Puji dan syukur dilimpahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala Karunia yang telah dilimpahkan. Laporan Pendahuluan Penyusunan
Review DED Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV telah selesai
dikerjakan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja yang diberikan Pihak
Pemberi Kerja.
Laporan ini memuat proses perencanaan dan perancangan design DED
Tahap IV. Laporan ini juga merupakan bentuk pertanggung jawaban atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan. Data yang ditampilkan dalam laporan ini
berupa data sekunder dan data primer dari hasil pengamatan di lapangan,
wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak terkait.
Koreksi dan saran kami harapkan sebagai masukan dan perbaikan bagi
pelaksanaan pekerjaan selanjutnya. Atas perhatian dan kerjasama semua
pihak. Kami ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................v
I. PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG...................................................................1
I.2. MAKSUD DAN TUJUAN.............................................................1
I.3. SASARAN..........................................................................................2
I.4. KELUARAN.......................................................................................2
I.5. RUANG LINGKUP...........................................................................4
II. METODOLOGI PERENCANAAN
II.1. METODA PELAKSANAAN..........................................................6
II.2. PERSONIL TENAGA AHLI..........................................................7
II.3. JADWAL PEKERJAAN..................................................................8
III. TINJAUAN TEORITIS DAN KOMPILASI DATA
III.1. TINJAUAN TEORITIS..................................................................9
III.2. RENCANA TAPAK.....................................................................85
IV. PENYUSUNAN REVIEW DED TAMAN BUNG KARNO
IV.1. PATUNG BUNG KARNO DAN RELIEF LOGAM..............93
IV.2. PATUNG SINGA AMBARA RAJA.......................................94
IV.3. PEKERJAAN WANTILAN (UTAMA)..................................95
IV.4. PEKERJAAN WANTILAN (ALIT)........................................96
IV.5. PEKERJAAN TAMAN TYPE 1.............................................97
IV.6. PEKERJAAN TAMAN TYPE 2.............................................98
IV.7. PEKERJAAN TAMAN TYPE 3.............................................99
IV.8. PEKERJAAN WATER FOUNTAIN GARDEN...................100
IV.9. PEKERJAAN FINISHING JOGGING TRACK...................100
IV.10. PEKERJAAN PAGAR........................................................101
IV.11. PEKERJAAN PAGAR SIDE ENTRANCE........................102
IV.12. PEKERJAAN FINISHING STAGE SINGA AMBARA
RAJA........................................................................................102
IV.13. PEKERJAAN DRAINASE..................................................104
IV.14. PEKERJAAN PENATAAN HARDSCAPE........................104
IV.15. PEKERJAAN PENATAAN VEGETASI............................105
IV.16. PEKERJAAN VEGETASI RUMPUT.................................106
ii
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................107
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 4.4 Denah Wantilan (Utama).............................................................96
Gambar 4.5 Rencana Wantilan (Alit)..............................................................97
Gambar 4.6 Rencana Taman Type 1...............................................................97
Gambar 4.7 Rencana Taman Type 2...............................................................98
Gambar 4.8 Rencana Taman Type 3...............................................................99
Gambar 4.9 Rencana Water Fountain............................................................100
Gambar 4.10 Rencana Jogging Track............................................................101
Gambar 4.11 Rencana Pekerjaan Pagar.........................................................102
Gambar 4.12 Rencana Pekerjaan Pagar Side Entrance.................................102
Gambar 4.13 Rencana Finishing Stage Singa Ambara Raja.........................103
Gambar 4.14 Rencana Pekerjaan Drainase....................................................104
Gambar 4.15 Rencana Penataan Hardscape..................................................105
Gambar 4.16 Rencana Penataan Vegetasi.....................................................105
Gambar 4.17 Rencana Penataan Vegatasi Rumput.......................................106
v
DAFTAR TABEL
vi
I. PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Ketersediaan ruang terbuka hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat
penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH
tersebut. Kawasan RTH merupakan tempat interaksi social bagi masyarakat yang
dapat mengurangi tingkat stress dan kejenuhan akibat beban kerja dan menjadi
tempat rekreasi keluarga bagi masyarakat perkotaan.
Berdasarkan undang – undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
setiap wilayah kota harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30%
dari luas wilayah. Selain itu, kebutuhan akan ruang tebuka hijau pada suatu
wilayah juga dapat ditentukan melalui berbagai indicator seperti jumlah
penduduk, kebutuhan oksigen dan kebutuhan air bersih.
Perkembangan suatu kota tidak dapat dihindari yang dapat berdampak pada
berbagai aspek, yaitu dari segi tata guna lahan, sistem transportasi, wilayah
permukan penduduk dan industri. Bila tidak ada pengelolaan lingkungan yang
baik, maka dapat terjadi penurunan kualitas lingkungan dan turut memberikan
kontribusi terhadap pemansan global melalui hasil dari proses pembakaran bahan
bakar yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
Dalam rangka meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau untuk mencapai
optimalnya fungsi RTH yang ada maka diperlukan tindakan penataan secara fisik
yang diawali dengan menyusun suatu rencana penataan dan sekaligus menyusun
dokumen teknis tindak penataan yang berupa Review Detail Engineering Design
(DED). Konsultan nantinya diharapkan dapat melakukan pekerjaan Review DED
Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dikerjakan.
I.3. SASARAN
Target/sasaran yang ingin dicapai dalam rangka pengadaan jasa konsultansi
Review DED Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV adalah :
Tersusunnya review detail desain pembangunan dan penataan ruang
terbuka hijau (RTH) di RTH Taman Bung Karno dengan menata area wantilan
utama, area wantilan pura, kolam air mancur menari, pagar dan gapura pintu
masuk samping (side entrance) dengan beberapa vegetasi dan jaringan MEP
sebagai Ruang Terbuka Hijau yang lebih nyaman dan asri.
I.4. KELUARAN
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan Review DED
Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV adalah menjabarkan review
DED Pembangunan RTH yang telah dikerjakan tahun sebelumnya sebagai
pedoman teknis pekerjaan pembangunan pada tahap IV. Produk yang akan
dihasilkan dari pengadaan jasa konsultansi ini adalah :
3
Laporan akhir merupakan bentuk produk yang dihasilkan yang dapat
menjawab tujuan dari pengadaan jasa konsultansi ini. Waktu penyelesaian
selambat-lambatnya 30 (empat puluh) hari kalender sejak SPMK
ditandatangani. Laporan harus disajikan dalam format A4 dan diserahkan
selambat-lambatnya : 1,5 (satu koma lima) bulan/45 (empat puluh lima)
hari kalender atau masa Kontrak berakhir, dan sudah disahkan oleh Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Buleleng.
Untuk mempertajam laporan akhir nantinya, penyedia jasa wajib
mengadakan Pembahasan Konsep Laporan Akhir dengan mengundang
SKPD/Instansi terkait, stakeholders, dan/atau masyarakat.
II. Dokumen Review DED Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV
a. Gambar-gambar kerja/Teknis dalam format A3
b. (dilampiri gambar 3 dimensi/3D di masing-masing lokasi)
a. Rencana Anggaran Biaya (RAB/EE) dan BQ
b. Spesifikasi Teknis/Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
c. Back UP Flash Disk (format file : .docx,.dwg,.xls,.pdf, dll)
Dokumen tersebut di atas merupakan hasil dari laporan akhir yang
disetorkan masing-masing sebanyak 3 (tiga) eksemplar ditambah 2
buah Flash Disk back-up.
5
II. METODOLOGI PERENCANAAN
II.1. METODA PELAKSANAAN.
Tahapan Penyusunan DED ini dilaksanakan secara baik dan terarah dengan
langkah – langkah penerapan sebagai berikut:
1. Metode Pendataan
Jenis data yang dikumpulkan untuk mendukung kegiatan ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer berupa data yang dikumpulkan di
lapangan, seperti : data pengukuran lahan, data kondisi eksisting lahan, data
pemanfaatan ruang, data elemen dan perlengkapan lahan, dan data status
lahan. Sedangkan data sekunder berupa data yang diperoleh melalui instansi
terkait, seperti data As-build Drawing RTH Taman Bung Karno di Tahun
2017 dan data kondisi existing lapangan di RTH Taman Bung Karno Untuk
memperoleh data ini, dilakukan dengan cara :
- Observasi Lapangan; yaitu kegiatan pengumpulan data di lapangan,
meliputi kegiatan pengukuran, pendokumentasian, pengamatan, dan
pencatatan.
- Survey Instansi; yaitu kegiatan pengumpulan data pada instansi-instansi
terkait terutama di pemerintahan, meliputi kegiatan pencatatan dan studi
literatur.
- Wawancara; yaitu kegiatan pengumpulan data berupa masukan-masukan
tambahan dengan cara melakukan wawancara dengan pemegang
kebijakan dan tokoh-tokoh masyarakat.
2. Metode Pengolahan Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah, yang berupa kegiatan
pengelompokan dan penggolongan data, dan komparasi data. Data
dikelompokkan berdasarkan jenisnya, kemudian digolongkan berdasarkan
kegunaannya. Data yang jenisnya sama dengan sumber yang berbeda
dilakukan komparasi untuk mendapatkan simpulan yang lebih mendekati
tujuan. Selanjutnya data ini dianalisis sesuai dengan kebutuhannya dan
kemudian digunakan sebagai landasan/dasar dalam menentukan keputusan
perencanaan.
3. Metode Penyusunan Dokumen Perencanaan
6
Dasar dalam melakukan perencanaan adalah data yang telah di analisis sesuai
dengan tujuannya. Berdasarkan data tersebut dibuatlah review terhadap DED
sebelumnya di komparasi dengan data eksisting yang ada. Setelah kajian
dilakukan terhadap desain sebelumnya, dibuatlah gambar-gambar pra-rencana.
Gambar-gambar lay out existing beserta potongan melintang, lay out rencana
beserta potongan melintang. Selanjutnya gambar pra-rencana ini di
konsultasikan kepada pihak terkait, untuk mendapatkan masukan-masukan.
Setelah gambar pra rencana direvisi sesuai dengan masukan yang telah
diberikan, selanjutnya dimintakan persetujuan.
Setelah gambar pra-rencana disetujui dilanjutkan dengan penyusunan/
pembuatan gambar rencana, yang berupa gambar-gambar detail dari rencana.
Gambar rencana ini kemudian di konsultasikan untuk di mintakan masukan,
selanjutnya gambar rencana di revisi sesuai masukan yang ada. Bersamaan
dengan revisi gambar rencana disusun pula rencana anggaran biaya dan
spesifikasi teknis. Setelah gambar rencana, rencana anggaran biaya dan
spesifikasi teknis selesai disusun, kemudian dikonsultasikan lagi. Selanjutnya
dilakukan revisi terhadap semua dokumen yang sudah dikonsultasikan tersebut
dan dimintakan persetujuan.
7
1 Orang Ahli Mekanikal/Elektrikal minimal S1 Teknik Elektro dengan
pengalaman minimal 2 Tahun
b. Tenaga Penunjang
1 Orang Surveyor minimal D3/STM Bangunan dengan pengalaman
minimal 3 paket pekerjaan
1 Orang Cost Estimator minimal D3 Teknik Sipil / STM Pembangunan
dengan pengalaman minimal 3 paket pekerjaan
1 Orang Juru Gambar / Drafter CAD minimal D3 Teknik Arsitektur /
STM Pembangunan dengan pengalaman minimal 3 paket pekerjaan
1 Orang Tenaga Administrasi/Keuangan minimal SLTA/sederajat
dengan pengalaman minimal 3 paket pekerjaan
8
III. TINJAUAN TEORITIS DAN KOMPILASI DATA.
III.1. TINJAUAN TEORITIS
III.1.1. PEMAHAMAN UMUM RTH
Wadah utama vegetasi di perkotaan adalah Ruang Terbuka Hijau
(RTH).Vegetasi merupakan unsur pokok pembangunan lansekap perkotaan.
Lansekap perkotaan (urban landscape) yang didalamnya terdapat ruang
terbuka, sejak Tahun 1988 telah dikenal dalam tatanan perancangan tata
ruang kota di Indonesia sebagai ruang terbuka hijau (RTH) yang tertuang
dalam Inmendagri No.14/1988. Kemudian dalam perkembangannya,
muncul banyak peraturan dan pedoman tentang penataan ruang terbuka
hijau di Indonesia seperti Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002,
Permendagri No. 1 Tahun 2007, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5
Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2009.
Meskipun telah lama pengaturan RTH berlangsung, namun tidak
banyak kota yang dibangun dan dikembangkan menuju kepada upaya-upaya
mewujudkannya secara maksimal. Pelaksanaan pembangunan RTH-RTH
dirasakan belumlah sebanding dengan kemajuan pembangunan fasilitas
perkotaan lainnya. Perluasan wilayah administrasi kota dan peningkatan
intensitas bangunan kota, ataupun penambahan area terbangun kota tidak
diimbangi dengan perluasan dan penambahan RTH.
Bahkan pada sebagian taman kota ataupun alun-alun warisan
Belanda di beberapa kota telah berubah fungsi sebagai bangunan fasilitas
sosial ekonomi perkotaan termasuk di sini pos-pos keamanan dan pom
bensin. Hutan kota yang telah adapun sulit dipertahankan. Rumput dan
lading pada area pengaman jalur transmisi diratakan untuk jalan lingkungan
perumahan.Hutan konservasi pengaman area kritis bukit-bukit dan rawa
ditebang untuk perumahan.Vegetasi pengaman badan air danau ditebang
untuk perumahan menengah. Pengaman badan sungai-sungai di banyak
kota besar dan padat penduduk di Indonesia tidak berujud vegetasi, tetapi
berubah menjadi area permukiman liar dan padat (slum).
Dalam perkembangannya, terlihat adanya indikasi pengalihan fungsi
dan perusakan RTH di perkotaan, tak terkecuali di Kabupaten Buleleng.Hal
9
ini terutama disebabkan percepatan konsentrasi penduduk dan kegiatan
ekonomi perkotaan yang membutuhkan banyak ruang.
Selain itu faktor penyebab lainnya adalah akibat arah paradigma
pembangunan kota yang selama ini kurang memperdulikan keharmonisan
lingkungan, atau lemahnya fungsi kontrol perancangan dan pembangunan,
atau minimnya kesadaran bersama dan terlambatnya sosialisasi hal-hal
lingkungan hidup.
Untuk dapat mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan
berkelanjutan, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup
terhadap keberadaan ruang terbuka hijau dengan melakukan suatu
perencanaan, penyediaan dan pengelolaan RTH di perkotaan.
Perencanaan, penyediaan dan pengelolaan RTH di perkotaan yang
diwujudkan dalam suatu rencana tindak secara garis besar mengikuti
metode pendekatan pembangunan berkelanjutan (suistainable development)
dan pendekatan community based development.
10
kegiatan pembangunan yang diarahkan dalam kegiatan ini pada prinsipnya
harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
11
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), merupakan angka perbandingan
antara jumlah seluruh luas lantai seluruh bangunan gedung terhadap luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan, dengan indikator analisis:
(a) Harga lahan;
(b) Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan); dampak atau
kebutuhan terhadap prasarana tambahan;
(c) Ekonomi dan pembiayaan.
Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka prosentase perbandingan
antara luas ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dengan luas tanah daerah perencanaan, dengan
indikator analisis :
(a) Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge);
(b) Besar pengaliran air (kapasitas drainase);
(c) Rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dan lain-lain).
Koefisien Tapak Basement (KTB)
Penetapan KTB maksimum dibuat berdasarkan pada batas KDH
minimum yang ditetapkan. Contoh : bila KDH minimum = 25%, maka
KTB maksimum = 75%.
Koefisien Wilayah Terbangun (KWT)
Pada prinsipnya penetapan KWT sama dengan penetapan KTB, tetapi
dalam unit blok peruntukan atau tapak (bukan dalam unit persil).
Kepadatan Bangunan dan Penduduk adalah angka presentase
perbandingan antara jumlah bangunan dengan luas tanah perpetakan/
daerah perencanaan.
Catatan :
Kepadatan penduduk = kepadatan bangunan/hax besar keluarga ratarata
Standar atau interval KDB dan KLB dapat merujuk pada aturan
yang berlaku dan dapat disesuaikan dengan kondisi di daerah.
b. Tata Massa Bangunan
Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Jarak Bebas Bangunan
Faktor yang dianalisis adalah : (a). Garis sempadan bangunan; (b). Garis
sempadan pagar. (c). Garis sempadan samping bangunan Rumus dasar :
12
(a) Untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = V2 rumija;
(b) Untuk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = Y2 rumija + 1 m;
(c) Jarak antara bangunan gedung minimal setengah tinggi bangunan
gedung.
Garis Sempadan Sungai (GSS) dan Jarak Bebas Bangunan
GSS minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan,
kenyamanan dan estetika, serta kesehatan, dengan mempertimbangkan :
(a) Kedalaman sungai;
(b) Lokasi di/luar kawasan perkotaan;
(c) Daerah cakupan aliran sungai;
(d) Ketersediaan fasilitas pengaman sungai (tanggul);
(e) Fasilitas jalan yang ada di sungai/pemanfaatan lahan.
(1) Merumuskan hasil analisis ke dalam suatu Laporan Antara.
Tahap Penyusunan Konsep
Pada tahap ini dirumuskan konsep Penyusunan
pengembangan yang sesuai dengan hasil analisis dan
evaluasi pada berbagai pusat-pusat kegiatan dan sektor
yang ada, sehingga dapat diketahui optimalisasi terhadap
ketetapan ruang dalam perkembangannya ke depan.
Tahap Penyusunan Rencana
Merupakan tahapan akhir dari seluruh proses serta
merupakan simpulan dari seluruh analisis dan masukan-
masukan dari berbagai pihak pada saat pembahasan.
Dalam menyusun Master Plan Ruang Tata Hijau, perlu mengacu pada prinsip-
prinsip dasar penyediaan RTH di kawasan perkotaan seperti yang termuat dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
13
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai
berikut:
Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang
terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang
terbuka hijau privat;
Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan
telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang
berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan
mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota.
Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap
melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal sebagaimana
ditunjukkanpada gambar berikut.
14
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan
dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar
luas RTH perkapita sesuai peraturan yang berlaku.
c. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan,
sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam,
pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar
fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa
RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber
air baku/mata air.
Tabel 3.2 Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
15
mengenai RTRW di masing-masing kota. Untuk memudahkan di dalam
pengklasifikasian pekarangan maka ditentukan kategori pekarangan sebagai:
Pekarangan Rumah Besar
Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai
berikut:
o Kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas
lahan di atas 500 m²;
o Ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan
(m²) dikurangi luas dasar bangunan (m²) sesuai peraturan daerah
setempat;
o Rumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga)
pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah
dan atau rumput.
16
o Ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan
(m²) dikurangi luas dasar bangunan (m²) sesuai peraturan daerah
setempat;
o Jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu)
pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah
dan atau rumput.
Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak
menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan
menggunakan pot atau media tanam lainnya.
2) RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
RTH halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha umumnya berupa
jalur trotoar dan area parkir terbuka. Penyediaan RTH pada kawasan ini
adalah sebagai berikut:
o Untuk dengan tingkat KDB 70%-90% perlu menambahkan
tanaman dalam pot;
o Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas
70%, memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam
pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm;
o Persyaratan penanaman pohon pada perkantoran, pertokoan dan
tempat usaha dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada
RTH pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar KDB yang telah
ditentukan.
3) RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden)
Pada kondisi luas lahan terbuka terbatas, maka untuk RTH dapat
memanfaatkan ruang terbuka non hijau, seperti atap gedung, teras rumah,
teras-teras bangunan bertingkat dan disamping bangunan, dan lain-lain
dengan memakai media tambahan, seperti pot dengan berbagai ukuran sesuai
lahan yang tersedia.
Lahan dengan KDB diatas 90% seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota,
atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang
sangat terbatas, RTH dapat disediakan pada atap bangunan. Untuk itu
bangunan harus memiliki struktur atap yang secara teknis memungkinkan.
17
Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan taman atap bangunan
adalah:
a. struktur bangunan;
b. lapisan kedap air (waterproofing );
c. sistem utilitas bangunan;
d. media tanam;
e. pemilihan material;
f. aspek keselamatan dan keamanan;
g. aspek pemeliharaan
o peralatan
o tanaman
Tanaman untuk RTH dalam bentuk taman atap bangunan adalah tanaman
yang tidak terlalu besar, dengan perakaran yang mampu tumbuh dengan baik
pada media tanam yang terbatas, tahan terhadap hembusan angin serta relatif
tidak memerlukan banyak air.
b. Pada Lingkungan/Permukiman
1) RTH Taman Rukun Tetangga
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk
melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani
kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal
1 m² per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m². Lokasi taman berada
pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% -
80% dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai
18
tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon
kecil atau sedang.
2) RTH Taman Rukun Warga
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman
yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan
remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya
di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m² per penduduk
RW, dengan luas minimal 1.250 m². Lokasi taman berada pada radius
kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% -
80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras
sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat
minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
3) RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m²
per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m². Lokasi
taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% -
90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras
sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat
minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (lima puluh) pohon
pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
4) RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m²
per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2. Lokasi
taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% -
90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras
19
sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat
minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari
jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.
c. Kota/Perkotaan
1) RTH Taman Kota
RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk
satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000
penduduk dengan standar minimal 0,3 m² per penduduk kota, dengan luas
taman minimal 144.000 m². Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH
(lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga,
dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas
tersebut terbuka untuk umum.
Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak
ditanam secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon
pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.
2) Hutan Kota
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga lingkungan
kota yang berfungsi untuk:
a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
b. Meresapkan air;
c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota;
dan
d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati
Indonesia.
20
terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol
kecil;
c. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100%
dari luas hutan kota;
d. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur
mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.
Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.
Struktur hutan kota dapat terdiri dari:
a. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas
tumbuhtumbuhan pepohonan dan rumput;
b. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas
tumbuhtumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga
terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan.
Luas ruang hijau yang diisi dengan berbagai jenis vegetasi tahunan minimal
seluas 90% dari luas total hutan kota.
Dalam kaitan kebutuhan air penduduk kota maka luas hutan kota sebagai
produsen air dapat dihitung dengan rumus:
21
dengan:
La : luas hutan kota yang harus dibangun
P0 : jumlah penduduk
K : konsumsi air/kapita (lt/hari)
R : laju peningkatan pemakaian air
C : faktor pengendali
PAM : kapasitas suplai air perusahaan
t : tahun
Pa : potensi air tanah
z :kemampuan hutan kota dalam menyimpan air
Hutan kota dalam kaitan sebagai produsen oksigen dapat dihitung dengan
metode Gerakis (1974), yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988), sebagai
berikut:
dengan:
Lt : luas Hutan Kota pada tahun ke t (m2)
Pt : jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t
Kt : jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada
tahun ke
Tt : jumlah kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke t
54 : tetapan yang menunjukan bahwa 1m2 luas lahan meng-
hasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari.
0,9375 : tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering
tanaman : setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram
2 : jumlah musim di Indonesia
3) Sabuk Hijau
Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga
dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota,
pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan
22
aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari
faktor lingkungan sekitarnya.
Sabuk hijau dapat berbentuk:
o RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau
penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan
sebagai pembatas atau pemisah;
o Hutan kota;
o Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada
sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan
hukum, dipertahankan keberadaannya.
Fungsi lingkungan sabuk hijau:
o Peredam kebisingan;
o Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi
matahari;
o Penapis cahaya silau;
o Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang
kurang baik sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu
aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk.
o Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi
sebagai penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang
meliputi panjang jalur, lebar jalur.
o Mengatasi intrusi air laut; RTH hijau di dalam kota akan
meningkatkan resapan air, sehingga akan meningkatkan jumlah air
tanah yang akan menahan perembesan air laut ke daratan.
o Penyerap dan penepis bau;
o Mengamankan pantai dan membentuk daratan;
o Mengatasi penggurunan.
23
Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas
jalan.Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2
(dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya.
Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai
oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.
24
Bungur ( Lagerstroemia floribunda)
25
o Terdiri dari pohon, perdu/semak;
o Membentuk massa;
o Bermassa daun rapat;
o Berbagai bentuk tajuk.
Contoh jenis tanaman:
Tanjung ( Mimusops elengi )
Kiara payung ( Filicium decipiens)
Teh-tehan pangkas ( Acalypha sp)
Kembang Sepatu ( Hibiscus rosa sinensis)
Bogenvil ( Bogenvillea sp)
Oleander ( Nerium oleander)
26
Gambar 3.8 Jalur Tanaman Tepi Pemecah Angin
V. Pembatas pandang
o Tanaman tinggi, perdu/semak;
o Bermassa daun padat;
o Ditanam berbaris atau membentuk massa;
o Jarak tanam rapat.
Contoh jenis tanaman:
Bambu ( Bambusa sp)
Cemara ( Cassuarina equisetifolia)
Kembang sepatu ( Hibiscus rosa sinensis)
Oleander (Nerium oleander)
b. Pada mediian
Penahan silau lampu kendaraan
27
o Tanaman perdu/ semak;
o Ditanam rapat;
o ketingggian 1,5 m;
o bermassa daun padat.
Contoh jenis tanaman:
Bogenvil ( Bogenvillea sp)
Kembang sepatu ( Hibiscus rosasinensis)
Oleander ( Netrium oleander)
Nusa Indah ( Mussaenda sp)
28
Sumber : Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
II. Pemilihan jenis tanaman pada persimpangan
Penataan Landscape pada persimpangan akan merupakan ciri dari
persimpangan itu atau lokasi setempat. Penempatan dan pemilihan
tanaman dan ornamen hiasan harus disesuaikan dengan ketentuan
geometrik persimpangan jalan dan harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Daerah bebas pandang tidak diperkenankan ditanami
tanaman yang menghalangi pandangan pengemudi. Sebaiknya
digunakan tanaman rendah berbentuk tanaman perdu dengan
ketinggian <0.80 m, dan jenisnya merupakan berbunga atau
berstruktur indah, misalnya:
o Soka berwarna-warni (Ixora stricata)
o Lantana (Lantana camara)
o Pangkas Kuning (Duranta sp)
30
o Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat
umumnya berbeda dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi
cuaca, kebiasaan dan budaya. Pada umumnya orang tidak mau
berjalan lebih dari 400 m.
c. Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat
mengacu
pada Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998,
tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada Bangunan Umum dan
Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana
dan Sarana Ruang Pejalan Kaki.
31
Gambar 3.13 Contoh Pemanfaatan Vegetasi
pada RTH di Bawah Jalan Layang
32
o Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel
terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus;
o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan
diukur dari kaki tanggul;
o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian,
diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan;
o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar
diukur dari as jalan rel kereta api;
o Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23
m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan
lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang
bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11
sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m
di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak
lebih dari 11 m;
o Garis sempadan jalan rel kereta api sebagaimana dimaksud pada butir
1) tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian
yang dalamnya 3,5 m;
o Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api
dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik
perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara
berangsur–angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel
kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api
dengan as jalan raya.
33
Tabel 3.5 Lebar Garis Sempadan Rel Kereta Api
34
o Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul
dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat
bergesernya garis sempadan sungai;
o Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang
diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat
dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1)
harus dibebaskan.
II. Sungai tidak bertanggul:
o Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
o Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3m, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10m dihitung dari
tepi sungai pada waktu ditetapkan;
o Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3m sampai
dengan 20m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya
15m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;
o Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20m, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30m dihitung dari
tepi sungai pada waktu ditetapkan.
III. Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
ditetapkan sebagai berikut:
o Sungai besar yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran
sungai seluas 500 km2 atau lebih, penetapan garis sempadannya
sekurang-kurangnya 100 m;
o Sungai kecil yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran
sungai kurang dari 500 km2, penetapan garis sempadannya
sekurang-kurangnya 50 m dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan.
IV. Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada butir 1) dan 2) diukur
ruas per ruas dari tepi sungai dengan mempertimbangkan luas
daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan.
35
V. Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan
jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan
konstruksi dan penggunaan harus menjamin kelestarian dan
keamanan sungai serta bangunan sungai.
VI. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak
terpenuhi, maka segala perbaikan atas kerusakan yang timbul pada
sungai dan bangunan sungai menjadi tanggungjawab pengelola
jalan.
Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, jalur hijau terletak
pada garis sempadan yang ditetapkan sekurangkurangnya 100 (seratus)
meter dari tepi sungai.
36
Formasi Hutan Mangrove sangat baik sebagai peredam ombak dan dapat
membantu proses pengendapan lumpur. Beberapa jenis tumbuhan di
ekosistem mangrove antara lain: Avicenia spp, Sonneratia spp,
Rhizophora spp, Bruguiera spp, Lumnitzera spp, Excoecaria spp,
Xylocarpus spp, Aegiceras sp, dan Nypa sp.
Khusus untuk RTH sempadan pantai yang telah mengalami intrusi air laut
atau merupakan daerah payau dan asin, pemilihan vegetasi diutamakan
dari daerah setempat yang telah mengalami penyesuaian dengan kondisi
tersebut. Asam Landi ( Pichelebium dulce) dan Mahoni (S witenia
mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba, Tanjung,
Kiputri, Angsana, Trengguli, dan Kuku.
38
Gambar 3.16 Contoh Pola Penanaman pada RTH Pemakaman
39
o Mudah dalam pemeliharaan.
40
Tabel 3.7 Contoh Pohon untuk Taman Lingkungan dan Taman Kota
41
o Jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari
golongan tanaman yang menggugurkan daun ( decidous);
o Memiliki perakaran yang dalam.
Tabel 3.8 Contoh Pohon Pengundang Burung untuk Hutan Kota
42
o Mengatasi intrusi air laut; tanaman yang dipilih adalah yang daya
evapotranspirasinya rendah. Pada daerah payau dapat dipilih pohon
Mahoni ( Swietenia mahagoni ) dan Asam Landi ( Pichecolobium
dulce).
o Penyerap dan penepis bau; jalur pepohonan yang rapat dan tinggi
dapat melokalisir bau dan menyerap bau. Beberapa spesies tanaman
seperti Cempaka ( Michelia champaca), Kenanga ( Cananga odorata),
dan Tanjung ( Mimosups elengi) adalah tanaman yang dapat
mengeluarkan bau harum.
o Mengamankan pantai dan membentuk daratan; sabuk hijau ini dapat
berupa formasi hutan mangrove, yang telah terbukti dapat meredam
ombak dan membantu proses pengendapan lumpur di pantai.
o Mengatasi penggurunan; sabuk hijau berupa jalur pepohonan yang
tinggi lebar dan panjang, yang terletak di bagian yang mengarah ke
hembusan angin, dapat melindungi daerah dari hembusan angin yang
membawa serta pasir.
2) Pola tanam sabuk hijau sebagai penahan angin adalah sebagai
berikut:
o Sabuk hijau membentuk jalur hijau cembung ke arah datangnya
angin, akan menjadikan angin laminar dan mencegah terbentuknya
angin turbulen;
o Sabuk hijau seyogyanya ditempatkan tepat pada arah datangnya angin
dan obyek yang dilindungi harus berada di bagian belakangnya;
o Sabuk hijau yang dibangun harus cukup panjang agar dapat
melindungi objek dengan baik;
o Sabuk hijau yang dibangun harus cukup tebal. Sabuk hijau yang
terlalu tipis kurang dapat melindungi karena masih dapat diterobos
angin;
o Tanaman yang ditanam didominasi oleh tanaman yang cukup tinggi,
dengan dahan yang kuat namun cukup lentur;
o Memiliki kerapatan daun berkisar antara 70–85%. Kerapatan yang
kurang, tidak dapat berfungsi sebagai penahan angin. Sebaliknya
43
kerapatan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terbentuknya angin
turbulen;
o Tanaman harus terdiri dari beberapa strata yaitu tanaman tinggi
sedang dan rendah, sehingga mampu menutup secara baik.
e. Kriteria Vegetasi untuk RTH Jalur Hijau Jalan
1) Kriteria Vegetasi untuk Taman Pulau Jalan dan Median Jalan, dan
RTH Jalur Pejalan Kaki
Kriteria untuk jalur hijau jalan adalah sebagai berikut:
Aspek silvikultur:
o Berasal dari biji terseleksi sehat dan bebas penyakit;
o Memiliki pertumbuhan sempurna baik batang maupun akar;
o Perbandingan bagian pucuk dan akar seimbang;
o Batang tegak dan keras pada bagian pangkal;
o Tajuk simetris dan padat;
o Sistim perakaran padat.
Sifat biologi:
o Tumbuh baik pada tanah padat;
o Sistem perakaran masuk kedalam tanah, tidak merusak konstruksi
dan bangunan;
o Fase anakan tumbuh cepat, tetapi tumbuh lambat pada fase
dewasa;
o Ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia;
o Batang dan sistem percabangan kuat;
o Batang tegak kuat, tidak mudah patah dan tidak berbanir;
o Perawakan dan bentuk tajuk cukup indah;
o Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap;
o Ukuran dan bentuk tajuk seimbang dengan tinggi pohon;
o Daun sebaiknya berukuran sempit ( nanofill );
o Tidak menggugurkan daun;
o Daun tidak mudah rontok karena terpaan angin kencang;
o Saat berbunga/berbuah tidak mengotori jalan;
44
o Buah berukuran kecil dan tidak bisa dimakan oleh manusia secara
langsung;
o Sebaiknya tidak berduri atau beracun;
o Mudah sembuh bila mengalami luka akibat benturan dan akibat
lain;
o Tahan terhadap hama penyakit;
o Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri;
o Mampu menjerap dan menyerap cemaran udara;
o Sedapat mungkin mempunyai nilai ekonomi;
o Berumur panjang.
Tabel 3.9 Contoh Tanaman untuk Peneduh Jalan dan Jalur Pejalan Kaki
45
o Perakaran dan pertumbuhan batang yang tidak mengganggu
struktur bangunan;
o Sebaiknya merupakan tanaman dari jenis yang mempunyai
kemampuan dalam mengurangi polusi udara;
o Dapat hidup dengan baik pada media tanam pot atau bak tanaman.
Tabel 3.11 Contoh Vegetasi untuk RTH Sempadan Rel Kereta Api
48
Sumber : Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
49
pemilihan vegetasi untuk RTH sempadan sungai disesuaikan dengan
potensi dan kesesuaian lahan pada daerah masing-masing.
Persyaratan pola tanam vegetasi pada RTH sempadan sungai adalah
sebagai berikut:
o Jalur hijau tanaman meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada
kiri kanan sungai besar dan sungai kecil (anak sungai);
o Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20
m diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10% dari
panjang sungai;
o Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara
awalan acak ( random start) pada peta. sampel jalur hijau sungai
berupa jalur memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar
20 m sampai pohon terjauh;
o Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m
di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman;
o Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai
yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15
m;
o Jarak maksimal dari pantai adalah 100 m;
o Pengaturan perletakan (posisi) tanaman yang akan ditanam harus
sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
4) Kriteria Vegetasi untuk RTH Sempadan Pantai
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
o Merupakan tanaman lokal yang sudah teruji ketahanan dan
kesesuaiannya tehadap kondisi pantai tersebut;
o Sistem perakaran yang yang kuat sehingga mampu mencegah
abrasi pantai, tiupan angin dan hempasan gelombang air pasang;
o Batang dan sistem percabangan yang kuat;
o Toleransi terhadap kondisi air payau;
o Tahan terhadap hama dan penyakit tanaman;
o Bakau merupakan tanaman yang khas sebagai pelindung pantai.
5) Kriteria Vegetasi untuk RTH pada Sumber Air Baku/Mata Air
50
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
o Relatif tahan terhadap penggenangan air;
o Daya transpirasi rendah;
o Memliki sistem perakaran yang kuat dan dalam, sehingga dapat
o Menahan erosi dan meningkatkan infiltasi (resapan) air.
Vegetasi ideal yang ditanam pada RTH pengaman sumber air merupakan
vegetasi yang tidak mengkonsumsi banyak air atau yang memiliki daya
transpirasi yang rendah.
Beberapa tanaman yang memiliki daya transpirasi yang rendah antara lain
(Manan, 1976 dan Kurniawan, 1993): Cemara Laut ( Casuarina
equisetifolia), Karet Munding (Ficus elastica), Manggis ( Garcinia
mangostana), Bungur ( Lagerstroemia speciosa), Kelapa (Cocos nucifera),
Damar ( Agathis loranthifolia), Kiara Payung ( Filicium decipiens).
6) Kriteria Vegetasi untuk RTH Pemakaman
Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut:
51
Sumber : Peraturan Menteri PU o.05/PRT/M/2008
52
Sumber : Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
53
Prinsip dasar pemupukan adalah mensuplai hara tambahan yang dibutuhkan
sehingga tanaman tidak kekurangan makanan. Pupuk yang diberikan pada
tanaman dapat berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik (misalnya
NPK atau urea). Pupuk yang digunakan untuk pohon-pohon taman biasanya
pupuk majemuk NPK.
2) Penyiraman
Tujuan penyiraman tanaman, selain untuk menyeimbangkan laju
evapotranspirasi, juga berfungsi melarutkan garam-garam mineral dan juga
sebagai unsur utama pada proses fotosintesis. Waktu penyiraman pada
dasarnya dapat dilakukan kapan saja saat dibutuhkan.
Waktu penyiraman yang terbaik adalah pada pagi atau sore hari. Penyiraman
siang hari hendaknya dilakukan langsung pada permukaan tanah, tidak pada
permukaan daun tanaman. Untuk daerah dengan kelembaban tinggi
penyiraman pada pagi hari lebih baik daripada sore hari, dalam upaya
menghindari penyakit yang disebabkan oleh cendawan.
Penetrasi air siraman sedalam 15-20 cm ke dalam tanah, dapat menjadi
indikasi bahwa siraman air sudah dinyatakan cukup.
3) Pemangkasan
Tujuan pemangkasan tanaman adalah untuk mengontrol pertumbuhan
tanaman sesuai yang diinginkan serta menjaga keamanan dan kesehatan
tanaman. Waktu pemangkasan yang tepat adalah setelah masa pertumbuhan
generatif tanaman (setelah selesai masa pembungaan) dan sebelum
pemberian pupuk.
54
RTH pada bangunan/perumahan baik di pekarangan maupun halaman
perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha berfungsi sebagai penghasil O2,
peredam kebisingan, dan penambah estetika suatu bangunan sehingga tampak
asri, serta memberikan keseimbangan dan keserasian antara bangunan dan
lingkungan. Selain fungsi tersebut, RTH dapat dioptimalkan melalui pemanfaatan
sebagai berikut:
a. RTH Pekarangan
Dalam rangka mengoptimalkan lahan pekarangan, maka RTH pekarangan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan atau kebutuhan lainnya.
RTH pada rumah dengan pekarangan luas dapat dimanfaatkan sebagai
tempat utilitas tertentu (sumur resapan) dan dapat juga dipakai untuk tempat
menanam tanaman hias dan tanaman produktif (yang dapat menghasilkan
buah-buahan, sayur, dan bunga).
Untuk rumah dengan RTH pada lahan pekarangan yang tidak terlalu luas
atau sempit, RTH dapat dimanfaatkan pula untuk menanam tanaman obat
keluarga/apotik hidup, dan tanaman pot sehingga dapat menambah nilai
estetika sebuah rumah. Untuk efisiensi ruang, tanaman pot dimaksud dapat
diatur dalam susunan/bentuk vertikal.
b. RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha
RTH pada halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha, selain tempat
utilitas tertentu, dapat dimanfaatkan pula sebagai area parkir terbuka, carport,
dan tempat untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas di luar ruangan
seperti upacara, bazar, olah raga, dan lain-lain.
55
Selain sebagai tempat untuk melakukan aktivitas sosial, RTH Taman Rukun
Tetangga dapat pula dimanfaatkan sebagai suatu community garden dengan
menanam tanaman obat keluarga/apotik hidup, sayur, dan buah-buahan yang
dapat dimanfaatkan oleh warga.
56
Gambar 3.19Contoh Taman Rukun Warga
c. RTH Kelurahan
RTH kelurahan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan penduduk dalam
satu kelurahan.
Taman ini dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas utama lapangan
olahraga (serbaguna), dengan jalur trek lari di seputarnya, atau dapat berupa
taman pasif, dimana aktivitas utamanya adalah kegiatan yang lebih bersifat
pasif, misalnya duduk atau bersantai, sehingga lebih didominasi oleh ruang
hijau dengan pohonpohon tahunan.
57
Gambar 3.20Contoh Taman Kelurahan (Rekreasi Aktif)
d. RTH Kecamatan
RTH kecamatan dapat dimanfaatkan oleh penduduk untuk melakukan
berbagai aktivitas di dalam satu kecamatan. Taman ini dapat berupa taman
aktif dengan fasilitas utama lapangan olahraga, dengan jalur trek lari di
seputarnya, atau dapat berupa taman pasif untuk kegiatan yang lebih bersifat
pasif, sehingga lebih didominasi oleh ruang hijau. Kelengkapan taman ini
adalah sebagai berikut:
58
Sumber : Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
b. Hutan kota
Hutan kota dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga
lingkungan kota (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah,
keanekaragaman hayati).
Hutan kota dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial
masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan
beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti jogging,
senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk
hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan
dan penelitian. Fasilitas yang harus disediakan disesuaikan dengan aktivitas
yang dilakukan seperti kursi taman, sirkulasi pejalan kaki/ jogging track.
Idealnya hutan kota merupakan ekosistem yang baik bagi ruang hidup satwa
misalnya burung, yang mempunyai peranan penting antara lain mengontrol
populasi serangga. Untuk itu diperlukan introduksi tanaman pengundang
burung pada hutan kota.
60
c. Sabuk Hijau
Sabuk hijau berfungsi sebagai daerah penyangga atau perbatasan antara dua
kota, sehingga sabuk hijau dapat menjadi RTH bagi kedua kota atau lebih
tersebut. Sabuk hijau dimaksudkan sebagai kawasan lindung dengan
pemanfaatan terbatas dengan pemanfaatan utamanya adalah sebagai
penyaring alami udara bagi kota-kota yang berbatasan tersebut.
d. RTH Jalur Hijau Jalan
RTH jalur hijau jalan meliputi Pulau Jalan dan Median Jalan, Taman pulau
jalan maupun median jalan selain berfungsi sebagai RTH, juga dapat
dimanfaatkan untuk fungsi lain seperti sebagai pembentuk arsitektur kota.
Jalur tanaman tepi jalan atau pulau jalan selain sebagai wilayah konservasi air,
juga dapat dimanfaatkan untuk keindahan/estetika kota. Median jalan dapat
dimanfaatkan sebagai penahan debu dan keindahan kota.
e. RTH Jalur Pejalan Kaki
RTH jalur pejalan kaki dapat dimanfaatkan sebagai:
o Fasilitas untuk memungkinkan terjadinya interaksi sosial baik pasif
maupun aktif serta memberi kesempatan untuk duduk dan melihat pejalan
kaki lainnya;
o Sebagai penyeimbang temperatur, kelembaban, tekstur bawah kaki,
vegetasi, emisi kendaraan, vegetasi yang mengeluarkan bau, sampah yang
bau dan terbengkalai, faktor audial (suara) dan faktor visual.
f. RTH di Bawah Jalan Layang
Selain sebagai daerah resapan air, RTH di bawah jalan layang dapat menjadi
unsur estetika untuk meminimalkan unsur kekakuan konstruksi jalan.
Disamping itu RTH di bawah jalan layang dapat dimanfaatkan sebagai:
o Lokasi penempatan utilitas seperti drainase, gardu listrik, dan lain-lain;
o Tempat istirahat sementara bagi pengendara sepeda motor/pejalan kaki
pada saat hujan;
o Lokasi penempatan papan reklame secara terbatas.
62
o Kegiatan penimbunan sementara hasil galian tambang golongan C;
o Papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan;
o Pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telpon, dan pipa air minum;
o Pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum
maupun kereta api;
o Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial, keolahragaan,
pariwisata dan kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak
merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai dan
danau; dan
o Pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan dan
pembuangan air.
Untuk menghindari kerusakan dan gangguan terhadap kelestarian dan
keindahan sungai, maka aktivitas yang dapat dilakukan pada RTH sempadan
sungai hádala sebagai berikut:
o Memantau penutupan vegetasi dan kondisi kawasan DAS agar lahan tidak
mengalami penurunan;
o Mengamankan kawasan sempadan sungai, serta penutupan vegetasi di
sempadan sungai, dipantau dengan menggunakan metode pemeriksaaan
langsung dan analisis deskriptif komparatif. Tolak ukur 100 m di kanan
kiri sungai dan 50 m kanan kiri anak sungai;
o Menjaga kelestarian konservasi dan aktivitas perambahan,
keanekaragaman vegetasi terutama jenis unggulan lokal dan bernilai
ekologi dipantau dengan metode kuadrat dengan jalur masing-masing
lokasi 2 km menggunakan analisis vegetasi yang diarahkan pada jenis-
jenis flora yang bernilai sebagai tumbuhan obat;
o Memantau fluktuasi debit sungai maksimum;
o Aktivitas memantau, menghalau, menjaga dan mengamankan harus
diikuti dengan aktivitas melaporkan pada instansi berwenang dan yang
terkait sehingga pada akhirnya kawasan sempadan sungai yang berfungsi
sebagai RTH terpelihara dan lestari selamanya.
d. RTH Sempadan Pantai
63
RTH sempadan pantai selain sebagai area pengaman dari kerusakan atau
bencana yang ditimbulkan gelombang laut, juga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kegiatan yang diizinkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
o Tidak bertentangan dengan Keppres No. 32 tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
o Tidak menyebabkan gangguan terhadap kelestarian ekosistem pantai,
termasuk gangguan terhadap kualitas visual;
o Pola tanam vegetasi bertujuan untuk mencegah terjadinya abrasi, erosi,
melindungi dari ancaman gelombang pasang, wildlife habitat dan
meredam angin kencang;
o Pemilihan vegetasi mengutamakan vegetasi yang berasal dari daerah
setempat;
o Khusus untuk kawasan pantai berhutan bakau harus dipertahankan sesuai
ketentuan dalam Keppres No. 32 Tahun 1990.
e. RTH Sumber Air Baku/Mata Air
Pemanfaatan RTH sumber air baku/mata air dilakukan untuk perlindungan,
pelestarian, peningkatan fungsi sumber air baku/mata air, dan pengendalian
daya rusak sumber air baku/mata air/danau melalui kegiatan penatagunaan,
perizinan, dan pemantauan.
f. RTH Pemakaman
Pemakaman memiliki fungsi utama sebagai tempat pelayanan publik untuk
penguburan jenasah. Pemakaman juga dapat berfungsi sebagai RTH untuk
menambah keindahan kota, daerah resapan air, pelindung, pendukung
ekosistem, dan pemersatu ruang kota, sehingga keberadaan RTH yang tertata
di komplek pemakaman dapat menghilangkan kesan seram pada wilayah
tersebut.
64
Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan
oleh pemerintah daerah setempat;
b. Penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh
pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
c. Tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
Perencanaan;
Pengadaan lahan;
Perancangan teknik;
Pelaksanaan pembangunan RTH;
Pemanfaatan dan pemeliharaan.
65
e. Pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame
( billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing
daerah;
Tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya
menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat
merusak keutuhan bentuk tajuknya;
Tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
Memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
Tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan
estetis.
66
o mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing
daerah;
o tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman
misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan
tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
o tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
iv.memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
o tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis
dan estetis.
67
Memperhatikan perkembangan teknologi dan bersikap profesional. Hal-
hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota dalam mewujudkan
penghijauan antara lain : dalam lingkup kegiatan pembangunan ruang
terbuka hijau (yang meliputi perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian), pedoman ini ditujukan pada tahap pemanfaatan ruang
terbuka hijau.
(3) Pengendalian
Peran masyarakat, swasta dan badan hukum dalam penyediaan RTH publik
meliputi : penyediaan lahan, pembangunan dan pemeliharaan RTH.
Peran dalam penyediaan RTH ini dapat berupa :
Pengalihan hak kepemilikan lahan dari lahan privat menjadi RTH publik
(hibah);
Menyerahkan penggunaan lahan privat untuk digunakan sebagai RTH
publik;
Membiayai pembangunan RTH publik;
Membiayai pemeliharaan RTH publik;
Mengawasi pemanfaatan RTH publik;
Memberikan penyuluhan tentang peranan RTH publik dalam peningkatan
kualitas dan keamanan lingkungan, sarana interaksi sosial serta mitigasi
bencana.
Peran masyarakat pada RTH privat meliputi :
Memberikan penyuluhan tentang peranan RTH dalam peningkatan
kualitas lingkungan;
Turut serta dalam meningkatkan kualitas lingkungan di perumahan dalam
hal penanaman tanaman, pembuatan sumur resapan (bagi daerah yang
memungkinkan) dan pengelolaan sampah;
Mengisi seoptimal mungkin lahan pekarangan, berm dan lahan kosong
lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun
ditanam dalam pot;
Turut serta secara aktif dalam komunitas masyarakat pecinta RTH.
68
(4) Peran Individu/Kelompok
Masyarakat dapat berperan secara individu atau kelompok dalam
penyediaan dan pemanfaatan RTH.Pada kondisi yang lebih berkembang,
masyarakat dapat membentuk suatu forum atau komunitas tertentu untuk
menghimpun anggota masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap RTH,
membahas permasalahan, mengembangkan konsep serta upaya-upaya untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah.Untuk mencapai peran tersebut,
terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat :
Anggota masyarakat baik individu maupun kelompok yang memiliki
keahlian dan/atau pengetahuan mengenai penataan ruang serta ruang
terbuka hijau dapat membentuk suatu komunitas ruang terbuka hijau.
Misalnya: membentuk forum masyarakat peduli ruang terbuka hijau atau
komunitas masyarakat ruang terbuka hijau di setiap daerah;
Mengembangkan dan memperkuat kerjasama proses mediasi antara
pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pembangunan ruang terbuka
hijau;
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menyikapi perencanaan,
pembangunan serta pemanfaatan ruang terbuka hijau melalui sosialisasi,
pelatihan dan diskusi di kelompok-kelompok masyarakat;
Meningkatkan kemampuan masyarakat (forum, komunitas, dan
sebagainya) dalam mengelola permasalahan, konflik yang muncul
sehubungan dengan pembangunan ruang terbuka hijau;
Menggalang dan mencari dana kegiatan dari pihak tertentu untuk proses
sosialisasi;
Bekerjasama dengan pemerintah dalam menyusun mekanisme
pengaduan, penyelesaian konflik serta respon dari pemerintah melalui
jalur yang telah
disepakati bersama;
Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.
69
Swasta merupakan pelaku pembangunan penting dalam pemanfaatan
ruang perkotaan dan ruang terbuka hijau.Terutama karena kemampuan
kewirausahaan yang mereka miliki. Peran swasta yang diharapkan dalam
pemanfaatan ruang perkotaan sama seperti peran yang diharapkan dari
masyarakat. Namun, karena swasta memiliki karakteristik yang berbeda
dengan masyarakat umum, maka terdapat peran lain yang dapat dilakukan
oleh swasta, yaitu untuk tidak saja menekankan pada tujuan ekonomi, namun
juga sosial dan lingkungan dalam memanfaatkan ruang perkotaan. Untuk
mencapai peran tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
pihak swasta :
Pihak swasta yang akan membangun lokasi usaha (mall, plaza, dan
sebagainya) dengan areal yang luas perlu menyertakan konsep
pembangunan ruang terbuka hijau;
Bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat dalam membangun dan
memelihara ruang terbuka hijau;
Menfasilitasi proses pembelajaran kerjasama pemerintah, swasta dan
masyarakat untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
penyusunan RTH perkotaan. Kegiatan ini dapat berupa pemberian
pelatihan pembangunan ruang terbuka hijau maupun dengan proses
diskusi dan seminar;
Berperan aktif dalam diskusi dan proses pembangunan sehubungan
dengan pembentukan kebijakan publik dan proses pelibatan masyarakat
dan swasta yang terkait dengan pembangunan ruang terbuka hijau;
Mengupayakan bantuan pendanaan bagi masyarakat dalam realisasi
pelibatan dalam pemanfaatan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau;
Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.
70
swasta, dalam rangka mengatasi kesenjangan komunikasi, informasi dan
pemahaman di pihak masyarakat serta akses masyarakat ke sumber daya.
Untuk mencapai peran tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat
dilakukan organisasi non-pemerintah antara lain :
Membentuk sistem mediasi dan fasilitasi antara pemerintah, masyarakat
dan swasta dalam mengatasi kesenjangan komunikasi dan informasi
pembangunan ruang terbuka hijau;
Menyelenggarakan proses mediasi jika terdapat perbedaan pendapat atau
kepentingan antara pihak yang terlibat;
Berperan aktif dalam mensosialisasikan dan memberikan penjelasan
mengenai proses kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan swasta
serta mengenai proses pengajuan keluhan dan penyelesaian konflik yang
terjadi;
Mendorong dan/atau menfasilitasi proses pembelajaran masyarakat untuk
memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyusunan RTH
perkotaan. Kegiatan ini dapat berupa pemberian pelatihan kepada
masyarakat dan/atau yang terkait dalam pembangunan ruang terbuka
hijau, maupun dengan proses diskusi dan seminar;
Menciptakan lingkungan dan kondisi yang kondusif yang memungkinkan
masyarakat dan swasta terlibat aktif dalam proses pemanfaatan ruang
secara proporsional, adil dan bertanggung jawab. Dengan membentuk
badan atau lembaga bersama antara pemerintah, perwakilan masyarakat
dan swasta untuk aktif melakukan mediasi;
Menjamin tegaknya hukum dan peraturan yang telah ditetapkan dan
disepakati oleh semua pihak dengan konsisten tanpa pengecualian.
Organisasi lain yang memiliki peran dan posisi penting dalam
mempengaruhi, menyusun, melaksanakan, mengawasi kebijakan
pemanfaatan ruang perkotaan, antara lain : DPR/DPRD, Asosiasi Profesi,
Perguruan Tinggi, Lembaga Donor, Partai Politik, dan sebagainya.
Adapun peran dari masing-masing organisasi tersebut diatas dapat
disesuaikan dengan posisi dan keahlian yang dimiliki organisasi dalam
membantu atau terlibat proses pembangunan ruang terbuka hijau.
71
(7) Penghargaan dan Kompensasi
Penghargaan dan kompensasi terhadap masyarakat/ perseorangan,
swasta, dan badan hukum dalam penyediaan, pembangunan, pemeliharaan
maupun peningkatan kesadaran masyarakat terhadap RTH dapat berupa :
Piagam penghargaan yang dikeluarkan oleh lembaga swadaya
masyarakat pemerhati RTH/lingkungan hidup, perguruan tinggi, unsur
kewilayahan seperti RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan. Instansi yang
terkait dengan pengeloaan RTH/lingkungan hidup, pemerintah daerah
atau pemerintah pusat;
Pencantuman nama, baik perorangan, lembaga atau perusahaan dalam
ukuran yang wajar dan tidak mengganggu keindahan, sebagai
kontributor dalam penyediaan RTH tersebut, dengan persetujuan tertulis
dari instansi pengelolanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku di
wilayah tersebut.
72
dan bentuk lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Dinding Bangunan
Dinding bangunan kokoh. Dinding dapat dibuat dari bahan setempat seperti
:
- Batu bata, batako, dinding pracetak yang diplester, bamboo semen
dengan rangka kayu, ferosemen, kayu atau papan dan bahan lain yang
memenuhi syarat untuk di gunakan sebagai dinding.
Atap bangunan
Bahan atap bangunan dan struktur atap gedung di sesuaikan dengan kondisi
wilayah dan bahan yang tersedia di sekitar lokasi dengan persyaratan, kuat,
kedap air dan tidak bersuara keras bila tertimpa hujan, bahan atap yang
dapat di gunakan :
- Genting keramik atau genting beton
- Fiber semen, atap metal baik gelombang besar maupun kecil
- Sirap yang terbuat dari kayu ulin
- Plat beton bertulang
Dibawah atap harus ada langit – langit untuk mengurangi pancaran radiasi
panas dari atap keruangan.Struktur penyangga atap dapat dibuat dari kayu,
beton, baja, yang dihitung berdasarkan aturan kontruksi yang ada.
Lantai Bangunan
Bahan dan struktur lantai bangunan berlantai satu dapat menggunakan
struktur langsung diatas tanah dengan ketinggian tertentu atau kontrusi
lantai panggung dari kayu atau beton bertulang. Permukaan lantai harus
tata, kuat dan struktur lantai yang berada langsung diatas harus kedap air.
Struktur pada lantai kedua dan ketiga pada bangunan bertingkat harus di
rencanakan dengan perhitungan sesuai peraturan yang berlaku
Penerapan arsitektur budaya local
Pada penerapan unsur-unsur arsitektur dan budaya local, dimungkinkan
untuk ditampilkan pada bagian bagian bangunan tertentu, namun dimikian
efektifitas dan efisiensi dan keindahan tetap terjaga, maka penerapan unsur
tersebut harus lebih mengutamakan fungsi kegiatan pembelajaran yang
diselenggarakan disekolah tersebut.
73
Lain - lain
Ketentuan perancanaan yang belum diatur dan kemudian ditemukan
dilapangan harus di konsultasikan dahulu kepada pimpinan unit kerja atau
penanggung jawab di kabupaten kota, provinsi dan pusat.
1. Penataan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan bangunan prasarana lingkungan untuk melengkapi
lingkungan tersebut aman, nyaman dan sehat.
a. Jalan, jembatan dan saluran pembuangan
Jalan penghubung tapak ialah jalan yang menghubungkan lingkungan
sekolah dengan masyarakat terdekat
Jalan sirkulasi dalam tapak sekolah yakni,
- Jalan kendaraan lebar 6 m untuk dua arah
- Jalan setapak lebar 1,8 m untuk dua arah
Pintu masuk utama tidak berhuungan langsung dengan lalu lintas
padat
Ukuran saluran pemuangan di sesuaikan dengan kebutuhan (bentuk
dapat terbuka atau tertutup)
Jembatan dapat menahan baban maksimal di sesuaikan dengan
kebutuhan
Jembatan dapat menahan beban maksimal disesuaikan dengan lebar
sungai.
b. Jaringan listrik, telpon dan gas
Penyambungan listrik ke tapak melalui kotak sekering dengan
pembebanan merata atau disediakan generator apabila tidak ada
jaringan listrik
c. Jaringan air bersih dan sanitasi
Jaringan air bersih dari pusat penampungan air dialirkan melalui pipa
hingga tujuan akhir.Persyaratan pipa untuk plumbing disesuaikan dengan
besarnya tekanan dan kecepatan aliran. Pengertian air bersih adalah air
yang memenuhi syarat sika (tidak berbau, berwarna), secara kimia bebas
dari kandungan zat kimia yang berbahaya, dan secara bakteriologi bebas
danri kandungan bakteri yang menyebabkan penyakit. Apabila jaringan
74
air bersih lingkungan tidak ada, maka disesdiakan dari air permukaan
sungai dan danau, air hujan atau air tanah.
Sumur pompa
Sekeliling sumur (1,2m) terbuat dari lantai kedap air dan disekeliling
pipa dibuat rapat air sampai kedalaman 2m. Ditempatkan minimum
15 meter dari bidang atau sumur peresaan atau tergantung pada sifat
tanah.
Sumut Gali
Sekeliling sumr dibuat kontruksi yang aman, kuat, rapat air keatas
80cm kebawah 2m dari lantai dan minimum 15 meter dari sumur
peresapan atau tergantu pada sifat tanah.
Bak Penampungan air
Bak penampungan di fungsikan untuk menampung air sungai , air
hujan, yang di perlukan sebagai air bersih setelah melalaui bili –
bilik penyaringan yang ditampung dalam bak tersebut.
d. Tempat sampah
Setiap RTH harus dilengkapi sistem pembuangan sampah yang
memenuhi syarat kesehatan.
Pembuangan sampah dapat di lakukan dengan penimbunan,
pembakaran atau pembuatan kopos.
Tempat pembuatan kompos dipilih sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan bau pada lingkungannya.
e. Saluran pembuangan
Yang termasuk pembuangan adalah saluran pembuangan air kotor, air
limbah, air hujan dengan persyaratan utama adalah sebagai berikut :
Ukuran penampang saluran di sesuaikan dengan banyak air yang
dialirkan
Saluran pembuangan air hujan direncanakan berdasarkan frekuensi
dan intensitas curah hujan, apabila saluran tertutup, pada tiap
perubahan arah dilengkapi lubang pemeriksa
Wadah penerima pembuangan air hujan dihubungkan dengan wadah
penerima yang dapat mengalir kesuangai, danau atau kolam
75
f. Pemadam kebakaran
Apabila di tapak terdapat kran air kebakaran atau hidran, maka
diusahakan mudah dicapai oleh pemadam kebakaran
Apbila tidak ada kran air kebakaran maka sumur berfungsi sebagai
sumur kebakaran pada tempat yang mudah dicapai oleh mobil
pemadam kebakaran.
Sekurang–kurangnya laboratorium dan ruang keterampilan
mempunyai seperangkat alat pemadam kebakaran.
76
negara yang pembiayaannya bersumber dari APBN;
b. Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis
setempat, untuk bangunan gedung Negara yang pembiayaannya bersumber
pada APBD Provinsi.
c. Bupati atau Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis dari
Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang
pembiayaannya bersumber pada APBD atau Kota.
3. Ketinggian Langit-Langit
Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum dalah 2,80 meter
dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung olah-raga, ruang
pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang memerlukan ketinggian
langit-langit khusus, agar mengikuti Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
4. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Ketentuan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengikuti ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk
lokasi yang bersangkutan.
5. Koefisien Lantai bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk
lokasi yang bersangkutan.
6. Garis Sempadan Bangunan
Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis
sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasiyang
bersangkutan.
7. Wujud Arsitektur
Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriteria- kriteria
sebagai berikut:
a. mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara;
b. seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya;
c. indah namun tidak berlebihan;
d. efisien dalam penggunaa number daya dalam pemanfaatan dan
77
pemeliharaannya;
e. memenuhi tuntutan social budaya setempat;
f. pelestarian bangunan bersejarah.
8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan Bangunan
Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana
bangunan yang memadai, dengan biaya pembangunannya diperhitungkan
sebagai pekerjaan non-standar. Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada
pada bangunan gedung negara, seperti:
a. Sarana parker kendaraan;
b. Sarana untuk penyandang cacat;
c. Sarana penyediaan air bersih;
d. Sarana drainase,limbah,dan sampah;
e. Sarana ruangterbukahijau;
f. Sarana hidran kebakaran halaman;
g. Sarana penerangan halaman;
h. Sarana jalan masuk dan keluar.
9. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Asuransi
a. Setiap pembangunan bangunan gedung Negara harus memenuhi persyaratan
K3, sesuai yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri
Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174 atau MEN
atau 1986 dan 104 atau KPTS atau 1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, dan atau peraturan
penggantinya.
b. Ketentuan asuransi selama pelaksanaan pembangunan bangunan gedung
negara mengikuti ketentuan yang berlaku.
78
1. Bahan penutup lantai
Bahan penutup lantai menggunakan bahan ubin PC, teraso, keramik,
papankayu, vinyl, marmer, granit, granito, maupun karpet yang disesuaikan
dengan fungsiruang dan klasifikasi bangunannya.
Adukan atau perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
2. Bahan dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Bahan dinding pengisi: batubata, batako, papankayu, kaca dengan rangka
kayu atau aluminium, panil grc dan atau aluminium.
b. Bahan dinding partisi: kayu lapis, kaca, particleboard dan atau gypsum-
board dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka lainnya, yang dicat
tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi ruang dan
klasifikasi bangunannya.
c. Adukan atau perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis
dan sesuai bahan jenis bahan dinding yang digunakan.
d. Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat lanjutan atau
menengah, rumah negara, dan bangunan gedung lainnya yang tela ada
komponen fabrikasinya, bahan dindingnya dapat menggunakan bahan
prefabrikasi yang telah ada.
3. Bahan langit-langit
a. Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup langit-
langit: digunakan bahan yang memenuhi standar teknis, untuk penutup
langit-langit kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu klas kuat
II dengan ukuran minimum:
5 atau 7 cm untuk balok pembagi,
6 atau 12 cm untuk balok penggantung,dan
5 atau 10 cm untuk balok tepi.
79
b. Bahan penutup langit-langit: kayulapis, aluminium, akustik, gypsum, atau
sejenis yang didisesuaikan dengan fungsidan klasifikasi bangunannya.
c. Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
4. Bahan penutup atap
a. Bahan penutup atap bangunan gedung Negara harus memenuhi ketentuan
yang diatur dalam SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku tentang bahan
penutup atap, baik berupa genteng, sirap, seng, aluminium, maupun
asbesgelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton harus diberikan
lapisan kedap air. Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan
fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya.
b. Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang memenuhi Standar
Nasional Indonesia. Untuk penutup atap genteng digunakan rangka kayu
kelas kuat II dengan ukuran:
2 atau 3 cm untuk reng,
5 atau 7cm untuk kaso.
5. Bahan kosen dan daun pintu atau jendela
Bahan kosen dan daun pintu atau jendela mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
a. Digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran jadi minimum 5,5 cm x11cm
dan dicat kayuatau dipelitur sesuai persyaratan standar yang berlaku.
b. Rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis atau teak wood
digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran minimum 3,5cmx10cm,
khusus untuk ambang bawah minimum 3,5cm x 20cm. Daun pintu dilapis
dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur.
c. Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat II, dicatkayu atau
dipelitur.
d. Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat II, dengan ukuran rangka
minimum 3,5cmx8cm, dicat kayu atau dipelitur.
e. Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela disesuaikan dengan
fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya.
6. Bahan struktur
80
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur kayu
mau pun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional Indonesia tentang
Bahan Bangunan yang berlaku.
Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan gedung Negara
tersebut diatas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan teknologi bahan
bangunan, khususnya disesuaikan dengan kemampuan sumber daya setempat
dengan tetap harus mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai
dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar
mengikuti ketentuan yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia yang
berlaku.
81
berikut:
a. Struktur lantai kayu
dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, maka jarak antara balok-
balok anak tidak boleh lebih dari 75 cm.
balok-balok lantai yang masuk kedalam pasangan dinding harus dilapis
bahan pengawet terlebih dahulu.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku
b. Struktur lantai beton
Lantai beton yang diletakkan langsung diatas tanah, harus diberi lapisan
pasir dibawahnya dengan tebal sekurang- kurangnya 5 cm.
bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih
dari 25 cm harus digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain
berdasarkan hasil perhitungan struktur.
bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
c. Struktur lantai baja
Tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ada lendutan masih
dalam batas kenyamanan.
Sambungan- sambungannya harus rapat betul dan bagian yang tertutup
harus dilapis dengan bahan pelapis untuk mencegah timbulnya korosi.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
d. Struktur Kolom
Struktur kolom kayu
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
Struktur kolom pasangan bata
o Adukan yang digunakan sekurang-kurangnya harus mempunyai
kekuatan yang sama dengan adukan1PC:3PS.
o bahan-bahan dan tegangan yang digunakan haru ssesuai dengan
82
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
Struktur kolom beton bertulang
o Kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus mempunyai tebal
minimum15cm.
o selimut beton bertulang minimum setebal 2,5cm.
o bahan-bahan dan tegangan yangdigunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SKBI atau SKSNI atau SNI yang berlaku.
Struktur kolom baja
o kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ) maksimum150. kolom
baja yang dibuat dari profil tunggal mau punter susun harus
mempunyai minimum 2 sumbu simetris.
o Sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat tidak boleh
dilakukan pada tempat pertemuan antara balok dengan kolom, dan
harus mempunyai kekuatan minimum sama dengan kolom.
o Sambungan kolom baja yang menggunakan las harus menggunakan
laslistrik, sedangkan yang menggunakan baut harus menggunakan
baut mutu tinggi.
o Penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus berdasarkan
perhitungan-perhitungan yang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan,
dan stabilitas yang cukup.
o bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam SKBI atau SKSNI atau SNI yang berlaku.
e. Rangka atap, dan kemiringan atap
Umum
o Konstruksi atap harus didasarkan atas perhitungan-perhitungan yang
dilakukan secara keilmuan atau keahlian teknis yang sesuai.
o Kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang
akan digunakan sehingga tidak akan mengakibatkan kebocoran.
Struktur rangka atap kayu
o Ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan ukuran yang
dinormalisir.
83
o rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap.
o bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
Struktur rangka atap beton bertulang
o Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
Struktur rangka atap baja
o Sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baik berupa baut,
paku keling, atau las listrik harus memenuhi ketentuan pada Pedoman
Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung.
o rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi.
o bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan SNI atau SKSNI atau SKBI yang berlaku.
o Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat lanjutan atau
menengah, dan rumah negara yang telah ada komponen fabrikasi,
struktur rangka atapnya dapat menggunakan komponen prefabrikasi
yang telah ada.
Persyaratan struktur bangunan sebagaimana butir 3 huruf a s.d. d diatas
secara lebih rinci mengikuti ketentuan yang diatur dalam Standar Nasional
Indonesia yang berlaku.
1. Air bersih
a. Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara harus dilengkapi
dengan prasarana air bersih yang memenuhi standar kualitas, cukup
jumlahnya dan disediakan dari saluran air minum kota (PDAM), atau
sumur.
b. Setiap bangunan gedung negara, selain rumah Negara (yang bukan dalam
bentuk rumah susun), harus menyediakan air bersih untuk keperluan
84
pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan dalam SNI yang
berlaku.
c. Bahan pipa yang digunakan harus mengikuti ketentuan teknis yang
ditetapkan.
2. Saluran air hujan
a. Pada dasarnya semua air hujan harus dialirkan ke jaringan umum kota.
Apabila belum tersedia jaringan umum kota, maka harus dialirkan melalui
proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang
terkait.
b. Ketentuan lebih lanjut mengikuti ketentuan dalam SNI yang berlaku.
3. Pembuangan Air Kotor
a. Semua air kotor yang berasal dapur, kamar mandi, dan tempat cuci,
pembuangannya harus melalui pipa tertutup dan atau atau terbuka sesuai
dengan persyaratan yang berlaku.
b. Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal dari dapur, kamar
mandi, dan tempat cuci, harus dibuang atau dialirkan ke saluran
umumkota.
c. Tetapi apabila ketentuan dalam butir dua (2) tersebut tidak mungkin
dilaksanakan, karena belum terjangkau oleh saluran umum kota atau
sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh instansi teknis yang
berwenang, maka pembuangan air kotor harus dilakukan melalui proses
pengolahan dan atau atau peresapan.
4. Pembuangan limbah
a. Setiap bangunan gedung negara yang dalam pemanfaatannya
mengeluarkan limbah cair atau padat harus dilengkapi dengan tempat
penampungan dan pengolahan limbah, sesuai ketentuan dari peraturan
yang berlaku.
b. Tempat penampungan dan pengolahan limbah dibuat dari bahan kedap
air, dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
5. Pembuangan sampah
a. Setiap bangunan gedung Negara harus dilengkapi dengan tempat
penampungan sampah sementara yang besarnya disesuaikan dengan
85
volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan
dari peraturan yang berlaku.
b. Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap
air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas
pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan setempat.
6. Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
a. Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai fasilitas pencegahan
dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam:
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor : 10 atau KPTS
atau 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya
Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan.
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 11 atau KPTS
atau 2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
Peraturan Daerah setempat tentang Penanggulangan dan Pencegahan
Bahaya Kebakaran beserta standar-standar teknis terkait yang berlaku.
7. Instalasi listrik
a. Pemasangan instalasi listrik harus diperhitungkan dan aman sesuai dengan
Peraturan Umum Instalasi Listrik yang berlaku.
b. Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan untuk kepentingan
umum, bangunan khusus, dan gedung kantor tingkat Departemen atau
Kementrian atau Lembaga Tinggi atau Tertinggi Negara, harus memiliki
pembangkit listrik darurat sebagai cadangan, yang besar dayanya dapat
memenuhi kesinambungan pelayanan.
c. Penggunaan pembangkit tenaga listrik harus memenuhi syarat keamanan
terhadap gangguan dan tidak boleh menimbulkan dampak negative
terhadap lingkungan.
8. Penerangan alam atau pencahayaan
a. Setiap bangunan gedung Negara harus mempunyai penerangan alam atau
pencahayaan yang cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan
tersebut, sehingga kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan dapat
86
terjamin.
b. Ketentuan besarnya pencahayaan dan sarana atau prasarananya mengikuti
ketentuan standar yang berlaku.
9. Tata udara
a. Setiap bangunan harus mempunyai tata udara yang sehat agar terjadi
sirkulasi udara segar didalam bangunan untuk menjaga kesehatan dan
kenyamanan penghuni atau penggunanya.
b. Penggunaan tata udara mekanik (air-conditioning) harus mengikuti
ketentuan standar yang berlaku.
c. Pemilihan jenis tata udara mekanik harus sesuai dengan fungsi bangunan
dan perletakan instalasinya tidak mengganggu wujud bangunan.
10. Sarana transportasi dalam bangunan
a. Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi dengan sarana transportasi
vertikal yang memadai, baik berupa tangga, eskalator, dan atau elevator
(lift).
b. Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat di atas 5 lantai, harus
dilengkapi dengan lift.
c. Penggunaan lift harus diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah
pengguna, waktu tunggu, dan jumlah lantai bangunan.
d. Pemilihan jenis lift harus mempertimbangkan jaminan pelayanan purna
jualnya.
e. Ruang lift harus merupakan dinding tahan api.
f. Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar lift yang
berlaku.
11. Sarana komunikasi
a. Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan
sarana komunikasi intern dan ekstern.
b. Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harus berdasarkan pada
fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan.
c. Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar sarana
komunikasi yang berlaku.
12. Penangkal petir
87
a. Penentuan jenis dan jumlah sarana penangkal petir untuk bangunan gedung
negara harus berdasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan dan
kewajaran kebutuhan.
b. Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar penangkal
petir yang berlaku.
13. Instalasi gas
a. instalasi gas yang dimaksud meliputi instalasi gas pembakaran seperti gas
kota atau LPG dan instalasi medis seperti gas oksigen, gas nitrogen
dioksida (N2O), udara tekan, dsb.
b. Rancangan sistem instalasi dan ukuran pipa gas mengikuti ketentuan
standar teknis yang berlaku.
14. Kebisingan dan getaran
a. Bangunan gedung negara harus memperhitungkan baku tingkat kebisingan
dan atau getaran sesuai dengan fungsinya, dengan mempertimbangkan
kenyamanan dan kesehatan sesuai diatur dalam standar teknis yang berlaku.
b. Untuk bangunan gedung negara yang karena fungsinya mensyaratkan
baku tingkat kebisingan dan atau getaran tertentu, agar mengacu pada hasil
analisis mengenai dampak lingkungan yang telah dilakukan atau ditetapkan
oleh ahli.
15. Aksesibilitas bagi penyandang cacat
a. Bangunan gedung negara yang berfungsi untuk pelayanan umum dan
social harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kemudahan bagi
penyandang cacat.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat
mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468
atau KPTS atau 1999 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada
Bangunan Umumdan Lingkungan.
88
b. 1 ruang parkir mobil dibutuhkan minimal 4 orang pengunjung pada saat
jam sibuk.
c. Satuan Ruang Parkir (SRP)
Satuan Ruang Parkir adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan
kendaraan (mobil penumpang, bus atau truk, atau sepeda motor), termasuk
ruang bebas dan lebar buka pintu untuk hal-hal tertentu. Untuk
meningkatkan aksesibilitas bagi penderita cacat yang menggunakan
kendaraan pribadi ruang parkiruntuk penderita cacat ditempatkan sedekat
mungkin dengan akses kegedung ataupun tempat kegiatan.
1. Studi Lapangan
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang berada di pulau
Bali dan juga menjadi salah satu tujuan wisata utama diBali. Lokasi dari
Penyusunan Review DED Pembangunan RTH Taman Bung Karno Tahap IV,
di Jl. Jelantik Gingsir Singaraja Kec. Sukasada, Luas lahan yang tersedia
adalah 22.061 m2 dengan kondisi tanah tidak beraturan.
89
Gambar 3.24 Masterplan taman Bung Karno Tahap IV
90
Gambar 3.25 Kondisi Eksisting Patung Bung Karno
- Untuk bagian badan depan, badan belakang, tangan kanan dan tangan
kiri sudah ada cetakan fibernya
91
Gambar 3.26 Kondisi Eksisting Patung Bung Karno
Relief 4 Relief 6
Relief 9 Relief 10
Relief 16 Relief 12
- Untuk cetakan fiber yang sudah ada : relief nomor 5, 7, 8, 11, 13, 14,
15, 17.
92
Relief 5 Relief 7
Relief 8 Relief 11
Relief 13 Relief 14
Relief 15 Relief 17
Gambar 3.28 Kondisi Eksisting Relief Logam
93
Gambar 3.29 Kondisi Eksisting Patung Singa Ambara Raja
d) Taman Type 1
– Ukuran taman Ø 28 m dengan perkerasan rabat beton,
– Lokasi berada di bawah wantilan utama, terdapat Pohon Pule tepat di
tengah taman.
94
Gambar 3.30 Kondisi Eksisting Taman Type 1
e) Taman Type 2
– Ukuran taman Ø 22 m dengan perkerasan rabat beton,
– Lokasi berada di bawah/sebelah selatan Patung Beton Singa Ambara Raja.
f) Taman Type 3
– Ukuran taman Ø 22 m dengan perkerasan rabat beton,
– Lokasi berada di dekat water fountain garden.
h) Jogging Track
– Jogging track dengan perkerasan rabat beton (pekerjaan tahun 2017)
dengan panjang sebesar ± 1.500 m dan lebar rata-rata 2,5 m (sesuai
dengan as-built drawing).
96
– Stage Singa Ambara Raja (panggung dan tribun) dengan perkerasan rabat
beton dengan wire mesh.
97
IV. PENYUSUNAN REVIEW DED TAMAN BUNG KARNO
Tata Kegiatan yang akan diakomodir di dalam Taman Bung Karno adalah
kegiatan dengan fungsi edukasi, atraksi dan olahraga. Selan itu Ruang Terbuka
Hijau Publik, diharapkan dapat memberikan manfaat ekologi, ektetika, dan
sebagai penghidup kegiatan disekitarnya. Sehingga taman yang ada nantinya akan
menjadi daya tarik rekreasi bagi kawasan sekitarnya, baik itu area permukiman,
area hutan kota dan kebun bibit yang akan datang. Rekreasi yang dikembangkan
di area taman adalah berupa rekreasi aktif dan pasif.
o Rekreasi pasif yang ada adalah berupa bentuk kegiatan yang cenderung
bersifat tenang dan relaksasi, disini yang dimaksud adalah dengan
penyediaan area teduh dan tenang untuk sekedar berelaksasi dan adanya
taman yang memberikan fungsi edukatif bagi pengunjung.
o Rekreasi aktif yang diwadahi di taman ini lebih pada dominasi kegiatan
fisik yang membuat pengunjung taman lebih atraktif dan leluasa untuk
beraktifitas baik dalam bentuk aktifitas seni, maupun edukasi dengan
adanya taman lalu lintas mini untuk edukasi bagi anak-anak.
Pengguna taman diperuntukkan untuk segala usia baik itu anak-anak, remaja
hingga dewasa.
Taman Bung Karno ini diarahkan memiliki fungsi sebagai tempat rekreasi aktif
maupun pasif serta mempunyai nilai sosial, dan edukatif.
Rekreasi Aktif :
98
o Joging track di sekeliling taman yang nyaman untuk mendukung kegiatan
olah raga warga
o Area mini play ground sebagai area rekreasi aktif bagi anak muda maupun
anak-anak
Rekreasi Pasif :
o Penyediaan gazebo dan bangku taman sebagai ruang duduk untuk
menikmati suasana taman
99
Relief 1 Relief 2
Relief 3
Setelah pembuatan model Relief nomor : 1, 2, dan 3 lanjut dengan
pembuatan cetakan fiber cetakan silika cor logam perakitan
dengan las dan perapian finishing pemasangan di
lokasi/pedestal Taman Bung Karno.
Pekerjaan Lanjutan :
Cek kelayakan struktur patung beton
Membongkar dan mengganti stager bambu,
Melanjutkan pekerjaan sayap yang belum selesai dan bagian kepala,
Memperbaiki/menyempurnakan bagian patung, seperti : bagian
kepala, kaki depan, bentuk jagung gembal, dll.
100
Gambar 4.1 Sketsa konsep Patung Singa Ambara Raja
101
Gambar 4.3 Tampak Depan Wantilan (Utama)
102
IV.4. PEKERJAAN WANTILAN (ALIT)
Pekerjaan Lanjutan :
- Wantilan Alit dengan ukuran bangunan 7,5 m x 14 m, dilengkapi
dengan fasilitas toilet dan gudang penyimpanan (tempat alat-alat
upacara)
- Lokasi berada di area kantor UPT Dinas Pertanian Kabupaten
Buleleng sebelah Barat Pura Alit Beratan (membongkar 1 unit
bangunan gedung paling Timur/Ruang Penyuluh)
104
Gambar 4.7 Rencana Taman Type 2
105
Gambar 4.8 Rencana Taman Type 3
106
– Lokasi di sebelah Barat Kios/Art Shop.
KOLAM AIR
MANCUR YANG
JUGA DIFUNGSIKAN
SEBAGAI KOLAM
IKAN KOI
107
Gambar 4.10 Rencana Jogging Track
108
Gambar 4.11 Rencana Pekerjaan Pagar
109
– Finishing Stage Singa Ambara Raja (panggung dan tribun) dengan
batu candi.
– Rabat beton panggung belakang (back stage) dan finishing batu candi.
– Finishing paduraksa.
110
Tribun penonton menggunakan finishing floor hardener dan panggung
menggunakan lantai batu candi.
111
Gambar 4.15 Rencana Penataan Hardscape
112
Gambar 4.16 Rencana Penataan Vegetasi
IV.16. PEKERJAAN VEGETASI RUMPUT
Pekerjaan Lanjutan :
– Rumput yang dimaksudkan adalah rumput yang sesuai dengan iklim
dan kondisi existing di RTH Taman Bung Karno.
113
DAFTAR PUSTAKA
114