Anda di halaman 1dari 32

PATOFILIOLOGI

SISTEM
ENDOKTRIN
KELOMPOK 1
3B
KELOMPOK 1 KELAS 3B
1. Eka Melviyani (NIM 01021020)
2. Eriyan Muhamad Nurdiana (NIM 01021118)
3. Erva Diyanita (NIM 01021119)
4. Evi Damayanti Hasibuan (NIM 01021120)
5. Fahreza Rian Fadhila (NIM 01021121)
6. Fahriyani (NIM 01021021)
7. Farhatun Nisa (NIM 01021123)
8. Fauziah Nur Rohmat (NIM 01021022)
9. Fayyaza Jahra A (NIM 01021266)
10. Fera Wati (NIM 01021262)
11. Fraha Dewi Kemuning (NIM 01021023)
12. Galuh Pramnesti Damarjati (NIM 01021124)
13. Ghina Nabila (NIM 01021125)
14. Hafidz Adi Nugroho (NIM 01021024)
15. Haidar Alfan M (NIM 01021126)
16. Hanna Nuragustina (NIM 01021267)
SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin adalah suatu sistem dalam tubuh
manusia yang bertugas untuk melakukan sekresi
(memproduksi) hormon yang berfungsi untuk mengatur
seluruh kegiatan organ-organ dalam tubuh manusia sesuai
dengan yang dibutuhkan organ tersebut.
Sistem endokrin terbagi menjadi beberapa kelenjar
endokrin yang jika dalam satu kesatuan disebut dengan
sistem endokrin. Kelenjar-kelenjar tersebut adalah kelenjar
hipofisis, kelenjar pineal, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
kelenjar adrenal, kelenjar pankreas, dan kelenjar gonad.
Setiap kelenjar memiliki letak, struktur, dan menghasilkan
hormon yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-
masing.
01
HIPERTIROID
DEFINISI
Hipertiroid adalah hipersekresi produksi hormon tiroid
oleh kelenjar tiroid. Hipertiroid atau kelenjar tiroid
yang terlalu aktif, terjadi ketika kelenjar tiroid
melepaskan terlalu banyak hormon dalam aliran darah
sehingga mempercepat metabolism tubuh
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi hipertiroid menunjukkan prevalensi sebesar
0-8% di kawasan Eropa dan 1-3% di Amerika Serikat. Grave’s disease
merupakan penyebab terbanyak hipertiroid di Amerika Serikat (60-
80%). Sedangkan toksik multinodular goitre dan toksik adenoma
masing-masing menyumbang 15-20% dan 3-5% dari kasus hipertiroid.
Penyakit autoimun tiroid terjadi dalam frekuensi yang serupa
pada etnis Kaukasia, Hispanik dan Asia, namun lebih rendah pada etnis
Afrika-Amerika. Semua penyakit tiroid terjadi lebih sering pada jenis
kelamin wanita. Rasio pria terhadap wanita pada Grave’s disease
adalah 1,5: 10, sedangkan pada toksik multinodular goitre dan toksik
adenoma adalah 1: 2-4.
ETIOLOGI
Etiologi hipertiroid yang paling sering adalah Grave’s disease,
diikuti oleh toksik multinodular goitre dan toksik adenoma.
Pada Grave’s disease, stimulator hormon tiroid meningkat karena
adanya autoantibodi. Hipertiroid juga bisa disebabkan oleh
sekresi thyroid stimulating hormone (TSH) yang berlebihan, misalnya
pada TSH-secreting pituitary adenoma.
PATOFISIOLOGI
Berkaitan dengan penurunan produksi hormon tiroid
akibat kelainan lokal pada kelenjar tiroid sendiri maupun
akibat kelainan hipotalamus atau kelenjar pituitari.
Berkurangnya produksi hormon tiroid menyebabkan
penurunan laju metabolisme dan terjadinya gejala-gejala
hipotiroid.
FAKTOR RESIKO
PENYAKIT GRAVES 01

TIROIDITIS 02

NODUL TIROID 03

KANKER TIROID 04

KEHAMILAN 05

EFEK SAMPING KONSUMSI OBAT 06


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan
free tiroksin (FT4) dalam darah. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti pengukuran titer antibodi antitiroid peroksidase
(anti-TPO) dan thyrotropin releasing hormone (TRH) juga
dapat dilakukan bila perlu.
KLASIFIKASI

Grave’s Disease Toksik Adenoma Dan Tsh-secreting Pituitary


Toksik Multinodular Adenoma
Goitre

Penyakit Trofoblastik Germ Cell Tumor Euthyroid


Hyperthyroxinemia
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Scintigraphy
Menilai iodine uptake pada
kelenjar tiroid melalui sodium-
iodide sympoter (NIS)

Anamnesis Kadar Hormon


Gejala klinis meliputi cemas, emosi Pemeriksaan awal dilakukan adalah
yang labil, lemah, tremor, palpitas, pemeriksaan kadar TSH, fT4
heat intolerance dan penurunan dengan fT3.
berat badan.

Pemeriksaan Fisik Deteksi Antibodi


Pada pemeriksaan vital akan Dilakukan jika ada kecurigaan ke
ditemukan takikardia, pulpus deficit, arah Grave’s disease.
dan hipertensi sistolik Pemeriksaan Radiologi
Berupa USG leher atau USG tiroid.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertiroid dapat mencakup
pemberian obat antitiroid, ablasi radioaktif iodine dan
pembedahan. Obat antitiroid yang digunakan adalah
carbimazole, methimazole dan propylthiouracil.
02
DIABETES MELLITUS
TIPE 1
DEFINISI
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes
yang berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine yang berlebihan, dan
mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu. Diabetes mellitus adalah
gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam etiologi,
disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin
atau gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes
Mellitus tipe 1 lebih diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin
akibat kerusakan sel pankreas yang didasari proses autoimun.
EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi diabetes mellitus tipe 1 memperkirakan
peningkatan insidensi 2-5% setiap tahunnya di seluruh dunia. Hal ini
diperkirakan juga berlaku di Indonesia, dimana pengidap diabetes
mellitus semua tipe dilaporkan terus meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2017, sekitar 451 juta orang mengidap penyakit diabetes
mellitus yang mana 10% dari populasi tersebut merupakan diabetes
mellitus tipe 1. Sebanyak 85% kasus diabetes mellitus di bawah umur
20 tahun merupakan diabetes mellitus tipe 1. Data dari studi
epidemiologi besar di seluruh dunia menunjukkan bahwa kejadian
diabetes mellitus tipe 1 meningkat sekitar 2-5% di seluruh dunia setiap
tahun.
ETIOLOGI
Diabetes tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin)
disebabkan kerusakan sel Beta pankreas. Penyebab kerusakan sel B
pada diabetes tipe 1 tidak diketahui. Beberapa kasus diabetes tipe 1
akibat infeksi virus. Virus penyebab diabetes tipe 1 adalah virus
coxsakie atau virus mumps. Autoimunitas diyakini sebagai mekanisme
utama yang terlibat. Autoantibodi sel islet hadir dalam serum 90% dari
kasus DM tipe 1 didiagnosis awal. Antibodi tersebut menyerang
beberapa komponen sel, termasuk sitoplasma dan membran antigen
atau terhadap insulin itu sendiri (IgG dan IgE antibodi). Aktifitas
Limfosit T juga menyerang sel Beta, ini telah ditunjukkan pada
beberapa pasien diabet tipe 1.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 melibatkan proses destruksi sel
penghasil insulin di pankreas, yang disebut sel beta, oleh sistem imun adaptif.
Proses ini didorong oleh interaksi antara faktor genetik seseorang dan
lingkungannya. Kerusakan Sel Pulau Langerhans Pankreas akibat Mekanisme
AutoimunHormon yang disintesis oleh sel bet pankreas, yang dikenal sebagai
insulin, meregulasi kadar gula dalam darah dengan memindahkan gula
tersebut dari aliran darah ke dalam sel untuk metabolisme. Hormon lain yang
diproduksi oleh sel beta pankreas yang disebut dengan glukagon juga
membantu tubuh dalam proses regulasi kadar gula dalam darah. Penyakit
diabetes mellitus tipe 1 ditandai oleh kerusakan fungsi sel beta secara
bertahap.
FAKTOR RESIKO
Memiliki anggota keluarga yang 01
mengidap diabetes
Terkena infeksi virus 02

Orang berkulit putih lebih beresiko 03


mengalami diabetes tipe 1 dibanding ras lain

Bepergian ke daerah yang jauh dari 04


khatulistiwa

Usia 05
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAAN GULA DARAH 3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


LAINNYA

2. PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN 4. PEMERIKSAAN C-PEPTIDA


AIC (HbA1C)

5. PEMERIKSAAN AUTOANTIBODI
DIAGNOSIS
Diagnosis DM tipe-1 ditegakkan apabila memenuhi salah satu
kriteria sebagai berikut:Pada pasien tanpa gejala klinis ditemukan
kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (≥7.0 mmol/L), lebih dari satu
kali pemeriksaan. Puasa adalah tanpa asupan kalori minimal 8
jam.Ditemukan gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan
menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11.1
mmol/L).
PENATALAKSANAAN
1. Edukasi 3. Terapi Nutrisi Medis
Dilakukan sebagai upaya Yaitu merencakan pola makan agar
pencegahan dan merupakan bagian tidak meningkatkan indeks glikemik
yang sangat penting. kasus DM

2. Latihan Jasmani 4. Terapi Farmakologi


Dilakukan setiap hari dan teratur Terdiri atas obat oral dan injeksi.
untuk mencegah DM

5. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri


PGDM dapat memberikan informasi
tentang variabilitas glukosa darah
harian.
03
DIABETES MELLITUS
TIPE 2
DEFINISI
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel
beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus.Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel betapankreas dan atau ganguan fungsi
insulin (resistensi insulin).
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi global dari International Federation Diabetes
(IDF) memperkirakan bahwa 1 dari 11 orang dewasa berusia 20-79
tahun, yaitu 415 juta orang dewasa menderita diabetes mellitus tipe 2
pada tahun 2015. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 642
juta pada tahun 2040. Dalam analisis data National Health Interview
Survey pada tahun 2016 dan 2017, prevalensi DM tipe 2 yang
terdiagnosis pada orang dewasa di Amerika Serikat adalah 8,5%.
ETIOLOGI
Insulin basal (insulin alami yang dikeluarkan pankreas) biasanya
normal, tetapi pelepasan insulin secara cepat dan jumlah banyak
setelah makan menjadi pokok permasalahan karena menyebabkan
kegagalan metabolisme karbohidrat secara normal.Beberapa data
menunjukkan adanya pola cacat sekresi insulin diwariskan, kondisi ini
bertanggung jawab untuk kecenderungan keluarga Diabetes Melitus
Tipe-2 (DMT2) turun-temurun. Faktor genetik sangat kuat pada
Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2), dengan riwayat diabetes hadir di
sekitar 50% dari keluarga tingkat pertama.
PATOFISIOLOGI
1.Penurunan Sekresi Insulin
Penurunan sekresi insulin terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas.
2.Resistensi Insulin
Resistensi insulin akan terjadi bila alur penyimpanan nutrisi yang
bertugas memaksimalkan efisiensi penggunaan energi terpapar terus menerus
dengan surplus energi.
3.Ominous
Octet Resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin akan
menyebabkan terjadinya ominous voctet yang menyebabkan terjadinya
hiperglikemia.
FAKTOR RESIKO
1. Obesitas (kegemukan)
2. Hipertensi
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
4. Dislipedimia
5. Umur
6. Riwayat persalinan
7. Faktor Genetik
8. Alkohol dan Rokok
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes HbA1C 3. Tes Toleransi Gula Darah

2. Tes Gula Darah Puasa 4. Tes gula Darah Sewaktu

5. Pemeriksaan Funduskopi
DIAGNOSIS
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM
dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam
setelah beban glukosa. Sekurangkurangnya diperlukan kadar glukosa
darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang
lain atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
PENATALAKSANAAN
TERAPI MEDIKAMENTOSA
Penatalaksanaan medikamentosa untuk DM tipe 2 terdiri dari obat
hipoglikemik oral (OHO) dalam berbagai golongan serta terapi insulin, yaitu
biguanid, sulfonilurea, derivat meglitinide, thiazolidinediones, glucagonlike
peptide-1 (GLP-1) agonists, dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors,
selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors, insulin, dan
agonis dopamin.

TERAPI SUPORTIF
Terapi suportif pada DM tipe 2 dapat dilakukan dengan mengurangi stress
emosional, modifikasi gaya hidup dan pengaturan diet sesuai jadwal makan
dan pembagian jumlah kalori.
TERIMAKASIH
ORANG JAHAT TERLAHIR DARI ORANG BAIK YANG
PRESENTASI TAPI DITANYAIN MELULU ☺

Anda mungkin juga menyukai