Anda di halaman 1dari 8

BAB I

DASAR TEORI

1.1 Pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan
memberikan perlindungan pada buruh selama dia bekerja. Perlindungan ini
diberikan dengan maksud agar buruh merasa aman dan nyaman bekerja di
lingkungan kerjanya. Perlindungan kepada buruh selama menjalankan pekerjaan
dengan mengikutsertakan buruh dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Pengusaha. Berikut merupakan
beberapa pengertian dari K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja):
1. Menurut ILO (International Labour Organization), Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan
kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,
perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan
psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada jabatannya.
2. Berdasarkan OHSAS 18001: 2007, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan
dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok,
pengunjung dan tamu) di tempat kerja.
3. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah  suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).
4. Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan
fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan
adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara
umum (Mathis dan Jackson, 2002).
5. Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang

1
kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi
pekerja (Simanjuntak, 1994).
6. Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana
kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di
perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur, 2001).

1.2 Tujuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Tujuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Suma’mur
(2001) bertujuan untuk:
1. Melindungi Kesehatan dan keselamatan pekerja
2. Meningkatkan kesejahteraan dan kinerja
3. Menjamin kesehatan dan keselamatan orang lain dalam lingkungan kerja
4. Mengamankan sumber polutan
5. Menyehatkan lingkungan kerja
6. mengefisienkan kegiatan

1.3 Faktor K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Faktor K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Ranupandojo
dan Hasan (2002) adalah:
1. Faktor fisik
2. Faktor kimia
3. Faktor biologi
4. Faktor Ergonomi
5. Faktor Psikologi

1.4 K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Faktor Kimia


Faktor kimia adalah faktor didalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang
meliputi bentuk padatan (partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal
dari bahan- bahan kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu,
awan, kabut, uap logam, dan asap, serta wujud yang tidak bersifat partikel
adalah gas dan uap (pasal 1, butir 11, dan butir 12. Permennakertransi No.PER.
13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja). Sedangkan bahan kimia (chemical), adalah unsur kimia dan
senyawanya dan campurannya, baik yang bersifat alami maupun sintetis.
Keracunan bahan kimia, dimana dalam keadaan normal, badan manusia mampu
mengatasi bermacam-macam bahan dalam batas-batas tertentu. Keracunan
terjadi apabila batas-batas tersebut dilampui dimana badan tidak mampu

2
mengatasinya (melalui saluran pencernaan, penyerapan atau pembuangan)
(Anonim, 2011).
Bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahan kimia yang digolongkan
kedalam bahan-bahan berbahaya atau memiliki informasi yang menyatakan
bahwa bahan tersebut berbahaya, biasanya informasi tersebut dalam “lembar
data keselamatan (chemical safety data sheet)”, yang memuat dokumen dan
informasi penting untuk para pengguna yang bertalian dengan sifat kandungan
bahayanya dan cara-cara penggunaan yang aman, ciri-ciri, supplier,
penggolongan, bahayanya, peringatan-peringatan, bahaya dan prosedur tanggap
darurat (Arief, 2015).
Berikut merupakan potensi bahaya bahan kimia ditempat kerja menurut
Abu dan David (2005):
1. Bahan kimia mudah meledak adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan,
atau campurannya yang sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia,
gesekan, tekanan, panas, atau perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang
berlangsung dalam proses yang relative singkat disertai dengan tenaga
perusakan yang besar, pelepasan tekanan yang besar serta suara yang
keras.
2. Bahan kimia mudah terbakar adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi
oksidasi pada suatu kondisi tertentu akan menghasilkan nyala api. Tingkat
bahaya dari bahan-bahan ini ditentukan oleh titik bakarnya, makin rendah titik
bakar bahan tersebut semakin berbahaya.
3. Bahan kimia beracun merupakan bahan kimia dalam jumlah relatif sedikit,
dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan
kematian, apabila terabsorbsi tubuh manusia melalui injeksi. Sifat racun dari
bahan dapat berupa kronik atau akut dan sering tergantung pada jumlah
bahan tersebut yang masuk ke dalam tubuh.
4. Bahan kimia korosif adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali
dan bahan-bahan kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-
logam bejana atau penyimpan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan
luka bakar pada tubuh, merusak mata, merangsang kulit dan system
pernafasan.
5. Bahan kimia radioaktif adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
untuk memancarkan sinar-sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar
gamma, sinar netron, dan lain-lain, yang dapat membahayakan tubuh

3
manusia. Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat berbahaya apabila satu
atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat didalam bahan kimia
tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan kimia
beracun dan meracuni kehidupan.
6. Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan tidak stabil,
mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya sehingga
dapat menimbulkan kebakaran selain ledakan.
7. Bahan kimia reaktif adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan
bahan-bahan lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas
yang mudah terbakar atau keracunan, atau korosi.
8. Bahan reaktif terhadap air, beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat
dengan air, dapat meledak atau terbakar. Ini disebabkan zat-zat tersebut
bereaksi secara eksotermik (mengeluarkan panas) yang besar atau
mengeluarkan gas yang mudah terbakar.
9. Gas bertekanan telah banyak digunakan dalam industri ataupun laboratorium.
Bahaya dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena tekanan tinggi dan
juga efek yang mungkin juga bersifat racun, aspiksian, korosif, dan mudah
terbakar.

4
BAB II
STUDI KASUS

“KECELAKAAN TERPAPAR ASAM SULFAT (H2SO4)


PADA KULIT PRAKTIKAN”

Bekerja dalam laboratorium tidak lepas dari kemungkinan bahaya dari


berbagai jenis bahan kimia. Pada aktivitas laboratorium selalu ada kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Kecelakaan dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu
sikap dan tingkah laku pekerja, keadaan yang tidak aman dan kelalaian
pengawas serta bahan kimia dan peralatan.
Pada suatu contoh studi kasus yang terjadi di lingkungan kerja
laboratorium FST tepatnya pada laboratorium ekologi yang mana laboratorium
digunakan untuk berbagai aktivitas penelitian mulai dari praktikum hingga
penelitian untuk skripsi. Pada suatu kasus tersebut sebagai contoh dan pelajaran
bagi kita yaitu terjadi tumpahnya salah satu bahan kimia yang berbahaya yaitu
H2SO4 atau asam sulfat yang mengenai kulit bagian punggung tangan dari salah
satu praktikan yang sedang melakukan aktivitas didalam laboratorium tersebut.
Asam Sulfat (H2SO4) merupakan cairan kimia berbahaya yang terbuat dari Gas
Sulfur (SO2) yang direaksikan dengan air (H2O). Cairan ini bersifat eksotermis,
yaitu akan bereaksi dengan air/kelembaban yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya suhu panas lebih dari 90°C.
Asam Sulfat bersifat korosif dan irritable, terutama pada kulit manusia.
Akibat sifat asam sulfat sebagai senyawa korosif dan penarik air yang kuat dapat
menyebabkan kulit seperti terkena luka bakar. Luka bakar akibat asam sulfat
berpotensi lebih buruk daripada luka bakar akibat asam kuat lainnya, hal ini
dikarenakan adanya tambahan kerusakan jaringan dikarenakan senyawa H dan
O dari jaringan ditarik sebagai H2O (dehidrasi) dan juga akan terjadi kerusakan
termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan air.
Sehingga pada kasus kejadian tersebut segera diberi penanganan darurat
dengan dilarikannya praktikan menuju UGD untuk mendapatkan perawatan yang
tepat. Hal tersebut terjadi yang dimungkinkan karena kurangnya alat pelindung
diri (APD) yang sesuai. Kemungkinan bahaya terhadap pemakaian alat pelindung
diri (APD) menempati urutan pertama sebagai penyebab kecelakaan sikap dan
tingkah laku demikian sering dimiliki oleh para pekerja yang belum banyak
berhadapan dengan proses atau aktivitas di dalam laboratorium.

5
Apabila terjadi kecelakaan terpapar asam sulfat pada kulit (seperti pada
studi kasus diatas) harus dilakukan penanganan yang cepat dan benar.
Perawatan pertama yang standar dalam menangani tumpahnya asam sulfat ke
kulit adalah dengan membilas kulit tersebut dengan air sebanyak-banyaknya (air
harus mengalir). Pembilasan dilanjutkan selama 10 sampai 15 menit untuk
mendinginkan jaringan disekitar luka bakar asam dan untuk menghindari
kerusakan sekunder. Pakaian yang terkontaminasi oleh asam sulfat harulah
dilepaskan dengan segera dan segera bilas kulit yang berkontak dengan pakaian
tersebut. Sebagai contoh pada studi kasus diatas tersebut, oleh karena itu perlu
adanya pencegahan dan penanganan terhadap penggunaan bahan zat kimia
berbahaya ini yaitu H2SO4 sebagai salah satu contohnya. Bahaya akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam sulfat. Namun,
bahkan asam sulfat encer (sekitar 1 M, 10%) akan dapat mendehidrasi kertas
apabila tetesan asam sulfat tersebut dibiarkan dalam waktu yang lama. Oleh
karenanya, larutan asam sulfat yang sama atau lebih dari 1,5 M diberi label
"CORROSIVE" (korosif), manakala larutan lebih besar dari 0,5 M dan lebih kecil
dari 1,5 M diberi label "IRRITANT" (iritan). Pencegahan dalam keselamatan kerja
yang lain dapat juga dilakukan seperti hindari kontak langsung dengan asam,
cegah penghisapan uap atau kabut, selain itu bekerja dengan asam sulfat harus
dalam almari asam atau dengan ventilasi yang baik. H 2SO4 termasuk sifat
eksotermik, oleh karena itu simpan asam dalam wadah yang kuat di tempat
berventilasi dan dingin, sehingga jauhkan dari air karena zat organik mudah
terbakar dan logam. Kebocoran wadah juga harus selalu diperhatikan, karena
kebocoran dapat merusak properti lain yang terdapat di dalam laboratorium salah
satu contohnya yaitu lantai atau porselen.
Dengan adanya studi kasus yang telah dipaparkan diatas, keselamatan
kerja di laboratorium perlu diinformasikan secara cukup dan relevan untuk
mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta
cara penanggulangannya. 

6
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini sebagai berikut:
1. Kecelakaan dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu sikap dan tingkah laku
pekerja, keadaan yang tidak aman dan kelalaian pengawas serta bahan kimia
dan peralatan.
2. Asam Sulfat (H2SO4) merupakan cairan kimia berbahaya bersifat eksotermis,
yaitu akan bereaksi dengan air/kelembaban yang kemudian akan
menyebabkan terjadinya suhu panas lebih dari 90°C dan asam sulfat juga
bersifat korosif dan iritan yang menyebabkan kulit seperti terkena luka bakar.
3. Penanganan tumpahnya asam sulfat ke kulit adalah dengan membilas kulit
tersebut dengan air sebanyak-banyaknya (air harus mengalir) selama 10-15
menit. Pakaian yang terkontaminasi asam sulfat segera dilepaskan dan bilas
kulit yang terkena kontak dengan pakaian tersebut.
4. Pencegahan dalam keselamatan kerja dapat juga dilakukan seperti
menghindari kontak langsung dengan asam, cegah penghisapan uap atau
kabut, selain itu bekerja dengan asam sulfat harus dalam almari asam atau
dengan ventilasi yang baik.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abu, B. dan David, T. 2005. Keselamatan dan Kesehatan Dalam Penggunaan


Bahan Kimia Ditempat Kerja. Jakarta: MDC Publishers.
Anonim, OHSAS 18001. 2007. Occupational health and safety management
system requirements 18001:2007.
Anonim. 2011. Permennakertransi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai
Ambang Batas) Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja (pasal 1, butir
11, dan butir 12).
ILO. 1988. Accident Prevetion a Workers. Geneva Switzerland: Education
Manual.
Mangkunegara, A. dan Anwar, P., 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung:
Penerbit Refika Aditama.
Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi pertama,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Salemba Empat.
Ranupandojo, H. dan Hasan, S., 2002. Manajemen Personalia, Edisi 4.
Yogyakarta: Pustaka Binawan Presindo FE UGM.
Simanjuntak, P. J., 1994. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: HIPSMI.
Suma'mur. 2001. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
Gunung Agung.

Anda mungkin juga menyukai