Disusun oleh:
Kelompok 2
IAT “A” Semester 2
SPI KELOMPOK 2
NIM : 933805219
Nomor HP : 081357830077
NIM : 933802018
Nomor HP : 081231650548
Alamat : Sidoarjo
NIM : 933809019
Nomor HP : 085749838685
NIM : 933806219
Nomor HP : 082231911828
i|Page
Nama : Iskandar Mulyono Nur
NIM : 933806719
Nomor HP : 08312092781
NIM : 933808019
Nomor HP : 085234149672
NIM : 933805019
Nomor HP : 085856762902
NIM : 933808219
Nomor HP : 085784750151
Alamat : Dsn. Tegal Rejo Ds. Sukoanyar Kec. Mojo Kab. Kediri
ii | P a g e
Nama : Alfin Hidayah
NIM : 933802619
Nomor HP : 0895606157583
NIM : 933802919
Nomor HP : 085748081806
NIM : 933805319
Nomor HP : 085815287455
Alamat : Nganjuk
NIM : 933802419
Nomor HP : 085331776094
Alamat : Jombang
iii | P a g e
Nama : Diana Indah Anggraini
NIM : 933807319
Nomor HP : 085233266983
NIM : 933807619
Nomor HP : 081335410775
NIM : 933808619
Nomor HP : 085785992434
NIM : 933806919
Nomor HP : 085732826059
iv | P a g e
Nama : Rif’an Mujtahid
NIM : 933810519
Nomor HP : 089517877414
NIM : 933805619
Nomor HP : 087853382449
v|Page
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Eksistensi Nahdhatul Ulama (NU) dalam Bingkai NKRI dan Paradigma Nahdhatul
Ulama (NU) dalam Dakwah Islam dan Kebangsaan ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dalam mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang diampuh oleh Bapak Dr.
Mohammad Arif, MA. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang konstribusi Nahdhatul Ulama (NU) dalam islam, bangsa dan
Negara.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Mohammad Arif, MA,
selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami pelajari.kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
vi | P a g e
DAFTAR ISI
vii | P a g e
BAB III PENUTUP ..............................................................................................55
viii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1|Page
Ketika bangsa Indonesia sedang memperjuangkan kemerdekaannya,
NU juga memiliki peran dan konstribusinya yaitu adanya beberapa tokoh
NU yang turut terlibat, termasuk dalam kelompok BPUPKI dan PPKI.
Tokoh dari NU yang mewakili pada saat itu adalah K.H A. Hasyim Asy’ari
(Ayah Gusdur). Beliau juga merupakan ulama yang ikut serta dalam
merumuskan dasar Negara Indonesia. Pasca kemerdekaan pada 17 Agustus
1945, saat rakyat mulai merasakan kebebasan dari penjajah, mereka
terpaksa kembali terusik dengan rencana hadirnya sekutu ke Indonesia. Hal
ini kembali memanggil rasa tanggung jawab para ulama untuk terus
mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia yang telah dideklarasikan
oleh Ir. Soekarno.
2|Page
berbasis massa atau umat yang terus melekat dalam gerakan cultural,
nalar,dan aktualisasi spirit social kebangsaannya.
3|Page
1.3.3 Untuk mngetahui Upaya NU dalam Menjaga Keutuhan dan
Mempertahankan NKRI.
1.3.4 Untuk mengetahui Peran NU saat Reformasi.
1.3.5 Untuk mengetahui Peran NU dalam Bidang Pendidikan.
1.3.6 Untuk mengetahui Peran NU dalam Bidang Ekonomi.
1.3.7 Untuk mengetahui Peran NU dalam Bidang Politik.
1.3.8 Untuk mengetahui Peran NU pada Masa Orde Baru.
1.3.9 Untuk mengetahui pengertian Dakwah.
1.3.10 Untuk mengetahui Islam Nusantara dalam Bentuk Dakwah Kultural
dan Struktural.
1.3.11 Untuk mengetahui Paham Keagamaan NU.
1.3.12 Untuk mengetahui Konsep Dasar Berpolitik NU.
1.3.13 Untuk mengetahui Tujuan Politik NU.
1.3.14 Untuk mengetahui Paradigma Politik NU.
1.3.15 Untuk mengetahui Peranan Ideal NU dalam Kancah Perpolitikan
Bangsa.
4|Page
BAB II
PEMBAHASAN
5|Page
untukmempertahankan agama, bangsa danNegara Kesatuan Republik
Indonesia.1
Menurut Thomas Stamford Raffles, peran kelompok ulama
yang strategis ini bukanlah hasil dari voting (pemilihan suara) atau
dari pengaruh karismaraja, tetapi lahir dari perkembangan Islam itu
sendiri yang memandang ulama sebagai kelompok intelektual Islam,
dan tampaknya telah menjadi watak dasar bangsa Indonesia yang
selalu mengangkat kalangan berilmu sebagai pemimpinnya.
Kehadiran ulama dalam masyarakat telah diterima sebagai pelopor
pembaharuan, dan pengaruh ulama pun semakin mendalam setelah
berhasil membina pesantren. Eksistensi ulama jangan dilihat hanya
sekedar sebagai pembina pesantren saja, akan tetapi peranannya
dalam sejarah perjuanganbangsa cukup militan. Sekalipun banyak
penulis sejarah yang menyingkirkanperan para ulama dalam karyanya,
namun Raffles menuliskan betapa besarperanan ulama dalam
menunjang para Sultan melawan Belanda. Menurutnya,“ulama
merupakan kelompok intelektual yang sangat kuat dan
membahayakandi tangan penguasa-penguasa pribumi dalam rangka
melawan penjajahanBelanda dan kelompok ulama senantiasa aktif
menggerakkan perjuangan danmemberikan spirit untuk melakukan
pemberontakan pada penjajahBelanda”. Kelanjutan dari pengaruh
ulama yang demikian luas tersebut tidakhanya terbatas di bidang
politik dan militer saja, melainkan meluas jugaterhadap ekonomi yang
telah meninggalkan bekas-bekasnya baik berupaaktivitas
perdagangan, tukar menukar barang ekonomi, kegiatan
perniagaanlain yang produktivitasnya untuk menopang perekonomian
6|Page
keluarga dan perjuanganagama. Pasar tidak hanya merupakan
kegiatan jual beli barang dagangan,tetapi juga dijadikan arena dakwah,
sehingga kegiatan pasar sangat dipengaruhioleh hari-hari besar Islam.
Jadi, Islam sebagai agama yang disebarkandi Indonesia oleh para
ulama, memiliki peran yang positif dalam menunjangkegiatan-
kegiatan sosial, politik dan kegiatan perekonomian danperdagangan.
Kalau kita perhatikan data di atas, jelaslah bahwa kepentingan
Belanda diIndonesia mendapatkan rintangan dari ulama, terutama di
bidang perdagangandan kebijakan politik kolonial. Belanda melihat
kegiatan umat Islam yang mempunyaidwi fungsi sebagai pedlar
missionaries (da’i dan pedagang), mengakibatkanusaha perdagangan
Belanda menghadapi ancaman dari umat Islam,maka tidaklah
mengherankan kalau Islam dijadikan sebagai senjata politikdalam
melawan Calvinisme VOC Belanda. Para ulama dan para kiai
mempunyaipengaruh yang sangat besar, terlebih karena sifat
pendidikan agama dipesantren, pondok yang mengarah pada orientasi
vertikal kalangan santrikepada para gurunya —yang dalam filosofis
diartikan harus di“gugu” dandi”tiru” menyebabkan pengaruh
kewibawaan para ulama dan kiai sangatbesar. Karena itulah, dalam
menjangkau perspektifpembangunan politik diIndonesia dalam arti
yang seluas-luasnya, para ulama sangat berperan penting dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2
Peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan negara Republik
Indonesia tidak hanya sebagai pengobar semangat santri dan
masyarakatnya, akan tetapi juga bertujuan “mempengaruhi”
pemerintah agar segera menentukan sikap melawan kekuatan asing
yang ingin menggagalkan kemerdekaan negara Republik Indonesia.
2
Data sejarah di atas memberikan ilustrasi kepada kita tentang betapa besarnya peranan ulamadalam
setiap perlawananbersenjata. Tidak hanya terlihat sekedar sebagai pembina pesantren, tetapi
telahdiakui oleh Thomas Stamford Raffles bahwa ulama merupakan partnership para pengusaha
dalammelawan usaha perluasan kekuasaan asing di Indonesia. Dengan demikian, ulama memegang
perananmultifungsi, termasuk bidang politik dan militer. Lihat dalam buku: Ahmad Mansur
Suryanegara, MenemukanSejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996)
h. 238.
7|Page
Jauh sebelumnya, yaitu masa pendudukan Jepang, kaum ulama dan
santrinya sudah bersiap-siap menyusun kekuatan. Laskar
Ḥizbullah 3 (Tentara Allah) dan Sabīlillāh (Jalan Allah) didirikan
menjelang akhir pemerintahan Jepang, dan mendapat latihan
kemiliteran di Cibarusah, sebuah desa di Kabupaten Bekasi, Jawa
Barat. Laskar Ḥizbullāh berada di bawahkomando spiritual KH.
Hasyim Asy’ari dan secara militer dipimpin oleh KH. Zaenul Arifin.
Adapun laskar Sabīlillāh dipimpin oleh KH. Masykur, dia adalah
pemuda pesantren dan anggota Ansor NU (ANU) sebagai pemasok
paling besar dalam keanggotaan Ḥizbullāh. Peran kiai dan santri
dalam perang kemerdekaan ternyata tidak hanya dalam laskar
Ḥizbullāh dan Sabīlillāh saja, tetapi banyak diantara mereka yang
menjadi anggota tentara PETA (Pembela Tanah Air).
Menurut Martin van Bruinessen, lahirnya “Resolusi Jihad”
tidak terlepasdari peran Ḥizbullāh, peran mereka nyata terlihat setelah
berkumpulnya parakiai se-Jawa dan Madura di kantor ANO (Ansor
Nahdlatul Oelama) pada tanggal21 Oktober 1945. Setelah rapat
darurat sehari semalam, maka pada 22 Oktoberdideklarasikan seruan
jihad fī sabīlillāh yang belakangan dikenal dengan istilah“Resolusi
Jihad” 4
, ketika NU melihat ancaman terhadap negara yang
sudahmenyatakan proklamasi kemerdekaannya, dan sudah
mempunyai konstitusinyasendiri (UUD 1945), maka pada tanggal 22
3
Nama ḥizbullāh diambil dari kata Arab yang berarti tentara Allah, oleh karena itu dengan
terbentuknya Hizbullāh diharapkan sebagai wadah umat Islam untuk menopang cita-cita dalam
meraih kemerdekaannya. Setelah tentara Ḥizbullāh terbentuk, paratokoh Islam segera
mengkampanyekan kepada seluruh ummat Islam di Jawa, Sumatera, Kalimantan,Sulawesi dan
daerah-daerah lain di Indonesia untuk mengumpulkan para pemuda Islam yang akandididik dalam
kemiliteran.dan Menurut penelitian Agus Sunyoto, dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir
separuhkomandannya adalah para kiai. Lihat: M. Mas’ud Adnan, Resolusi Jihad dalam Peristiwa
10 November, h.87..
4
Sejarawan Belanda Bruinessen mengakui bahwa “Resolusi Jihad” ini tidak mendapat
perhatianyang layak dari para sejarawan,patut diketahui, bahwa munculnya Resolusi Jihad berkat
peran pentingdari laskar ḥizbullāh dan sabīlillāh dimana laskar rakyat ini paling kuat yang pernah
hidup di bumiIndonesia Meskipun dalam sejarah,keberadaan laskar tersebut disisihkan. Buktinya,
perjuanganmereka tidak ditemukan dalam museum-museum. Boleh jadi, para laskar ini seringkali
berselisihpaham dengan pemerintah Soekarno yang tidak bersikap tegas dalam menentang
pendaratan pasukan. Sekutu dan Belanda ketika itu. Lihat; Martin van Bruinessen dalam NU:
Tradisi, Relasi-relasi Kuasa,Pencarian Wacana Baru (baca: KH. Hasyim Asy’ari: Menjaga
Tradisi Pesantren), 1997, h. 76 .
8|Page
Oktober 1945, organisasi inimengeluarkan sebuah “Resolusi Jihad”.
Sedangkan tokoh ulama NU yang memprakarsai“Resolusi Jihad” ini
adalah KH. Hasyim Asy’ari (1875-1947 M), KH.Wahab Hasbullah
(1888-1971 M), Kiai Bisri Syansuri (1886-1980 M) dan KiaiAbbad
Buntet (1879-1946 M). Ketika NU melihat ancaman terhadap
negarayang sudah menyatakan proklamasi kemerdekaannya, dan
sudah mempunyaikonstitusinya sendiri (UUD 1945), maka pada
tanggal 22 Oktober 1945, organisasiini mengeluarkan sebuah
“Resolusi Jihad”. Namun, sebelumnya NU mengirimsurat resmi
kepada pemerintah yang berbunyi: ”Memohon dengansangat kepada
pemerintah Indonesia supaya menentukan sikap dan tindakanyang
nyata serta sepadan terhadap tiap-tiap usaha yang akan
membahayakankemerdekaan agama dan negara Indonesia, terutama
terhadap Belanda dankaki tangannya. Supaya pemerintah melanjutkan
perjuangan yang bersifat fīsabīlillāh untuk tegaknya Negara Republik
Indonesia yang merdeka dan beragamaIslam.”
Adapun resolusi yang diputuskan dalam rapat para konsul NU
se-Jawa itu
berbunyi:
2.1.1.1 Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17
Agustus 1945, wajib dipertahankan.
2.1.1.2 Republik Indonesia (RI) sebagai satu-satunya pemerintahan
yang sah, wajib dibela dan diselamatkan.
2.1.1.3 Musuh negara Republik Indonesia, terutama Belanda yang
datangdengan membonceng tentara Sekutu (Inggris) dalam
masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan
menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali
menjajah Indonesia.
2.1.1.4 Umat Islam, terutama NU wajib mengangkat senjata melawan
Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah
Indonesia.
9|Page
2.1.1.5 Kewajiban tersebut adalah jihad yang menjadi kewajiban tiap-
tiapMuslim yang berada pada jarak radius 94 km (jarak dimana
umat Islamdiperkenankan shalat jamā’ dan qaṣr). Resolusi
jihad tersebut akhirnya mampu membangkitkan semangat
arekarekSurabaya untukbertempur habis-habisan melawan
penjajah. Dengansemangat takbir yang dipekikkan oleh Bung
Tomo, maka terjadilah perangrakyat yang heroik pada 10
November 1945 di Surabaya. Dari sejarah ini,warga NU dan
para elitnya, tidak menjadi alergi ketika akhir-akhir ini
adaupaya untuk mengebiri dan mengaburkan makna jihad.
Resolusi Jihad yangdiserukan KH. Hasyim Asy’ari, sebaiknya
diingat kembali untuk memberikanmotivasi kepada generasi
muda dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa dan negara.5
2.1.2 Keterlibatan NU Sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI)
Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) mempunyai arti penting
dalam perumusan Pembukaan Undang -Undang Dasar negara
Republik Indonesia, yang terbentuk dalam Panitia Sembilan dalam
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha -Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) tahun 1945 yang menghasilkan dokumen sejarah penting,
yaitu “Piagam Jakarta”6. Syukurlah rumusan “Atas berkat
yang disiapkan untuk konstitusi Negara Indonesia merdeka. Ketika naskah pembukaan itu sudah
disepakati, maka naskah-naskah rincian pasal-pasal dalam UUD 1945 masih menjadi masalah yang
diperdebatkan. Dalam sidang BPUPKI tanggal 13 Juli 1945, KH Wahid Hasyim mengusulkan, agar
Presiden adalah orang Indonesia asli dan “yang beragama Islam”. Begitu juga draft pasal 29 diubah
10 | P a g e
rahmat Allah “ , itu tidak dituntut untuk dicoret sebagaimana rumusan
tujuh kata “(Ketuhanan) dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”, seperti kita pahami “tujuh kata” itu
kemudian dicoret dalam sidang PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945. Bung Hatta
mengaku, ia mendapat telepon dari seorang perwira Jepang yang
mengaku menyampaikan aspirasi kaum Kristen Indonesia Timur,
bahwa mereka tidak mau bergabung dengan NKRI jika “tujuh kata”
itu tidak dihapus 7. Hingga kini, peristiwa seputar pencoretan “tujuh
kata” itu masih misterius, sebab sampai meninggalnya Bung Hatta
tidak membuka siapa sebenarnya perwira Jepang yang meneleponnya
tersebut8
Menurut KH. Wahid Hasyim, bahwa toleransi yang dilakukan
oleh NU dan tokoh-tokoh pejuang Muslim lain yang menerima untuk
menghapus “tujuh kata” dan menerima tuntutan kaum Kristen
Indonesia Timur, itu semua merupakan pengorbanan dan perjuangan
para ulama NU demi terpeliharanya kemerdekaan dan juga demi
persatuan dan kesatuan NKRI.9 Kita perlu mengingat kembali, bahwa
setelah “Piagam Jakarta” ditetapkan, masih ada sebagian anggota
BPUPKI yang menggugatnya. Akhirnya, Bung Karno sendiri
dengan ungkapan: “Agama Negara ialah agama Islam”, dengan menjamin kemerdekaan orang-orang
yang beragama lain, untuk dan sebagainya..... Menurut KH. Wahid Hasyim: “Hal ini erat
perhubungan dengan pembelaan, pada umumnya pembelaan yang berdasarkan atas kepercayaan
sangat hebat, karena menurut ajaran agama, nyawa hanya boleh diserahkan buat ideologi agama.”
Lihat: Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama dan Santrinya & Resolusi Jihad..., h. 208.
7Bung Hatta berkata: “Pada sore harinya saya menerima telepon dari Nisyijima, pembantu Admiral
Maeda menanyakan, dapatkah saya menerima seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut), karena ia
mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi indonesia. Nisyijima sendiri yang akan
menjadi juru bahasanya. Saya persilahkan mereka datang. Opsir itu yang saya lupa namanya,
datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan dengan sungguh-sungguh, bahwa wakil-
wakil Protestan dan Katolik dalam daerah-daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang,
berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam pembukaan Undang -Undang Dasar, yang
berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Lihat: Mohammad Hatta, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, (Jakarta: Tintamas Press, 1969), h.
66-67.
8Nurlira Goncing, “Politik Nahdlatul Ulama dan Orde Baru”, The Politics: Jurnal Magister Ilmu
Usul KH. Wahid Hasyim disokong oleh Soekiman. Lihat: Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama
dan Santrinya & Resolusi Jihad ..., h. 21
11 | P a g e
menegaskan: “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromis untuk
menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat
sesudah keringat kita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah jelas bahwa
kalimat “dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya....” sudah
diterima oleh Panitia ini” 10 Inilah debat panjang yang akhirnya
menelorkan sikap kompromis yang sebaik-baiknya antara kaum
muslimin dan kristen. Sehingga panitia memegang teguh akan
kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Muh.
Yamin dengan nama “Djakarta Charter”, yang disertai perkataan
Tuan anggota Soekiman, gentlemen agreement, hal ini supaya
dipegang teguh di antara pihak Islam dan pihak kebangsaan.” 11
Piagam Jakarta adalah cikal bakal materi Pembukaan UUD
1945 oleh karena materi Piagam Jakarta kemudian dijadikan materi
pembukaan (preambule) UUD 1945. Piagam Jakarta berisi pula
kalimat proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada 17
Agustus 1945. Persiapan yang dilakukan oleh para tokoh bangsa
termasuk salah satu perumus Pancasila yaitu KH. Abdul Wahid
Hasyim dari kalangan tokoh agama, beliau melakukan langkah
dengan menggelar rapat di Taman Raden Saleh Jakarta pada tanggal
13-14 September 1944. Sebulan kemudian, Masyumi mengadakan
rapat khusus dengan kesepakatan untuk mengajukan resolusi kepada
Jepang agar segera mempersiapkan umat Islam Indonesia untuk siap
menerima kemerdekaan. Di saat tentara Negara belum efektif
terutama jalur komandonya, Laskar ulama dan santrinya telah sigap
menghadapi berbagai ancaman yang akan terjadi. Bahkan konsolidasi
dan jalur komando laskar Ḥizbullāh dengan dukungan struktur
Nahdlatul Ulama (NU) dan Masyumi begitu massif hingga ke
10Mohammad Hatta, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, (Jakarta: Tintamas Press, 1969), h. 19.
Lihat juga dalam: Panji Islam, No. 29,22 Juni 1940, sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer,
Gerakan Modern Islam di Indonesia (Jakarta LP3ES, 1980), h. 308
11 A.B. Kusuma, Lahirnya Undang -Undang Dasar 1945 (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
12 | P a g e
pedesaan. Sebagai bentuk dukungan, laskar tetap loyal terhadap
negara, ini ditandai dengan meleburnya laskar Ḥizbullāh dan
Sabīlillāh NU ke dalam TNI dan terus aktif terlibat dalam berbagai
serangan umum terhadap markas Belanda. Kegigihan para pejuang
TNI dan laskar Ḥizbullāh,Sabīlillāh NU menunjukkan kepada dunia
bahwa bangsa Indonesia tetap eksis meskipun ibukota sudah diluluh
12
lantahkan oleh kolonial Belanda. Perjuangan ini akhirnya
membuahkan hasil dengan diakuinya kedaulatan negara Republik
Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), 13
yang hasil keputusannya adalah Kerajaan Belanda menyerahkan
kedaulatan negara Indonesia dan kemerdekaannya secara penuh
dengan tidak bersyarat dan tidak dicabut lagi.
12KH. Wahid Hasyim merupakan pendiri tentara Ḥizbullah , yang dibentuk dengan beberapa
ulama yang ada dalam Masyumi yang bertujuan untuk mendidik para santri dalam bidang
kemiliteran dan untuk mempersiapkan perang melawan penjajah Belanda untuk merebut
kemerdekaan. R. Moh. Kafrawi, dkk, Sejarah Hidup KH. A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar
(Bandung: Al-Ma’arif, 1958), h. 307-319
13Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag Belanda,
dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda dan BFO
(Bijeenkomst voor Federal Overleg) yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di
kepulauan Indonesia. KMB ini dilatarbelakangi oleh usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia
dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia
internasional. Lihat: Zuhdi Mukhdlor, NU dan Politik, (Yogyakarta: PT. Gunung Jati dan Pondok
Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1986), h. 21.
Lihat juga: Suryanegara, Ahmad Mansur, Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri ...,
h. 54.
13 | P a g e
yakni pertama, motif agama. Kedua, untuk mempertahankan paham
ASWAJA ( Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) dan yang terakhir adalah
motif nasionalisme. Guna mempersatukan Negara Idonesia yang
awalnya terdiri dari organisasi daerah, yaitu jong java, jong Ambon,
jong Sumatera, dan lain sebagainya akhirnya NU membentuk
organisasi yang bersifat nasionalisme yakni Subban Al-wathon dan
kemudian berubah menjadi Ansor Nahdlatoel oelama’ (ANO). 14
Peran NU dalam menyatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yakni:
14Amin farih. 2016. Nahdlatul Ulama (NU) dan Kontribusinya dalam Memperjuangkan
Kemerdekaan Indonesia dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. h. 2
15Rina sari kusuma dan nur azizah. 2016. Melawan Radikalisme.h. 11
14 | P a g e
peristiwa seperti ini seperti perubahan Negara Indonesia yang
awalnya dari Negara kesatuan dijadikan Negara islam. Ormas
(HTI) inipun masih berusaha untuk mengubah Negara
Indonesia ini. Strategi di Indonesia adalah dengan
menggandeng para petinggi NU, untuk mengikuti kajian
mereka yang mana mereka mereka datang secara langsung
untuk menawarkan ajarannya yang dibawanya itu.
Yang masih berlangsung hingga saat ini adalah
pemberontakan ISIS yang sampai saat ini tejadi di Negara
Palestina. Kesenjangan sosial di Negara muslim dan ekspansi
barat merusak nilai-nilai islam dan pemimpin dunia islam
tidak berdaya dan tunduk terhadap kemauan Barat. Ketidak
adilan global adalah kenyataan yang tidak dapat diabaikan.
Cara NU untuk mengakal radikalisme yang disampaikan
dalam Muktamar NU ke 33 di Jombang yakni :
2.1.3.2.1 Dibidang dakwah, berupa langkah-langkah afirmasi
ASWAJA an-nahdliyah sekaligus untuk menegasi
faham-faham radikalisme di masyarakat terutama
melalui program kaderisasi secara intensif. Seperti
NU mengadakan dialod internasional melalui
pengiriman delegasi ke Afganistan dan juga
mengundang ulama’ afganistan untuk datang ke
Indonesia. Dialog yang saling kunjung ini
membuahkan hasik dengan dibentuknya NU
afganistan sekitar agustus 2014 di Kabul.
2.1.3.2.2 Di bidang sosial, meliputi pelayanan sosial melalui
pemanfaatan zakat, infaq, dan shadaqoh.
2.1.3.2.3 Dalam bidang perekonomian, pemberdayaan umat
dalam bidang perekonomian yang mana orang-
orang diarahkan untuk bersemangat dalam
berwirausaha dikalangan warga nahdliyin dan
mengembangkan ekonomi syariah dengan tujuan
15 | P a g e
jangka menengah dan panjang guna membentangi
umat dari dominasi kapitalisme global.
2.1.3.3 Penumpasan PKI (Partai Komunis Indonesia)
Peristiwa G30S PKI merupakan permasalahan yang tidak
enteng di Indonesia. Terutama yang menyangkut siapa yang
menjadi pemeran didalamnya yang meninggal yakni tujuh
pwrwira besar Angkatan Darat pada tanggal 1 oktober 1965
dini hari.16 Menurut beberapa para ahli dalang dari kejadian
tersebut adalah suekarno, PKI, soeharto dan campur tangan
orang asing. Dalam tragedi di Indonesia ini, banyak sekali
pelanggaran HAM yang terjadi seperti: perbudakan,
penganiayaan, penyiksaan, pemerkosaan, dan pembantaiann.
Banyak dugaan di didalam peristiwa pemberontakan PKI ini.
Guna melancarkan serangannya kelompok ini melibatkan
warga sipil juga. Mereka memberikan training dan
persenjataan sipil pada warga yang mau ikut dengannnya.
Bahkan organisasi NASAKOM yang didiririkan oleh
Preseiden Indonesia pada masa itu yakni Ir. Suekarno difuga
ikut terlibat dalam peristiwa ini.
Dalam kalangan Nahdhatul Ulama’ (NU) dari golongan ansor
punya peran yang cukup segnifikan. Dinamika di lingkar elit
NU di Jakarta menjelaskan bahwa G30S PKI hingga
pertengahan Oktober 1965, nampaknya bisa menjadi penjelas
terjadi penyerangan terhadap PKI, khususnya di daerah Jawa
Timur.
Dalam percaturan politik Indonesia, hubungan kelompok
islam dengan kominis berlangsung dengan kecurigaan dari waktu ke
waktu. Kebangkitan NU bertujuan untuk membendung meluasnya
komunisme yang mana idelogi ini dituduh anti tuhan, suatu hal yang
pantas untuk dibenci dan diperangi. Kekafiran adalah salah satu
aan. 2017. Kemenangan Faksi Militan: Jejak Kelam Elit Nahdlatul Ulama’ Akhir
16Anshori,
16 | P a g e
penyebab pertumpahan darah. Tensi yang menegang diantara PKI
dengan kelompok PNI-MASYUMI, yang mana NU berada di
dalamya yang mana pergesekan ini menyebabkan pergesekan yang
mudah memicu konflik terbuka. Puncak ketegangan ini memuncak
ketika peristiwa Madiun pada tahun 1948. Dalam catatan sejarawan
Onghokham menjelaskan bahwa ada tiga penyebab terjadinya
peristiwa 1948, yakni: reorganisasi rasionalisme (rera) TNI,
memburuknya perekonomian yang membuat diskursus revolusi
menjadi condong ke kiri, pengaruh perkembangan nasional dan
internasional. Dalam peristiwa ini akhirnya dimenangkan Tentara
Republik Indonesia, korban berjatuhan baik dari kelompok PKI
ataupun PNI-MASYUMI.
2.1.4 Peran NU saat Reformasi
Masa reformasi yang menjadi tanda berakhirnya kekuasaan
pemerintahan orde baru merupakan sebuah momentum bagi Nahdlatul
Ulama (NU) untuk melakukan pembenahan diri.Selama rezim orde
baru berkuasa, NU cenderung dipinggirkan oleh penguasa saat
itu.Ruang gerak NU pada masa orde baru juga dibatasi, terutama
dalam hal aktivitas politiknya.
17 | P a g e
2.1.4.2 Rekonsiliasi nasional jika dilaksanakan harus ditujukan untuk
merajut kembali ukhuwah wathaniyah (persaudaraan
kebangsaan) dan dirancang kearah penataan sistem
kebangsaan dan kenegaraan yang lebih demokratis, jujur dan
berkeadilan.
2.1.4.3 Reformasi jangan sampai berhenti di tengah jalan, sehingga
dapat menjangkau terbentuknya sebuah tatanan baru dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.1.4.4 Penyampaian berbagai gagasan yang dikemukakan hendaknya
dilakukan dengan hati-hati, penuh kearifan dan didasari
komitmen bersama serta dihindari adanya pemaksaan
kehendak.
2.1.4.5 Kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu harus disikapi
secara arif dan bertanggung jawab.
2.1.4.6 TNI harus berdiri di atas semua golongan.
2.1.4.7 Pemberantasan KKN harus dilakukan secara serius dan tidak
hanya dilakukan pada kelompok tertentu.
2.1.4.8 Praktik monopoli yang ada di Indonesia harus segera dibasmi
tuntas dalam setiap praktik ekonomi.
18 | P a g e
Rais dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tempat pertemuan ini
dipilih di Ciganjur (rumah K.H. Abdurrahman Wahid), karena kondisi
kesehatan K.H. Abdurrahman Wahid saat itu belum sembuh total dari
serangan stroke yang menimpanya.
19 | P a g e
terbesar yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama diadakan di
Jakarta pada bulan Juli 1999, yang dihadiri tokoh-tokoh
nasional.Dengan penyelengaraan istighosah, diharapkan dapat
mempererat silaturahim dan mengurangi ketegangan antar komponen
bangsa.17
17Aceng Abdul Aziz Dy. Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah di indonesia. Pustaka Ma’arif NU:
Jakarta: 2006
18
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:PT Bumi Aksara,1994) hlm. 182 .
20 | P a g e
Sejarah membuktikan bahwa peran dan sumbangan Nahdlatul
Ulama (NU) tidaklah kecil terhadap mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sumbangan ini tampak lebih besar, jika dilihat betapa lembaga
pendidikan (NU) seperti pesantren,madrasah,atau sekolah (NU) yang
didirikan secara tradisional hingga saat ini berkembang dengan pesat
dan bahkan menjadi pilihan umat. Nahdlatul Ulama (NU) dapat
memainkan peran khusus dan memberikan sumbangan berharga untuk
upaya penataan kembali sistem pendidikan nasional, peranan maupun
sumbangan Nahdlatul Ulama (NU) pada dasarnya dapat dilihat
sebagai berikut :
19Ali Rahim, Nahdlatul Ulama’ Peranan dan Sistem Pendidikannya, hlm 179-181.
21 | P a g e
Pada perkembangannya, ekonomi diseluruh dunia telah
tercemar dengan sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis
dan sistem ekonomi lainnya yang tidak memberikan rasa adil dan
ketentraman bagi umat manusia. Oleh karena itu diperlukan sebuah
sistem ekonomi yang bersifat universal dan memberikan rasa adil bagi
seluruh umat manusia. Dalam banyak ayat Allah SWT
memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan
adil sebagai “tidak mendzalimi dan tidak di dzalimi.” Implikasi
ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan
untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain
atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak
dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan mendzalimi
golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia.
Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar
daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.20
20QS Al-Fajr, dalam Akhmad Mujahidin, ekonomi Islam (Jakarta:PT. Raja Grafindo 1Persada,
2007), h.15.
22 | P a g e
NU tidak melupakan aspek ekonomi dalam program kerjanya
yang permanen, karena seluruh warganya berekonomi dan dalam
berekonomi itu harus ditaati dan diikuti ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh agama. Dalam Anggaran Dasar Nahdlarul Ulama
pasal 6 huruf d ditegaskan bahwa di bidang ekonomi, mengusahakan
terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan
pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil
pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya
ekonomi kerakyatan. Dengan demikian jelas bahwa kesejahteraan
umat merupakan masalah yang menjadi perhatian utama Nahdlatul
Ulama dalam kiprahnya di bidang ekonomi.
23 | P a g e
kesejahteraan yang datang dari luar dapat diserap dengan baik oleh
masyarakat setelah diolah dan disampaikan oleh pesantren.
Disamping itu, NU juga memiliki perangkat organisasi yang
mendukung program ekonominya, seperti : lembaga perekonomian
dan lembaga pengembangan pertanian.
2.1.7 Peran NU dalam Bidang Politik
Nahdlatul Ulama dalam menjalankan perannya sebagai sebuah
organisasi kemasyarakatan mempunyai nilai dasar yang menjadi
pedoman mereka termasuk dalam melakukan proses pendidikan
politik di masyarakat. Nilai dasar tersebut kemudian dikenal dengan
dengan istilah tawasuth, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi
mungkar yang juga bisa disebut dengan kebijaksanaan, keluwesan dan
moderatisme. Dimana jika dimaknai secara etimologi masing-masing
adalah tengah-tengah, toleransi, seimbang, dan mengajak pada
kebaikan dan mencegah hal yang buruk bagi masyarakat.
24 | P a g e
menegaskan untuk pengurus NU dilarang rangkap jabatan di
organisasi politik manapun. Salah satu pertimbangan larangan
rangkap jabatan tersebut adalah akan berakibat terbaginya perhatian
dan kesungguhan untuk melaksanakan tugas sosial keagamaan tetapi
juga dapat menghambat usaha penampilan citra dan pelaksanaan
kembalinya NU sebagai kelompok keagamaan. Dalam hal
keterlibatan personal warga NU disikapi dengan syarat bahwa warga
NU tersebut dalam keterlibatannya dalam politik praktis tidak
mengatasnamakan sebagai sikap kelembagaan secara umum
melainkan adalah hanya dianggap sebagai ekspresi pribadi saja.
25 | P a g e
2.1.7.2 Berpolitik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi
bangsa dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
2.1.7.3 Berpolitik dengan mengembangkan nilai-nilai kemerdekaan
yang hakiki dan demokratis, menyadari hak, kewajiban dan
tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama.
2.1.7.4 Berpolitik harus dilakukan denan moral, etika dan budaya
sesuai dengan nilai-nilai sila pancasila.
2.1.7.5 Berpolitik dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral
agama.
2.1.7.6 Berpolitik dilakukan untuk memperkokoh konsensus-
konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul
karimah sebagai pengalaman ajaran Islam dan Ahlussunnah
Wal Jama’ah.
2.1.7.7 Berpolitik dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan
mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah
persatuan.
2.1.7.8 Perbedaan pandangan harus tetap berjalan dalam suasana
persaudaraan dan saling menghargai.
2.1.7.9 Berpolitik menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan
timbal balik dalam pembangunan nasioanl.
26 | P a g e
dalam politik praktis agar menjadi politisi sejati, yang pada gilirannya
menjadi negarawan.
Niam, “peran Nahdlatul Ulama dalam bidang politik”, artikel peran NU dalam
22Septiyan
27 | P a g e
Suharto berhasil menumpas G30S. NU juga memainkan peran yang
sangat penting dalam pengambilalihan kekuasaan secara
konstitusional oleh Jendral Suharto. Demikian pula, NU ikut andil
dalam membumbungnya karier politik Suharto melalui reshuffle yang
dilakukan DPR-GR dan dua resolusi, yang mengabsahkan peralihan
kekuasaan ke tangan Suharto. Resolusi yang dimaksud di sini adalah,
pertama, resolusi Lubis, di mana Nurdin Lubis pernah mengajukan
resolusi agar Sukarno dicopot dari jabatannya sebagai presiden, dan
kedua resolusi yang disampaikan oleh Djamaluddin Malik, seorang
anggota DPR-GR dari NU. Resolusi ini meminta agar MPRS
mengangkat Jendral Suharto menjadi presiden RI.
28 | P a g e
Di sinilah NU mulai diperlakukan tidak adil sejak Partai Islam
dijadikan satu, sejak NU kehilangan Departemen Agama dan karena
keikutsertaan NU dalam Orde Lama. Lambat laun, orang-orang
tradisionalis menilai, tersisihnya NU itu dikarenakan kurangnya
“kematangan Politik NU sendiri”. Hasyim Lathif pun mengatakan,
dalam Orde Baru ini, ABRI lah satusatunya kekuatan yang mempuyai
konsep pemerintahan yang sudah siap. Menjelang tahun 1980-an,
karakateristik yang mewarnai Indonesia adalah perdebatan ideologis
dan perubahan yang mendalam di dalam tubuh lembaga-lembaga
Islam. Salah satu pengaruh juga dikarenakan adanya ideologi Timur
Tengah mulai bebas masuk ke Indonesia. Sejak pembentukan PPP,
golongan Parmusi dan NU pun bermasalah. Jabatan politik juga
berada di tangan ketua umum Mintaredja, seorang modernis dari
muslim Indonesia.23
23
Nurul Shobacha, “STRATEGI POLITIK NAHDLATUL ULAMA DI ERA ORDE BARU”,
Jurnal Review politik, vol. 02 no. 01, Juni 2012, hlm. 9-11.
29 | P a g e
mendapatkan bagian tender pekerjaan umum. Kedua, ketidakpuasan
terhadap pengabaian tugas-tugas utama yang bersifat
sosial/pendidikan. Pengabaian jangka panjang dapat membuat NU
kehilangan akarnya dalam masyarakat. Ketidakpuasan juga banyak
muncul karena kepengurusan Idham Chalid yang suka merahasiakan
hal yang mestinya diketahui oleh umum dan tidak memberikan
dukungannya pada cabang-cabang daerah yang menderita tekanan
dari pemerintah sehingga dalam beberapa kasus menyebabkan
hancurnya (cabang tersebut).
30 | P a g e
2.2.1.1 Definisi dakwah dari berbagai ilmuwan
25Eva Ida Amaliyah, “Islam dan Dakwah”. Sebuah kajian antropologi agama. Vol 3, no 2, 2015
hal.343.
31 | P a g e
seseorang atau sekelompok masyarakat agar terjadi
perubahan pengertian, cara berpikir, pandangan
hidup (way of life) dan keyakinan, sikap, tingkah
laku, dan nilai yang akan mengubah tatanan
kemasyarakatan dalam proses yang dinamis.
32 | P a g e
Subjek dakwah yang dimaksud ialah pelaku aktivitas
dakwah. Maksudnya seorang da'i hendaknya
mengikuti cara-cara yang telah ditempuh oleh
Rasulullah, sehingga hasil yang diperoleh pun bisa
mendekati kesuksesan seperti yang pernah diraih
Rasulullah SAW. Oleh karena itu M. Nasir
mengatakan bahwa kepribadian dan akhlak seorang
dai merupakan penentu keberhasilan seorang da'i.
33 | P a g e
memungkinkan tercapainya hidup bahagia yang
terletak pada pertemuan Allah SWT. 27 Hal ini sesuai
dengan firman QS. Adz-Dzariyat ayat 56).
34 | P a g e
nyata. Pengertian ini sejalan dengan ungkapan hikmah.
Lisan Al hal abyanu min lisanil maqal. Pernyataan itu
lebih menjelaskan dari ucapan.
28
Drs. Samsul Munir Amin, MA. Ilmu Dakwah(Jakarta: 2009) hal.11.
35 | P a g e
ditujukan bagi sasaran dakwah sesuai dengan
kebutuhan sasaran, sehingga aktivitas dakwah
mengenai sasaran.
36 | P a g e
kedua kutub yang ekstrem sama-sama tidak memberikan
kepuasan dalam memecahkan masalah serta memberikan
keyakinan yang mantap. Sikap jalan tengah inilah yang
menjadi landasan keduniawian NU. Dalam operasional
praksisnya kemudian dirumuskan kedalam norma-norma NU
yang natar lain ; 1) Tawassut dan i’tidal (bersikap tengah) ,
2) Tasammuh (toleran), 3) Tawazun (seimbang), 4) Amr
ma’ruf nahi munkar (mendorong perbuatan baik dan
mencegah perbuatan mungkar).Sebagai implikasi dari
pandangan tradisi keilmuagamaan tersebut akan memberikan
rasa tanggung jawab dalam bersosial dan berplitik
sebagaimana diujarkan oleh Gus Dur : “ hal ini sudah tentu
ada implikasinya sendiri-sendiri kepada pandangan
kenegaraan yang dianut warga NU yang masih belum
kehilangan tradisi keilmuagamaannya. Kewajiban hidup
bermasyarakat, dengan sendirinya bernegara, adalah sesuatu
yang tidak boleh ditawar lagi. Eksistensi negara
mengaharuskan adanya ketaatan kepada pemerintah sebagai
sebuah mekanisme pengaturan hidup, yang dari perilaku
pemegang kekuasaan dalam kapasitas pribadi. Kesalahan
tindakan atau keputusan pemegang kekuasaan tidaklah
mengaharuskan adanya perubaan dalam sistem
pemerintahan.29
Konsekuensi dari implikasi pernyataan tersebut
menempatkan kewajiban bermasyarakat, dengan sendirinya
bernegara adalah mengakui keabsahan negara begitu ia
berdiri dan maupun bertahan. Di sisi yang lain, adanya
penolakan sistem alternatif sebagai pemecahan masalah-
masalah utama yang dihadapi suatu bangsa yang telah
membentuk negara. Dengan demikian cara-cara yang
37 | P a g e
digunakan dalam melakukan perbaikan keadaan senantiasa
bercorak gradual. Pandangan ini sesuai dengan penjelasan
KH. Ahmad Siddiq (Rais Aam PBNU 1984-1991) Tentang
kehidupan bernegara yakni : 1) Negara nasional (yang
didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan
dipertahankan eksistensinya. 2) Penguasa negara
(pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan
yang terhormat dan di taati, selama tidak menyeleweng, dan
/ atau memerintah kearah yang bertentangan dengan hukum
dan ketentuan Allah. 3) Kalau terjadi kesalahan dari pihak
pemerintah, cara memperingatkannya melalui tatacara yang
sebaik-baiknya.30
38 | P a g e
Sunnah wa al Jama’ah menjadi sebuah ideologi kerakyatan.
Sebagai contoh adalah tradisi slametan di kalangan warga
NU. Slametan berasal dari bahasa arab salam dan salamatan,
yang berarti selamat, ketentraman, ketenangan. Tradisi
slametan sendiri merupakan sebuah rangkaian kegiatan doa
dan ucapan rasa syukur atas suatu kejadian, kenikmatan dan
kesempatan. Acara ini melibatkan banyak orang dan
dipimpin oleh seorang guru agama, ustadz atau kiyai, dengan
suguhan makanan ala kadarnya atau yang biasa disebut
dengan berkat. Melalui kegiatan slametan ini harapan
keselamatan lahir batin bagi diri, keluarga, para tamu dan
masyarakat pada umumnya di panjatkan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa yang menjadi komponen dari acara
slametan ini adalah doa, makanan, dan para tamu yang
menunjukkan sebuah solidaritas. Berkat adalah sebuah
simbol ikatan solidaritas diantara orang-orang desa
partisipan acara slametan. Slametan juga merupakan sebuah
bentuk solidaritas lintas komunitas Jika diklasifikasikan ada
tiga jenis slametan yang biasa di selenggarakan masyarakat
NU tradisional. pertama, slametan yang diselenggarakan
pada momen-momen tertentu. Misalnya slametan atau
sedekah ba’da haji, sedekah maulud, sedekah ba’da bulan
syawal dan tradisi maleman di bulan Ramadhan. Kedua,
slametan yang diselenggarakan ketika manusia menjalani
tahap-tahap siklus kehidupan. Misalnya, slametan kelahiran,
slametan penganten atau walimahan, slametan mitoni,
brokohan, pupak puser, dan sebagainya. Ketiga, slametan
untuk kepentingan menjaga harmoni kehidupan manusia
dengan alam sekitarnya. Termasuk menjaga sumber-sumber
39 | P a g e
air, hutan dan tanah. Seperti halnya acara sedekah bumi,
nyadran, labuhan, bersih desa, dan sebagainya. 31
40 | P a g e
berbagai bank dan lembaga keuangan modern yang dikelola
secara profesional. Orang pada akhirnya tidak bisa
menghindar dari persoalan bank. Secara historis, forum
bahtsul masa‟il sudah ada sebelum NU berdiri.Saat itu sudah
ada tradisi diskusi di kalangan pesantren yang melibatkan
kiai dan santri yang hasilnya diterbitkan dalam buletin LINO
(Lailatul Ijtima Nahdlatul Oelama).Dalam buletin LINO,
selain memuat hasil, bahtsul masa‟il juga menjadi ajang
diskusi interaktif jarak jauh antar para ulama.
33
Muzadi, Abdul Muchith, Mengenal Nahdlatul Ulama, cet. IV (Jember: Masjid Sunan
Kalijaga, 2006), hlm. 9
41 | P a g e
tersebut.Para ulama sepakat untukterus memelihara
pelaksanaan tradisi tahlil tersebut berdasarkan dalil-dalil
Hadits, al-Qur‟an, serta kitab-kitab klasik yang
menguatkannya.
42 | P a g e
di Bumi ini. Suatu peran yang tak diwarisi Islam
Politik atau struktural yang hanya mengejar
kekuasaan yang instan. Oleh karena itu, dakwah
kultular harus tetap ada hingga akhir zaman.
Menurut Prof. Dr. Said Aqil Siradji, M.A., jika
dilihat secara hiostoris dakwah kultural sudah ada
sejak zaman Muawiyah yang dipelopori oleh
Hasan Bashri (w. 110 H) yaitu dengan mendirikan
forum kajian yang nantinya melahirkan para
ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, hingga
kemudian diteruskan oleh para Walisongo, KH.
Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad dahlan dan lain
sebagainya.34
43 | P a g e
bagaimana membuat masyarakat itu paham akan
Islam, namun di sisi lain ia tidak kuat secara politik.
Apabila hanya mengandalkan pada ukuran
kultural saja maka Islam tentu tidak dapat
diberlakukan secara kaffah. Karena ada beberapa
penerapan hukum Islam yang hanya dapat
dilakukan apabila model Negaranya adalah Islam.
Dalam realitas di lapangan, kita pun tak dapat
menafikan bahwa saat ini tak ada satu gerakan
dakwah pun yang sifatnya hanya struktural atau
kultural saja.
44 | P a g e
meneruskan misi kenabian yaitu memelihara agama dan
mengatur pranata sosial. Dan kewajiban mendirikan negara
yang merupakan tanggung jawab kolektif seluruh umat yakni
fardhu kifayah. Sedangkan, menurut pemikiran al-ghazali,
pemikir politik ahlussunnah umumnya mencoba mengurangi
hubungan agama dan negara dengan pola Nalar simbiosis
mutualisme pada kerangka hubungan yang saling
bergantungan model bangunan pemikiran politik ahlussunnah.
seperti itu tentu dilatarbelakangi oleh faktor seperti sosial
keagamaan, budaya, dan setting politik yang melingkupi
kehidupan para tokoh Ahlussunnah.
2.2.5.1 Tujuan politik NU terdiri dari tiga bagian utama yang dalam
teorinya sangat berhubungan dengan tujuan keagamaannya,
seperti telah disinggung oleh Greg Fealy :
45 | P a g e
36
pendidikan Islam dan kesejahteraan. Tujuan politik ketiga
adalah mendapatkan kedudukan bagi anggota NU dalam
birokrasi. Selama masa kolonial, santri tradisional umumnya
menjauhkan diri dari lembaga pemerintahan dan
mengembangkan usaha-usaha di sektor-sektor swasta dan
informal. Setelah kemerdekaan, birokrasi dipandang sebagai
jalan menuju mobilitas dan status sosial. Masuknya muslim
tradisional dalam birokrasi diyakini akan meningkatkan
kedudukan NU di masyarakat Indonesia, sekaligus
memperkuat suara umat di kalangan pemerintah. 37 Tujuan
politik lain yang sama pentingnya bagi NU adalah menjamin
peningkatan kondisi sosial-ekonomi pendukung
tradisionalisnya. Tujuan ini kadang kadang tersirat dalam
literatur NU, namun jarang dibahas secara terang-terangan.
Kurang ditampakkan dan diseriusi. Meski demikian,
pentingnya motivasi politik ini terlihat lebih jelas dalam
forum-forum partai korespondensi internal partai. 38
Ternyata ketiga motivasi ini adalah asumsi bahwa kemajuan
sosial dan ekonomi merupakan suatu hal yang diperlukan
untuk mencapai tujuan Islam. Krisis dalam aspek material dan
ketidakberdayaan politik masyarakat muslim akan
menyulitkan pelaksanaan ibadah dan syiar Islam. Selain itu,
muslim yang miskin tidak dapat diharapkan bisa
melaksanakan rukun Islamnya, terutama menunaikan ibadah
haji dan membayar zakat. Maka kaitan antara kesejahteraan
masyarakat dan religiusitas terkandung dalam konsep Izzul
Islam wal Muslimin, yang arti harfiahnya adalah ‘keagungan
Islam dan umatnya.’ Ini didasarkan pada keyakinan dalam
36Lik Arifin Mansurnoor, Islam in Indonesia World, Ulama of Madura,(Yogyakarta: Gajah Mada
University Press,1990),p.261
37Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama, p. 84.
38 Ibid., p. 82.
46 | P a g e
sikap dan tindakan umat Islam. Mereka harus mempunyai
kebanggaan akan agamanya, berjuang menegakkan dan
menyebarkan ajarannya serta menciptakan umat yang adil,
makmur, dan dinamis, yang pantas sebagai penganut
keyakinan yang benar .39.
2.2.6 Paradigma Politik NU
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola
pikir seseorang atau sebuah kelompok sebagai titik tolak pandang
sehingga akan membentuk citra subyektif mengenai realita dan
akhirnya akan menentukan bagaimana ia menanggapi realitas. Dalam
bahasa sederhana Paradigma adalah cara berpikir, cara pandang, pola
pikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Paradigma
merupakan kerangka berpikir.
KH. Sahal Mahfudh menegaskan bahwa dalam NU dikenal
ada 3 macam paradigma politik, yaitu politik kenegaraan, kerakyatan,
kekuasaan. Pernyataan tersebut implisit untuk mengingatkan para
politisi NU yang sudah keluar dari khittah 1926, termasuk belakangan
ini politisi ada yang menempa diri dalam perahu politik Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
Partai Kebangkitan Nasional Ulama’ (PKNU), dan lain-lain.
Seiring kompleksitas perkembangan politik Indonesia, Nu
mulai bersentuhan dengan politik Kebangsaan terutama pada masa-
masa sesudah kemerdekaan. Persentuhan ini merupakan gerakan
nasionalisme di beberapa negara yang bergerak menuju kemerdekaan.
Kontribusi politik kenegaraan Nu yang paling menonjol adalah
dukungan Wachid Hasyim untuk tidak mencantumkan Piagam Jakarta
dengan beberapa isinya Dasar Negara kita. 40
Politik NU adalah politik kebangsaan, bukan politik
kepentingan sesaat. Ia bukan politik parsialistik, melainkan politik
39 Achmad Siddiq, Pedoman Berpikir Nahdlatul Ulama (fikiran Nahdliyah, (Jember: PMII Tjabang
Djember, 1969), p. 12.
40
Khamami Zada, Fawaid Sjadzili, Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan, (Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara, 2010, hlm 3-5)
47 | P a g e
paradigmatikuniversalistik. Sehingga tidak mencederai cita-cita luhur
para pendiri NU dan dapat ikut serta membangun masyarakat berbasis
nilai-nilai keislaman yang mempunyai jiwa nasionalisme serta
kepedulian sosial yang tinggi. Dalam rangka mewujudkan semuanya,
kekuasaan bukan jalan pintas yang harus ditempuh. Ia semata salah
satu media. Akan tetapi, pendekatan kultural dan sikap merakyatnya
organisasi NU bisa menjadi alternatif sekaligus menumbuhkan
kewibawaan tersendiri bagi NU. Di satu sisi NU tidak ingin terlibat
praktis dalam perpolitikan tapi di pihak lain “syahwat politik” para
tokoh NU sangat sulit dibendung. Sepertinya, karena jiwa politik
dalam NU sudah mendarah daging, tampak NU tidak bisa
meninggalkan kancah perpolitikan yang menawarkan kemanisan
semu itu walau sejenak. Inilah yang oleh Asep Saeful Muhtadi
dilanggamkan dengan lugas bahwa NU mau tidak mau memang harus
berpolitik untuk menyalurkan ghirah atau energy politik sebagian
umat, elit, maupun kelembagaannya.
NU menggabungkan diri dengan Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan
penguasa Orde Baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP.
Pada Muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk kembali
ke Khittah 1926, yaitu untuk tidak lagi berpolitik praktis. Namun
demikian, setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang
mengatasnamakan NU. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
dideklarasikan oleh Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang menjadi
tokoh fenomenal. Pada Pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi di
DPR dan mengantarkan Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebagai
Presiden RI. Dalam pemilu 2004, PKB memperoleh 52 Kursi DPR.41
Dengan mendapatkan peluang memperoleh kursi di DPR, NU
semakin jauh memasuki ranah perpolitikan dan tidak hanya menjadi
ormas Islam akan tetapi menjadi organisasi politik atau parpol.
Menurut Greg Fealy, tujuan politik NU saat menjadi parpol adalah 1)
48 | P a g e
penyaluran dana pemerintah terhadap NU, 2) mendapat peluang bisnis,
dan 3) menduduki jabatan birokrasi. 42
2.2.6.1 Pemikiran Nahdlatul Ulama’ terhadap Agama dan Tata
Negara
Dalam diskusi tentang relasi agama dan negara perspektif
religious power, yang telah dilakukan oleh para pemikir
besar terutama setelah abad pertengahan, secara garis besar
terdapat dua model paradigma. Yaitu konsep organik dan
sekuler. Donald Eugene Smith dalam bukunya “Agama dan
Modernisasi Politik: Suatu Kajian Analitis” 43 menegaskan
bahwa dalam paradigma organik, agama dan negara
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan karena
jangkauan agama meliputi seluruh aspek kehidupan.
Sedangkan dalam paradigma sekuler perlu pemisahan antara
agama dan negara dengan tujuan untuk melindungi
kesempurnaan agama.
Pada awal pendirian NU, ijtihad-ijtihad politik NU tampak
diorientasikan pada format pencarian paradigma hubungan
agama dan negara. Pada Muktamar NU di Banjarmasin pada
tahun 1938, status Indonesia diputuskan sebagai Dar al-Islam
(negara Islam), karena pernah dikuasai sepenuhnya oleh
orang-orang Islam dan mayoritas penduduknya beragama
Islam. Jika waktu itu bumi Indonesia masih dalam penjajahan
Belanda (bangsa asing), maka hal itu sifatnya hanya
sementara. Adapun yang dijadikan dasar hukum oleh
muktamirin adalah penjelasan kitab Bughyah al-
Mustarsyidin babHudna wa al-Imamah. 44 Dengan merujuk
kitab karangan ulama Shafi’iyyah itu, NU membedakan jenis
42
Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKIS, 2011), h. 165.
43Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik: Suatu Kajian Analitis (Jakarta: Rajawali
Press, 1985), h. 26.
44M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik
49 | P a g e
negara menjadi tiga, yaitu dar al-islam (negara Islam), dar al-
sulh (negara damai) dan dar al-harb (negara perang). Salah
satu pandangan organisasi para kyai ini tercermin dari dalil
seperti dikutip berikut ini:Janganlah kalian tentang (lawan)
pemegang kekuasaan dalam masalah-masalah yang menjadi
tanggung jawab mereka dan janganlah kalian protes mereka
kecuali kalian lihat dari mereka kemungkaran yang nyata
kalian ketahui dari kaidah-kaidah Islam. Jika kalian lihat itu,
kalian harus menentang mereka dan tegakkan kebenaran di
manapun kalian berada. Adapun memisahkan diri dari
mereka dan memerangi mereka haram menurut kesepakatan
umat walaupun mereka fasik. 45 Dengan demikian, menurut
pandangan NU, negara dan pemerintah wajib ditaati
sepanjang kelangsungan syariah dijamin dan kekufuran
(pelanggaran terhadap hukum agama) tidak terjadi. Hal ini
berarti, sebagaimana dinyatakan oleh Abdurrahman Wahid, 46
Dalam hal ini Abdurrahman Wahid menyatakan: Dalam
Konstituante di tahun 1958-1959, NU memperjuangkan
berlakunya syari’ah dalam undangundang negara (berarti
memuat negara Islam), ditahun 1959 menerima dekrit
Presiden Soekarno untuk memberlakukan kembali UUD
1945, dan di tahun 1983-1984 menerima Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi organisasi politik dan organisasi
kemasyarakatan.
Relasi Islam dan negara (politik) telah terumuskan di dalam
pemikiran kitab kuning dan pandangan-pandangan para
pendiri Nahdlatul Ulama sebelum bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Sebagaimana diketahui
bahwa salah satu di antara Panitia Sembilan yang
merumuskan Pancasila adalah KH. Wahid Hasyim, salah
45Syamsuddin Haris, Aspek Agama dalam Perilaku Politik NU, Dalam Pesantren, No.
2/Vol.VIII/1991, h. 30.
46Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren (Jakarta: Dharma Bakti, 1978), h. 34.
50 | P a g e
seorang tokoh NU. Juga, ditetapkannya Pancasila dan UUD
1945 sebagai dasar negara telah diterima secara tulus oleh
para kyai. Bahkan keputusan itu sudah menjadi ketetapan
dalam Muktamar NU ke-11 di Banjarmasin pada 1936. 47
Lebih lanjut, wacana ini menjadi tuntas dengan penegasan
KH. Ahmad Shiddiq dalam Musyawarah Nasional Alim
Ulama (1983) di Situbondo bahwa hubungan antara Islam
dan negera (politik) bersifat simbiosis mutualisme.
Pancasila dinilai sebagai falsafah bangsa sedangkan agama
adalah wahyu. “Pada dasarnya, sila-sila dalam Pancasila
tidak bertentangan dengan Islam, kecuali jika diisi dengan
tafsiran atau perbuatan yang bertentangan dengan ajaran
Islam”. 48
Sering dikatakan bahwa Islam tidak dapat
memisahkan agama dan politik. Itu memang benar dan NU
tidak memisahkan agama dan politik atau agama dengan
masyarakat, tetapi ia membedakan mana bidang yang
berguna ditanggapi dan mana yang tidak berguna; dan mana
yang harus diterima dan mana yang harus ditolak demi tujuan
keagamaan. Tepat seperti yang dikatakan oleh al-Ghazali:
Mencari kebenaran meminta sang pencarinya untuk
membedakan antara hal-hal dan tujuan yang penting dan
perlu yang ada dalam masyarakat dengan hal-hal dan tujuan-
tujuan yang tidak penting dan tidak perlu.
Pancasila itu sendiri bersifat filosofi, tetapi bila kita
perhatikan rumusan sila pertama Pancasila dan anak kalimat
“Atas berkat rakhrnat Allah” di dalam Pembukaan UUD
1945 maka negara Indonesia benarbenar mengutamakan
landasan dan wawasan keagamaan bagi kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat. Dan wawasan keagamaan itu
menurut Mukti Ali sesuai dengan watak kehidupan bangsa
51 | P a g e
Indonesia. Dengan memperhatikan UUD 1945 dengan
Pembukaannya bahwa pendekatan terhadap UUD 1945 harus
pendekatan agama. Ini berarti bahwa pengertian Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah pengertian agama, dan bukan
pengertian falsafi. Hal ini disebabkan karena yang dimaksud
dengan Tuhan Yang Maha Esa adalah “Allah”, dan “Allah”
adalah istilah agama, bukan istilah filsafat.
2.2.7 Peranan Ideal NU dalam Kancah Politik Bangsa
52 | P a g e
kecuali bertanya terlebih dahulu kepada tokoh (kiai). Tradisi ini cukup
mengakar di kalangan konstituen NU. Sebab kiai, dalam istilah Asep
Saeful Muhtadi, di kalangan NU itu seperti “makelar simbol” yang
dapat menerjemahkan tarikan bahasa politik yang mudah dipahami
oleh konstituen (umat) dengan sentuhan nilai-nilai agama. 49 Disini
tampak peran politik NU sebagai pendidik politik yang mengajarkan
kedewasaan berpolitik sesuai dengan ideologi NU yang telah
ditetapkan founding father/mu’assis NU. Keempat, jika Khittah NU
dipahami sebagai tidak tahu menahunya NU secara struktural
terhadap politik masing-masing warganya, maka NU sendiri akan
mendapat kerugian. Kekuatan NU akan tersebar dalam banyak partai.
Kekuatan NU akan tercerai berai dan menjadi kecil. Sebab, dalam
partai-partai tersebut ideologi warga NU tidak akan utuh lagi, bahkan
tergerus oleh ideologi partai-partai politik yang diikutinya. Ini akan
menyebabkan menguapnya ideologi NU dan hilangnya militansi
kader-kader NU dalam perjuangan pembebasan. 50
49
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik, p. 44.
50Abu Dzarrin Al-Hamidy dkk, Sarung & Demokrasi, pp. 77-8
53 | P a g e
Di tengah era globalisasi yang melahirkan ideologi
kapitalisme, kedaulatan wilayah NKRI menghadapi
tantangan dari upaya-upaya pencaplokan pulau-pulau
terpencil. Oleh karena itu, negara dituntut ekstra sensitif
untuk menjamin keamanan negaranya dari ancaman
kedaulatan bangsanya. Dengan segala dampak yang
menguntungkan dan merugikan dari globalisasi, negara
diwajibkan untuk lebih memperhatikan keamanan dari
perspektif non-konvensional. Dimana aspek-aspek ideologi,
ekonomi, budaya, sosial-politik, teknologi, militer, dan
pertahanan negara sebagai dimensi yang bisa terancam
sewaktu-waktu oleh siapapun dan negara manapun.
Ancaman yang harus kita tanggulangi dalam rangka
mempertahankan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan
RepublikIndonesia) adalah setiap upaya dan kegiatan, baik
dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa
harus segera ditangani secara serius, dikarenakan wilayah
Indonesia baik darat maupun perairan memiliki kekayaan
alam yang melimpah, sehingga menjadi sasaran negara lain
untuk memiliki dan menguasainya. Bahaya pencaplokan
pulau-pulau terpencil yang dilakukan oleh Negara lain,
dalam perspektif Nahdlatul Ulama (NU), bahwa hubungan
antara bangsa baik di bidang politik, ekonomi dan
kebudayaan harus dilakukan berdasarkan atas prinsip-
prinsip kesetaraan dan keadilan serta membuang segala
bentuk eksploitasi dan penjajahan. Karena itu segala bentuk
investasi dan bantuan asing haruslah diletakkan sebagai
upaya emansipasi rakyat bukan sebaliknya untuk
menciptakan ketergantungan dan mematikan kreativitas
54 | P a g e
bangsa. 51 Nahdlatul Ulama (NU) menolak liberalism dan
imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya yang
sangat gencar menjajah bangsa lain atas nama pasar bebas
dan globalisasi, karena prinsip ini telah digunakan untuk
menguasai bangsa lain, sehingga merusak tatanan sosial
bangsa lain. Selain itu, kehidupan negara dan rakyat menjadi
sangat tergantung pada negara besar sehingga
mengakibatkan kehidupan rakyat makin sengsara. Nahdlatul
Ulama (NU) juga menolak segala bentuk pengambil alihan
aset strategis Negara, baik sektor ekonomi atau sektor
pendidikan dan kebudayaan oleh pihak asing, dengan alasan
privatisasi, divestasi atau pun komersialisasi.
51
Menjaga Kedaulatan sebuah negara merupakan salah satu keputusan Muktamar NU ke-31 di
Boyolali, Solo tahun 2004 tentang Taushiyah Muktamar bidang politik internasional. Lihat: PB
NU,
Hasil-hasil Muktamar XXXI Nahdlatul Ulama (Jakarta: Sekretariat Jenderal PBNU, t.th.), h. 73.
55 | P a g e
kebangsaan Indonesia dengan menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bentuk
final dari sistem kebangsaan di negara ini.
52Menjaga Kedaulatan sebuah negara merupakan salah satu keputusan Muktamar NU ke-31 di
Boyolali, Solo tahun 2004 tentang Taushiyah Muktamar bidang politik internasional. Lihat: PB
NU, Hasil-hasil Muktamar XXXI Nahdlatul Ulama (Jakarta: Sekretariat Jenderal PBNU, t.th.),
h.62-63
56 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
57 | P a g e
motif agama. Kedua, untuk mempertahankan paham ASWAJA ( Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah) dan yang terakhir adalah motif nasionalisme.
3.2 Saran
58 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Vlekke, Bernard H.M. 2010. Nusantara Sejarah Indonesia.
Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia.
59 | P a g e
Amaliyah, Eva Ida. 2015. “Islam dan Dakwah”.
Sebuah Kajian Antropologi Agama. Vol. 3. No. 2. Hlm 343.
60 | P a g e
Haidar, M. Ali. 1994.Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
61 | P a g e