Urgensi
Undang-undang energi baru dan
terbarukan di Indonesia
Oleh:
Dr. H. Eman Herman Khaeron
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI
• Makin tumbuh kesadaran umat manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga
diperlukan energi yang ramah lingkungan, ditandai dengan kondisi global yang tren sudah
mengarah untuk pemanfaatan energi yang berasal dari energi terbarukan, guna menjawab
masalah lingkungan seperti gas rumah kaca, pemanfaatan EBT harus dioptimalkan;
• Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, lebih dari 250 juta jiwa, dengan Pertumbuhan
kebutuhan energi listrik sekitar 8% per tahun, dan ini berakibat terjadi peningkatan energi listrik
significant besarnya sekitar 7 000 MW per tahun, perlu keamanan pasokan bagi ketersediaan
energi, khususnya energi listrik.
• Kondisi energi nasional saat ini, 90% berasal dari fossil yang semakin berkurang
keberadaannya; selain juga terbukti sebagai faktor penting terjadinya perubahan iklim
Latar Belakang (2)
Sumber Daya Energi
• Minyak
Sumber Daya Energi • Gas
• Batubara
Tak Terbarukan (Non • Shale gas
Kesejahteraan
Umat manusia
Renewable Energy) • Nuklir
Ketahanan
energi,
• Air (Hydro) keberlanjutan,
• Panas Bumi keamanaan
• Energi baru dan terbarukan (EBT) sangat penting untuk wujudkan ketahanan energi di masa
depan. Terlebih, Indonesia memiliki potensi EBT sebesar lebih dari 441 GW, yang sejauh ini
batu terealisasi sebesar 8,89 GW;
• Bauran energi baru dan terbarukan (EBT) terus meningkat, hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini secara investasi makin menarik. Pada tahun 2014, nilai investasi EBT sekitar Rp8,63 triliun,
lalu meningkat pada tahun 2015 menjadi Rp13,96 triliun. Tahun lalu, total investasi mencapai
Rp21,25 triliun. otal investasi EBT hingga Oktober 2017 mencapai Rp11,74 triliun.
• Kapasitas energi dari sektor EBT terus meningkat. Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTP) terpasang hingga Oktober 2017 telah mencapai 1.808,5 MW. Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), kini
kapasitas terpasangnya mencapai 259,8 MW. Sedangkan, Pembangkit Tenaga Listrik
Bioenergi kapasitasnya tercatat sebanyak 1.812 MW.
II KONDISI ENERGI SAAT INI
Kondisi Saat Ini Vs Target 2025: Listrik yang bersumber dari Energi Baru dan Terbarukan
45,04
+ 36,3 GW (LISTRIK EBT) 2025
41,01
PLTP 7,2 GW
+ 80 GW (LISTRIK NASIONAL)
35,74 PLTA+PLTM/MH 21 GW
29,28
PLT Bioenergi 5,5 GW
dalam 10 tahun PLT Surya 6,4 GW
24,66
PLT Bayu 1,8 GW
18,48
15,81 PLT Laut 3,1 GW
11,73
12,94 Total 45 GW
10,80
8,66
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
PLTP PLT Bioenergi PLTA Mini Hidro PLTS PLT Bayu PLT Laut Total
88,30
95,64
Visi 25/25
sebagai arah kebijakan energi
TERBENTUKNYA DITJEN EBTKE KEMENTERIAN ESDM RI
Sesuai UU 30/2007;
Yang dibutuhkan energi yang sustain; Kondisi energi nasional saat ini, 90% berasal dari
Energi telah menjadi modal pembangunan, bukan fossil yang semakin berkurang keberadaannya;
lagi sebagai komoditas (ekspor) sebagai bagian selain juga terbukti sebagai faktor penting
dari pendapatan negara terjadinya perubahan iklim.
Energi Baru dan Terbarukan harus jadi arus Di sisi lain, karena berbagai alasan,
utama dengan alasan a.l.: kita masih boros dlm
potensi EBT masih berlimpah (under mengkonsumsi energi. Faktor
utilized);- utama adalah belum terwujudnya
sustain, terbarukan (tidak habis); budaya hemat energi
bersih, ramah lingkungan;- (sebagaimana telah berjalan di
telah menjadi kecenderungan global Jepang, misalnya);
(trend);
telah menjadi amanah Undang-undang,
dan komitmen nasional di panggung
dunia;
Menyadari itu semua (pentingnya EBT dan Konservasi Energi), tahun 2010 akhir, Pemerintah membentuk Ditjen EBTKE.
13
Kebijakan Pengembangan EBTKE
Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir jaringan PLN, khususnya
di daerah-daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan;
Penyediaan listrik/energi perdesaan yang tengah dikembangkan melalui pemanfaatan mikrohidro,
surya, biomassa, biogas dan tenaga angin
• Kebijakan Energi Nasional atau KEN telah ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2014 melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.
• KEN yang ditetapkan tersebut juga sudah mendapat persetujuan DPR melalui Keputusan
DPR Nomor 01/DPR RI/III/2013-2014.
• KEN merupakan pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna
mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung
pembangunan nasional berkelanjutan.
• Arah kebijakan energi ke depan berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi
tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan
nasional. Tujuannya untuk : (a) mewujudkan kemandirian pengelolaan energi, (b) menjamin
ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri, (c)
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu dan berkelanjutan, (d)
meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, (e) menjamin akses yang adil dan merata
terhadap energi, pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam
negeri, (f) menciptakan lapangan kerja dan terkendalinya dampak perubahan iklim dan
terjaganya fungsi lingkungan hidup
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) (Cont’d)
• Pasal 9f PP No. 79 tahun 2014:
Tercapainya bauran Energi Primer yang optimal:
1. pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga
persern) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persern) sepanjang
keekonomiannya terpenuhi;
2. pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada
tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen);
3. pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh lima persen) dan pada tahun
2050 minimal 20% (dua puluh lima persen);
4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun
2050 minimal 24% (dua puluh empat persen.
Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) merupakan PP yang dalam
penyusunannya perlu memperoleh persetujuan DPR RI. Dalam PP Ini DPR RI bersama-sama dengan Pemerintah
memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan energi terbarukan.
47%
24% 25% 25%
30% 20%
1. Harga produksi energi terbarukan relatif lebih mahal dibandingkan dengan energi yang
berasal dari fosil;
2. Teknologi baru energi baru terbarukan masih banyak yang harus diimpor;
3. Kurangnya pendanaan untuk proyek energi baru terbarukan;
4. Masih terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang menguasai energi
baru terbarukan;
5. Pemahaman masyarakat terhadap energi baru terbarukan masih rendah karena
kebanyakan orang masih nyaman dengan penggunaan energi konvensional (fosil).
6. Beberapa regulasi belum cukup kuat untuk menjadi payung hukum bagi pengembangan
energi baru dan terbarukan, masih bersifat sektoral: UU Panas Bumi, UU energi, dll.
7. Minat investor masih perlu ditingkatkan dan kepercayaan perbankan untuk sektor ini masih
sedikit.