Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penggunaan Bahasa merupakan salah satu kelebihan manusia dari

makhluk lain dimuka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya

peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa

dapat dibentuk, dibina, dan dapat dikembangkan serta dapat diturunkan kepada

generasi-generasi mendatang. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi,

maka semua yang ada disekitar manusia seperti peristiwa-peristiwa, binatang-

binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat

tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada

orang lain sebagai bahan komunikasi. Mengingat pentingnya bahasa, kita dapat

membatasi pengertian bahasa, menurut (Dedi Sutedi 2003 : 2), bahwa bahasa

adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada

orang lain.

Bahasa mempunyai keterikatan dan keterkaitan dalam kehidupan manusia.

Dalam kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu

berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi

tidak statis. Dengan perkataan lain, hidup manusia dan segala kegiatannya yang

bergerak dari masa silam, masa kini dan masa mendatang tidak terlepas dari

pemakaian waktu. Hal ini terbukti dari tulisan-tulisan atau ucapan yang selalu

dikaitkan dengan waktu.

Universitas Sumatera Utara


Komunikasi melalui bahasa memungkinkan setiap orang untuk

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat,

kebudayaan serta latar belakang masing-masing. Dalam berkomunikasi bisa saja

terjadi kesalahpahaman pada pihak lawan bicara, yang disebabkan oleh kekeliruan

si pembicara dalam mengukapkan sesuatu hal. Untuk menghindari terjadinya hal

tersebut, maka dalam berbahasa kita harus memperhatikan kaidah-kaidah

penggunaan bahasa. Kaidah-kaidah penggunaan bahasa ini dalam bahasa

Indonesia disebut dengan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa Jepang disebut

dengan bunpoo 「文法」.

Bahasa Jepang merupakan bahasa yang selalu dipengaruhi oleh keadaan

dan juga tidak terlepas dari pemakaian bentuk waktu pada verbanya, sehingga

verba yang berfungsi sebagai prediket akan berubah bentuknya sesuai dengan

kondisi dan keadaan yang diacu dari saat pengucapan. Perubahan verba dalam

bahasa Jepang jika dilihat berdasarkan pada perubahan prediketnya digolongkan

ke dalam kelompok verba yang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I disebut

(godandoushi), kelompok II (ichidan doushi) dan kelompok III (henkaku duoshi).

Perubahan bentuk verba disebut konjugasi 「活用 ‘katsuyou’」yang secara garis

besar terdiri dari enam macam :

a. 末然形 ‘mizenkei’, yaitu perubahan verba didalamnya mencakup bentuk

menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU). Bentuk

pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).

Universitas Sumatera Utara


b. 連用形 ‘renyoukei’, yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk

sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau

(bentuk TA).

c. 終止形 ‘shuushikei’, yaitu verba bentuk kamus atau yang digunakan

diakhir kalimat.

d. 連体形 ‘rentaikei’, yaitu verba bentuk kamus yang digunakan sebagai

modifikator.

e. 仮定形 ‘kateikei’, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian

(bentuk BA).

f. 命令形 ‘meireikei’, yaitu perubahan ke dalam bentuk perintah.

Dari jenis-jenis perubahan diatas, dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara

umum dalam bahasa Jepang pada tabel berikut ini :

Kel Bentuk Bentuk Bentuk Bentuk Bentuk


Kamus MASU MASEN MASHITA MASENDESHITA
I 買う 買います 買いません 買いました 買いませんでした
ka-u ka-i-masu ka-i-masen ka-i-masita ka-i-masendesita
立つ 立ちます 立ちません 立ちました 立ちませんでした
ta-tu ta-ti-masu ta-ti-masen ta-ti-mashita ta-ti-masendesita
II 見る 見ます 見ません 見ました 見ませんでした
mi-ru mi-masu mi-masen mi-masita mi-masendesita
起きる 起きます 起きません 起きました 起きませんでした
oki-ru oki-masu oki-masen oki-masita oki-masendesita
III する します しません しました しませんでした
su-ru si-masu si-masen si-masita si-masendeshita
くる きます きません きました きませんでした
ku-ru ki-masu ki-masen ki-masita ki-masendeshita

Universitas Sumatera Utara


Verba kelompok I jika diubah dari bentuk kamus (shuuseikei) diubah ke

dalam bentuk renyoukei bentuk MASU dan yang lainnya hanya mengganti

morfem {U} pada setiap akhir verba dengan {MASU}, {MASEN}, {MASHITA},

atau {MASENDESHITA}.

ka - u = ka – i – masu

ka – i – masen

ka – i – mashita

ka – i – masendeshita (masing-masing 3 morfem)

Pada verba kelompok II, di antaranya terdapat verba 「 見る ‘miru’」 dan

「起きる ‘okiru」jika diubah ke dalam bentuk MASU, MASEN dan sebagainya,

yaitu dengan cara mengganti {RU} di akhir verba tersebut dengan {MASU},

{MASEN} dan sebagainya.

mi – ru = mi – masu

oki – masu (masing-masing terdiri dari 2 morfem)

Untuk verba kelompok III sebagai verba tidak beraturan, perubahan pun secara

tidak beraturan pula. Hal ini terlihat bahwa bagian gokan kedua verba tersebut

tidak tetap. Misalnya, morfem { 来 } pada verba /kuru/ akan berubah –ubah

menjadi {ku}, {ki} atau {ko} sama halnya dengan morfem {su} pada verba /suru/

terkadang menjadi {su} dan terkadang menjadi {si}. Perubahan verba dari bentuk

kamus ke bentuk (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESHITA) tetap dengan

cara mengganti diakhir.

SURU = SIMASU

KURU = KIMASU

Universitas Sumatera Utara


Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan verba bentuk kamus ke dalam

bentuk halus (MASU, MASEN, MASITA, MASENDESITA) sebagai berikut :

Kelompok I …...U = ...IMASU dst.

Kelompok II ….RU = ....MASU dst.

Kelompok III SURU = SIMASU dst.

KIMASU dst.

Verba bentuk TE digunakan sebagai bentuk sambung, yaitu dikuti oleh

verba lainnya. Verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau biasa (tidak

halus). Aturan dalam perubahan verba bentuk kamus ke dalam verba bentuk TE

dan TA sama persis, namun aturan ini ada sedikit pergeseran, karena adanya

「音便 ‘onbin’」<eufon>, yaitu perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh

bunyi yang mengapitnnya, bagaimana perubahannya perhatikan table berikut :

KAMUS MASU TE (asal) TA (asal) TE (onbin) TA (onbin)


ka-u ka-i-masu ka-i-te ka-i-ta ka-t-te ka-t-ta
tat-u ta-ti-masu ta-ti-te ta-ti-ta ta-t-te ta-t-ta
mi-ru mi-masu mi-te mi-ta mi-te mi-ta
ne-ru ne-masu ne-te ne-ta ne-te ne-te
su-ru si-masu si-te si-ta si-te si-ta
ku-ru ki-masu ki-te ki-ta ki-te ki-ta

Dalam menganalisis morfem jika mengacu pada penggunaan huruf Jepang

(Hiragana dan Kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain

hasilnya dibanding dengan mengacu pada Alfabet. Machida dan Momiyama

dalam Dedi Sutedi (2003:50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu

pada huruf Alfabet akan semakin jelas. Tentunya huruf Alfabet yang dimaksud

Universitas Sumatera Utara


dengan menggunakan sistem Jepang (nihon-shiki) atau sistem Kunrei, bukan

mengacu pada Hepburn.

Bentuk waktu dalam bahasa Jepang disebut dengan 自制 (jisei) atau

テンス (tense). Bentuk waktu adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu

terjadinya suatu peristiwa atau berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik

tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Jika waktu berbicara 「発話時

‘hatsuwaji’ 」 atau waktu mengucapkan kalimat tersebut diumpamakan dengan

waktu sekarang (saat ini), maka waktu terjadinya suatu peristiwa atau aktifitas

tersebut ada tiga, yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu

「過去 ‘kako’」 (lampau), waktu saat berbicara 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan

waktu yang akan datang. Rentetan ketiga jenis waktu seperti ini dapat

dilustrasikan dengan gambar berikut :

kako/lampau genzai/sekarang mirai/mendatang


過去 現在 未来

jikan
時間
発話時
hatsuwaji / saat berbicara

Dalam bahasa Jepang, untuk menyatakan bentuk lampau – sekarang –

mendatang 「過去;現在;未来 ‘kako – genzai – mirai’」, hanya digunakan

dua bentuk verba saja, yaitu : bentuk akan dan bentuk lampau. Verba bentuk

lampau didalamnya mencakup bentuk halus, yaitu MASHITA terdiri dari dua

morfem MASHI - TA dan MASENDESHITA terdiri dari dua morfem MASEN -

DESHITA, verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA terdiri dari 3

morfem NA – KAT - TA. Verba bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk

Universitas Sumatera Utara


kamus RU, NAI, dan bentuk halusnya seperti bentuk MASU dan MASEN, bahkan

bentuk TE IMASU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada

bentuk verbanya, bentuk waktu dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yaitu

bentuk lampau 「過去‘kako’」 dan bentuk bukan lampau 「非過去’hikako’」.

Bentuk waktu dalam bahasa Jepang, bisa ditemui ketika verba tersebut

digunakan sebagai prediket dalam induk kalimat atau dalam kalimat tunggal

「主文 ’shubun’」 dan dalam anak kalimat 「従属節 ‘juuzokusetsu’」. Contoh

penggunaan bentuk verba dalam menyatakan bentuk dalam kalimat tunggal

(shubun).

(4) 私は今夜テレビを見ます。 (bentuk akan)

Watashi wa kon-ya terebi o mi-masu. 2 morfem

( Saya nanti malam akan nonton TV )

(5) 私は今テレビを見ています。 (bentuk kini)

Watashi wa ima terebi o mi-teimasu. 2 morfem

( Saya sekarang sedang nonton TV )

(6) 私は今朝テレビを見ました。 (bentuk lampau)

Watashi wa kesa terebi o mi-masita. 2 morfem

( Saya tadi pagi nonton TV )

Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bagaimanakah variasi

perubahan verba bahasa Jepang yang berfungsi sebagai prediket sehingga

mempengaruhi makna dari kalimat yang berkaitan dengan pengukapan bentuk

waktu. Bertitik tolak dari hal tersebut, oleh karena itu penulis berminat membahas

proses morfologis verba yang berjudul “Analisis Morfologis Verba Bahasa

Jepang”.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Perumusan Masalah

Orang yang baru belajar Bahasa Jepang, tanpa menguasai gramatika

bahasa Jepang dengan baik akan mendapatkan kesulitan dalam memahaminya.

Misalnya, hanya dengan membuka kamus barangkali akan mengerti apa yang

dimaksud dengan kata watashi, hon, dan yomu, namun jika kita berbicara tentang

partikel atau joshi pasti tidak ada di dalam kamus tetapi mungkin artinya dapat

diperkirakan apa makna dan fungsinya. Tetapi apabila dihadapkan pada suatu

kalimat yang pada verbanya mengalami berbagai perubahan bentuk dan proses

morfologis, maka barulah akan muncul permasalahan. Contoh :

- 山田先生 は 学校 へ 行きます。

- 山田先生 は 学校 へ 行っています。

- 山田先生は 学校 へ 行きました。

- 山田先生 は 学校 へ 行けます。

- 山田先生 は 学校 へ 行きたい。

Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis ingin mengajukan permasalahan

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang yang

diakibatkan oleh proses morfologis ?

2. Bagaimanakah membedakan bentuk waktu dalam bahasa Jepang ?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu

adanya ruang lingkup pembahasan permasalahan agar masalah penelitian tidak

Universitas Sumatera Utara


terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukan lebih

dapat terarah dalam penulisan.

Kalimat bahasa Jepang dapat terbentuk dari sebuah bunsetsu, dua buah

bunsetsu, atau terdiri dari sejumlah bunsetsu. Kalaupun sebuah kalimat terdiri dari

beberapa bunsetsu, namun kalimat tersebut tidak dibentuk secara sembarangan,

melainkan harus tersusun rapi berdasarkan struktur yang benar sesuai dengan

aturan-aturan gramatikanya. Bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar dari

pada tango yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun). Struktur

kalimat dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan pola ‘subjek-prediket’ atau

‘subjek-objek-prediket’ yang nantinya disesuaikan dengan perubahan verba dan

mengacu pada keadaan dan kontek dari kalimat tersebut.

食べる = 私 は 昼ご飯 を 食べます。

私 は 昼ご飯 を 食べています。

私 は 昼ご飯 を 食べました。

私 は 昼ご飯 を 食べたい。

Dalam bahasa Jepang bentuk waktu atau テンス (tensu) merupakan suatu

bentuk kategori gramatikal yang selalu terikat pada verbanya. Bentuk waktu atau

テンス (tensu) dalam bahasa Jepang ada dua bentuk yaitu bentuk ‘ru’ termasuk

bentuk ‘te iru’ dan bentuk ‘ta’ termasuk bentuk ‘te ita’.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka penulis akan membahas

permasalahan mengenai perubahan verba pada kalimat berbahasa Jepang tinjauan

morfologis. Permasalahan yang dimaksud, difokuskan pada pembahasan

mengenai perubahan bentuk verba yang bisa berfungsi menjadi prediket dalam

suatu kalimat berkaitan dengan waktu kejadian. Waktu kejadian yang dimaksud

Universitas Sumatera Utara


yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu 「 過 去 ‘kako’

(lampau), waktu yang sedang berlangsung 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan waktu

yang akan datang 「未来 ‘mirai’」. Kemudian dianalisis lebih diarahkan kepada

penjabaran verba secara morfologi yang dikaitkan pada bentuk waktu.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Kalimat mempunyai fungsi menyampaikan sebuah makna, sehingga

prediket merupakan bagian yang terpenting dalam suatu kalimat, karena dengan

adanya prediket, maka bentuk (struktur kalimat), fungsi, dan makna kalimat akan

berbeda-beda.

Menurut pakar bahasa Jepang, gramatika bahasa Jepang modern ada

beberapa macam, salah satunya yaitu ( Motojiro dalam Sudjianto, 1996 : 27 )

mengklasifikasikan kelas kata menjadi 10 kelas kata yaitu :

1. Doushi ( kata kerja )

2. Keiyoushi ( kata sifat yang berakhiran –i)

3. Keiyoudoushi ( kata sifat berakhiran –na)

4. Meishi ( kata benda )

5. Fukushi ( kata keterangan )

6. Rentaishi ( pra kata benda )

7. Setsuzokushi ( kata sambung )

8. Kandoushi ( kata seru / kata serapan / kata panggilan )

9. Jodoushi ( kata kerja kopula )

10. Joushi ( kata bantu )

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini difokuskan pada analisis verba pada kalimat bahasa Jepang

yang menghubungkan dengan perbuatan, kejadian atau peristiwa bahasa yang

diacu pada perubahan prediketnya yang mencakup bentuk MASU, bentu sambung

(bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA) serta bentuk lainnya sesuai dengan

prediket yang bersangkutan. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi

yang berhubungan dengan linguistik, terutama dalam bidang morfologi yang

mengkaji tentang proses pembentukkan verba. Linguistik adalah ilmu tentang

bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Karena bentuk

digunakan untuk menempatkan perubahan bentuk yang terdapat pada verba, maka

hal ini berkaitan dengan tatanan linguistik yaitu morfologi. Morfologi adalah

bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk

kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata serta pengaruh perubahan-

perubahan bentuk kata terhadap golongan atau arti kata, atau dengan kata lain

dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi

perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi

semantik (M. Ramlan, 1987:21)

Perubahan bentuk verba pada bahasa Jepang dalam pengukapannya

mempengaruhi pada bentuk waktu. Bentuk waktu adalah alat kebahasaan yang

digunakan untuk menempatkan peristiwa didalam waktu. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Machida dalam bukunya Nihongo no Jisei to Aspek ( 1989 )

memberikan definisi bentuk waktu atau kala, bahwa bentuk waktu (kala) adalah

perubahan secara gramatikal unsur didalam prediket yang merupakan bagian yang

menunjukkan konsep kewaktuan.

Universitas Sumatera Utara


1.4.2. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

penelitian akan disoroti (Namawi, 2001 : 39 – 40).

Menurut Dedi Sutedi (2003 : 47), bahwa perubahan bentuk verba bahasa

Jepang dalam bentuk kamus (jishokei) berdasarkan pada perubahannya

digolongkan kedalam tiga kelompok :

a. Kelompok I disebut dengan 「 五 段 動 詞 ‘godan-doushi’ 」 , karena

mengalami perubahan bentuk dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu

「あいうえお ‘a-i-u-e-o’」. Cirinya verba yang berakhiran (gobi) huruf

「 う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、す ‘u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’」.

b. Kelompok II disebut dengan 「 一 段 動 詞 ‘ichidan-doushi’ 」 , karena

perubahannya terjadi pada satu deretan deretan bunyi saja. Ciri utama verba

ini, yaitu berakhiran suara 「e- る ‘e-ru’ 」 (disebut ichidan-doushi) atau

berakhiran 「 i-る ‘i-ru’」(disebut shimou-ichidan-doushi)

c. Kelompok III disebut dengan 「変格動詞 ‘henkaku-doushi’」karena verba

yang perubahannya tak beraturan.

Menurut Machida (1989 ; 23-50), jenis verba dalam bahasa Jepang ada

empat macam, yaitu : (1) jotai-doshi yakni verba yang menunjukkan keadaan,

yang termasuk pada tipe verba ini yaitu verba yang berarti ada, keperluan,

hubungan, kemampuan, persepsi, dan pikiran; (2) keizoku-doushi yaitu verba

untuk menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas yang terjadi pada suatu jangka

Universitas Sumatera Utara


waktu, yang termasuk pada tipe verba ini antaralain verba yang menunjukkan

aktifitas manusia dan aktifitas alam; (3) shukan-doushi yakni verba yang

menujukkan suatu aktifitas yang berakhir dalam sekejap; (4) dai yoshuu no doushi

yaitu verba yang menunjukkan suatu keadaan tanpa terpengaruh oleh konsep

waktu.

Sesuai dengan judul skripsi ini, pendekatan yang digunakan untuk

menganalisis perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang adalah pendekatan

Linguistik dalam kajian bidang morfologi. Morfologi merupakan cabang dari

linguistik yang mengkaji tentang verba dan proses pembentukkan verba.

Perubahan verba dalam bahasa Jepang tidak akan terlepas dari bentuk waktu ,

verba bahasa Jepang selalu terikat dengan prediketnya dan ditandai dengan

pembentuk secara morfemis. Verba bentuk RU merupakan verba bentuk kamus

yang jika dikaitkan dengan bentuk waktu dapat berarti akan, sedangkan verba

bentuk TA merupakan verba bentuk lampau. Verba bentuk RU dan verba bentuk

TE IRU merupakan verba bentuk kini (Dedi Sutedi 2003 : 82)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulis melakukan penelitian :

a. Memahami satu kaidah dalam bahasa Jepang, yaitu tentang konsep

perubahan bentuk verba dalam bahasa Jepang berfungsi sebagai verba

dasar (prediket) pada sebuah kalimat.

b. Mengetahui tentang bentuk waktu yang ditimbulkan dari perubahan

bentuk verba tersebut.

Universitas Sumatera Utara


1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :

a. Bagi peniliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai perubahan bentuk verba yang berfungsi sebagai

prediket dalam bahasa Jepang.

b. Menambah referensi yang berkaitan dengan bidang linguistik khususnya

mengenai morfologi.

c. Dan juga agar mempermudah kita bagaimana bisa memahami bahasa

Jepang jika ditinjau dari segi pengukapan yang dipengaruhi oleh

perubahan verbanya dengan mengacu pada keadaan (waktu) dan

memudahkan kita untuk bisa berkomunikasi dengan baik.

1.6. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

(deskriptif research). Isyandi (2003 : 13), menyatakan bahwa penelitain deskriptif

adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu. Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (Library

Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan

data-data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji, terutama buku-buku

yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang

ataupun yang menggunakan bahasa Indonesia.

Mengingat karena adanya data-data yang diperoleh dari buku yang ditulis

dalam bahasa Jepang maka penulis harus menterjemahkannya ke dalam bahasa

Universitas Sumatera Utara


Indonesia agar memudahkan penulisan nantinya. Dalam menterjemahkan penulis

berusaha dengan cermat dan teliti serta menggunakan teori terjemahan untuk

mendapatkan hasil yang sempurna. Menurut Euge A. Nida dan Charles R. Taber

dalam Widyamarta (2000:11), menterjemahkan merupakan kegiatan

menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-

dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-

tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gaya bahasanya.

Setelah menganalisis data-data, kemudian dilanjutkan mencari,

mengumpulkan dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat yang menggunakan

bentuk waktu dalam bahasa Jepang. Tahap berikutnya adalah proses merangkum

dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk dikelompokkan dalam setiap

bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan

data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-

saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang.

Penelitian Kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, Perpustakaan

Jurusan Sastra Jepang, Perpustakaan Universitas Bung Hatta Padang,

Perpustakaan Konsulat Jenderal Jepang di Medan, serta koleksi pribadi penulis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai