Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR PDAM GUNUNG POTENG KOTA


SINGKAWANG SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN BATU BATA

Proposal Penelitian Sebagai Syarat Memenuhi Skripsi

Disusun Oleh:

Margareta Dini Andriani Susilawati


NIM D1051161045

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keberadaan air baku sebagai sumber air bersih memiliki peran penting
dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat disuatu daerah. Perusahaan
Daerah Air Minum Gunung Poteng Kota Singkawang mengolah air sungai Eria-
Tirtayasa dan Semelagi hingga dihasilkan air bersih yang memenuhi baku mutu
PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010. PDAM Gunung Poteng Kota
Singkawang mengambil air baku di sungai dengan intake dan melakukan
pengolahan air pada umumnya yang terdiri dari koagulasi, flokulasi, sedimentasi,
filtrasi. Bak penampung air setelah dilakukan pengolahan yaitu reservoar. Proses
pengolahan air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang
konvensional seperti PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang telah
menghasilkan air bersih, namun dari pengolahan tersebut akan menghasilkan
limbah berupa lumpur. Lumpur ialah campuran air dan partikel endapan lumpur

ROMBAK TOTAL
dan tanah liat. Jumlah lumpur dapat diketahui berdasarkan jumlah pemakaian
bahan kimia untuk proses flokulasi, kekeruhan, dan jumlah air baku. Pada unit
filtrasi ketika efisiensi kerja unit tidak efektif maka dilakukan pencucian
(backwash). Hasil dari backwash menghasilkan limbah lumpur dan ditampung
dikolam untuk menampung sisa pengolahan tersebut. Limbah lumpur yang
dihasilkan mengandung logam aluminium, partikel-partikel dari media filter dan
flok-flok yang terbentuk dari unit flokulasi yang tidak terendapkan pada
sedimentasi, dan juga mikroba.
Limbah lumpur yang dihasilkan oleh PDAM Gunung Poteng Kota
Singkawang yang ditampung di kolam penampung hanya dibiarkan begitu saja
tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu sehingga limpasan limbah lumpur
melebihi tampungan kapasitas dan mengalir ke drainase sekitar pemukiman
masyarakat. Limbah lumpur yang dihasilkan terdapat buih-buih yang
mengandung sisa aluminium yang dapat mengakibatkan pencemaran tanah dan

1
pencemaran air jika kembali ke badan sungai yang menimbulkan masalah
ekologis dan masalah kesehatan bagi masyarakat. Jumlah kolam penampungan
lumpur yang dimiliki PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang sebanyak 5 buah.
Limbah lumpur PDAM dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi
karena memiliki kandungan aluminium dalam bentuk Al(OH)3 yang komposisi
mineraloginya sangat mirip dengan tanah liat dengan melalui proses sintering
(pemanasan), terutama batu bata dianggap sebagai pilihan yang paling ekonomis
dan ramah lingkungan karena suhu tinggi pembakaran pada proses pembuatan
batu bata tidak hanya mengkonsolidasi partikel lumpur dan tanah liat, tetapi juga
dapat memecah senyawa organik terutama dalam fase silikat (Monteiro, dkk
2007; Ramadan, dkk, 2008; Chiang, dkk, 2009; Hegazy, dkk, 2011).
Pembuatan batu bata
PENDAHULUAN BELUM MASU ADA PERMASALAHAN DETAIL
Selain itu, pemanfaatan limbah lumpur pengolahan air menjadi bahan
konstruksi yang dapat merubah limbah menjadi bahan yang lebih bermanfaat
sekaligus meminimalisir dampak dari penimbunan limbah tersebut (Lin dan
Weng, 2001). Pada penelitian lain telah dilakukan recovery limbah padat lumpur
PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak untuk mengurangi limbah lumpur yang
dihasilkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengelola dan
memanfaatkan limbah lumpur PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang menjadi
batu bata dan memberikan solusi untuk mengurangi limbah lumpur yang
dihasilkan dari proses produksi air bersih di PDAM. Penelitian ini dirancang
untuk mengetahui fisika-mekanik dan kimia dari batu bata yang dihasilkan.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang terdapat di latar belakang dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut, yaitu :
1. Bagaimanakah cara memanfaatkan limbah lumpur Perusahaan Daerah Air
Minum Gunung Poteng Kota Singkawang ?
2. Bagaimanakah kualitas batu bata melalui proses tanpa dibakar dan proses
pembakaran ?

2
3. Bagaimana karakteristik fisik-mekanik dan kimia dari batu bata yang
dihasilkan ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui cara memanfaatkan limbah lumpur Perusahaan Daerah Air
Minum Gunung Poteng Kota Singkawang.
2. Mengetahui kualitas batu bata melalui proses tanpa dibakar dan proses
pembakaran
3. Mengetahui karakteristik fisik – mekanis dan kimia dari batu bata yang
dihasilkan berat.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pengelolaan dan pemanfaatan limbah lumpur PDAM menjadi batu bata
dan memberikan rekomendasi kepada Perusahaan Daerah Air Minum Gunung
Poteng Kota Singkawang dalam mengurangi limbah lumpur yang dihasilkan dari
proses produksi air bersih PDAM.

1.5. Pembatasan Masalah


Penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek berikut, yaitu :
1. Penelitian dilakukan di Workshop Teknik Lingkungan.
2. Pengelolaan limbah lumpur melalui proses pembakaran dan proses tanpa
pembakaran.
3. Komposisi bahan baku yang digunakan cake lumpur PDAM, batu
gamping, arang sekam, tanah liat, air, semen portland jenis I dan pasir.
4. Parameter yang akan ditinjau yaitu tampak, warna, kuat tekan, kerapatan
semu, penyerapan air, aluminium (Al), dan Silika (SiO2).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Eksisting Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Gunung


Poteng Kota Singkawang
Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Gunung Poteng Kota Singkawang
terbentuk karena pemekaran wilayah Kabupaten Sambas menjadi Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang. Pemisahan PDAM sesuai
kesepakatan pada tanggal 17 November 2008 oleh tiga kepala daerah yang
bersangkutan bersama Wakil Gubernur provinsi Kalimantan Barat. PDAM Kota
Singkawang resmi menjadi BUMD Kota Singkawang dan dikukuhkan dengan
surat keputusan Walikota Singkawang Nomor 34 Tahun 2008 tentang pengelolaan
PDAM Kota Singkawang. Ditegaskan kembali dalam Perda Nomor 3 Tahun 2010
tentang berdirinya PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang. Sesuai Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2000 tentang pembentukan Kota Singkawang, maka
wilayah kerja operasional PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang meliputi :
Kecamatan Singkawang Tengah, Kecamatan Singkawang Barat, Kecamatan
Singkawang Timur, Kecamatan Singkawang Utara dan Kecamatan Singkawang
Selatan (PDAM, 2017).
Proses produksi PDAM pada tahun 2017 terdapat 2 IPA yang melayani
kebutuhan air bersih di Jalan Tirtasari Kelurahan Roban yaitu IPA 1 dengan
kapasitas 80 l/det melayani 7.489 SR (17,39 %), IPA 2 kapasitas 50 l/det melayani
5.261 SR (12,22 %), 153 SR (0,82 %) dilayani dengan sistem gravitasi melalui
intake Hangmoi dan Gunung Poteng, dan IPA Semelagi kapasitas 50 l/det khusus
pelayanan Singkawang Utara melayani 1.819 SR (4,22 %), dengan demikian yang
terlayani sekitar 34,65 % dengan jumlah penduduk sebanyak 215.296 jiwa
(Apriyandi, dkk., 2019). Besarnya kebutuhan masyarakat Kota Singkawang akan
air bersih menjadi dasar dibangunnya Instalasi Pengolahan Air (IPA) III
berkapasitas 150 l/det di Tirtasari. Pembangunan IPA III dengan kapasitas 150
l/det dimulai sejak tahun 2016 dan selesai pada tahun 2017 menggunakan dana

4
APBN. IPA III dapat melayani sebanyak 15.000 SR (Sambungan Rumah),
khususnya untuk kecamatan Singkawang Barat dan Singkawang Selatan ( PDAM,
2017). Sumber air yang digunakan IPA I dan IPA II adalah air permukaan dan
mata air yang berasal dari sungai Eria, sungai Semelagi dan Hangmoy. Pada IPA
III menggunakan sumber air baku yang berasal dari sungai Semelagi. Pengolahan
air baku di PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang menggunakan pengolahan
air konvensional lengkap yaitu intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
dan reservoar. Menurut Mulyatama (2016), hasil kekeruhan pengolahan air baku
masih ada yang melebihi standar yang tetapkan oleh Peratuan Menteri Kesehatan
No. 492/MENKES/PER/IV/2010. Pengolahan air baku pada tahun 2015
menghasilkan kekeruhan antara 0,2 NTU sampai 9,2 NTU. Pembubuhan dosis
koagulan pada unit koagulasi yang belum sesuai menjadi salah satu penyebab
kekeruhan yang dihasilkan melebihi standar baku mutu. Kekeruhan yang tinggi
akan mempengaruhi proses pengolahan selanjutnya yang mengakibatkan kinerja
unit lebih tinggi. Kinerja unit yang tinggi maka pencucian (backwash) akan lebih
sering. Sehingga, limbah lumpur yang dihasilkan akan semakin banyak.

2.2. Limbah
Limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber
hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam. Dilihat dari wujudnya limbah
dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu limbah padat, limbah cair dan
limbah gas. Dilihat dari fisiknya lumpur merupakan salah satu jenis limbah padat.
Limbah-limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran lingkungan meliputi
pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah. Pencemaran tanah
dapat terjadi akibat penggunaan pupuk secara berlebihan, penggunaan peptisida
dan pembuangan limbah yang tidak dapat terurai ( Nothodiningrat, 2006).
Masalah mengenai lingkungan terutama masalah pencemaran air semakin
banyak dan semakin memprihatinkan. Dengan bertambahnya penduduk yang
semakin pesat dan meningkat kegiatan manusia untuk hidup berkelompok
menyebabkan kebutuhan akan air semakin meningkat, dengan mengadakan
perhatian khusus mengenai air buangan atau dikenal dengan air limbah. Dengan

5
pengolahan air limbah yang sesuai aturan, maka akan didapatkan kualitas air yang
sesuai untuk dipakai dalam kehidupan manusia (Fardiaz dan Srikandi, 1992).

2.3. Limbah Lumpur PDAM


Proses pengolahan air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) yang konvensional seperti PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang
memang menghasilkan air bersih, namun dari pengolahan tersebut akan
menghasilkan limbah berupa lumpur. Lumpur tersebut berasal dari proses
koagulasi dan flokulasi yang menggunakan tawas/aluminium sulfat (Al 2(SO4)3)
sebagai bahan koagulan. Perbedaan yang prinsip dari limbah lumpur yang berasal
dari pengolahan air bersih PDAM adalah adanya kandungan logam aluminium
(dari pemakaian senyawa aluminium sulfat) didalam lumpur yang tergolong
sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) (Fitri, 2013). PDAM Gunung
Poteng Kota Singkawang merupakan salah satu Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) yang menghasilkan limbah berupa lumpur dari proses produksi air
bersih. Sejak pertama kali didirikan dan dioperasikan. Perusahaan Daerah Air
Minum tidak pernah mengolah dan mengelola lumpur yang dihasilkan secara
optimal. Menurut Fitri (2013), lumpur yang dihasilkan hanya dibiarkan begitu saja
dan langsung dibuang ke badan air tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu
seperti PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak. Limbah lumpur yang
dihasilkan oleh PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang sebanyak lima kolam
dengan kapasitas pada tiap kolam ± 93.000 liter (Gambar 2.1). PDAM Gunung
Poteng Kota Singkawang melakukan backwash sedimentasi dan filtrasi hanya
dilakukan sekali sehari dengan menghasilkan limbah ± 46.000 liter/hari. Limbah
yang dihasilkan berasal dari IPA III dengan kapasitas 150 l/det. Limpasan lumpur
limbah biasanya mengalir ke tanah hingga ke drainase sekitar masyarakat yang
menyebabkan bau yang tidak sedap dan mencemari tanah disekitar lingkungan
masyarakat.
Proses pengolahan air pada suatu Instalasi Pengolahan Air (IPA) selain
menghasilkan air bersih juga menghasilkan limbah lumpur yang umumnya
dibuang ke badan air. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi konsentrasi

6
aluminium dalam air, organisme air dan tubuh manusia yang kemudian dapat
menyebabkan penyakit Alzheimer dan keterbelakangan mental anak-anak.
Beberapa metode pengelolaan dan pengolahan limbah lumpur pengolahan air,
seperti sewage pipelines system, mud containing system, land aplication, dan
landfilling telah umum digunakan namun semua teknik tersebut tidak merubah
komposisi kimia dalam lumpur dan tetap menjadi ancaman bagi lingkungan
(Mizwar dan Amalia, 2012).
Pemanfaatan lumpur rumah sakit sebagai alternatif pencampur pembuatan
batu merah pernah diteliti oleh Hastutiningrum, dkk (2012). Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh, uji penyusutan yang terjadi pada batu bata, sebesar 2 – 4 gr,
uji kuat tekan terbesar diperoleh dari hasil perbandingan lempung dan sludge
yaitu pada perbandingan 70% : 30% dengan kekuatan uji kuatnya sebesar 56,78%
kg/cm. Pemanfaatan limbah lumpur hasil pengolahan air limbah menjadi bahan
baku kompos dan analisa kandungan kompos membandingkan dengan standar
mutu kompos menurut SNI 19-7030-2004 pernah dilakukan oleh Cahyadhi
(2016), pemanfaatan limbah ini dikarenakan instalasi pengolahan limbah
mempunyai spesifikasi tertentu dengan kriteria-kriteria seperti tingkat efisiensi,
beban persatuan luas, waktu penahan hidrolis, waktu penahanan lumpur sehingga
dilakukan kajian tersebut.

2.4. Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3.14H2O)


Aluminium sulfat biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena
efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk kristal atau bubuk
putih, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis,
mudah didapat dan mudah disimpan. Penggunaan tawas memiliki keuntungan
yaitu harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water treatment.
Namun Ada juga kerugiannya, yaitu umumnya dipasok dalam bentuk padatan
sehingga perlu waktu yang lama untuk proses pelarutan (Reynolds, 1996).
Hasil dari penggunaan aluminium sulfat setelah digunakan pada
pengolahan air akan menghasilkan limbah. Menurut Suherman (2003), limbah
padat lumpur PDAM masih mengandung aluminium dalam bentuk Al(OH) 3 yang

7
berpotensi sebagai pencemar jika langsung dibuang ke badan air seperti yang
terjadi di PDAM Kota Pontianak. Aluminium hidroksida dalam lumpur dapat
larut dalam asam kuat maupun basa kuat. Oleh karena itu, metode perolehan
kembali aluminium dengan asam dan basa masih terus dipakai (Boaventura, dkk.,
2000).
Keberadaan lumpur alum pada setiap unit pengolahan air dapat diartikan
sebagai banyaknya buangan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan air
minum. Lumpur alum yang dibuang langsung ke badan air dapat menimbulkan
masalah bagi lingkungan khususnya bagi biota perairan tersebut. Penggunaan
Aluminium Sulfat Al2(SO4)3 sebagai bahan koagulan yang digunakan dalam unit
koagulasi memicu terjadinya akumulasi aluminium di perairan yang berdampak
bagi lingkungan dan kesehatan. Jika dilihat dari kadar aluminium yang cukup
tinggi pada lumpur alum tersebut tidak boleh dibuang ke sungai karena dapat
memberikan efek negatif pada lingkungan. Belum ada peraturan mengenai kadar
maksimum aluminium dalam effluent limbah yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan. Peraturan yang mengatur terkait kadar maksimum aluminium sangat
diperlukan karena sifat aluminium yang resisten dan umumnya tidak larut dalam
keadaan pH netral (antara 6,0 – 8,0). Ketika lumpur alum telah diolah, aluminium
akan tetap akan ada di dalam cake lumpur hasil olahan, jika pengolahannya hanya
sebatas parameter fisik saja (Az-Zahra, dkk., 2014).
Dampak paparan aluminium bagi kesehatan manusia dapat terjadi melalui
makanan, pernapasan, dan kontak dengan kulit. Apabila terkena kulit akan
menyebabkan tersumbatnya pori-pori kulit dan menyebakan kulit tidak bisa
mengeluarkan racun secara alami. Eksposur jangka panjang dan konsentrasi tinggi
aluminium dapat mengakibatkan efek kesehatan yang serius seperti kerusakan
pada sistem saraf pusat, demensia, kehilangan memori, kelesuan, dan gemetar
(Az-Zahra, dkk., 2014).

8
2.5. Batu Bata
2.6.1. Definisi Batu Bata
Batu bata merupakan suatu kebutuhan bahan bangunan yang terbuat dari
tanah liat yang dicetak dan dibakar dengan suhu tinggi sehingga menjadi pejal.
Campuran batu bata bisa dari tanah liat murni maupun dengan komposit lain yang
sesuai dengan kriteria tersendiri. Batu bata merupakan bahan bangunan berbentuk
prisma segi empat panjang, pejal dan digunakan untuk kontruksi dinding
bangunan, yang dibuat dari tanah liat murni dengan atau tanpa dicampur bahan
aditif dan dibakar pada suhu tertentu (SNI 16-2094, 2000). Batu bata secara
umum terbuat dari tanah liat murni dan dicampur dengan air, diaduk hingga
merata dan dicetak menggunakan cetakan dari kayu, kemudian didiamkan dan
dikeringkan hingga beberapa hari sampai mengering dan pada akhirnya dibakar
pada pawon atau tungku pembakaran batu bata dengan suhu yang tinggi antara
900º-1000º C. Karakteristik kualitas (variabel respon) adalah obyek yang menarik
dari produk atau proses, semakin besar maka semakin baik, misalkan pada daya
tahan kuat tekan, kuat tarik. Penetapan karakteristik kualitas pada produk batu
bata untuk digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan Larger The Better
(semakin besar maka semakin baik). Karakteristik ini diperlukan sebagai
peningkatan kualitas secara terus menerus dengan menggunakan standar kuat
tekan diatas 2,5 Mpa pada kelas batu bata M-5 dan M-6 SNI 15-2094, 2000
(Khoufi, dkk., 2017).
2.6.2. Standar Batu Bata
Standardisasi menurut Organisasi Internasional (ISO) merupakan proses
penyusunan dan pemakaian aturan-aturan untuk melaksanakan suatu kegiatan
secara teratur demi keuntungan dan kerjasama semua pihak yang berkepentingan,
khususnya untuk meningkatkan ekonomi keseluruhan secara optimum dengan
memperhatikan kondisi-kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Kualitas
batu bata merah dapat dibagi atas tiga tingkatan dalam hal kuat tekan dan
penyimpangan ukuran menurut yaitu (SNI 15-2094-2000) :
1. Batu bata mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari
100 kgf/cm2 dan ukurannya tidak ada yang menyimpang.

9
2. Batu bata mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 80
kg/cm2 sampai 100 kgf/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu
buah dari sepuluh benda percobaan.
3. Batu bata merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 60
kg/cm2 sampai 80 kgf/cm2 dan ukurannya menyimpang dua buah dari
sepuluh benda percobaan.
Terdapat beberapa klasifikasi batu bata, antara lain (Surya dan
Ariefahnoor, 2019) :
a. Bata Kelas Pertama
Ukuran bata yang terbakar harus tepat 19 cm. Tanah harus sesuai
proporsi. Padatannya yang kuat, tekstur dan warnanya seragam
(merah/kuning). Bata tidak boleh menyerap air > 20% dari berat
keringnya setelah dicelupkan air dingin selama 24 jam. Kekuatan
kehancuran minimum 105 kg/cm2 .
b. Bata Kelas Kedua
Bata tidak boleh menyerap air > 22 % dari berat keringan setelah
dicelupkan Air dingin selama 24 jam. Kekuatan kehancuran minimum
70 kg / cm2 . Bentuk, ukuran, warna dan tekstur bata harus teratur dan
seragam.
c. Bata Kelas Tiga
Bata lunak dan warna bersinar. Ukuran, bentuk, tekstur tidak teratur
dan tidak seragam. Bata tidak boleh menyerap air > 25 % dari berat
keringnya setelah dicelupkan air dingin selama 24 jam. Biasanya
digunakan pada pekerjaan sementara.
d. Bata Over Burnt
Bata seperti kaca yang terbakar terlalu lama. Tidak dapat digunakan
dalam konstruksi. Digunakan untuk membuat agregat beton kapur
dalam pondasi atau sebagai jalan baja dalam konstruksi baja.
e. Bata Under Burnt
Bata yang kurang lama dibakar (terbakar separuh) warnanya kuning.
Tidak memiliki kekuatan sama sekali.

10
Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000 dan SII-0021-78
meliputi beberapa aspek seperti (Fernanda, dkk., 2012) :
a. Sifat Tampak
Bata merah pejal harus berbentuk prisma segi empat panjang
mempunyai rusuk-rusuk yang siku, bidang-bidang datar yang rata dan
tidak menunjukan retak-retak. Tekstur permukaan relatif datar dan kesat
tapi tak jarang ukuran tak beraturan. Warna batu bata tergantung bahan
baku pembuatannya dan bahan tambahan, standar warna batu bata adalah
orange kecoklatan.
b. Ukuran dan Toleransi
Bata merah pejal memiliki ukuran yang panjang maksimal 40 cm,
lebar 7,5 – 30 cm, dan tebal 5 – 20 cm. Ukuran dan toleransi bata merah
pejal untuk pasangan dinding sesuai pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ukuran dan Toleransi Bata Merah Pejal


Modul Panjang (mm) Lebar (mm) Tinggi (mm)
M - 5a 65 ± 2 92 ± 2 190 ± 4
M - 5b 65 ± 2 100 ± 2 190 ± 4
M - 6a 52 ± 3 110 ± 2 230 ± 5
M - 6b 55 ± 3 110 ± 2 230 ± 5
M - 6c 70 ± 3 110 ± 2 230 ± 5
M - 6d 80 ± 3 110 ± 2 230 ± 5
Sumber : SNI 15-2094-2000

c. Kuat Tekan
Kuat tekan yaitu kekuatan tekan maksimum batubata persatuan luas
permukaan yang dibebani. Besarnya kuat tekan rata-rata dan koefisien
variasi yang diizinkan untuk bata merah pejal sesuai pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kuat Tekan dan Koefisien Variasi Untuk Bata Merah Pejal
Kuat tekan rata-rata Koefisien variasi dari
Kelas
minimum dari 30 bata yang kuat tekan rata-rata

11
diuji kg/cm2 (MPa) yang diuji %
50 50 (5) 22
100 100 (10) 15
150 150 (15) 15
Sumber : SNI 15-2094-2000

Berikut merupakan rumus untuk kuat tekan yaitu :


C=W/A
Keterangan :
C = Kuat tekan (Kg/cm2)
W = Beban maksimum (Kg)
A = Luas permukaan (cm2)
d. Garam yang Berbahaya
Garam yang mudah larut dan membahayakan serta yang dapat
menyebabkan terjadinya struktural Efforescence pada permukaan bata
adalah magnesium sulfat (MgSO4), natrium sulfat (Na2SO4), kalium sulfat
(K2SO4) dengan total kadar garam maksimum 1,0 %. Menurut
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017), garam yang
dapat larut dan membahayakan tidak boleh menyebabkan lebih dari 50 %
permukaan bata merah pejal tertutup dengan tebal akibat akibat
pengkristalan garam - garam tersebut.
e. Kerapatan Semu
Kerapatan semu minimum bata merah pejal untuk pasangan dinding
adalah 1,2 gram/cm2. Kerapatan semu dapat dihitung dengan persamaan
(1) dan persamaan (2) :
Qsch = Md / Vsch ........................................................................... (1)

Qsch = x dw ........................................................................... (2)

Keterangan :
Qsch = Kerapatan semu (gram/cm3)
Md = Berat kering oven (gram)
b = Berat di dalam air (gram)
c = Berat setelah direndam (gram)

12
Vsch = Volume batu bata (m3)
dw = Kerapatan (density) air 1,0
f. Penyerapan Air
Kemampuan maksimum batu bata untuk menyimpan air atau
menyerap air. Penyerapan air maksimum bata merah pejal untuk pasangan
dinding adalah 20 %.
Berikut merupakan rumus penyerapan air yaitu :

Penyerapan Air = x 100 %

Keterangan :
A = Berat jenuh setelah direndam (gram)
B = Berat jenuh setelah dioven (gram)
Menurut SNI 15-2094-2000, bahan penolong pada pembuatan bata merah
pejal adalah pasir kwarsa, perekat dapat menggunakan Semen Portland, yang
memenuhi syarat mutu dan Semen Portland jenis I sesuai SNI 15-2049-1994.
Dalam pengambilan contoh bata merah dilakukan secara acak pada berbagai
tempat dan usahakan agar contoh yang diambil mewakili keseluruhan partai.
Jumlah contoh untuk pengujian tidak boleh kurang dari 50 buah bata merah
(Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2017).
2.6.3. Bahan Penyusun Batu Bata
1. Tanah Liat (Lempung)
Tanah liat adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis. Tanah
liat terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan
sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Tanah liat adalah tanah
yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat-
sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air (Hidayati, 2018).
Komponen-komponen utama dalam tanah liat antara lain (Hidayati,
2018) :
a) Silika
Silika dalam bentuk bebas adalah kwarsa, amorf, silika gel, flint,
kalsedon. Pengaruh silika dalam tanah liat adalah mengurangi
keplastisan, susut kering, susut bakar, kekuatan tekan dan tarik, serta

13
mengurangi ketahanan api. Silika dalam bentuk kombinasi alumina
memmbentuk mineral-mineral tanah liat.
b) Alumina
Pengaruh alumina bebas dalam lempung antara lain mengurangi
keplastisan, susut kering, susut bakar, dan meningkatkan sifat tahan
api pada tanah liat.
c) Senyawa-senyawa yang Mengandung Alkali
Senyawa-senyawa ini umumnya berkombinasi dengan alumina.
Senyawa alkali terpenting adalah senyawa silika atau alumina silika
(feldspar, mika atau hidromika). Pengaruh utama dari senyawa-
senyawa alkali ini adalah mengurangi sifat tahan api dan memudahkan
kepadatan pada saat pembakaran.
d) Senyawa-senyawa besi
Senyawa-senyawa besi yang mungkin terdapat di dalam tanah liat
adalah senyawa oksida besi (limonit, hematite), senyawa besi
karbonat, dan senyawa sulfida besi. Pengaruh utama mineral-mineral
besi ini pada tanah liat adalah mempengaruhi perubahan dalam warna
dan mengurangi sifat tahan api dari tanah liat.
e) Mineral-mineral kalsium
Mineral-mineral kalsium yang terdapat di dalam tanah lempung
adalah seperti kalsit, argonit, alumina silika, gypsum, anhidrit dan
apatit. Pengaruh senyawa kalsium di antaranya bertindak sebagai
pelebur, pada temperatur rendah (dibawah temperatur reaksi) akan
menurunkan susut dan mempermudah pengeringan, memucatkan
warna merah yang diakibatkan oleh senyawa besi, setelah tanah liat
dibakar, senyawa kalsium sulfat dapat menyebabkan bengkak-
bengkak pada badan batu bata merah.
f) Senyawa magnesium
Senyawa magnesium yang terdapat dalam lempung di antaranya
magnesit, dolomite, dan epnosit. Senyawa magnesium ini mempunyai
pengaruh pada tanah liat terutama akan mengurangi sifat tahan apinya.

14
g) Senyawa karbon
Terdapat dalam bentuk sisa-sisa tumbuhan dan senyawa-senyawa
organik lainnya. Pengaruh bahan-bahan karbon pada tanah liat antara
lain memberikan warna gelap sampai hitam dalam keadaan mentah,
menghasilkan suasana reduksi dalam dapur waktu pembakaran, dan
akan mempengaruhi warna serta bila pembakaran terlalu cepat
membentuk inti hitam.
2. Air
Air merupakan bahan campuran yang sangat penting dalam proses
pengikatan material-material yang digunakan untuk pembuatan batu bata.
Air yang digunakan dalam pembuatan batu bata harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut (Hidayati, 2018) :
a) Air tawar dan berwarna bening.
b) Air harus tidak sadah tidak mengadung garam yang larut dalam
air.
c) Air cukup bersih dengan tidak mengandung minyak, asam, alkali,
tidak mengandung banyak sampah, kotoran dan bahan organik
lainnya.
Menurut Dinata, dkk. (2013), air yang digunakan untuk harus
mempunyai syarat – syarat sebagai berikut :
a. Air cukup banyak dan kontinyu sepanjang tahun. Kadar air untuk
tanah liat kira – kira 30 %.
b. Air harus tidak sadah tidak mengandung garam yang larut di
dalam air, seperti garam dapur.
Bahan yang baik bila digunakan untuk pembuatan bata merah antara lain
(Surya dan Ariefahnoor, 2019) :
1. Alumine (Clay), bata tanah yang baik mengandung 20 – 30 %
alumina.
2. Silika, presentase silika dalam bata tanah yang baik adalah 50 – 60 % .
Silika berfungsi mencegah retak , kusut dan bengkok dari bata mentah
. Jika berlebihan membuat bata rapuh serta lemah.

15
3. Kapur, kapur dibutuhkan dalam jumlah sedikit . Diberikan dalam
bentuk bubuk terlalu banyak menyebakan bata merah meleleh dan
kehilangan bentuk.
4. Oksida dari besi, presentase besi dalam bata tanah hanya 5 – 6% .
Warna bata tergantung proporsi oksida dan besi di dalam bata tanah.
Warna akan bertambah gelap dengan bertambahnya oksida besi.
5. Magnesium, dibutuhkan dalam proporsi yang sedikit. Berfungsi
menurunkan pengaturan dan memberikan bintik kuning pada bata.
2.6.4. Proses Pembuatan Batu Bata dengan Pembakaran
Proses pembuatan batu bata maka pada tahap pembakaran adalah tahap
yang paling menentukan berhasilnya. Jika pembakaran gagal, maka pengusaha
akan mengalami kerugian total. Karena, bahan pembuatan batu bata hanya dibakar
sekali, jika tidak matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata tersebut
tidak dapat dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua. Pembakaran batu
bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara bertingkat dan bagian
bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk jalan masuk kayu bakar. Bagian
samping tumpukan ditutup dengan batu bata setengah matang dari proses
pembakaran sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi namun memiliki kulit
bata yang menghitam. Sedangkan bagian atasnya ditutup dengan batang padi dan
lumpur tanah liat. Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian
dapur atau lubang tempat pembakaran tersebut di tutup dengan lumpur tanah liat.
Tujuannya agar panas dan semburan api selalu mengangah dalam tumbukan bata.
Proses pembakaran ini memakan waktu 1 – 2 hari tergantung jumlah batu bata
yang dibakar. Pada saat musim kemarau, proses penjemuran tanah liat hanya
memerlukan waktu sekitar dua hari. Namun, saat musim hujan proses penjemuran
tanah liat bisa memakan waktu hingga sepekan lebih. Proses yang terakhir yaitu
membakar tanah liat yang telah dijemur itu. Cetakan tanah liat yang sudah
berbentuk persegi panjang itu ditata sedemikian rupa di atas tungku pembakaran
dan proses pembakaran batu bata memerlukan waktu lebih lama dibanding pada
pembakaran saat musim kemarau (Fernanda, dkk., 2012).

16
Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2017),
proses pembuatan batu bata melalui beberapa tahap yaitu :
a. Penggalian Bahan Mentah
1) Dapat dilakukan dengan cangkul, sekop dan alat lain.
2) Dipilih ditempat yang agak tinggi sehingga dapat mendatarkan
daerah yang bersangkutan.
3) Penggalian harus dilakukan secara teratur.
4) Lempung yang telah digali diangkut kedekat pabrik (lio),
ditimbun diluar selama beberapa hari supaya kena sinar
matahari dan embun.
b. Persiapan bahan
1) Lempung yang telah dihancurkan oleh cuaca di atas dimasukkan
ke dalam sumur untuk direndam selama 1-2 hari atau lebih
dengan air berlebihan. Agar pekerjaan dapat kontinyu maka
sumur perendaman harus lebih dari satu.
2) Lempung basah diamparkan dilantai dengan ketebalan
maksimum 20 cm.
3) Bila lempung memerlukan bahan pengurus (semen merah atau
pasir), maka bahan tersebut disebarkan diatas amparan lempung
yang basah.
4) Masa lempung tersebut kemudian diinjak-injak dengan kaki atau
dicangkul-cangkul hingga rata.
5) Bila didalam lempung banyak mengandung kerikil, maka
lempung yang diulet perlu digiling lagi.
Menurut Huda dan Hastuti (2012), tanah liat sebelum dibuat batu
bata merah harus dicampur secara merata yang disebut dengan pekerjaan
pelumatan dengan menambahkan sedikit air. Air yang digunakan dalam
proses pembuatan batu bata harus air bersih, air harus tidak sadah tidak
mengandung garam yang larut di dalam air, seperti garam dapur, air yang
digunakan kira - kira 20% dari bahan-bahan yang lainnya, pelumatan bisa
dilakukan dengan kaki atau diaduk dengan tangan. Bahan campuran yang

17
ditambahkan pada saat pengolahan harus benar-benar menyatu dengan
tanah liat secara merata. Bahan mentah yang sudah jadi ini sebelum
dibentuk dengan cetakan, terlebih dahulu dibiarkan selama 2 sampai 3 hari
dengan tujuan memberi kesempatan partikel-partikel tanah liat untuk
menyerap air agar menjadi lebih stabil, sehingga apabila dibentuk akan
terjadi penyusutan yang merata.
c. Pembentukan
1) Lempung yang telah diulet dibentuk dengan tangan menjadi
bata-bata kasar, setelah itu dicetak dengan cetakan kayu.
2) Agar lempung tidak lengket pada cetakan, maka kayu cetakan
diulas dengan semen merah atau pasir kali.
3) Bata yang telah dicetak diletakan pada penampang papan yang
memuat 8 – 10 buah bata.
4) Bila penguletan dilakukan dengan mesin, maka pada ujung
mesin dapat dipasang mulut sebagai cetakan bata.
5) Dari mulut akan keluar kolom masa lempung yang berbentuk
paralel epipedum.
6) Kolom tersebut dipotong-potong sesuai dengan ukuran bata
dengan menggunakan kawat pemotong.
d. Pengeringan
1) Pengeringan sebaiknya dilakukan pada sinar matahari.
2) Bata disusun pada suatu rak yang dilengkapi dengan atap yang
dibuat dari kayu/seng dan papan pelindung.
3) Tinggi susunan bata tidak lebih dari 2 meter.
e. Penyusunan bata di dalam tungku.
1) Bata yang kering disusun dalam tungku api berbalik.
2) Penggunaan tungku ini lebih baik jika dibandingkan dengan
tungku ladang atau bak/api naik.
Kebaikan tungku berbalik adalah :
1) Pembagian panas lebih merata.
2) Penggunaan bahan bakar lebih kecil untuk 1.000 bata.

18
3) Dapat menggunakan bahan bakar cair (minyak).
Kekurangan tungku berbalik antara lain :
1) Biaya pembuatan jauh lebih mahal.
2) Tungku api berbalik dengan ukuran kecil kurang
menguntungkan jika dibandingkan dengan ukuran besar ( ±
40.000 bata).
f. Pembakaran
1) Pemanasan pendahuluan 0˚C s/d 120˚C, selama 2 – 3 jam.
2) Suhu pemanasan dinaikkan sampai 600˚C, selama 2 – 3 jam.
3) Suhu pemanasan dinaikkan sampai 800˚C, selama 2 – 3 jam.
4) Suhu pemanasan dinaikkan sampai 1020˚C.
5) Suhu pembakaran ini dipertahankan sampai pembakaran
dinyatakan selesai.
6) Bila dari tungku keluar asap berwarna putih berarti pembakaran
sudah selesai.
7) Api boleh dimatikan, selanjutnya tungku didinginkan.
8) Setelah 5 hari - 6 hari bata dapat dibongkar dari tungku.
g. Pemilihan
1) Bata yang telah dibakar dan telah didinginkan dibongkar dari
dalam tungku.
2) Pembongkaran biasanya baru dilakukan setelah temperatur
cukup rendah (50˚C).
3) Bata dibongkar dan diadakan pemilihan antara bata yang baik
dan yang kurang baik dengan cara :
a) Bila bata berwarna hitam, berarti bata terlalu matang, suhu
pembakaran terlalu tinggi.
b) Bila bata berwarna merah, berarti bata sudah cukup baik
dan kematangannya sempurna.
c) Bila bata sebagian berwarna abu-abu, dikatakan bata masih
mentah.

19
d) Bila dipukul-pukul dengan jari berbunyi nyaring, berarti
bata tidak ada yang retak.
e) Bila pada sudut-sudutnya sukar dirapihkan dengan jari
tangan, berarti mutu bata baik.
2.6.5. Proses Pembuatan Batu Bata Tanpa Pembakaran
Batu bata tanpa pembakaran dibuat dengan bahan yang memiliki sifat
mengikat dengan tanah liat atau yang mengandung silika dan alumina. Bahan
yang dapat ditambahkan pada batu bata tanpa pembakaran diantaranya adalah abu
sekam padi, semen, batu tabas, kapur, fly ash dan bahan pozzolan lainnya.
Berdasarkan penelitian Dallacort membuat batu bata dengan mencampur tanah
dengan semen, pecahan keramik dan sejumlah bahan pengikat (binder). Pecahan
keramik digunakan sebagai pengganti semen Portland dalam campuran bahan
pembuat batu bata. Kuat tekan batu bata pada umur 14 hari yang didapatkan
melalui penelitian ini berkisar antara 2 - 3,5 MPa. Isnandar juga melakukan
penelitian mengenai batu bata tanpa pembakaran yang dinamakan batu bata cetak
pasir. Pada penelitian tersebut batu bata dibuat dengan mencampurkan kapur dan
pasir. Pada penelitian tersebut batu bata dengan komposisi kapur dan pasirnya
adalah 1 : 3, 1 : 4, dan 1 : 5. Komposisi kapur yang lebih banyak menghasilkan
batu bata dengan kuat tekan yang lebih baik. Berdasarkan penelitian-penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya dan ketersediaan bahan pembuat batu bata tanpa
pembakaran, maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan batu bata tanpa
pembakaran. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanah liat yang dicampur
dengan bahan perekat berupa campuran abu sekam padi, kapur Banawa, semen
dan air, hingga didapatkan batu bata yang memiliki sifat mekanis yang sesuai
persyaratan, baik kuat tekannya dan kadar resapan airnya, juga prosesnya yang
dapat mengurangi jumlah gas karbon monoksida yang dihasilkan dari proses
pembakaran dengan suhu tinggi (Darwis, dkk., 2016).
Menurut Irwansyah, dkk (2018), dalam proses pembuatan batu bata tanpa
pembakaran memerlukan beberapa material Bata. Fungsi bahan tambahan adalah
untuk mengubah sifat - sifat campuran beton termasuk bata tanpa pembakaran
agar menjadi cocok untuk pekerjaan tertentu, untuk tujuan ekonomis, atau untuk

20
tujuan lain seperti menghemat energi. Material inovasi yang digunakan dalam
pembuatan batu bata tanpa pembakaran meliputi bahan dasar tanah lempung,
limbah pertanian yang terdiri dari abu sekam padi dan abu tandan kosong kelapa
sawit, semen, pasir, dan alkali tanah yaitu :
a. Tanah Liat (Lempung)
Tanah lempung merupakan bahan dasar dalam pembuatan batu bata
dan kegunaannya sangat menguntungkan bagi manusia karena bahannya
yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. secara
komposisi kimia tanah lempung memiliki kandungan silika yang paling
besar sehingga berfungsi untuk meningkatkan daya rekat dari campuran
material batu bata tersebut.
b. Abu Sekam Padi (ASP)
Sekam padi merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa
lainnya namun mengandung silika yang tinggi. Konversi sekam padi
menjadi abu silica sebesar 95%, setelah mengalami proses karbonisasi juga
merupakan sumber pozzolan yang berpotensi sebagai SCM
(Supplementary Cementitious Material).
c. Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit (ATKKS)
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) adalah sisa pemanfaatan
pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan
1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 20 –
23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS.
d. Semen (Portland Cement)
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif
digunakan sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai
bersama batu kerikil, pasir, dan air. Menurut Wiryasa dan Sudarsana
(2009), kandungan terbesar dalam semen adalah kandungan CaO yang
memiliki fungsi dalam proses perekatan/ pengikatan, sedangkan SiO
berfungsi sebagai bahan pengisi (filler), dimana kedua bahan ini memiliki
peranan dalam menentukan kekuatan semen. Al2O3 memiliki fungsi dalam
mempercepat proses pengerasan. Sedangkan Fe2O3 memiliki suhu leleh

21
yang rendah yang menyebabkannya sebagai bahan bakar dalam proses
pembakaran klinker, oleh karena itu Fe2O3 bukan merupakan unsur yang
aktif dalam semen.
e. Air
Air digunakan sebagai campuran batu bata tanpa pembakaran sama
dengan syarat air dalam campuran beton adalah air bersih yang tidak dapat
menurunkan kualitas campuran.
f. Pasir
Pasir sering disebut agregat halus didalam campuran beton terdiri
dari butiran sebesar 0,14-5 mm, didapat dari hasil disintegrasi batuan alam
(natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artifical sand),
tergantung dari kondisi pembentukan tempat yang terjadinya.
g. Batu Apung (Pumice)
Komposisi dominan dari batu apung berturut – turut adalah sebagai
berikut : SiO2, Al2O3, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan senyawa lainnya
relatif kecil (<2%).
Bahan pembuat batu bata tanpa pembakaran (tanah liat, kapur dan abu
sekam padi) dihancurkan dengan menggunakan blender. Setelah itu bahan
disaring dengan menggunakan saringan nomor 200 hingga didapatkan bahan
berbentuk serbuk halus. Seluruh bahan pembuat batu bata yang telah disaring,
dicampurkan dengan sendok pengaduk hingga campuran merata. Campuran batu
bata dibagi lima jenis yaitu (Darwis, dkk., 2016) :
1) Campuran A (tanah liat 60%, kapur 0%, abu Sekam padi 30% dan
semen 10%).
2) Campuran B (tanah liat 60%, kapur 7,5%, abu sekam padi 22,5% dan
semen 10%).
3) Campuran C (tanah liat 60%, kapur 15%, abu sekam padi 15% dan
semen 10%).
4) Campuran D (tanah liat 60%, kapur 22,5%, abu sekam padi 7,5% dan
semen 10%).

22
5) Campuran E (tanah liat 60%, kapur 30%, abu sekam padi 0% dan
semen 10%).

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian


3.1.1. Waktu Penelitian
Penelitian yang dilakukan dari perizinan sampel di PDAM Gunung Poteng
Kota Singkawang, pengujian limbah awal (Aluminium (Al) dan Silika (SiO2),
persiapan bahan, pengeringan sampel, pembuatan produk batu bata, uji fisik, dan
uji limbah akhir pada batu bata yang dilaksanakan pada bulan September -
Oktober tahun 2020.
3.1.2. Tempat Penelitian
Lokasi pengambilan sampel limbah lumpur PDAM Gunung Poteng Kota
Singkawang berada di Jalan Tirta Sari, Roban, Singkawang Tengah, Kota
Singkawang, Kalimantan Barat. Penelitian dilakukan di Pabrik Batu Bata lokal di
Singkawang di Gang Lim Lie, Jalan Latsitarda, Sedau, Singkawang Selatan, Kota
Singkawang (Gambar 3.1) Gambaran Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat
pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Peta Lokasi Produksi Bersih PDAM Gunung Poteng Kota
Singkawang

24
Tempat untuk pengeringan limbah lumpur PDAM dan pembuatan batu
bata di Pembuatan Batu Bata Kota Singkawang dan pengujian fisik, kerapatan
semu, penyerapan air dan kuat tekan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi
Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Identifikasi senyawa ( Aluminium (Al)
dan Silika (SiO2) ) yang terkandung dalam limbah lumpur PDAM dan batu bata
dilakukan di PT. Sucofindo (Persero) Cabang Pontianak.

3.2. Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel limbah lumpur
PDAM Gunung Poteng Kota Singkawang sebanyak 160 kg, semen portland jenis
I sebanyak 1 sak, tanah liat 160 kg dan air 15 liter. Sedangkan alat yang
digunakan yaitu timbangan, sekop semen, sendok semen, cetakan batu bata yang
terbuat dari kayu berukuran berukuran 190 mm x 90 mm x 65 mm (SNI 15-2094-
2000 Modul M-5a), ember, palu, dan gergaji.

3.3. Metode Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka metode penelitian ini adalah
metode eksperimen dan metode kualitatif. Penelitian dilakukan dengan 2 metode
yaitu metode pembuatan batu bata tanpa dibakar dan pembuatan batu bata dengan
pembakaran dengan masing – masing 5 variasi campuran antara limbah lumpur
dan tanah liat yang masing – masing dibuat 5 buah sampel batu bata dengan 1 kali
pengulangan sehingga berjumlah 10 buah sampel batu bata. Jumlah total sampel
batu bata keseluruhan sebanyak 100 buah. Pembakaran sampel batu bata
dilakukan dengan menggunakan tungku tradisional selama 2 hari pada kisaran
suhu 50-1000 °C. Perbandingan semen Portland dan air yaitu 1:1. Penelitian ini
melibatkan dua variabel, yaitu :
1) Variabel Bebas : Pembuatan batu bata tanpa dibakar dan pembuatan batu
bata melalui pembakaran.
2) Variabel Terikat : 1. Uji Awal Limbah (SiO2 dan Al)
2. Sifat Tampak
3. Warna

25
4. Kerapatan Semu
5. Kuat Tekan
6. Penyerapan Air
7. Uji Akhir Limbah (SiO2 dan Al)
3) Variabel Kontrol : Suhu tungku api pada proses pembakaran berkisar 50-
1000 °C.

3.4. Prosedur Kerja


3.4.1. Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan sampel limbah lumpur PDAM Gunung Poteng
Kota Singkawang. Limbah lumpur dengan kadar air ± 40% (sludge cake) yang
diambil sejumlah 160 kg ( 80 kg untuk metode pembakaran dan 80 kg untuk
metode tanpa pembakaran). Limbah lumpur yang mengandung cairan dan padatan
diambil menggunakan sekop semen kemudian letakkan limbah lumpur diatas
tempat yang agak tinggi untuk mendatarkan limbah lumpur agar dapat kena sinar
matahari.
Sedangkan tanah liat diperoleh dari pabrik pembuatan batu bata lokal di
Kota Singkawang. Tanah liat dapat digali dengan cangkul/sekop. Kemudian pilih
tempat yang agak tinggi sehingga dapat mendatarkan daerah yang bersangkutan.
Penggalian harus dilakukan secara teratur. Lempung yang telah digali diangkut,
ditimbun diluar selama beberapa hari supaya kena sinar matahari. Tanah liat yang
telah disinari matahari dimasukkan ke dalam sumur untuk direndam selama 2 hari
atau lebih dengan air. Tanah liat yang basah diamparkan dilantai dengan ketebalan
maksimum 20 cm. Setelah itu, tanah liat diinjak-injak dengan kaki atau dicangkul-
cangkul hingga rata. Kadar air pada tanah liat ± 20% - 30%.
3.4.2. Pengeringan Sampel
Limbah lumpur dikeringkan dibawah sinar matahari dengan tujuan agar
kandungan air pada limbah lumpur berkurang. Pengeringan dilakukan agar pada
proses pembuatan batu bata kandungan kadar air berkurang dan tidak
mempengaruhi pada proses pembuatan batu bata. Pengeringan dilakukan selama 2

26
x 24 jam. Kadar air pada limbah lumpur mendekati kadar air tanah liat yaitu ±
20% - 30%.
3.4.3. Pembuatan Batu bata
Pembuatan batu bata dengan dua metode yaitu pembuatan batu bata tanpa
pembakaran dan pembuatan batu bata dengan pembakaran. Pembuatan batu bata
tanpa pembakaran membutuhkan komposisi bahan limbah lumpur yang sudah
dikeringkan dibawah sinar matahari sebanyak 80 kg, tanah liat 80 kg, air 7,5 liter
dan semen portland 25 kg. masing – masing komposisi menghasilkan 5 buah batu
bata dengan 1 kali pengulangan sehingga berjumlah 10 buah batu bata. Jumlah
batu bata yang dihasilkan sebanyak 50 buah. Sedangkan pembuatan batu bata
melalui pembakaran membutuhkan komposisi bahan limbah lumpur yang sudah
dikeringkan dibawah sinar matahari sebanyak 80 kg, tanah liat 80 kg, air 7,5 liter
dan semen Portland 25 kg. Masing-masing komposisi menghasilkan 5 buah batu
bata dengan 1 kali pengulangan sehingga berjumlah 10 buah batu bata. Total
jumlah keseluruhan batu bata sebanyak 100 buah. Setiap sampel batu bata dicetak
pada cetakan yang terbuat dari kayu berukuran 190 mm x 90 mm x 65 mm (SNI
15-2094-2000 Modul M-5a). Proses pengeringan dilakukan 28 hari. Kemudian
pembakaran dilakukan menggunakan tungku tradisional selama 2 x 24 jam
dengan kisaran suhu 50-1000 °C dengan alat ukur thermocouple.
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan Batu Bata Tanpa Dibakar
Batu Bata Tanpa Dibakar
Perbandingan Komposisi Bahan
No. Bahan Baku
1 2 3 4 5
1 Cake Lumpur PDAM 1 1,5 2 2,5 3
2 Tanah Liat 3 2,5 2 1,5 1
3 Semen 1 1 1 1 1
4 Air 1 1 1 1 1

Tabel 3.2 Komposisi Bahan Pembuatan Batu Bata melalui Pembakaran


Batu Bata Melalui Pembakaran
Perbandingan Komposisi Bahan
No. Bahan Baku
1 2 3 4 5
1 Cake Lumpur PDAM 1 1,5 2 2,5 3

27
2 Tanah liat 3 2,5 2 1,5 1
3 Semen 1 1 1 1 1
4 Air 1 1 1 1 1

3.4.4. Uji Awal Limbah


Uji awal pada pembuatan batu bata yaitu silika (SiO 2) dan aluminium (Al)
terlarut. Ambillah limbah lumpur sebanyak 1 sampel yang masih basah sebanyak
500 ml. Pada pengujian SiO2 menggunakan SNI 06-2477-1991. Sedangkan pada
pengujian parameter Al menggunakan SNI 6989-34-2009. Kemudian lakukan
pengujian dan dicatat hasilnya.
3.4.5. Uji Fisik
Uji fisik pada pembuatan batu bata yaitu tampak, warna, densitas, kadar
air, penyerapan air dan kuat tekan. Uji fisik berdasarkan SNI 15-2094-2000.
a) Tampak
Pengujian tampak pada batu bata bertujuan untuk mengetahui kerataan
bidang datar, kesikuan rusuk dan keretakan batu bata. Pengujian dilakukan
dengan metode ASTM C-67-03. Untuk mengetahui bidang – bidang datarnya
rata serta kesikuan rusuk – rusuknya dari 10 buah bata yang diperiksa dengan
penyiku. Beberapa buah bata yang tidak sempurna bentuknya dinyatakan
dalam % dari jumlah yang diperiksa. Kemudian dicatat hasilnya.
b) Warna
Standar warna batu bata adalah orange kecoklatan. Pengujian dilakukan
berdasarkan SNI-03-4165-1996. Amatilah warna bata pada contoh. Kemudian
catat hasilnya.
c) Kerapatan Semu
Densitas adalah massa berat batu bata yang terdapat dalam satuan volume.
Pengujian dilakukan dengan metode SNI -03-4164-1996. Uji berat kering
untuk menentukan kepadatan massa tanah. Pengujian ini berdasarkan ASTM D
854-02. Siapkan peralatan timbangan analitik, oven pengering suhu (110 ±
5)˚C, bejana berisi air. Benda uji bata dikeringkan pada oven pengering (110 ±
5)˚C selama 24 jam dan kemudian didinginkan. Benda uji ditimbang beratnya
Md gram, dan masukkan ke dalam bejana yang berisi air. Kemudian benda uji

28
ditimbang menggantung di dalam air beratnya b gram. Lalu, benda uji
dikeluarkan dari dalam air dan seka dengan kain lap basah, timbang beratnya c
gram. Volume benda uji ditentukan dari perkalian panjang x lebar x tinggi
yang dihitung setelah ditimbang dalam air yaitu Vsch. Kemudian uji volume
untuk menentukan berat volume tanah dalam keadaan asli (undisturbed
sample) yang didefinisikan sebagai perbandingan berat tanah dengan volume
tanah. Lalu hitung dan catat hasilnya.
d) Penyerapan Air
Pengukuran daya serap air merupakan persentase perbandingan antara
selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering besarnya daya
serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI 03-0691-1996. Siapkan
timbangan dengan ketelitian 1 gram dan dapur pengering yang dapat diatur
suhunya antara (100 – 110)˚C dan dilengkapi ventilator. Masing – masing
contoh uji direndam dalam air sampai jenuh, kemudian ditimbang beratnya
(A). Contoh uji dikeringkan dalam dapur pengring pada suhu (100 – 110)˚C
selama 24 jam. Setelah itu, contoh dikeluarkan dari dapur pengering lalu
didinginkan sampai suhu kamar dan timbang beratnya (B). Lalu hitung dan
catat hasilnya.
e) Kuat Tekan
Kuat tekan yaitu kekuatan tekan maksimum batubata persatuan luas
permukaan yang dibebani. Pengujian dilakukan dengan metode ASTM C-67-
03. Jumlah benda uji harus terdiri dari 30 buah dan untuk benda benda uji
dapat dipakai bata – bata yang telah dipakai untuk penentuan umum. Bata
dipotong dengan gergaji menjadi dua ditengah – tengah. Tiap – tiap potongan
bata yang ke satu ditumpukkan pada potongan yang lain. Ruang diantara kedua
potongan bata selebar 6 m. Pembuatan benda uji dilakukan dalam cetakkan.
Lalu potongan – potongan bata ditempatkan dalam cetakkan sedemikian
sehingga jarak antara yang satu ke satu dengan yang kedua 6 mm. Dapat
dilaksanakan dengan menggunakan sekat – sekat dalam bentuk potongan kayu
setebal 6 mm. setiap 2 potongan bata disekat lagi dengan pelat baja, yang telah

29
diberikan minyak yang sementara diisi dengan papan setebal 6 mm kemudian
disi campuran adukkannya.
Setelah dicetak, benda – benda uji keesokkan harinya dapat dilepas. Lalu
benda – benda itu direndam dalam air bersih selama 24 jam. Kemudian
diangkat dan bidang – bidangnya disekat dengan kain lembab untuk
menghilangkan air yang berlebihan. Benda – benda uji ditekan dengan mesin
tekan hingga hancur. Kecepatan penekanan diatur hingga sama dengan 2
kg/cm2/detik. Kuat tekan sebuah benda uji didapat sebagai hasil bagi beban
tekan tertinggi dan luas bidang tekan terkecil. Kuat tekan rata- rata ialah
jumlah kuat tekan semua benda uji dibagi dengan banyaknya benda uji.
Kemudian hitung dan catat hasilnya.
3.4.6. Uji Akhir Limbah
Uji akhir limbah pada pembuatan batu bata yaitu silika (SiO 2) dan
aluminium (Al) terlarut. Ambillah 2 gram dari 1 batubata pada masing – masing
variasi komposisi. Kemudian lakukan pengujian SiO2 menggunakan SNI 06-
2477-1991. Sedangkan pada pengujian parameter Al menggunakan SNI 6989-34-
2009. Kemudian lakukan pengujian dan catat hasilnya.

3.5. Analisis Data


Analisis data ialah membandingkan metode yang paling baik antara
pembuatan batu bata tanpa pembakaran dan pembuatan batu bata dengan
pembakaran mulai dari sampel awal sampai 28 hari pengeringan batu bata.
Kemudian uji fisik-mekanik ( tampak, warna, kuat tekan, kerapatan semu,
penyerapan air ) dan uji kimia ( (aluminium (Al), dan Silika (SiO2) ).

30
3.6. Diagram Alir

Mulai

Pengambilan Sampel

Pengeringan Sampel

Komposisi Bahan Pembuatan Batu Bata :


1. Cake Lumpur PDAM
2. Tanah Liat
3. Semen Portland
4. Air

ROMBAK TOTAL Pembuatan Batu Bata dengan 2 Metode :


1. Tanpa Proses Pembakaran
2. Melalui Proses Pembakaran

Uji Fisik - Pengujian Uji Kimia


Mekanis Batu Bata

Analisis Hasil dan Pembahasan

Selesai

Skema 3.1 Diagram Alir Pembuatan Batu bata

31
3.7. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3 Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Batu Bata


Bulan
No. Kegiatan Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Menyusun Proposal
a. Menyusun Proposal
b. Seminar Proposal
c. Perbaikan Proposal
2 Penelitian Skripsi
a. Persiapan Alat dan Bahan
b. Uji Limbah Awal
b. Proses Pembuatan Batu Bata
c. Uji Parameter di Laboratorium
3 d. Pengolahan Data
4 Seminar Hasil
5 Kolokium
6 Sidang Skripsi
7 Perbaikan Skripsi

3.8. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Tabel 3.4 Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Batu Bata

Harga
Justifikasi Biaya
No. Deskripsi Kuantitas Satuan Satuan
Pemakaian (Rp)
(Rp)
1 Sewa Pick Up 1 hari 1 Pick Up 300.000 300.000
2 Cetakan Batu Bata 1 - 40.000 40.000
3 Tanah Liat 160 kg 2.000 320.000
Semen Portland
4 1 sak 70.000 70.000
Jenis I
5 Thermocouple 2 hari 1 buah 200.000 400.000
6 Uji Kuat Tekan - -
7 Uji Fisik
a.Tampak - -
b.Densitas - -
c.Tekstur - -
d.Kadar Garam - -
e.Penyerapan Air - -
Uji Kandungan Air
8
Tanah
a.Silika (Si) 1 200.000 200.000
b.Aluminium (Al) 1 200.000 200.000
9 Uji Kandungan

32
Batu Bata
a.Silika (Si) dan
10 - 1.000.000
Aluminium (Al)
Total 2.530.000

33
DAFTAR PUSTAKA

Apriyandi, Kartini, Gunarto, D. 2019. Evaluasi Sistem Distribusi Pdam Gunung


Poteng Kota Singkawang. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik.
Pontianak : Universitas Tanjungpura.
CEK ULANG CARA PENULISANNYA DAN YANG DIKUTIP DENGAN YANG ADA DI DAPUS
Az-zahra, S.; Rachmawati, S.DJ.; Wardhani, E. 2014. Karakteristik Kualitas Air
Baku dan Lumpur sebagai Dasar Perencanaan Instalasi Pengolahan
Lumpur IPA Badak Singa PDAM Tirtawening Kota Bandung. Jurusan
Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Bandung :
ITENAS.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 16-2094-2000 tentang Kuat Tekan Batu Bata.
Jakarta.
Boaventura, A.R., Duarte, A.S dan Almeida, M.F., 2000. Alumunium Recovery
From Water Treatment Sludge, International Conference Water Supply
and Water Quality.
Cahyadhi, D. 2016. Pemanfaatan Limbah Lumpur (Sludge) Wastewater
Treatment Plant PT.X Sebagai Bahan Baku Kompos.
Darwis, D., Ulum, S., Kurniawan, G. 2016. Karakteristik Batu Bata Tanpa
Pembakaran Berbahan Abu Sekam Padi dan Kapur Banawa. Jurusan
Fisika, Fakultas MIPA Universitas Tadulako, Palu. Vol. 15, No. 2. (ISSN:
1412-2375).
Departemen Pekerjaan Umum. 1978. SII-0021-78. Mutu dan Uji Bata Merah
Pejal. Bandung : Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan.
Dinata, M. T., Adha, I., Setyanto. 2013. Studi Pengaruh Lama Waktu Proses
Pembakaran Terhadap Kuat Tekan Batu Bata Setelah Penambahan Bahan
Additive Iss 2500 (Ionic Soil Stabilizer). Vol. 1, No. 1.
Fardiaz dan Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Kanisius Press.
Fernanda, A., Iswan, Setyanto. 2012. Studi Kekuatan Pasangan Batu Bata Pasca
Pembakaran Menggunakan Bahan Additive Zeolit. Vol. 1, No. 1, Hal:371
– 381 (ISSN:2303-0011).

34
Fitri, Hariana. 2013. Dampak Pembuangan Lumpur Perusahaan Daerah Air
Minum Kota Pontianak Terhadap Kualitas Air Sungai Kapuas. Skripsi.
Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Pontianak : Universitas
Tanjung Pura.
Hastutiningrum, S., H, P, Suseno., dan Y, U, Djongu. 2012. Pemanfaatan Sludge
Rumah Sakit Sebagai Alternatif Pencampur Pembuatan Batu Bata Merah.
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) periode
III. Yogyakarta.
Hidayati, R. N. 2018. Pengaruh Penambahan Abu Sekam Padi sebagai Bahan
Campuran terhadap Sifak Mekanik Batu Bata Di Desa Gunung Cupu,
Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Ciamis. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.
Huda, M. dan Hastuti, E. 2012. Pengaruh Temperatur Pembakaran Dan
Penambahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata. Jurusan Fisika Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang. Vol.4, No. 2.
Irwansyah, Isma, F., Purwandito, M. 2018. Karakteristik Batu Bata Tanpa
Pembakaran Dari Limbah Industri Pertanian Dan Material Alam.
Universitas Samudra Langsa. Jurnal Pendidikan Teknik Bangunan dan
Sipil. Vol 4, No.2. (ISSN-E : 2477-4901).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2017. Panduan
Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Pedesaan. Bahan Bangunan.
Khoufi, F., Novareza, O., Santoso, P.B. 2017. Peningkatan Kualitas Produk Batu
Bata Merah Dengan Memanfaatkan Limbah Abu Serat Sabut Kelapa Dan
Abu Serbuk Gergaji. Prosiding Seminar Multi Disiplin Ilmu dan Call For
Paper. Malang : UBM.
Mizwar, A dan Amalia, S.R. 2012. Pemanfaatan Limbah Lumpur Pengolahan Air
Sebagai Bahan Pembuatan Batu Bata. Jurnal Bumi Lestari. Vol. 12, No. 2.
Mulyatama, Bewa. 2016. Penurunan Kekeruhan Air Baku Pdam Gunung Poteng
Singkawang Dengan Menggunakan Koagulan Tawas Dan Pac. Skripsi.
Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik. Pontianak : Universitas
Tanjung Pura.

35
Nothodiningrat, T. 2006. Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta : PPLH Ilmu Tanah UGM.
Perusahaan Daerah Air Minum Gunung Poteng Kota Singkawang. 2017.
Reynolds, Ton D dan Richard, Paul A, 1996. Unit Operations and Processes in
Evirontmental Engineering 2nd edition. PWS Publishing Company :
Boston.
Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7030-2004 tentang Batu bata Pejal Untuk
Pasangan Dinding.
Sudarmaji, Mukono, J. & Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan
Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2),
129–142.
Suherman, B. 2003. Upaya Minimalisasi Kebutuhan Koagulan di PDAM”
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia Bersama dengan Seminar
Nasional Soehadi Reksowardjojo. Intitut Teknologi Bandung dan
Fundamental & Aplikasi Teknik Kimia. Yogyakarta : Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
Surya, A. dan Ariefahnoor, D. 2019. Teknologi Tradisional Pembuatan Batu
Bata Sungai Tabuk Kalimantan Selatan. Jurusan Teknik Sipil. Universitas
Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari. Banjarmasin : UIK-
MAB.
Wiryasa, N. M. A. dan Sudarsana, I. A. 2009. Pemanfaatan Lumpur Lapindo
Sebagai Bahan Substitusi Semen Dalam Pembuatan Bata Beton Pejal.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar.
Vol. 13, No. 1.

36

Anda mungkin juga menyukai