PENDAHULUAN
makhluk lain dimuka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya
peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa kebudayaan suatu bangsa
dapat dibentuk, dibina, dan dapat dikembangkan serta dapat diturunkan kepada
orang lain sebagai bahan komunikasi. Mengingat pentingnya bahasa, kita dapat
membatasi pengertian bahasa, menurut (Dedi Sutedi 2003 : 2), bahwa bahasa
adalah alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada
orang lain.
Dalam kehidupannya di masyarakat, kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu
berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi
tidak statis. Dengan perkataan lain, hidup manusia dan segala kegiatannya yang
bergerak dari masa silam, masa kini dan masa mendatang tidak terlepas dari
pemakaian waktu. Hal ini terbukti dari tulisan-tulisan atau ucapan yang selalu
terjadi kesalahpahaman pada pihak lawan bicara, yang disebabkan oleh kekeliruan
Indonesia disebut dengan tata bahasa, sedangkan dalam bahasa Jepang disebut
dan juga tidak terlepas dari pemakaian bentuk waktu pada verbanya, sehingga
verba yang berfungsi sebagai prediket akan berubah bentuknya sesuai dengan
kondisi dan keadaan yang diacu dari saat pengucapan. Perubahan verba dalam
ke dalam kelompok verba yang terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I disebut
sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE), dan bentuk lampau
(bentuk TA).
diakhir kalimat.
modifikator.
(bentuk BA).
Dari jenis-jenis perubahan diatas, dapat kita lihat perubahan bentuk verba secara
dalam bentuk renyoukei bentuk MASU dan yang lainnya hanya mengganti
morfem {U} pada setiap akhir verba dengan {MASU}, {MASEN}, {MASHITA},
atau {MASENDESHITA}.
ka - u = ka – i – masu
ka – i – masen
ka – i – mashita
yaitu dengan cara mengganti {RU} di akhir verba tersebut dengan {MASU},
mi – ru = mi – masu
Untuk verba kelompok III sebagai verba tidak beraturan, perubahan pun secara
tidak beraturan pula. Hal ini terlihat bahwa bagian gokan kedua verba tersebut
tidak tetap. Misalnya, morfem { 来 } pada verba /kuru/ akan berubah –ubah
menjadi {ku}, {ki} atau {ko} sama halnya dengan morfem {su} pada verba /suru/
terkadang menjadi {su} dan terkadang menjadi {si}. Perubahan verba dari bentuk
SURU = SIMASU
KURU = KIMASU
KIMASU dst.
verba lainnya. Verba bentuk TA merupakan verba bentuk lampau biasa (tidak
halus). Aturan dalam perubahan verba bentuk kamus ke dalam verba bentuk TE
dan TA sama persis, namun aturan ini ada sedikit pergeseran, karena adanya
(Hiragana dan Kanji) yang merupakan suatu silabis atau suku kata, akan lain
dalam Dedi Sutedi (2003:50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu
pada huruf Alfabet akan semakin jelas. Tentunya huruf Alfabet yang dimaksud
テンス (tense). Bentuk waktu adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu
tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Jika waktu berbicara 「発話時
waktu sekarang (saat ini), maka waktu terjadinya suatu peristiwa atau aktifitas
tersebut ada tiga, yaitu waktu yang sebelumnya atau waktu yang telah berlalu
「過去 ‘kako’」 (lampau), waktu saat berbicara 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan
waktu yang akan datang. Rentetan ketiga jenis waktu seperti ini dapat
jikan
時間
発話時
hatsuwaji / saat berbicara
dua bentuk verba saja, yaitu : bentuk akan dan bentuk lampau. Verba bentuk
lampau didalamnya mencakup bentuk halus, yaitu MASHITA terdiri dari dua
DESHITA, verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA terdiri dari 3
bentuk TE IMASU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada
bentuk verbanya, bentuk waktu dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yaitu
Bentuk waktu dalam bahasa Jepang, bisa ditemui ketika verba tersebut
digunakan sebagai prediket dalam induk kalimat atau dalam kalimat tunggal
(shubun).
waktu. Bertitik tolak dari hal tersebut, oleh karena itu penulis berminat membahas
Jepang”.
Misalnya, hanya dengan membuka kamus barangkali akan mengerti apa yang
dimaksud dengan kata watashi, hon, dan yomu, namun jika kita berbicara tentang
partikel atau joshi pasti tidak ada di dalam kamus tetapi mungkin artinya dapat
diperkirakan apa makna dan fungsinya. Tetapi apabila dihadapkan pada suatu
kalimat yang pada verbanya mengalami berbagai perubahan bentuk dan proses
- 山田先生 は 学校 へ 行きます。
- 山田先生 は 学校 へ 行っています。
- 山田先生は 学校 へ 行きました。
- 山田先生 は 学校 へ 行けます。
- 山田先生 は 学校 へ 行きたい。
Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis ingin mengajukan permasalahan
Kalimat bahasa Jepang dapat terbentuk dari sebuah bunsetsu, dua buah
bunsetsu, atau terdiri dari sejumlah bunsetsu. Kalaupun sebuah kalimat terdiri dari
melainkan harus tersusun rapi berdasarkan struktur yang benar sesuai dengan
aturan-aturan gramatikanya. Bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar dari
pada tango yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun). Struktur
kalimat dalam bahasa Jepang dapat dibentuk dengan pola ‘subjek-prediket’ atau
私 は 昼ご飯 を 食べています。
私 は 昼ご飯 を 食べました。
私 は 昼ご飯 を 食べたい。
Dalam bahasa Jepang bentuk waktu atau テンス (tensu) merupakan suatu
bentuk kategori gramatikal yang selalu terikat pada verbanya. Bentuk waktu atau
テンス (tensu) dalam bahasa Jepang ada dua bentuk yaitu bentuk ‘ru’ termasuk
bentuk ‘te iru’ dan bentuk ‘ta’ termasuk bentuk ‘te ita’.
mengenai perubahan bentuk verba yang bisa berfungsi menjadi prediket dalam
suatu kalimat berkaitan dengan waktu kejadian. Waktu kejadian yang dimaksud
(lampau), waktu yang sedang berlangsung 「現在 ‘genzai’」 (sekarang), dan waktu
yang akan datang 「未来 ‘mirai’」. Kemudian dianalisis lebih diarahkan kepada
prediket merupakan bagian yang terpenting dalam suatu kalimat, karena dengan
adanya prediket, maka bentuk (struktur kalimat), fungsi, dan makna kalimat akan
berbeda-beda.
diacu pada perubahan prediketnya yang mencakup bentuk MASU, bentu sambung
(bentuk TE), dan bentuk lampau (bentuk TA) serta bentuk lainnya sesuai dengan
prediket yang bersangkutan. Untuk itu penulis menggunakan konsep atau defenisi
bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Karena bentuk
digunakan untuk menempatkan perubahan bentuk yang terdapat pada verba, maka
hal ini berkaitan dengan tatanan linguistik yaitu morfologi. Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk
perubahan bentuk kata terhadap golongan atau arti kata, atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk kata serta fungsi
mempengaruhi pada bentuk waktu. Bentuk waktu adalah alat kebahasaan yang
memberikan definisi bentuk waktu atau kala, bahwa bentuk waktu (kala) adalah
perubahan secara gramatikal unsur didalam prediket yang merupakan bagian yang
dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
Menurut Dedi Sutedi (2003 : 47), bahwa perubahan bentuk verba bahasa
mengalami perubahan bentuk dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu
「 う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、す ‘u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’」.
perubahannya terjadi pada satu deretan deretan bunyi saja. Ciri utama verba
Menurut Machida (1989 ; 23-50), jenis verba dalam bahasa Jepang ada
empat macam, yaitu : (1) jotai-doshi yakni verba yang menunjukkan keadaan,
yang termasuk pada tipe verba ini yaitu verba yang berarti ada, keperluan,
untuk menyatakan suatu kegiatan atau aktifitas yang terjadi pada suatu jangka
aktifitas manusia dan aktifitas alam; (3) shukan-doushi yakni verba yang
menujukkan suatu aktifitas yang berakhir dalam sekejap; (4) dai yoshuu no doushi
yaitu verba yang menunjukkan suatu keadaan tanpa terpengaruh oleh konsep
waktu.
Perubahan verba dalam bahasa Jepang tidak akan terlepas dari bentuk waktu ,
verba bahasa Jepang selalu terikat dengan prediketnya dan ditandai dengan
yang jika dikaitkan dengan bentuk waktu dapat berarti akan, sedangkan verba
bentuk TA merupakan verba bentuk lampau. Verba bentuk RU dan verba bentuk
mengenai morfologi.
adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
Research), dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan
yang berhubungan dengan linguistik bahasa Jepang baik yang berbahasa Jepang
Mengingat karena adanya data-data yang diperoleh dari buku yang ditulis
berusaha dengan cermat dan teliti serta menggunakan teori terjemahan untuk
mendapatkan hasil yang sempurna. Menurut Euge A. Nida dan Charles R. Taber
dekatnya dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-
bentuk waktu dalam bahasa Jepang. Tahap berikutnya adalah proses merangkum
bab dan anak bab. Dan yang terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan
data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-