Buku Desa Membangun Indonesia Sutoro Eko PDF
Buku Desa Membangun Indonesia Sutoro Eko PDF
MEMBANGUN
INDONESIA
Penulis:
Sutoro Eko
bersama
Titik Istiyawatun Khasanah, Dyah Widuri, Suci
Handayani, Ninik Handayani, Puji Qomariyah,
Sahrul Aksa, Hastowiyono, Suharyanto,
Borni Kurniawan
DESA
MEMBANGUN
INDONESIA
Penulis:
Sutoro Eko
bersama
Titik Istiyawatun Khasanah, Dyah Widuri, Suci
Handayani, Ninik Handayani, Puji Qomariyah,
Sahrul Aksa, Hastowiyono, Suharyanto,
Borni Kurniawan
DESA MEMBANGUN INDONESIA
ISBN: 978-602-14772-7-4
Kata Pengantar
ACCESS
1
Gini Rasio adalah angka yang menggambarkan kesenjangan ekonomi yang ada di masya-
rakat. Angka ini terus meningkat selama 10 tahun terakhir dari 2004-2013.
2
Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR RI Rancangan Undang-Undang tentang Desa (RUU Desa)
Paul Boon
Program Director ACCESS Tahap II
Sutoro Eko
Ketua Steering Comminttee FPPD
Kristalisasi Pengalaman
Selain belajar dari lapagan, buku ini merupakan hasil kristalisasi
dan pergulatan pemikiran saya selama melakukan advokasi di luar pa-
gar dan kemudian menjadi tenaga ahli RUU Desa di dalam pagar: di
PMD Kemendagri (2007-2010), Dewan Perwakilan Daerah RI (2011)
dan Dewan Perwakilan Rakyat (2013). Sewaktu menjadi tenaga ahli di
PMD Kemendagri, saya memasukkan asas subsidiaritas dan konsep
kewenangan lokal desa, yang diterima dengan baik oleh Persadaan
Girsang (Direktur Pemerintahan Desa dan Kelurahan). Di DPD, saya
bersama AA GN Ari Dwipayana dan Robert Endi Jaweng (yang keti-
ganya merupakan produk Jurusan Pemerintahan FISIPOL UGM),
memasukkan asas rekognisi, subsidiaritas dan delegasi, sekaligus
keragaman desa dan desa adat, serta konsepsi “negara kecil” untuk
memahami makna dan posisi desa.
Pengalaman saya sebagai tenaga ahli bersama Zen Badjeber, Yan-
do Zakaria dan Suhirman di Pansus DPR RI mulai akhir Februari 2013,
sungguh lebih seru, menarik dan menantang. Para pimpinan Pansus
RUU Desa (Akhmad Muqowam, Budiman Sujatmiko, Ibnu Mundzir dan
Kehadiran RPJM Desa dan ADD itu bukanlah proyek, bukan seka-
dar mengisi blanko perencanaan melalui seremonial Musrenbang.
Energi kinetik yang disuntikkan kemitraan itu membuat Musrenbang
bukan sekadar seremonial yang formalistik, tetapi sebagai arena kolek-
tif bagi desa untuk mengambil keputusan tentang isu-isu publik dan
menggerakkan aset penghidupan lokal. Dari kawasan timur, studi IRE
bersama ACCESS menemukan pelajaran penting bahwa perencanaan
1
Sebagai contoh, Ford Foundation memberikan dukungan kepada IRE untuk penelitian ten-
tang desa dan mendukung FPPD untuk keperluan membangun jaringan pembelajaran dan
advokasi desa.
Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi Arena: Desa sebagai arena bagi
proyek dari atas orang desa untuk menyeleng-
garakan pemerintahan, pem-
bangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan
Posisi dalam Objek Subjek
pembangunan
Model pem- Government driven deve- Village driven development
bangunan lopment atau community
driven development
Desa Lama
Semua berangkat dari cara pandang (perspektif). Cara pandang
membimbing kebijakan, regulasi, program dan tindakan. Hitam putih
desa selama ini tentu juga tidak luput dari cara pandang para pihak.
Ada banyak cara pandang terhadap desa, namun kami hendak mem-
beberkan tiga cara pandang dominan.
Pertama, cara pandang yang melihat desa sebagai kampung
halaman. Ini muncul dari banyak orang yang telah merantau jauh dari
desa kampung halamannya, baik melalui jalur urbanisasi, transmigrasi
atau mobilitas sosial. Para petinggi maupun orang-orang sukses di
kota-kota besar begitu bangga menyebut dirinya “orang desa” dan
bangga bernostalgia dengan cara bercerita tentang kampung hala-
mannya yang tertinggal dan bersahaja. Fenomena mudik lebaran yang
hingar bingar, tetapi juga membawa korban jiwa yang tidak sedikit,
setiap tahun juga menjadi contoh terkemuka tentang nostalgia para
perantau terhadap kampung halamannya dan sanak saudaranya. Cara
pandang ini tidak salah. Tetapi di balik cara pandang personal itu tentu
ada yang salah dalam pembangunan, mengapa urbanisasi terus me-
ngalir, mengapa pembangunan bias kota, mengapa desa tidak mam-
pu memberikan kehidupan dan penghidupan.
Kedua, cara pandang pemerintahan yang melihat desa sebagai
wilayah administrasi dan organisasi pemerintahan paling kecil, paling
bawah dan paling rendah dalam hirarkhi pemerintahan di Indone-
sia. Ketiga, cara pandang libertarian yang memandang desa sebagai
Membangun desa
Desa Membangun
Item/Isu (pembangunan per-
(pembangunan desa)
desaan)
Pintu masuk Perdesaan Desa
Pendekatan Functional Locus
Level Rural development Local development
Isu dan Rural-urban linkage, Kemandirian, kearifan lokal,
konsep-kon- market, pertumbuhan, modal sosial, demokrasi, par-
sep terkait lapangan pekerjaan, tisipasi, kewenangan, alokasi
infrastruktur, kawasan, dana, gerakan lokal, pember-
sektoral, dll. dayaan, dll.
Level, skala Kawasan ruang dan Dalam jangkauan skala dan
dan cakupan ekonomi yang lintas yurisdiksi desa
desa.
Skema Pemda melakukan pe- Regulasi menetapkan ke-
kelembagaan rencanaan dan pelak- wenangan skala desa, melem-
sanaan didukung alokasi bagakan perencanaan desa,
dana khusus. Pusat alokasi dana dan kontrol lokal.
melakukan fasilitasi, su-
pervisi dan akselerasi.
Pemegang Pemerintah daerah Desa (pemerintah desa dan
kewenangan masyarakat)
Tujuan Mengurangi keterbela- 1. Menjadikan desa sebagai
kangan, ketertinggalan, basis penghidupan dan ke-
kemiskinan, sekaligus hidupan masyarakat secara
membangun kesejahte- berkelanjutan
raan 2. Menjadikan desa sebagai
ujung depan yang dekat
dengan masyarakat, serta
desa yang mandiri
Peran Merencanakan, membi- Fasilitasi, supervisi dan
pemerintah ayai dan melaksanakan pengembangan kapasitas desa
daerah
55
Keempat, institusi dan desa sipil yang dibangun oleh kemandi-
rian dan emansipasi warga secara kolektif. Dalam institusi atau desa
ini, pengaruh adat, kekerabatan, agama dan birokrasi semakin me-
lemah, digantikan oleh pengaruh universalisme, namun tetap mem-
berikan rekognisi terhadap kearifan lokal. Gerakan perempuan peduli
desa, community center, koperasi, serikat tani, dan lain-lain termasuk
dalam kategori institusi sipil. Mereka inklusif, yang memiliki social
bridging, sekaligus juga merintis jaringan sosial yang lebih luas dan
gerakan sosial. Mereka mengutamakan nilai-nilai seperti kebebasan,
kesetaraan, otonomi, demokrasi, partisipasi dan lain-lain.
Karena itu desa sipil, yang kaya akan institusi sipil, merupakan
sosok desa yang bertenaga secara sosial. Komponen-komponen
masyarakat dalam desa sipil bukan berarti meninggalkan social bond-
ing dan adat istiadat, tetapi mereka telah maju ke depan, dengan me-
miliki modal sosial yang lebih kaya, yakni solidaritas sosial, jembatan
sosial, jaringan sosial dan gerakan sosial. Kekayaan sosial ini menjadi
modalitas bagi kemandirian desa dan demokrasi lokal.
2
Mohammad Najib, 1996. Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara. Yogyakarta:
LKPSM.
3
Dina Mariana dan Sutoro Eko. 2012. Memanfaatkan Modal Sosial Menjadi Modal Ekono-
mi: Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Stock Take; Manfaat Program ACCESS Terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan
Kemiskinan. IRE Yogyakarta Bekerjasama dengan ACCESS Tahap II
Gambar 2.1
Perkembangan Jumlah PUK dan KPUK Lombok Tengah
2009-2011
4
Dyah Widuri dan Patje Saubaki. 2012. Partisipasi Warga Dalam Penanggulangan Kemiskin-
an: Pelajaran Berharga dari Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Stock Take:
Manfaat Program ACCESS Terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan.
IRE Yogyakarta Bekerjasama dengan ACCESS Tahap II
Kemandirian:
Desa Berdaulat Secara Politik
Kriteria Desa
Desa Swadaya Desa Swakarya
Penilaian Swasembada
Pengaruh Luar Belum ada Mulai masuk Jadi pembaharuan
Adat Istiadat Kuat dan mengi- Mulai longgar Longgar, tidak
kat mengikat
Teknologi Baru Belum ada Mulai dikenal Dimanfaatkan
Penduduk < 30% 30% - 60% >60%
tamat SD
Pendapatan per <Rp12.000,00 Rp12.000,00 – > Rp17.000,00
kapita per tahun Rp17.000,00
Produktivitas Rendah Sedang Tinggi
Administrasi Ada, tetapi Mulai berkem- Berfungsi baik
dan lembaga belum bang
desa berkembang
Infrastruktur Terbatas Dapat berjalan Berjalan lancar
dan komunikasi
Sumber: Marzali, 1997.
5 Meskipun Permendagri ini merupakan petunjuk teknis yang diturunkan dari UU No. 32/2004
dan PP No. 72/2005, tetapi isinya masih relevan dan tidak bertentangan dengan UU No.
6/2014. Ketentuan-ketentuan yang relevan dalam Permendagri menjadi penting untuk di-
rekomendasikan agar masuk menjadi bagian dari Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan UU No. 6/2014”.
Tabel 3.4
Kebiasaan Lama dan Kesepakatan Baru Pendidikan Anak
Tabel 3.5
Daftar Positif Kewenangan Lokal Berskala Desa
Mandat
No Daftar kewenangan lokal
pembangunan
1 Pelayanan Posyandu, penyediaan air bersih, sanggar belajar
dasar dan seni, perpustakaan desa, poliklinik desa.
2 Sarana dan Jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, rumah
prasarana ibadah, sanitasi dan drainase, irigasi tersier, dan
lain-lain.
3 Ekonomi lokal Pasar desa, usaha kecil berbasis desa, karamba
ikan, lumbung pangan, tambatan perahu, wisata
desa, kios, rumah potong hewan dan tempat
pelelangan ikan desa, dan lain-lain.
4 SDA dan ling- Hutan dan kebun rakyat, hutan bakau, dll.
kungan
Kotak 3.1
Prakarsa Kewenangan Lokal di Desa Julubori
1. Bidang Kesehatan
Isu Strategis:
1) Tersedianya sumber mata air di setiap dusun dengan
kedalaman ± 7 meter.
2) Tersedianya bahan baku lokal untuk pembuatan MCK
seperti batu bata.
3) Tersedianya sarana Pustu.
Kegiatan Utama:
1) Memfasilitasi masyarakat dalam pembuatan jamban
keluarga dan MCK.
2) Pengoptimalan sumber mata air untuk pembuatan
sumur gali dan atau sumur bor.
3) Membangun kerjasama yang baik dengan pihak dinas
terkait (Dinas Kesehatan) dalam peningkatan pelayanan
kepada masyarakat yang meliputi :
a. Pemberdayaan dukun beranak
b. Pelayanan posyandu, pustu/ polindes.
c. Peningkatan gizi anak/ makanan dampingan selain
ASI
4) Membangun pustu dan sarana Posyandu.
5) Pembuatan drainase limbah keluarga.
2. Bidang Pendidikan:
Isu Strategis: Kebutuhan masyarakat untuk peningkatan
Sumber Daya Manusia baik secara akademik, maupun ke-
terampilan.
Kegiatan Utama:
1) Rehab sekolah pada setiap jenjangnya.
Demokrasi:
Rakyat Desa Berdaulat Secara Politik
Demokrasi Hibrid
Demokrasi bukan sesuatu yang given dan final, tetapi ada perde-
batan beragam cara pandang, untuk mencari format demokrasi yang
tepat, termasuk demokrasi yang tepat di ranah desa. Ada tiga cara
pandang (aliran) demokrasi yang perlu dikemukakan di sini, yang ten-
tu relevan dengan pencarian model demokrasi desa yang tepat. Ketiga
aliran itu adalah demokrasi liberal, demokrasi radikal dan demokrasi
komunitarian, seperti kami sajikan dalam tabel 4.1.
Demokrasi liberal. Istilah liberal menunjuk sebuah sistem politik
dimana kebebasan individu dan kelompok dilindungi dengan baik dan
dimana terdapat lingkup-lingkup masyarakat sipil dan kehidupan pri-
badi yang otonom, tersekat atau terbebas dari kontrol negara. Secara
konseptual, suatu tatanan politik yang liberal adalah independen dari
eksistensi dari suatu perekonomian liberal kompetitif yang didasarkan
pada terjaminnya hak-hak properti, walaupun dalam praktik keduanya
terkait, sebagian oleh kebutuhan bersama mereka untuk membatasi
kekuasaan negara (Larry Diamond, 2003).
Tabel 4.2
Kedudukan dan Fungsi BPD menurut UU No. 32/2004
dan UU No. 6/2014
189
Sumber: M. Zainal Anwar (2012).
membuat proposal program dan prospek usaha ke pihak Dinas Peker-
jaan Umum. Ternyata usulan mereka diterima dan mendapat bantuan
pembiayaan program. Sampai di sini, pemerintah desa belum diberi-
tahu mengenai rencana usaha tersebut. Setelah sebagai urusan de-
ngan pihak PU dianggap beres baru mereka memberitahukan kepala
desa, dan disambut dengan baik.
Untuk menjamin keberlangsungan dan keamanan usaha air ber-
sih, mereka meminta dibuatkan peraturan desa sebagai payung hu-
kum. Maka terbitlah Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2012 tentang
Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Air Bersih Desa Waja Gesang.
Di Perdes ini menegaskan BUM Desa sebagai pelaksana tugas per-
lindungan dan pemanfaatan. Jadi Perdes yang terbit bukan Perdes
tentang BUM Desa, tetapi Perdes Pengelolaan Air Bersih. Sejauh ini
tidak ada masalah, karena pihak pengelola terus-menerus menjalin
komunikasi dengan pemilik lahan dan desa tempat sumber air. Seka-
rang BUM Desa sudah memiliki 331 pelanggan. Dengan besar iuran
Rp500,00 per kubik, BUM Desa berhasil mencatat penghasilan rata-
rata Rp3.000.000,00 tiap bulan.
Pihak pengelola membuat aturan bahwa air bersih tersebut dipe-
runtukkan bagi konsumsi keluarga, bukan untuk usaha. Sehingga bila
dikemudian hari ada pelanggan yang ketahuan menggunakannya untuk
usaha, misalnya untuk usaha cuci mobil atau untuk kolam, pengelola
tidak segan-segan menghentikan sambungan pipanya. “Aturannya su-
dah jelas, jadi kami tidak ragu mengambil tindakan,” tegas Mas’ad.
Berbeda dengan desa-desa itu, Desa Tana Modu Sumba Te-
ngah memiliki Badan Pengawas dan Badan Pengelola Air Bersih
yang dituangkan dalam Perdes No. 07/2013. Badan Pengawas meru-
pakan badan yang menjadi tempat konsultasi badan pengelola dan
masyarakat pemanfaat air bersih. Sedangkan badan pengelola ada-
lah pelaksana teknis yang mengelola pemanfaatan air bersih. War-
800 709
700
600
500 434 TAHUN 2011
400 TAHUN 2012
300 187 TAHUN 2013
200 114
48 59 45
100 11 6 1 6 3
0
AKI AKB GIZI KURANG GIZI BURUK
Sumber: Yayasan Donders, 2013 dikutip oleh Yayasan Cendana Mekar, 2014.
Gerakan ini diawali dengan penerimaan dana BLSM dan PKH 2013
yang cukup besar. Desa sangat prihatin jika semua uang habis untuk
konsumsi, untuk itu desa menawarkan program menabung agar orang
tua dapat menyisihkan uang BLSM dan PKH sebagai setoran awal
tabungan. Memang tidak banyak warga yang mau menabung, tercatat
baru 50 anak yang memiliki tabungan. Desa optimis lama-kelamaan
makin banyak anak dari keluarga miskin yang memiliki tabungan. Tahun
2014 desa merencanakan untuk mendorong semua penerima BLSM
dan PKH membuka tabungan anak sekolah. Desa akan terus-menerus
memotivasi orang tua, apalagi mereka juga sudah dibantu dengan pe-
ngadaan seragam dan buku tulis melalui program PNPM.
Tahun 2013 penerima BLSM sebanyak 215 KK dari seluruh KK
Desa Tana Modu yang jumlahnya 338 KK. Mereka juga menerima
Kotak 5.1
Perdes Pendidikan di Tana Modu
Pasal 4
Sanksi
1. Orang tua yang menahan anaknya untuk tidak melanjutkan
pendidikan 9 tahun akan dikenakan denda dan selanjutnya
dilaporkan pada yang berwenang
2. Orang tua yang menahan anaknya sehingga mengakibatkan
alpa pada jam sekolah akan dikenakan denda ! Rp10.000,00
per hari.
3. Orang tua yang dengan sengaja menerima dana atau me-
lakukan lamaran adat terhadap anak sehingga mengakibatkan
anak putus sekolah akan dikenakan sanksi sesuai ketetapan.
Gambar 6.1
Lumbung Desa Program Prioritas Desa Tana Modu
Pasal 5
Sanksi
1. Barang siapa yang sengaja atau tidak sengaja melepas-
kan ternaknya di dalam lahan pertanian/perkebunan akan
diberikan pembinaan dan dikenakan sanksi denda sebesar
Rp100.000,00.
2. Barang siapa yang sengaja atau tidak sengaja melepaskan
ternaknya di dalam lahan pertanian/perkebunan dan meru-
sakkan tanaman akan dikenakan denda per rumpun/pohon
yaitu sejenis tanaman palawija Rp5.000,00/rumpun dan
tanaman umur panjang Rp10.000,00/pohon.
3. Barang siapa yang tidak membuat pagar pengaman kebun
dan pagar pemisah akan diberikan pembinaan dan dikena-
kan sanksi denda sebesar Rp50.000,00.
4. Barang siapa yang melakukan kekerasan atau mencederai
ternak akan dituntut ganti rugi sesuai jenis ternak yang sama.
Pra koperasi di Desa Tana Modu ini dimulai bulan Januari 2013
diikuti 45 orang anggota dari berbagai latar belakang dengan keten-
tuan iuran sebagai berikut:
- Simpanan pokok Rp100.000,00 per anggota
- Simpanan wajib Rp10.000,00 per bulan
Tabel 6.1
Struktur Modal KSP Damai per 31 Juni 2013
Kotak 6.21
Kinerja BUM Desa Bantaeng
No Kriteria Jumlah
Sehat
1 13
(96,77 – 129)
Cukup Sehat
2 23
(64,52 - 96,76)
Kurang Sehat
3 10
(32,26 - 64,51)
Tidak Sehat
4 0
(0 - 32,25)
Sumber: Laporan Evaluasi Jaringmas
261
21,883,936
13 Sipakainga Pattaneteang, Tompobulu 101,883,936 Usaha Grosir
(3.0 %)
BUM Desa tampaknya jauh lebih kompleks daripada bisnis
swasta, BUMN maupun BUMD, meskipun BUM Desa sebenarnya me-
rupakan bisnis yang kecil dan sederhana. Banyak pihak, apalagi para
ahli ekonomi, tidak begitu tertarik berbicara tentang BUM Desa karena
skalanya yang kecil, kemampuan yang terbatas, serta tidak efisien bila
dilihat dari sisi manajemen ekonomi. Orang yang menekuni studi hu-
kum bisnis melihat bahwa BUM Desa tidak terlalu relevan karena pin-
cang secara hukum, sehingga mereka merekomendasikan rakyat desa
membentuk koperasi yang lebih jelas ketimbang BUM Desa. Sementa-
ra pemerintah, terutama Kementerian sektoral, melihat bahwa BUM
Desa tidak hanya menghadapi keterbatasan kapasitas ekonomi, teta-
pi juga rentan korupsi. Karena itu program-program pemberdayaan
ekonomi yang dijalankan kementerian sektoral cenderung meng-
abaikan desa dan BUM Desa, melainkan memberdayakan kelompok-
kelompok sektoral, meskipun pendekatan ini tidak merata dan tidak
berlanjut dengan baik.
Pertama, kepemimpinan, manajerial dan tata kelola (KMT) meru-
pakan faktor kunci pembuka pada setiap jenis BUM Desa. KMT me-
rupakan faktor dasar yang menyokong kesehatan dan keberlanjutan
BUM Desa. Memang KMT tidak serta-merta membuat BUM Desa
menjadi sehat, kokoh dan berkelanjutan, tetapi kalau KMT sangat bu-
ruk maka BUM Desa dengan sangat cepat akan mati suri. Studi Sahrul
Aksa (2013) antara lain menegaskan:
Di kalangan pengelola BUM Desa (direksi, komisaris, dan badan penga-
was) berlum terjadi relasi yang ideal sebagai kondisi tumbuh-kem-
bangnya BUM Desa. Antara pengurus satu dengan yang lain masih ada
kecurigaan karena tidak terjadi komunikasi yang baik. Demikian juga
problem administrasi keuangan sering menjadi pemicu masalah, pada-
hal bagi pendamping, kekacauan administrasi keuangan adalah awal
kekacauan BUM Desa.
Dari semua persoalan di lingkup pengurus BUM Desa, yang paling se-
rius adalah kualitas dan kapasitas direktur.
Optimisme, Transformasi
dan Keniscayaan Perubahan Desa
Visi
Menjadi arena belajar pengembangan pembaharuan desa yang terper-
caya untuk mewujudkan masyarakat desa yang otonom dan demo-
kratis
Misi
Meningkatkan keterpaduan gerak antar pihak untuk pembaharuan
desa
Nilai-nilai Dasar
Menghormati keputusan bersama
Solidaritas
Tanggung-gugat
Menghargai perbedaan
Strategi
Konsolidasi gerakan pembaharuan desa
ISBN 602-14772-7-8
9 786021 477274