Anda di halaman 1dari 24

KOMISI VII

Materi ini disampaikan oleh : Dr. H. Eman Herman Khaeron


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pada Acara
Tanggal
: Seminar Nasional KAHMI
: 25 Februari 2020
Diselenggarakan oleh : Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI)
REPUBLIK INDONESIA (DPR RI)

Urgensi
Undang-undang energi baru dan
terbarukan di Indonesia
Oleh:
Dr. H. Eman Herman Khaeron
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI

Disampaikan dalam seminar nasional KAHMI, 9 Nopember 2017


I PENDAHULUAN
Latar Belakang (1)

• Makin tumbuh kesadaran umat manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga
diperlukan energi yang ramah lingkungan, ditandai dengan kondisi global yang tren sudah
mengarah untuk pemanfaatan energi yang berasal dari energi terbarukan, guna menjawab
masalah lingkungan seperti gas rumah kaca, pemanfaatan EBT harus dioptimalkan;
• Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, lebih dari 250 juta jiwa, dengan Pertumbuhan
kebutuhan energi listrik sekitar 8% per tahun, dan ini berakibat terjadi peningkatan energi listrik
significant besarnya sekitar 7 000 MW per tahun, perlu keamanan pasokan bagi ketersediaan
energi, khususnya energi listrik.
• Kondisi energi nasional saat ini, 90% berasal dari fossil yang semakin berkurang
keberadaannya; selain juga terbukti sebagai faktor penting terjadinya perubahan iklim
Latar Belakang (2)
Sumber Daya Energi

• Minyak
Sumber Daya Energi • Gas
• Batubara
Tak Terbarukan (Non • Shale gas
Kesejahteraan
Umat manusia
Renewable Energy) • Nuklir

Ketahanan
energi,
• Air (Hydro) keberlanjutan,
• Panas Bumi keamanaan

Sumber Daya Energi (Geothermal) lingkungan dan


pertimbangan
• Matahari (Solar) ekonomis
Terbarukan • Bio fuel
• Bio mass
(Renewable Energy) • Energi Laut
• Angin
Latar Belakang (3)

• Energi baru dan terbarukan (EBT) sangat penting untuk wujudkan ketahanan energi di masa
depan. Terlebih, Indonesia memiliki potensi EBT sebesar lebih dari 441 GW, yang sejauh ini
batu terealisasi sebesar 8,89 GW;
• Bauran energi baru dan terbarukan (EBT) terus meningkat, hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini secara investasi makin menarik. Pada tahun 2014, nilai investasi EBT sekitar Rp8,63 triliun,
lalu meningkat pada tahun 2015 menjadi Rp13,96 triliun. Tahun lalu, total investasi mencapai
Rp21,25 triliun. otal investasi EBT hingga Oktober 2017 mencapai Rp11,74 triliun.
• Kapasitas energi dari sektor EBT terus meningkat. Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga
Panas Bumi (PLTP) terpasang hingga Oktober 2017 telah mencapai 1.808,5 MW. Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), kini
kapasitas terpasangnya mencapai 259,8 MW. Sedangkan, Pembangkit Tenaga Listrik
Bioenergi kapasitasnya tercatat sebanyak 1.812 MW.
II KONDISI ENERGI SAAT INI
Kondisi Saat Ini Vs Target 2025: Listrik yang bersumber dari Energi Baru dan Terbarukan
45,04
+ 36,3 GW (LISTRIK EBT) 2025
41,01
PLTP 7,2 GW
+ 80 GW (LISTRIK NASIONAL)
35,74 PLTA+PLTM/MH 21 GW

29,28
PLT Bioenergi 5,5 GW
dalam 10 tahun PLT Surya 6,4 GW
24,66
PLT Bayu 1,8 GW
18,48
15,81 PLT Laut 3,1 GW

11,73
12,94 Total 45 GW
10,80
8,66

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

PLTP PLT Bioenergi PLTA Mini Hidro PLTS PLT Bayu PLT Laut Total

Saat ini 2025


Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional 55 GW 135 GW

Kapasitas Pembangkit Listrik EBT


8,7 GW 45 GW
(15,7%) (33%)
Rasio Elektrifikasi tahun 2015
INFORMASI
> 70
KALTIM
NAD
95,41 50 - 70
94,77 JAMBI KALTARA GORONTALO
SUMUT 85,32 79,18
73,48 < 50
93,15
KEPRI SULUT MALUT
RIAU KALBAR
73,53 82,38 SULTENG 89,17 94,46
89,19 79,56
PABAR
BABEL 82,70
PAPUA
99,97
SULBAR 45,93
76,91

SUMBAR DKI JAKARTA


JATENG
83,20 99,80 91,36 KALTENG KALSEL MALUKU
BENGKULU
69,54 86,77 84,80
SULSEL
87,30 SULTRA
88,30 68,84
SUMSEL
80,44 Realisasi:
JABAR
88,30
LAMPUNG JATIM
94,27 DIY NTT *)
84,71 86,69 NTB
NASIONAL 86,27 BALI 72,77 58,64
BANTEN 89,19

88,30
95,64

*) Realisasi s.d. Juni 2016 sebesar 88,99% Realisasi Target


Potensi Energi Terbarukan – Masa Depan (yang masih terabaikan)
Panas Bumi
Surya 29,5 GW
532,6 GWp
PLTA, PLTM/H
75 GW

5,02 GW (7%) 1,44 GW (5%)


0,08 GWp (0,01%)
Bioenergi
32,6 GW Energi Laut
Angin 18 GW
113,5 GW BBN
200 Ribu Bph
6,5 MW (0,01%) 1,74 GW (5,3%)
0,3 MW (0,002%)
Energi Fosil
Cadangan terbukti: Pemanfaatan
• Minyak Bumi : 3,6 miliar barel 801,2 GW 8,66 GW EBT belum
• Gas Bumi : 100,3 TSCF optimal
Produksi:
• Minyak Bumi : 288 Juta barel Kapasitas terpasang
• Gas Bumi : 2,97 TSCF Pembangkit saat ini 55.528 MW
Diperkirakan akan habis:
• Minyak Bumi : 13 tahun
• Gas Bumi : 34 tahun
Rencana 35.000 MW New project
Pembangunan Pembangkit +7.500 MW On going project

Center of Excellence for Energy Innovations and Technology Studies (CENITS)


Lokasi Potensi Pembangkit ListrikLISTRIK
PEMBANGKIT TenagaTENAGA
Panas Bumi
PANAS(PLTP)
BUMI (PLTP)
69 wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia
TRANFORMASI REGULASI ENERGI
III BARU DAN TERBARUKAN
Perpres No. 6 tahun PEMBANGKIT
2006 tentangLISTRIK
Kebijakan Energi
TENAGA Nasional
PANAS BUMI (PLTP)

Visi 25/25
sebagai arah kebijakan energi
TERBENTUKNYA DITJEN EBTKE KEMENTERIAN ESDM RI
Sesuai UU 30/2007;
 Yang dibutuhkan energi yang sustain; Kondisi energi nasional saat ini, 90% berasal dari
 Energi telah menjadi modal pembangunan, bukan fossil yang semakin berkurang keberadaannya;
lagi sebagai komoditas (ekspor) sebagai bagian selain juga terbukti sebagai faktor penting
dari pendapatan negara terjadinya perubahan iklim.

Energi Baru dan Terbarukan harus jadi arus Di sisi lain, karena berbagai alasan,
utama dengan alasan a.l.: kita masih boros dlm
 potensi EBT masih berlimpah (under mengkonsumsi energi. Faktor
utilized);- utama adalah belum terwujudnya
 sustain, terbarukan (tidak habis); budaya hemat energi
 bersih, ramah lingkungan;- (sebagaimana telah berjalan di
 telah menjadi kecenderungan global Jepang, misalnya);
(trend);
 telah menjadi amanah Undang-undang,
dan komitmen nasional di panggung
dunia;

Menyadari itu semua (pentingnya EBT dan Konservasi Energi), tahun 2010 akhir, Pemerintah membentuk Ditjen EBTKE.
13
Kebijakan Pengembangan EBTKE

Menambah kapasitas terpasang pembangkit/produksi energi;


Pertumbuhan energi berkisar 8% per-tahun, diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan energi

Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir jaringan PLN, khususnya
di daerah-daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan;
Penyediaan listrik/energi perdesaan yang tengah dikembangkan melalui pemanfaatan mikrohidro,
surya, biomassa, biogas dan tenaga angin

Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil;


Substitusi PLTD dengan bahan bakar nabati/biodiesel secara bertahap dan PLT Hybrid

Kampanye Penghematan Energi Nasional;


Menghemat energi sebesar 1 kWh lebih murah dan mudah dibandingkan dengan memperoduksi
energi sebesar 1 kWh

Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca;


Peningkatan efisiensi energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan meminimalkan emisi GRK
Peraturan Pemerintah No. 79 tahun
PEMBANGKIT 2014TENAGA
LISTRIK tentangPANAS
Kebijakan
BUMIEnergi
(PLTP) Nasional (KEN)

• Kebijakan Energi Nasional atau KEN telah ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 2014 melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.
• KEN yang ditetapkan tersebut juga sudah mendapat persetujuan DPR melalui Keputusan
DPR Nomor 01/DPR RI/III/2013-2014.
• KEN merupakan pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna
mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung
pembangunan nasional berkelanjutan.
• Arah kebijakan energi ke depan berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi
tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi sebagai modal pembangunan
nasional. Tujuannya untuk : (a) mewujudkan kemandirian pengelolaan energi, (b) menjamin
ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri, (c)
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu dan berkelanjutan, (d)
meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, (e) menjamin akses yang adil dan merata
terhadap energi, pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam
negeri, (f) menciptakan lapangan kerja dan terkendalinya dampak perubahan iklim dan
terjaganya fungsi lingkungan hidup
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) (Cont’d)
• Pasal 9f PP No. 79 tahun 2014:
Tercapainya bauran Energi Primer yang optimal:
1. pada tahun 2025 peran Energi Baru dan Terbarukan paling sedikit 23% (dua puluh tiga
persern) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% (tiga puluh satu persern) sepanjang
keekonomiannya terpenuhi;
2. pada tahun 2025 peran minyak bumi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dan pada
tahun 2050 menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen);
3. pada tahun 2025 peran batubara minimal 30% (tiga puluh lima persen) dan pada tahun
2050 minimal 20% (dua puluh lima persen);
4. pada tahun 2025 peran gas bumi minimal 22% (dua puluh dua persen) dan pada tahun
2050 minimal 24% (dua puluh empat persen.

Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) merupakan PP yang dalam
penyusunannya perlu memperoleh persetujuan DPR RI. Dalam PP Ini DPR RI bersama-sama dengan Pemerintah
memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan energi terbarukan.

Center of Excellence for Energy Innovations and Technology Studies (CENITS)


Migas masih memegang peranan penting sebagai sumber
energi di masa mendatang, proyeksi pemanfaatan Energi dalam
Kebijakan Energi Nasional (KEN)

Tahun 2012 Tahun 2025 Tahun 2050


5%
22% 23% 24%
24% 31%

47%
24% 25% 25%
30% 20%

Gas Bumi Minyak Bumi


Energi Terbarukan Batu Bara

Center of Excellence for Energy Innovations and Technology Studies (CENITS)


Prinsip Prioritas Pengembangan Energi Nasional

1 Memaksimalkan penggunaan energi terbarukan;

2 Meminimalkan penggunaan minyak bumi;

3 Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru;

4 Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi


nasional;
5 Memanfaatkan nuklir sebagai pilihan terakhir.
Paragraf (2): Prioritas Pengembangan Energi, pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebjakan Energi Nasional
IV TANTANGAN DAN HAMBATAN
HAMBATAN DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN ENERGI
TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

1. Harga produksi energi terbarukan relatif lebih mahal dibandingkan dengan energi yang
berasal dari fosil;
2. Teknologi baru energi baru terbarukan masih banyak yang harus diimpor;
3. Kurangnya pendanaan untuk proyek energi baru terbarukan;
4. Masih terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang menguasai energi
baru terbarukan;
5. Pemahaman masyarakat terhadap energi baru terbarukan masih rendah karena
kebanyakan orang masih nyaman dengan penggunaan energi konvensional (fosil).
6. Beberapa regulasi belum cukup kuat untuk menjadi payung hukum bagi pengembangan
energi baru dan terbarukan, masih bersifat sektoral: UU Panas Bumi, UU energi, dll.
7. Minat investor masih perlu ditingkatkan dan kepercayaan perbankan untuk sektor ini masih
sedikit.

Center of Excellence for Energy Innovations and Technology Studies (CENITS)


V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Rekomendasi
1. Indonesia masih mengandalkan energi dari fosil yang tidak terbarukan yang kian hari semakin
menurun produksinya Seiring dengan pertumbuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi, maka
kebutuhan energi semakin meningkat, untuk itu perlu adanya diversifikasi sumber daya energi
dengan menggali potensi sumber energi baru dan terbarukan
• Untuk mendorong percepatan pengembangan energi baru dan terbarukan
• Pengaturan tentang pengusahaan energi baru dan terbarukan
• Prioritas penggunaan energi baru dan terbarukan
• Pemberian insentif bagi pengembangan energi baru dan terbarukanPada tahun 2006
melalui
2. Perpres No. 5 tentang Kebijakan Energi Nasional menjadi pijakan awal cara pandang Indonesia
untuk sektor energi, terutama dengan adanya Visi 25/25 yang ingin ada peningkatan significant
pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebanyak 25% pada tahun 2025. Landasan hukum ini
kemudian diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang
Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang secara tegas memberikan target bauran energi yang
berasal dari energi terbarukan paling sedikit sebesar 23%. Dan PP ini merupakan produk
kesepakatan antara Pemerintah dan DPR RI sebagaimana amanah dari Undang-undang
energi.
Rekomendasi
2. DPR RI bersama-sama dengan Pemerintah perlu menyiapkan payung hukum yang lebih kuat
bagi pengembangan energi baru dan terbarukan, serta secara paralel menyiapkan regulasi
turunan dari UU (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri) untuk
implementasi UU tersebut.
4. Pemerintah perlu memperhatikan keadilan pengembangan energi untuk daerah pelosok, daerah
tertinggal, daerah terdepan, daerah terpencil dan di pulau-pulau kecil, yang hingga saat ini ada
sebagian dari mereka belum merasakan energi listrik dalam menunjang kehidupan mereka.
5. Pemerintah perlu memperkuat evaluasi dan monitoring program-program yang
dilaksanakannya agar program yang dijalankan dapat berjalan dengan baik dan manfaatnya
benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat, terutama listrik bagi masyarakat pelosok agar
dapat berjalan secara berkelanjutan (sustainable).

Materi ini disampaikan oleh : Dr. H. Eman Herman Khaeron


Pada Acara : Seminar Nasional
Tanggal : 25 Februari 2020
Diselenggarakan oleh : Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI)

Anda mungkin juga menyukai