, dan kesepian.

3. Perubahan Psikososial
a. Pensiun : tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan
peran yang dapat menyebabkan stres psikososial. Stres ini meliputi perubahan
peran pada pasangan atau keluarga dan masalah isolasi sosial.
b. Isolasi sosial : Ada empat tipe isolasi sosial dalam buku Potter Perry (2005)
“FundamentalKeperawatan” Buku 1.
 Sikap : terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap yang
berlaku yang menstigmatisasi lansia, suatu bias yang menolak lansia. Seiring
lansia semakin ditolak, harga diru lansia pun berkurang, sehingga usaha
bersosialisasi berkurang.
 Penampilan: seseorang diisolasi karena penolakan oleh orang lain atau karena
sedikit interaksi yang dapat dilakukan akibat kesadaran diri.
 Perilaku: perilaku yang biasanya dikaitkan dengan pengisolasian meliputi
konfusi, demensia, alkoholisme, eksentrisitas, dan inkontinensia.
 Geografis: jauh dari keluarga, kejahatan di kota, dan barier institusi
menyebabkan lansia mengalami isolasi sosial. Dalam masyarakat kini yang
suka berpindah, umumnya anak hidup jauh dari orangtua sehingga kesempatan
untuk mengunjungi anak-anak semakin berkurang. Hal ini menyebabkan
isolasi lebih lanjut pada lansia yang mempunyai keterbatasan fisik atau
mengalami kematian pasangannya.
c. Seksualitas : meliputi cinta, kehangatan, saling membagi dan sentuhan, bukan
hanyamelakukan hubungan seksual.
d. Tempat Tinggal dan Lingkungan : perubahan pada peran sosial, tanggung
jawab keluarga, dan status kesehatan memengaruhi rencana kehidupan lansia.
e. Kematian : kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah kematian seorang lansia
sebagai berkah dan kulminasi (titik tertinggi) seluruh kehidupan.

 Diagnosa Keperawatan
Identifikasi faktor yang berhubungan atau penyebab yang mungkin untuk setiap
diagnosa memberi arahan dalam mengembangkan intervensi keperawatan. Analisis data
memerlukan pertimbangan terhadap kekuatan dan keterbatasan individu dan juga
persepsi klien lansia tentang status kesehatannya. Validasi data dari keluarga, kolega,
perawat, profesi kesehatan lain, dan catatan (rekam medis) mungkin diperlukan.
 Perencanaan
Rencana keperawatan lansia difokuskan pada kegiatan mencegah, meningkatkan,
mengurangi, atau menghilangkan masalah. Prioritas perawatan ditetapkan, tujuan klien
dan hasil yang diharapkan serta intervensi yang cocok dipilih.

 Implementasi
Intervensi keperawatan pada lansia dapat mencakup peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan, dukungan psikososial, keamanan rumah, pengobatan mandiri, penyesuaian,
dan penghematan. Dalam intervensi, dukungan psikososial meliputi:
a. Komunikasi Terapeutik : merasakan dan menghargai keunikan klien.
b. Sentuhan : membuat nyaman lansia dengan menunjukkan rasa kasih sayang.
c. Orientasi Realitas : teknik komunikasi yang digunakan untuk membuat klien
menyadari waktu, tempat, dan orang. Tujuan orientasi realitas meliputi
mengembalikan perasaan terhadap realitas, meningkatkan tingkat kesadaran,
meningkatkan sosialisasi, meningkatkan fungsi kebebasan, dan meminimalkan
konfusi, disorientasi, serta regresi fisik.
d. Resosialisasi : membantu lansia memperluas jaringan sosial mereka.
e. Terapi Validasi : teknik pada lansia yang mengalami konfusi berat dan
disorientasi. Tujuannya adalah mengembalikan martabat dan harga diri serta
memvalidasi perasaan klien.
f. Pengenangan : mengingat kembali masa lalu untuk menetapkan arti baru terhadap
pengalaman terdahulu.
g. Intervensi Citra Tubuh : pentingnya lansia menampilkan citra yang diterima
sosial. Memang butuh sedikit usaha untuk membantu klien menyisir rambut,
membersihkan gigi, bercukur, atau mengganti pakaian.

 Evaluasi
Perubahan sering kali lambat dan tidak terlihat sehingga evaluasi mungkin jarang
dilakukan. Tipe masalah, pembentukan tujuan, dan pengunaan intervensi menentukan
frekuensi evaluasi.
 Perawatan Menjelang serta Saat Kematian
Proses keperawatan menjelang perawatan merupakan proses penting dalam melakukan
perawatan terhadap klien. Kegiatan ini dilakukan bertujuan 15 untuk (1) menghilangkan
atau megurangi rasa kesendirian, takut, dan depresi, (2) mempertahankan rasa aman,
harkat, dan rasa berguna, dan (3) membantu kenyamanan fisik klien. Pada saat kondisi
terminal, perawat dan keluarga sangat berperan penting dalam proses kegiatan ini. Klien
dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses
penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
 Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian Menurut Kubler–Ross (1969) dalam
buku “On Death and Dying” tahapan respon klien terhadap proses kematian adalah:
a. Penolakan (denial)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau
sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar
sesuatu yang tidak diharapkan.
b. Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa
dipertahankan. Rasa marah ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena
dapat dipicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering
terjadi karena merasa tidak berdaya.
c. Tawar – Menawar (bargaining)
Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau
dosa masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawarmenawar dengan tuhan
dengan cara diam atau dinyatakan secara terbuka.
d. Kesedihan Mendalam (depression)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan
abadi dengan siapapun dan apapun.
e. Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
 Asuhan Keperawatan
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis :
a. Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan dukungan
pada klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia
pada kondisi terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi. Sehingga
yang terjadi bukanlah perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga klien
membacakan doa-doa kepada klien.
b. Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini,
perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga
klien pun tidak cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c. Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi
sendiri dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak
pihak keluarga yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada
klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien apa
yang harus dilakukannya ketika klien menghadapi respon respon tersebut.
d. Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat
hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta membantu
memotivasi keluarga klien.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut.
Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental
dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Biasanya
apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka
akan lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat
diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien
meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa
klien berada dalam kondisi terminal.
Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:
a. Nafsu makan berkurang
b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke seluruh tubuh
secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah menjadi biru.
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi bernafas
klien makin lama makin berkurang .
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya lagi.
f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang diberikan.

Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
medis kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara
nutrisi klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5)
menyediakan obat-obatan esensial. Seperti itulah proses keperawatan pada pasien
terminal, perawat dan pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai
kesejahteraan klien dalam menuju perjalan yang sangat panjang. Proses proses
perawatan pun akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan
kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Selama tidak membahayakan
klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti adat budaya keluarga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. Ringkasan Materi Unit 2 Keragaman Budaya dan Perspektif

Transkultural dalam Keperawatan.

http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/transkulturalnursing.pdf

(diakses pada 22 Oktober 2011)

BMS, Ajibarang. Stroke Non Hemoragik.

http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/stroke-non-hemoragik.html

(diakses pada 22 Oktober 2011)

Susilaningsih, Francisca Sri. Asuhan Keperawatan dalam Pendampingan Klien

diambang Kematian.

http://franciscasri.wordpress.com/2008/08/28/asuhankeperawatan-dalam

pendampingan-klien-diambang-kematian-care-of-thedying/

(diakses tanggal 23 Oktober 2011)

Erick. Konsep Pasien Terminal. http://erik-acverqincai.blogspot.com/2009/07/konsep-pasien

terminal.html (diakses tanggal 23 Oktober 2011)

Ismayadi. Proses Menua (Aging Proses).

http://subhankadir.files.wordpress.com/2008/01/perkembangan-lansia.pdf

(diakses tanggal 23 Oktober 2011)

Kubler-Ross, E. (1969). On Death and Dying. London: Tavistock Publication

Leininger, M. dan Mc Farland, M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concept,

Theories, Research and Practice. 3rd Edition. USA: Mc-Graw Hill Companies

Pristiana D, Ari. 2011. Teori Keperawatan Medelein Leininger.

http://aripristiana.com/2011/02/madeline-leininger.html
(diakses tanggal 22 Oktober 2011)

Asih, Yasmin (Penerjemah). 2005. Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Buku 1.

Jakarta: Salemba Medika

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing: Concepts, Process,

and Practice. 7th Edition. St. Louis: Elsevier

https://b302fikui.files.wordpress.com/2011/11/fg-5.pdf

Anda mungkin juga menyukai