Anda di halaman 1dari 8

Nama :Mufida Adila

Nim : 3105034
Kelas : B

TUGAS PELAYANAN KEFARMASIAN


“Diabetes dan Gangguan Tiroid”

1. Jelaskan kenapa penyakit diabetes mellitus dapat terjadi dan tolong dijelaskan secara
prinsip perbedaan antara dibetes tipe 1 dan tipe 2!
2. Jelaskan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular penyakit diabetes!
3. Jelaskan dengan bahasa sendiri bagaimana alogaritma terapi dibetes mellitus menurut
Perkeni 2015!
4. Jelaskan bagaimana proses sintesa hormon tiroid!
5. Jelaskan perbedaan gejala hipotiroid dan hipertiroid!
6. Jelaskan bagaimana peranan hipotalamus hipofisa dan tiroid axis dalam mengatur
hormone tiroid darah!
7. Jelaskan hubungan antara hipertiroid dengan tirotoksikosis!
8. Buatkan dengan tabel perbedaan antara obat hipotoid dengan hipertiroid!

Jawaban :
1. Diabetes Melitus terjadi karena peningkatan gula darah akibat kerusakan atau kurangnya
produksi insulin dalam tubuh.
Perbedaan diabetes tipe 1 dan tipe 2 :
- Diabetes Melitus tipe 1 terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi insulin
Sedangkan Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sel-sel tubuh kurang sensitif
terhadap hormon insulin meskipun produksi dan kadar insulin normal didalam tubuh.
- Sebagian besar kasus diabetes tipe 1 telah terdeteksi pada masa anak-anak hingga
remaja. Itu sebabnya kondisi ini disebut juga diabetes pada anak. Sementara itu,
diabetes tipe 2 umumnya adalah orang berusia di atas 30 tahun.
- Biasanya Diabetes tipe 1 muncul lebih kentara dan cepat dalam waktu beberapa
minggu. Sebaliknya, kemunculan gejala diabetes tipe 2 terjadi secara perlahan. Di
awal kenaikan gula darah, bahkan gejala tidak tampak jelas. Sebagian besar pasien
diabetes tipe 2 baru mengetahui penyakitnya ketika tidak sengaja

melakukan pemeriksaan diabetes.
- Diabetes tipe 1 harus melakukan penyuntikan insulin sedangkan diabetes melitus tipe
2 tidak harus melakukan penyuntikan insulin.
2. Perbedaan komplikasi Mikrovaskular dan Makrovaskular

Komlplikasi mikrovaskuler terdiri dari:

1) Retinopati diabetik Pada retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang
progresif yang merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-
protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke
bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa
terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan penglihatan mendadak. Hal tersebut
pada penderita DM bisa menyebabkan kebutaan.

2) Neuropati diabetik Neuropati diabetik perifer merupakan penyakit neuropati yang


paling sering terjadi. Gejala dapat berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari 7 .

3) Nefropati diabetik Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200
ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi
proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus.
Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan
menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric
oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi
terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi
nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney
disease

Penyakit yang termasuk dalam komplikasi makrovaskular adalah :

1) Penyakit pembuluh darah jantung atau otak

2) Penyakit pembuluh darah tepi Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun
sering anpa gejala.
3. Algoritma Diabetes Melitus menurut PARKENI 2015

Penjelasan : Untuk penderita DM tipe 2 dengan HbA1C < 7,5% maka pengobatan non
farmakologis dengan memodifikasi gaya hidup sehat dengan evaluasi HbA1C 3 bulan,
bila HbA1C tidak mencapai target < 7% maka dilanjutkan dengan monoterapi oral contoh
obatnya antara lain yaitu memakai metformin, agonis GLP – 1, sulfonilurea dan glinid.
Untuk penderita DM tipe 2 HbA1C < 7,5% - 9,,0 % diberikan modifikasi gaya hidup
sehat ditambah monoterapi oral dalam pemilihan obat perlu dipertimbangkan keamanan
(hipoglikemi, pengaruh terhadap jantung), efektivitas, ketersediaan, toleransi pasien dan
harga.
Dalam algoritma tersebut obat monoterapo dikelompokan menjadi
a. Obat dengan efek samping minimal atau keuntungan lebih banyak :
Metformin, alfa glukosida inhibitor, dipeptidil peptidase 4- inhibitor, agonis
glucagon like peptide
b. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati :
Sulfonilurea, glinid, tiazolidedione, sodium glucose coTransporter 2 inhibitors
(SGLT-2i).
Bila obat monoterpi tidak bisa mencapai target HbA1C < 7% dalam waktu 3 bulan maka
terapi ditingkatkan menadi kombinasi 2 macam obat, yang terdiri atas obat lini pertama
yang ditambah dengan obat lainnya yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda.
Bila HbA1C sejak awal > 9% maka bisa langsung diberikan kombinasi 2 macan obat
Sedangkan apabila dengan 2 kombinasi macam obat tidak mencapai target kendali, maka
diberikan 3 kombinasi macam obat dengan pilihan : metformin +Su +TZd atau
Metformin +SU+ DPP-4 i atau metformin +Su + SGLT-2 i, metformin +Su + GLP-1 RA,
metformin +Su +insulin basal.
Jika dengan kombinasi 3 macam obat masih belum mencapai target maka langkah
selanjutnya adalah pengobatan insulin basal plu/ bolus atau premix.
Bila penderita datang dalam keadaan awal hbA1C >10% atau glukosa darah sewaktu
>300 mg/dL dengan gejala metabolik, maka pengobatan langsung dengan metformin +
insulin basal + insulin prandial atau metformin + insuin basal + GLP-1 RA.
4. Proses sintesa hormon tiroid
- transport aktif dari I melintasi membran ke dalam sel tiroid (trapping of iodide)
- oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin
- penggabungan molekul iodotirosin dalam toirglobulin membentuk T3 dan T4
- proteolisis dari trioglobulin, dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin bebas
- deiodinasi dari iodotirosin dalam tiroid, dengan konservasi dan penggunaan dari
iodida yang dibebaskan
- dibawah lingkungan tertentu, deiodinisasai-5’ dari T4 menjadi T3 intratiroidal
- sintesis hormone tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin, dan suatu
enzim esensial, peroksidase tiroid (TPO)
Sel tiroid (sel folikel/sel tirosit) dengan demikian mempunyai 4 fungsi, yaitu:

1. mengumpulkan dan mentransport iodine

2. mensintesis tiroglobulin dan mensekresikannya ke koloid

3. memfiksasi iodin pada tiroglobulin untuk membentuk hormon


4. mengambil hormon tiroid dari tiroglobulin dan mensekresikan ke peredaran
darah.

5. Perbedaan Hipertiroid dan Hipotiroid


Hipertiroid
- Hipertiroid merupakan aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan akibat produksi yang
meningkat dari hormon tiroid dan meningkatnya metabolism hormon tersebut di
jaringan sedangkan Hipertiroid terjadi ketika jaringan terpapar kelebihan T4, T3 atau
keduanya
- Nodul tiroid otonom (adenoma toksik) ditandai dengan masa tiroid yang fungsinya
tidak tergantung pada kontrol pituitari. Hipertiroid biasanya muncul dengan nodul-
nodul yang lebih besar (diameter lebih dari 4cm)
- Pada multinodul gondok (penyakit plummer) volikel-volikel derajat tinggi dari fungsi
otonom tumbuh bersamaan dengan volikel normal atau bahkan volikel-volikel non
fungsional.
- Hipertiroid muncul ketika volikel otonom menghasilkan lebih banyak hormon tiroid
dari pada yang dibutuhkan
- Tirioditis subakut yang menimbulkan rasa nyeri dipercaya disebabkan oleh invasi
virus atau parenkim tiroid
- Tiroiditis yang tidak memberikan rasa nyeri adalah penyebab utama dari
tirotoksikosis, etiologinya belum diketahui secara pasti.

Hipotiroid
- Hipotiroid adalah Kondisi terlalu sedikitnya hormon tiroksin yang diproduksi oleh
kelenjar tiroid sehingga tubuh mengalami defisiensi
- Sebagian besar pasien hipotiroid mengalami kegagalan sekresi kelenjar tiroid
(hipotiroidisme primer)
- Penyebabnya adalah tiroiditis autoimun kronik (penyakit Hashimoto), hipotirioidisme
iatrogenik, defisiensi iod, kekurangan enzim, hipoplasia tiroid dan goitrogen.
- Kegagalan pituitari (hipotiroidisme sekunder) adalah penyebab yang jarang terjadi
yang disebabkan oleh tumor pituitari, terapi operasi, radiasi pituutari eksternal,
nekrosis pituutari, tumor metastatik, tubercolosis, histiositosis dan mekanisme
autoimun.
6. Peranan hipotalamus hipofisa dan tiroid axis dalam mengatur hormone tiroid darah
Daerah interaksi antara sistem saraf dan sistem endokrin atau neuroendokrin
primer adalah pada hipotalamus dan hipofisis. Hipotalamus mengandung beberapa
nuklei sel-sel neuronal, dimana di dalam nuklei ini terdapat kelompok-kelompok sel-
sel khusus yang melepaskan suatu hormon atau hormon-hormon tertentu.
Hipotalamus juga mengatur fungsi otak lain, termasuk suhu, nafsu makan, rasa haus,
perilaku seksual, reaksi defensif seperti marah dan takut, dan ritme tubuh. Dimana
semuanya itu memiliki komunikasi yang luas dengan daerah tubuh lainnya.16, 18
Hipotalamus mengandung dua jenis sel-sel neurosekretorik yang dapat meningkatkan
potensial aksi, melepaskan hormon, dan diatur oleh sistem hormonal maupun susunan
saraf pusat. Hipofisis dibagi menjadi dua bagian funsional, anterior dan posterior.
Bagian anterior dari hipofisis disebut adenohipofisis yang mensekresi hormon-
hormon seperti ACTH, FSH, LH, TSH merangsang kelenjar target adrenal, gonad,
dan tiroid. Sedangkan hipofisis posterior atau neurohipofisis mensekresi hormon
vasopresin dan oksitosin ke dalam sirkulasi.16, 18 Hormon FSH dan LH terikat pada
reseptor ovarium dan testis serta mengatur fungsi gonad dengan merangsang produksi
steroid seksual dan gametogenesis. Pada pria, LH akan merangsang produksi
testosteron dari sel interstisial testis (sel Leydig). Pematangan spermatozoa
memerlukan LH dan FSH. FSH merangsang pertumbuhan testis dan mempertinggi
produksi androgen-binding-protein oleh sel Sertoli, yang merupakan komponen
tubulus testis yang berguna menyokong pematangan spermatozoa. Androgen- binding
protein ini menyebabkan konsentrasi testosteron yang tinggi pada spermatozoa, suatu
faktor penting pada pembentukan spermatogenesis normal.
7. hubungan antara hipertiroid dengan tirotoksikosis

Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat peningkatan kadar


hormon tiroid dalam darah. Tirotoksikosis digunakan untuk menandai temuan klinis,
fisiologi, dan biokimia yang dihasilkan saat jaringan terpajan dan memberikan
respon terhadap hormon berlebihan.4,5 Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia ,
namun lebih banyak terjadi pada usia 40-50 tahun.6,5 Berdasarkan data tahun 2000,
dua persen wanita dan 0,2 persen laki-laki menderita penyakit ini di dunia.7 Ekses
yodium merupakan penyebab terjadinya tirotoksikosis. Ini dapat menyebabkan
aktivitas tiroid menjadi tidak terkontrol, hal ini dikarenakan, jumlah yodium yang
berlebihan dapat memblok fungsi tiroid dalam membuat hormon. Ini meningkatkan
risiko IIH (Iodine Induced Hiperthyroidsm). 8 Di dalam darah, sebagian besar
hormon T4 dan T3 terikat oleh protein dan bersifat tidak aktif. Satu persen berada
dalam bentuk bebas (free) sehingga disebut FT4 dan FT3, yang aktif mengendalikan
metabolisme tubuh. Pengukuran hormon tiroid total (T4 total atau T3 total) atau
bentuk bebas (FT4 atau FT3) biasanya memberikan informasi yang sama, sehingga
tidak perlu diperiksa sekaligus. 6 Gejala klinis yang didapatkan akibat sekresi
hormon tiroid yang berlebihan, diantaranya: meningkatnya laju metabolik, rasa
cemas yang berlebihan, meningkatnya nafsu makan tetapi berat badan menurun,
gerakan yang berlebihan, gelisah dan instabilitas emosi, penonjolan pada bola mata,
dan tremor halus pada jari tangan.

8. pengobatan hipertiroid dan hipotiroid

Perbedaan Hipertiroid Hipotiroid


Mekanisme Mengatasi hipertiroid Mengatasi hipotiroid
kerja dengan menggunakan obat dengan pengganti hormon
antitiroid
Pembedahan Lebih diperlukan Jarang diperlukan
Medikamentos Obat antitiroid yang Dosis awal levotiroksin
a digunakan adalah yang dapat diberikan
propylthiouracil, adalah antara 50-100 µg
carbimazole, dan per hari yang dapat dititrasi
methimazole. Mekanisme berdasarkan hasil
kerja golongan obat ini pemeriksaan fungsi tiroid.
adalah menghambat
oksidasi dan organifikasi
iodine melalui inhibisi
enzim tiroid peroksidase
dan menghambat
proses coupling iodotirosin
menjadi T4 dan T3.
Khusus propylthiouracil
mempunyai keuntungan
lainnya yakni mampu
mengurangi konversi T4
menjadi T3 di jaringan
perifer
Terapi Terapi lain yang bisa terapi suportif pada kasus
tambahan yang diberikan pada pasien hipotiroid biasanya
mungkin dengan hipertiroid antara diperlukan bagi pasien
diperlukan lain penghambat beta dengan komplikasi berat
adrenergik, agen iodine, seperti koma miksedema.
dan glukokortikoid. Terapi suportif untuk kasus
ini harus dilakukan
di Intensive Care
Unit (ICU) dengan
manajemen cairan dan
elektrolit, penggunaan
ventilator bila terjadi gagal
napas,
pemberian vasopressor  bil
a terjadi hipotensi,
penanganan hipotermia dan
terapi penyakit akut yang
menyertai.

Anda mungkin juga menyukai