Anda di halaman 1dari 9

Nama : Madyline Victorya Katipana

NIM : 1971101005

Konsiderasi Anestesi pada Hyperthyroid

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar dengan berat kurang lebih 20 gram dan terdiri dari 2
lobus yang di gabungkan oleh istmus. Kelenjar ini berada pada aspek anterior dan lateral
dari trakea, dengan batas atas dari istmus terletak di bawah kartilago krikoid. Sepasang
kelenjar paratiroid terletak di bagian posterior dari masing-maisng lobus. Kelenjar ini
diinervasi oleh sistem saraf adrenergic dan kolenergik. Nervus laryngeal rekuren dan cabang
motoric eksternal dari nervus laryngeal superior melekat pada kelenjar tiroid ini.

Secara histologi, kelenjar tiroid terdiri dari sejumlah folikel yang berisikan koloid yang
mengandung protein. Unsur utama dari komponen koloid apda folikel ini adalah
thyroglobulin yang meruapkan glikoprotein yang terionisasi yang menjadi substrat untuk
sintesis hormone tiroid. Kelenjar tiroid ini juga mengandung parafolikular sel C yang
menghasilkan calcitonin.

Hormon Tiroid
Hormone tiroid diproduksi dalam jumlah yang normal bergantung pada ketersediaan iodin
eksogen. Diet merupakan sumber iodin utama. Iodin tersebut selanjutnya di reduksi
menjadi iodide di traktus gastrointestinal, yang selanjutnya diabsorpsi dengan cepat ke
dalam darah, yang secara aktif dihantarkan dari plasma ke sel folikel tiroid. Ikatan iodin
dengan thyroglobulin dikatalisasi oleh enzim iodinase dan menghasilkan monoiodotyrosine
yang tidak atif dan diiodotyrosine. Sebanyak 25% dari monoiodotyrosine dan diiodotyrosine
mengalami penggabungan oleh thyroid peroxidase untuk membentuk triiodothyronine (T3)
yang aktif dan thyroxine (T4). Sebanyak 75% sisanya tidak berbah menjadi hormone tiroid,
dan pada akhirnya mengalami daur ulang. T3 dan T4 tetap melekat pada thyroglobulin dan
disimpan sebagai koloid hingga dilepas ke dalam sirkulasi. Jika kelenjar tiroid mengandung
banyak hormone tiroid yang disimpan dan memiliki tingkat turnover yang rendah.

Rasio hormone tiroid T4:T3 yang disekresikan sebanyak 10:1. Saat masuk dalam darah, T4
dan T3 berikatan dengan protein utama yaitu thyroxine-binding globulin (80%), prealbumin
(10-15%), dan albumin (5-10%). Hanya sejumlah kecil yang menjadi fraksi bebas, yang secara
biologis bersifat aktif. T3 walau hanya disekresikan sbeanyak 10%, namun sifatnya lebih aktif
3-4 kali dibandingkan dengan T4.

Hormone tiroid ini menstimulasi semua proses metabolism. Hormone tiroid mempengaruhi
maturitas dan pertumbuhan jaringan, meningkatkan fungsi jaringan, dan menstimulasi
sintesis protein, karbohidrat, dan metabolism lipid. Pada jantung hormone tiroid ini bekerja
pada miosit jantung dan sel oto polos pembuluh darah. Sehingga hormone tiroid ini
meningkatkan kontraktilitas miokardium, menurunkan resistensi vaskular sistemik melalui
mekanisme vasodilatasi serta meningkatkan volume intravaskular. Pada kondisi hipertiroid
efek dari T3 pada jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan efek penigkatan
hemodinamik.
Regulasi dari fungsi tiroid ini dikontrol oleh hipotalamus, pituitary, dan kelenjar tiroidm yang
bersinergi menjadi “feedback control system”.
 Thyroprotein-releasing hormone (TRH) disekresikan oleh hipotalamus
 TRH selanjutnya menuju ke pituitary dan menyebabkan terjadinya pelepasan
thyrotropin-stimulating hormone (TSH) dari pituitary anterior.
 TSH selanjutnya berikatan dnegan reseptor pada membral sel tiroid dan
meningkatkan semua proses sintesis dan sekresi ari T4 dan T3.
 Menurunnya TSH menyebabkan berkurangnya sintesis dan sekresi T4 dan T3,
berkurangnya ukuran sel folikel, dan menurunnya vaskularisasi kelenjar
 Meingkatnya TSH menghasilkan peningkatan produksi hormone dan pelepasan
hormone serta meningkatkan sel dan vaskularisasi kelenjar.
 Sekresi TSH dipengaruhi oleh kadar plasma T4 dan T3 melalui ‘negative feedback
loop’

Diagnosis
Perubahan kecil dari fungsi tiroid menyebabkan perubahan pada sekresi TSH.
 Kadar normal TSH 0.4-5.0 miliunit/L
 Jika kadar TSH 0.1-0.4 miliunit/L dengan kadar normal free T3 (fT3) dan free T4 (fT4),
maka arti diagnosis klinisnya hipertiroid subklinis
 Jika kadar TSH <0.03 miliunit/L dengan peningkatan kadar fT3 dan fT4, maka
diagnosis klinisnya hipertiroid
 Jika kadar TSH 5.0-10 miliunit/L dnegan nilai normal fT3 dan fT4, maka diagnosis
klinisnya adalah hipotiroid subklinis
 Jika kadar TSH >20 miliunit/L dengan kadar fT3 dan fT4 yang rendah maka diagnosis
klinisnya sebagai hipotiroid
TRH stimulation test juga dapat dilakukan untuk menilai status fungsi sekresi TSH sebagai
respon terhadap TRH dan juga untuk menilai fungsi pituitary. Scan tiroid menggunakan iodin
123 (123I) atau technetium 99m (99mTc) digunakan untuk mengevaluasi nodul tiroid sebagai
“warm” (fungsi normal), “hot” (hiperfungsional), atau “cold” (hipofungsional).
Ultrasonografi juga dapat digunakan dengan rata-rata akurasi 90-95% dapat membedakan
lesi kistik, solid, atau campuran.

Hipertiroid
Hipertiroid didefinisikan sebagai hiperfungsi dari kelenjar tiroid, dengan sekresi hormone
aktif tiorid yang berlebihan. Umumnya hipertiroid berasal dari 3 proses patologis, yaitu
grave disease, toxic multinodular goitern dan toxic adenoma.

Manifestasi Klinis Hipertiorid


Manifestasi klinis pada pasien dengan kelebihan hormone tiroid adalah seperti penurunan
berat badan, intoleransi panas, kelemahan otot, diare, hiperaktif refleks, dan kecemasan.
Pasien cenderung cemas, gelisah, dan hiperkinetik, juga secara emosi tidak stabil. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tremor halus, eksoftalmus, atau goiter, yang
maka tanda ini disebabkan oleh graves disease. Kulit terasa hangat dan lembab, wajah
kemerahan, dengan rambut yang tipis, serta kuku yang lembut dan rapuh. Pasien
mengeluhkan sering berkeringat. Pasien sering mengeluh mudah lelah namun tidak dapat
tidur. Akibat terjadinya peningkatan turnover tulang, osteoporosis pada hipertiorid dapat
terjadi. Pasien juga mengalami penurunan berat badan akibat terjadinya proses
kalorigenesis. Motilitas usus juga meningkat.

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi, dimana akibat hipermetabolisme jaringan perifer,


terjadi peningkatan kerja jantung seperti terjadi takikardi, disritmia, palpitasi, hiperdinamik
sirkulasi, peningkatan kontraktilitas jantung dan cardiac output, serta kardiomegali. Onset
atrial fibrilasi yang baru juga merupakan tanda klinis dari hipertiroid, selain itu juga dapat
terjadi takikardia dan gagal jantung kongesti. Efek pada kardiovaskular ini disebabkan oleh
efek T3 pada miokardium dan vaskular perifer. Waktu paruh T4 adalah berkisar 7-8 hari.

Tatalaksana hipertiroid
1. Lini pertama tatalaksana hipertiroid adanya dengan pemberian obat antitiroid,
seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU). Agen ini akan mempengaruhi
sintesis dari hormone tiroid dengan cara meghambat organifikasi dan coupling. PTu
juga menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Status eutiorid akan tercapai
sekitar 6-8 minggu dengan terapi.
2. Iodida juga dapat diberikan. Konsentrasi tinggi iodide, akan menurunkan sintesis
tiroud dan mengurangi ukuran dari kelenjar serta menurunkan vaskularisasi kelenjar.
Efek dari iodide ini singkat dengan onset yang cepat. Sehingga, iodide ini dapat
digunakan pada periode preoperasi untuk sebagai tatalaksana pasien dengan ata
sedang mengalami ‘thyroid storm’, serta sebagai tatalaksana pada pasien dengan
gangguan thyrocardiac. Iodide diberikan secara oral dalam bentuk sediaan larutan
potassium iodide tersaturasi (SSKI), diberikan 3 tetes peroral setiap 8 jam untuk 10-
14 hari. Terapi dengan antitiroid diberikan mendahului inisiasi terapi iodide, karena
pemberian iodide tunggal akan meningkatkan penyimpanan hormone tiroid dan
menimbulkan eksaserbasi thyrotoxic.
3. Lithium carbonate 300 mg setiap 6 jam peroral dapat diberikan pada pasien yang
alergi iodide, menggantikan potassium iodide atau ipodate.
4. Β-adrenergik antagonis diberikan untuk mengurangi gejala akibat peningaktan
aktivitas adrenergic seperti kecemasan, berkeringat, intoleransi panas, tremor, dan
takikardi. Waktu paruh T4 adalah 7-8 hari, sehingga terapi β-blocker ini diberikan
pada periode paska operasi
5. Terapi ablasi dengan radioaktif iodin 131 (131I) atau pembedahan direkomendasikan
pada pasien dengan graves disease yang tidak terkontrol dengan medikasi, juga pada
pasien dengan toxic multinodular goiter dan toxic adenoma.

Manajemen Anestesia
Preoperasi
Pasien hipertiroid yang akan menjalani pembedahan, harus dalam kondisi eutioid.
 Pada kasus elektif, durasi waktu yang panjang (6-8 minggu) dengan terapi antitiorid
ini sangat efektif untuk menimbulkan kondisi eutiroid.
 Pada kasus emergensi dapat diberikan β-blocker, ipodate, glucocorticoid, dan PTU.
PTU tidak memiliki sediaan intravena, sehingga hanya diberikan melalui oral atau
NGT atau melalui rektal.
 Glucocorticoid (Dexamethasone 2 mg IV diberikan setiap 2 jam) untuk menurunkan
pelepasan hormone dan mengurangi konversi perifer T4 menjadi T3.
Evaluasi jalan napas atas harus dilakukan untuk menilai apakan ada kompresi trakea atau
deviasi trakea. Evaluasi radiologi toraks juga diperlukan atau CT-scan thoraks untuk menilai
ekstensi massa di ruang mediastinum.

Intraoperatif
Pada pasien hipertiroid tidak terjadi peningkatan kebutuhan minimal alveolar
concentration. Obat anestesi yang menstimulasi sistem saraf simpatik seperti ketamin,
pankuronium, atropine, ephedrine, dan epinefrin harus dihindari. Mata pasien yang
proptosis harus dilindungi baik menggunakan eyedrop, lubrikan, atau eye pad, karena
berisiko terjadinya abrasi kornea dan ulserasi kornea.

Maintenance anestesia dapat menggunakan agen inhalasi. Nitrous oxide dan opioid aman
dan efektif untuk pasien hipertiroid. Pasien hipertiroid sering disertai dengan penyakit
mukular seperti myasthenia gravis, maka perlu di kurangi dosis pelumpuh otot
nondepolarisasi, dan teknik titrasi adalah yang sesuai untuk digunakan.

Untuk tatalaksna hipotensi intraoperative, maka dapat diberikan phenylephrine (direct-


acting vasopressor). Ephedrine, epinephrine, norepinephrine, dan dopamine sebaiknya
dihindari atau diberikan dengan menggunakan dosis rendah untuk mencegah meningkatnya
respon hemodinamik. Anestesia regional dapat diberikan pada pasien hipertiroid.

Monitor intraoperative yang invasive dilakukan sesuai dengan klinis pasien, serta jenis
pembedahannya. Fungsi kardiovaskular dan suhu tubuh juga harus dimonitor pada pasien
dengan riwayat hipertiroid.pada pasien yang tidak komplit terapi hipertiroid berisiko
mengalami hypovolemia dan risiko mengalami hipotensi akibat respon dari induksi anestesi.
Thyroid Storm
Merupakan suatu kondisi yang mengancam akibat dari eksaserbasi hipertiroid yang dipicu
oleh trauma, infeksi, medical illness, atau pembedahan. Thyroid storm (TS) adalah keadaan
darurat endokrin yang ditandai dengan perburukan yang cepat, terkait dengan angka
kematian yang tinggi, oleh karena itu diagnosis yang cepat dan pengobatan darurat adalah
wajib. Di masa lalu, operasi tiroid adalah penyebab paling umum dari TS, tetapi pengobatan
praoperasi menciptakan keadaan eutiroid sebelum melakukan operasi. Pendekatan aktif
selama periode perioperatif dapat menentukan pengobatan klinis yang efektif untuk
penyakit yang mengancam jiwa ini.

Operasi tiroid adalah prosedur endokrin utama yang dilakukan di dunia dan hiperaktivitas
jaringan tiroid setelah tiroidektomi sub-total adalah etiologi utama TS perioperatif. Hal ini
juga dapat terjadi selama periode intra-op sebagai akibat dari sekresi sel folikel yang tidak
terkontrol. Gambaran klasik TS seperti nyeri perut, diare, gugup, dan gelisah ditutupi selama
anestesi umum dan hanya hipertermia dan efek kardiovaskular yang dapat menjadi tanda
yang mengancam jiwa. TS biasanya terjadi pada periode paska operasi pada pasien
hipertiroid yang tidak dalam terapi dan terapi tidak adekuat.

Predictive Features
TS disebabkan oleh kondisi pemicu yang terkait dengan patologi tiroid yang tidak diketahui
(biasanya penyakit Graves yang tidak diobati atau tidak terkontrol). Lebih jarang gangguan
tirotoksik lainnya, seperti tiroiditis destruktif, gondok multinodular toksik, adenoma hipofisis
yang mensekresi TSH, mola hidatidosa yang mensekresi hCG atau kanker tiroid metastatik,
menyebabkan TS. Kondisi pemicu dapat berupa obat-obatan seperti amiodarone, sorafenib,
ipilimumab dan konsumsi hormon yang tidak tepat atau tindakan medis seperti
pembedahan, terapi radioiodine dan paparan yodium berlebih pada pasien dengan
hipertiroidisme. Untuk alasan ini, pada semua pasien dengan fungsi tiroid abnormal yang
diketahui atau tidak diketahui, yang menjalani prosedur bedah diperlukan untuk menilai
kepatuhan terhadap terapi yang ditentukan dan untuk mengoptimalkan sekresi hormonal.

Selama periode pre-operasi pemeriksaan fisik lengkap, dengan fokus pada tanda-tanda
kardiovaskular, dapat menunjukkan kecurigaan klinis untuk tirotoksikosis yang
memungkinkan untuk mencegah kegagalan organ sistemik perioperatif terkait dengan
ekskresi hormonal yang tidak tepat. Ketika TS terjadi, kematiannya sekitar 11% karena
kegagalan organ multipel. Gagal jantung akut adalah kejadian awal, diikuti oleh gagal napas,
koagulasi intravaskular diseminata (DIC), tanda-tanda gastrointestinal, kolaps neurologis dan
sepsis. Untuk mengurangi angka kematian dan untuk meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup kecurigaan awal, diagnosis yang cepat dan pengobatan intensif pada presentasi TS
sangat penting.

The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society taskforce committee
mengembangkan kriteria diagnostik baru untuk TS, selain skala Burch dan Wartofsky. The
Burch-Wartofsky Point Scale (BWPS) untuk diagnosis TS, diusulkan pada tahun 1993, adalah
sistem penilaian yang diturunkan secara empiris, yang mempertimbangkan faktor pencetus
dan keparahan gejala dekompensasi organ multipel (disfungsi termoregulasi,
takikardia/fibrilasi atrium, gangguan kesadaran, gagal jantung kongestif dan disfungsi
gastro-hepatik).
Sebaliknya, menurut kriteria diagnostik Asosiasi Tiroid Jepang (JTA), adanya tirotoksikosis
merupakan kondisi prasyarat untuk mengkonfirmasi TS. Presentasi TS meliputi demam,
berkeringat banyak, tanda-tanda ensefalopati (kecemasan, labilitas emosional, gelisah,
agitasi, kebingungan, delirium, psikosis, koma), berbagai manifestasi jantung (sinus
takikardia, aritmia atrium, gagal jantung kongestif), hipertensi sistolik, dan gejala
gastrointestinal (nyeri perut
difus dengan kadar enzim
hati yang abnormal).
Tantangan utama dari onset
TS intraoperatif adalah
karena beberapa kondisi
yang bisa meniru kolaps
kardiovaskular dengan
tanda-tanda termoregulasi
seperti nyeri, gangguan
elektrolit, hipertermia
maligna, gagal jantung dan
reaksi anafilaksis.

Gambar 1. Kriteria Diagnosis untuk Thyroid


Storm
Gambar 2. The Burch-Wartofsky Point Scale (BWPS)

Tatalaksana
Pilar manajemen TS adalah untuk mengobati ekskresi kelebihan hormonal mulai prematur
semua manuver suportif. Masuk ke unit perawatan intensif (ICU) direkomendasikan untuk
semua pasien, tidak hanya ketika gagal jantung, gangguan hemostatik dan kegagalan organ
multipel terjadi tetapi juga untuk mengoptimalkan kondisi fisiologis. Pendekatan
intraoperatif yang baru-baru ini diterbitkan tampaknya merupakan metode terbaik untuk
mengobati gangguan ini. Setelah kriteria diagnostik pembaur dikeluarkan, pengobatan
intraoperatif ketidakstabilan hemodinamik termasuk penggunaan obat antitiroid (ATD),
iodida anorganik, -blocker, antipiretik, steroid dan obat vasoaktif.

Perawatan termasuk pengentasan cepat tirotoksikosis dan perawatan suportif umum,


seperti
:
 Dehidrasi dikelola dengan pemberian IV larutan kristaloid yang mengandung glukosa,
 Tindakan cooling dengan menggunakan selimut pendingin, kompres es, pemberian
oksigen dingin yang dilembabkan) digunakan untuk melawan demam. Pemulihan
termoregulasi adalah wajib untuk mengurangi semua efek merusak pada koagulasi,
keseimbangan elektrolit dan pH. Acetaminophen adalah pilihan pertama dan semua
teknik pendinginan mekanis seperti selimut pendingin atau kompres es harus
digunakan pada pasien TS dengan demam resisten.
 β-Blocker harus dititrasi untuk menurunkan denyut jantung menjadi kurang dari 90
denyut per menit.
 Deksametason 2 mg setiap 6 jam atau kortisol 100-200 mg setiap 8 jam dapat
digunakan untuk menurunkan pelepasan hormon dan konversi T4 menjadi T3.
 Obat antitiroid (PTU 200-400 mg setiap 8 jam) dapat diberikan melalui selang
nasogastrik, oral, atau rektal.
 Jika terdapat syok sirkulasi, pemberian IV vasopresor langsung (fenilefrin)
diindikasikan.
 β-adrenergik blocker atau digitalis dianjurkan untuk fibrilasi atrium disertai dengan
respon ventrikel yang cepat.

Kadar hormon tiroid serum umumnya kembali normal dalam 24-48 jam, dan pemulihan
terjadi dalam 1 minggu. Tingkat kematian untuk badai tiroid tetap sangat tinggi sekitar
20%.
Daftar Pustaka
1. Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease. 7th ed.
Elsevier; 2018.
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
6th ed. McGraw-Hill Education; 2018.
3. Bacuzzi A, Dionigi G, Guzzetti L, De Martino AI, Severgnini P, Cuffari S. Predictive
features associated with thyrotoxic storm and management. Gland Surg.
2017;6(5):546–51.

Anda mungkin juga menyukai